• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Terumbu Karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kondisi Terumbu Karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Pada Fakultas Sains Dan Teknologi

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NURUL AFNI

NIM. 60300113053

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)

ii

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurul Afni

NIM : 60300113053

Tempat/Tgl. Lahir : Pinrang, 19 Januari 1996 Jur/Prodi : Biologi/S1

Fakultas : Sains dan Teknologi Alamat : Jl. H. A. Arsyad

Judul : Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 25 September 2017 Penyusun

NURUL AFNI

(3)

iii

Skripsi yang berjudul “Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan”, yang disusun oleh Nurul Afni, NIM: 60300113053, mahasiswa Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 25 September 2017 M, bertepatan dengan 5 Muharram 1439 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Sains dan Teknologi, Jurusan Biologi (dengan beberapa perbaikan).

Makassar, 25 September 2017 M

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar,

(4)

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulis skripsi Saudari Nurul Afni, NIM: 60300113053, mahasiswa Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi dengan seksama skripsi yang berjudul, “Kondisi Terumbu Karang Di pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan”, memandang bahwa hasil penelitian skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan kesidang munaqasyah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Makassar, 25 September 2017 Pembimbing I Pembimbing II

(5)

v

Puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya yang selalu memberikan kemudahan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kondisi terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah dalam sunnahnya hingga akhir jaman.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda Baharuddin D. SE. MH dan ibunda Emmi Nur. atas segala kasih sayang dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis dengan sepenuh hati selama ini demi keberhasilan penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(6)

vi

Hasyimuddin S.Si, M.Si selaku sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

4. Ibu Dr. Hj. Ernawati S. Kaseng, S. Pi., M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Hasyimuddin S.Si, M.Si sekaligus sebaagai pembimbing II. Terima kasih atas segala bimbingan, arahan, bantuan, waktu luang serta kesabarannya selama ini sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Bapak Amrullah S., S.Si., M.Si selaku penguji I dan Bapak Dr. Saharuddin, M.Ag selaku penguji agama yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar yang selama ini telah mengajarkan banyak hal dan memberikan pengetahuan yang berlimpah selama kuliah di kampus ini serta seluruh staf Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

7. Seluruh Laboran Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar atas segala ilmu dan diskusi-diskusi yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.

(7)

vii

kalian penulis tidak akan bisa sampai ketahap seperti sekarang.

9. Kepada saudariku Datin Miriam Putri Surbakti, Herlina S, Risqa Nur Qalam, dan Afna Mardatillah serta Saudara-saudariku Biologi angkatan 2013 “Brachialis” terima kasih untuk segala dukungan, kebersamaannya selama ini. 10.Teman-teman angkatan 2013 Fakultas Sains dan Teknologi "Revolusi", terima

kasih atas segala dukungan dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis. 11.Terima kasih kepada Keluarga Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi yang mengajari dan memberi pengalaman yang begitu berharga kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

12.Kakak-kakak Biologi angkatan 2005 sampai 2012, terima kasih atas kasih sayang, bimbingan, dan ilmu yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 13.Adik-adik angkatan 2014 sampai 2016, terima kasih untuk dukungan yang

diberikan kepada penulis.

14.Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang memberikan doa, semangat, dukungan, saran dan pemikiran sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(8)

viii

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Makassar, 25 September 2017 Penulis

Nurul Afni

(9)

ix

D. Kajian Pustaka/ Penelitian Terdahulu... 7

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13-36 A. Tinjauan Umum Terumbu Karang ... 13

B. Manfaat Penelitian Terumbu Karang ... 16

C. Faktor Pendukung Terumbu Karang ... 17

D. Reproduksi Karang... 20

1. Zona StrukturTerumbu Karang ... 21

2. Tipe-Tipe Terumbu Karang ... 22

H. Faktor Yang Dapat Merusak Terumbu Karang ... 31

(10)

x

L. Kerangka Pikir ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37-43 A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

1.Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Kedalaman ... 44

2.Presntase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Stasiun ... 45

3.Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang ... 46

4.Pengukuran Parameter Oseanografi ... 48

B. Pembahasan ... 48

1. Gambaran Umum Terumbu Karang Di Daerah Pengamatan ... 48

2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Kedalaman ... 49

3. Presntase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Stasiun ... 50

4. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang ... 53

5. Pengukuran Parameter Oseanografi ... 56

BAB V PENUTUP ... 61-62 A. Kesimpulan ... 61

(11)
(12)

xiii

Gambar 2.3. Terumbu Karang Cincin ... 22

Gambar 2.4. Terumbu Karang Tepi ... 22

Gambar 2.5. Pulau – Pulau Pasir ... 23

Gambar 2.6. Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang ... 24

Gambar 2.7. Bentuk Padat (massive) Terumbu Karang ... 24

Gambar 2.8. Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang... 25

Gambar 2.9. Bentuk Lembaran (folise) Terumbu Karang ... 25

Gambar 2.10. Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang ... 46

Gambar 2.11. Bentuk Submasif (submassive) Terumbu Karang Gambar 3.1. Peta Lokasi Pulau Samatellu Pedda ... 39

Gambar 4.1. Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Pulau Samatellu Pedda ... 45

(13)

xii

Tabel 2.1. Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ... 20

Tabel 2.2. Komponen Lifeform Terumbu Karang Berdasarkan Bentuk

Pertumbuhan ... 30 Tabel 2.3. Kriteria Baku Status Kondisi Terumbu Karang ... 32 Tabel 4.1. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

Karang Pada Stasiun I ... 46 Tabel 4.2. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

Karang Pada Stasiun II ... 47 Tabel 4.3. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

(14)

xv NIM : 60300113053

Judul : Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

(15)
(16)

xvi

Title : Coral Reef Condition On Samatellu Island Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbirng Kabupaten Pangkep, South Sulawesi

Coral reef is an ecosystem consisting of animals, plants, fish, shellfish and other biota. This study aims to determine the condition of coral reefs including Acropora and non-Acropora live corals, dead corals, abiotics, biotics and algae components, as well as oceanographic parameter measurements, temperature, depth, salinity, DO and brightness in Samatellu Pedda Island. The implementation of this research was conducted in May 2017 by using Point Intercept Transect (PIT) method with growth line Line Intercept Transect (LIT) in 3 research stations with depth of 3 meters and 7 meters. The results of this study indicate that the coral condition in Samatellu Pedda Island at station I (27.00%) was medium category, station II (9.00%) bad category, and station III (31.00%) medium category. At a depth of 3 meters, the coral condition is in the middle category compared with a depth of 7 meters, it is because the emergence of RB abiotic components dominates the depth of 7 meters by 87. The dominant growth form at each station is live coral (ACB, ACT, ACS, CM , CB, CF, and CE) components of algae (TA), and dead coral (RB, DCA, S, RCK, OT). From the measurement of oceanography, temperature 310C in all stations, pH 8.0 in all stations, 7-10 meters brightness, salinity 32-33 ‰ and DO station I 6.86mg / l station II 7, 35mg / l and station III 7.64 mg / l. The low percentage factor of coral cover is caused by human activity (anthropogenic).

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya perairan yang sangat melimpah di Indonesia. Sebagai penghuni ekosistem laut, terumbu karang Indonesia menempati peringkat teratas dunia untuk luas dan kekayaan jenisnya. Lebih dari 75.000 km2 atau sebesar 14% dari luas total terumbu karang dunia (Dahuri, 2003).

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.466 pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Letak Indonesia yang berada di kawasan segitiga terumbu karang dunia, menjadikan Indonesia dipertimbangkan sebagai pusat keanekaragaman terumbu karang dunia. Sebanyak sekitar 569 jenis karang atau sekitar 67% dari 845 total spesies karang di dunia yang termasuk dalam 82 genus karang dijumpai di Indonesia (Giyanto, 2017).

Salah satu laut Indonesia yang kaya akan sumber daya alam perairan terutama ekosistem terumbu karang, yaitu perairan kepulauan spermonde. Kepulauan spermonde merupakan salah satu gugusan pulau – pulau yang terletak di selat Makassar. Perairan kepulauan spermonde merupakan perairan yang mendapat pengaruh selain dari Selat Makassar, juga dari Laut Jawa dan Laut Flores. Kawasan perairan kepulauan ini meliputi bagian selatan Kabupaten Takalar, Kota Makassar,

(18)

Kabupaten Pangkep, hingga Kabupaten Barru pada bagian utara pantai Barat Sulawesi Selatan (PPTK, 2001).

Kepulauan Spermonde terdiri dari ±121 pulau, yang memiliki paparan terumbu karang yang luas pada perairannya. Kepulauan spermonde memiliki tingkat keanekaragaman terumbu karang yang cukup tinggi. Kepulauan Spermonde memiliki 78 genera dan sub genera, dengan total spesies 262, dimana sekitar 80-87% terdapat di daerah terumbu terluar. Namun dalam kurun waktu 12 tahun terakhir terjadi penurunan tingkat penutupan karang hidup dan keragaman jenis sebanyak 20% (Jompa, 2010).

Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kawasan dari gugusan kepulauan spermonde. Salah satu satu pulau yang terdapat di Kabupaten Pangkep, yaitu Pulau Samatellu Pedda yang termasuk kedalam wilayah Desa Mattiro Walie, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Pulau ini diakses dengan menggunakan kapal penumpang selama 3 jam dari sungai pangkajene. Lahan yang subur pada pulau ini dapat ditumbuhi berbagai macam tanaman seperti sukun, kelapa, pisang dan tanaman lainnya. Ekosistem sumberdaya biota laut yang hidup di Pulau Samatellu Pedda cukup beranekaragam termasuk terumbu karang. Adapun jenis terumbu karang yang ditemukan adalah Acropora, Favia, Pachieseris, Montipora, Porites, Diploastrea (DPPPK, 2016).

(19)

fisiologis dapat dilihat dari perubahan warna karang yang sebelumnya cerah menjadi memudar bahkan putih (bleaching) (Suharsono, 1998).

Allah swt. telah melimpahkan rahmat-Nya berupa sumber daya alam dan laut yang sangat kaya dan beraneka ragam. Sebagai umat, kita wajib mensyukuri segala nikmat, karunia dan anugerah yang telah diberikan kepada kita. Kita wajib mensyukuri nikmat alam beserta isinya, bumi yang subur, hutan yang lebat dengan keaneka-ragaman flora dan faunanya, laut yang luas dengan biota laut lainnya.

Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surah Al-Nuur/24 : 45 yang Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Kementrian Agama RI, 2012).

(20)

sebagian dari mereka, yakni hewan itu, ada yang berjalan diatas perutnya, seperti buaya, ular, dan hewan melata lainnya, dan sebagian berjalan dengan dua kaki, seperti manusia, burung, sedang sebagian berjalan dengan empat kaki, seperti sapi, kambing, dan lain-lain, dan ada juga yang berjalan menggunakan lebih dari empat kaki, seperti kalajengking, laba-laba, dan lain-lain. Memang, Allah Mahakuasa lagi Mahabijaksana karena itu Allah secara terus menerus menciptakan apa dan dengan cara serta bahan yang dikehendaki-Nya, sebagai bukti kekuasaan-Nya sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (Shihab, 2002).

Ayat tersebut menjelaskan tentang aneka macam cara berjalan. Sungguh menabjukan berjalan dengan empat kaki, lebih menabjukan lagi ada yang berjalan dengan dua kaki, dan lebih menabjukan ada yang berjalan tanpa kaki seperti biota laut misalnya karang yang terdapat dilaut. Allah menciptakan beranekaragam jenis makhluk yang berbeda baik itu dari bentuk, rupa, warna, dan alat geraknya.

Allah swt. melarang umat-Nya untuk melakukan kegiatan yang merusak demi keuntungan dan kepentingan umat sendiri. Secara tegas Allah mengatakan bahwa perbuatan tersebut tidak disukai dan merupakan perbuatan dosa. Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah, Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya untuk kembali ke jalan yang benar.

(21)

tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Kementerian Agama 2012).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad. Daratan dan lautan telah mengalami kerusakan, ketidakseimbangan, serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Dosa dan pelanggaran fasad yang dilakukan manusia mengakibatkan siksaan kepada manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia (Shihab, 2002).

(22)
(23)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan ?

C. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi terumbu meliputi karang hidup Acropora dan non-Acropora, karang mati, abiotik dan biotik serta alga di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene. Pada penelitian ini terdapat 3 stasiun yaitu, stasiun I bagian utara, stasiun II bagian selatan dan stasiun III bagian barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbirin Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

2. Mengukur kondisi fisika-kimia oseanografi perairan laut di Pulau Samatellu Pedda meliputi yaitu suhu, kecerahan salinitas, DO dan pH.

D. Kajian Pustaka

(24)

1. Ali (2016) menguji tentang Struktur Komunitas Terumbu Karang Di Pulau Dua Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara. Metode yang digunakan untuk penentuan kondisi komunitas karang adalah metode Line Intercept Transect (LIT) dengan menentukan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dan persentase luasan penutupan karang dengan melihat nilai kategori. Metode penentuan lokasi penelitian berdasarkan survey sebelumnya dan dilihat ada komunitas karang kemudian jumlah stasiun pengamatan dibagi menjadi 3 titik stasiun. Masing pada kedalaman 3 meter dan 7 meter. Hasil pengamatan menunjukan persentase tutupan karang rata-rata pada kedalaman 3 meter adalah sebesar 32,22% dengan kategori tutupan karang sedang. Persentase tutupan karang rata-rata pada kedalaman 7 meter adalah sebesar 18,31% dengan kategori tutupan karang buruk. Nilai indeks keanekaragaman (H’) di daerah penelitian termasuk dalam kategori

sedang, sedangkan nilai indeks keseragaman (E) termasuk pada kategori rendah dan nilai indeks dominansi (C) tergolong pada kategori rendah yang berarti tidak ada spesies yang mendominasi pada daerah pengamatan. Dari hasil pengukuran nilai parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan kecepatan arus didapatkan nilai rata-rata berturut-turut yaitu suhu 29,10C, salinitas 28,3% ,

derajat keasaman (pH) 8, kecerahan 92,8% dan kecepatan arus 0,02. Dari kategori nilai diatas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang ada di perairan Pulau Dua tergolong baik untuk pertumbuhan ekosistem terumbu karang.

(25)

tutupan dasar terumbu karang dan kondisi terumbu karang dianalisis dengan menggunakan Metode Transek Garis (Line Intercept Transect/LIT). Pengamatan dilakukan pada tiga titik lokasi, dan setiap titik merupakan zona Reef Crest di kedalaman 3 m dengan kondisi ekosistem yang berbeda. Penentuan titik atau posisi transek dilakukan secara langsungpada saat penelitian berlangsung. Untuk mengetahui kepadatan dan keragaman suatu terumbu karang digunakan metode Transek Kuadran yang diletakkan di sepanjang Transek dengan jarak (interval) tiap transek kuadran yang dipasang yaitu 10 m dengan menggunakan transek line 100 m. Transek kuadran yang digunakan yaitu 2 x 2 m dengan 10 kali ulangan di setiap transek yang dipasang. Adapun hasil pengamatan Karang batu yang terdapat di Perairan Lahu Besar didominasi oleh Famili Acroporidae, Poritidae, Faviidae,dan Fungidae dengan nilai tutupan karang hidup berkisar antara 10,5 – 52,9%. Kondisi karang pada setiap stasiun rata-rata rusak yang terjadi karena kawasan tersebut merupakan jalur masuk kapal menuju kawasan Pantai Wisata Ringgung. Indeks keragaman dari 3 stasiun pengamatan menunjukkan nilai mulai dari rendah hingga sedang. Sedangkan indeks keseragamannya dari stasiun yang ada mendekati 1 yang berarti bahwa ekosistem terumbu karang yang ada dilokasi tersebut dalam kondisi yang relatif baik.

(26)

Crest di kedalaman 3 m, Reef Slope di kedalaman 12 m dan Reef Base di kedalaman 28 m. Tiap Zona memiliki satu transek sepanjang 100 meter. Pemasangan transek dipasang sejajar dengan garis pantai dan mengikuti kontur. Berdasarkan hasil pengukuran parameter oseanografi fisika-kimia yang diperoleh di perairan Pulau Sarappolompo memiliki kisaran nilai yang masih sesuai untuk perkembangan terumbu karang, kecuali fosfat yang ditemukan termasuk kategori Eutropik dengan nilai berkisar antara 0.44 mg/L – 0.63 mg/L. Tutupan dasar dan Kondisi terumbu karang hidup yang ditemukan pada setiap stasiun sudah mengalami kerusakan dengan penutupan karang hidup berkisar 20.04% - 31.5% tetapi untuk lokasi Daerah Perlindungan Laut kedalaman 3 meter kondisinya masih tergolong sangat baik dengan penutupan karang hidup sebesar 81.4%. 4. Taripar (2009) Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup Di

(27)

I memiliki persen tutupan terumbu karang hidup tertinggi yaitu 73,10 %, dimana daerah ini memiliki habitat yang masih alami, keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang hermatipik juga tergantung pada kondisi fisik kimia lingkungannya. Sedangkan tutupan karang pada stasiun II memiliki nilai yang lebih rendah yaitu 59.68 %. Kerusakan terumbu karang pada daerah ini lebih tinggi dibandingkan stasiun I.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dengan mengetahui susunan dari substrat dasar perairan.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan dan informasi tentang kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

2. Meningkatkan penyuluhan bagi masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolahan sumberdaya dan ekosistem terumbu karang.

(28)
(29)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Terumbu Karang

Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna (Dahuri, 2003).

Karang merupakan hewan hidup filum Invertebrata seperti halnya ubur-ubur, yang dikenal sebagai cnidaria. Karang yang terkecil disebut polip. Ukuran polip bervariasi, yaitu kurang dari 1 mm hingga 15 cm lebih. Sebagian besar karang hidup berkoloni yang terdiri atas ribuan polip dalam sebuah struktur karang. Namun ada pula jenis karang yang hidup soliter sebagai polip tunggal. Karang menggunakan kalsium dan molekul karbonat dari air laut untuk membentuk kerangkanya. Alga berukuran mungil yang disebut zooxanthellae atau alga simbiotik, tumbuh di dalam struktur karang. Keberadaan zooxanthellae dalam struktur karang membuat karang tampak berwarna dan memberinya energi untuk tumbuh. Zooxanthellae tumbuh pada sel-sel dalam jaringan karang. Zooxanthellae menggunakan energi dari sinar matahari untuk mengubah produk sisa metabolik karang menjadi energi yang dibutuhkan karang untuk tumbuh. Proses ini disebut fotosintesis. Agar dapat tumbuh

(30)

sehat terumbu karang memerlukan sinar matahari dan perairan yang jernih (Craig, 2011).

Perbedaan antara karang lunak dan karang batu yaitu terlihat dari bentuk dan susunan tubuh, jumlah tentakel, penyusun kerangka tubuh, sekret (getah), daya tahan hidup, gerak, dan hubungan antara polip. Karang Lunak memiliki bentuk dan susunan tubuh seperti tabung, lunak dan tertanam dalam massa gelatin serta membentuk koloni. Tentakel berjumlah delapan dan berduri (pinnula). Kerangka tubuh tidak menghasilkan kerangka kapur yang radial tetapi spikula yang terpisah – pisah dan berkapur bersifat endoskeleton. Sekret (getah) menghasilkan senyawa terpen yang sewaktu – waktu dikeluarkan ke dalam air laut, untuk mempertahankan diri dari predator. Karang lunak dapat bertahan lama walaupun tidak ada penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut. Karang lunak dapat merambat ke atas koloni karang hidup dan memangsanya (Manuputty, 2002).

(31)

Gambar 2.1 Struktur Polip dan Kerangka Kapur Karang (Craig, 2011)

Ditinjau dari segi anatominya secara singkat dapat diuraikan bahwa karang tersusun atas unit–unit organisme yang sangat kecil atau disebut polip. Polip tersusun atas 2 lapis jaringan yakni lapisan epidermis dan gastrodermis yang menempel pada suatu rangka sedangkan antara dua lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan mesoglea.

(32)

dan kolumella (bagian tengah dari koralit dibawah mulut). Koralit merupakan bagian rangka yang diendapkan oleh satu hewan polip. Sedangkan bahan rangka yang mengelilingi koralit disebut coenosteum. Antar polip dihubungkan oleh jaringan yang disebut coenosarc. Tiap koralit terdapat septa yang merupakan struktur menyerupai lempeng dari bahan kapur tersusun radier dari dinding rangka menuju ke titik tengah koralit (Wibisono, 2005).

B. Manfaat Terumbu Karang

Menurut Mawardi (2002) ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan ekonomi.

a. Fungsi biologis terumbu karang, sebagai tempat bersarang, mencari makan, memijah dan tempat pembesaran bagi berbagai biota laut.

b. Fungsi kimia terumbu, sebagai pendaur ulang unsur hara yang efektif dan efisien. Terumbu karang juga sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan.

c. Fungsi fisik terumbu, sebagai pelindung daerah pantai, utamanya dari proses abrasi akibat adanya hantaman gelombang.

(33)

C. Faktor Pendukung Pertumbuhan Karang

Menurut Bengen (2002) bahwa faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Suhu air >180 C, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar 23 – 350C, dengan suhu maksimal yang masih dapat ditolerir berkisar antara 36 – 400 C.

2. Kedalaman perairan < 50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada 25 m atau kurang.

3. Salinitas air yang konstan berkisar antara 30 – 36 %. Perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen. Terumbu karang akan berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang. Beberapa faktor lingkungan yang berperan dalam ekosistem terumbu karang antara lain:

1) Cahaya

Dinoflagelata - karang (zooxanthellae) merupakan organisme autotrof, dimana proses biokimia kompleksnya sangat bergantung pada cahaya (Tomascik et al., 1997). Karang hanya dapat tumbuh pada perairan dangkal, dimana cahaya masih bisa masuk, karena zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang bergantung pada cahaya.

2) Kedalaman

(34)

penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam (Supriharyono, 2000). Zona kedalaman antara 5 sampai 20 meter merupakan zona yang tepat dan produktif untuk pertumbuhan maksimum karang

3) Suhu

Perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-35°C. Perairan yang terlalu panas juga tidak baik untuk karang. Batas atas suhu bervariasi, tetapi biasanya antara 30 - 35°C (86 sampai 95°F). Salah satu tanda karang mengalami stress karena suhu yang terlalu tinggi adalah karang mengalami pemutihan (coral bleaching), dimana karang mengeluarkan zooxanthellae dari tubuhnya (Castro, 2005).

4) Salinitas

(35)

5) Sedimen

Sedimen merupakan unsur penting bagi kehidupan karang. Namun sedimentasi/siltasi yang terlampau besar dari daratan merupakan ancaman besar bagi kehidupan karang. Lumpur halus dalam bentuk sedimen terlarut yang mengendap akan menutupi pori-pori binatang karang dan menyebabkan kematian (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004). Sedimen dalam kolom air laut dapat sangat mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian karang.Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang pertumbuhan alga yang beracun. Keadaan ini mendorong pertumbuhan alga lain yang tidak saja memanfaatkan energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi larva karang dengan cara menumbuhi substrat yang merupakan tempat penempelan larva karang (Burke et. al., 2002).

6) Arus

Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga untuk membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk menyuplai oksigen dari laut lepas. Oleh karenanya pertumbuhan karang di tempat yang airnya secara 20 teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik daripada di perairan yang tenang dan terlindungi (Nontji, 2002).

7) Polusi

(36)

melepaskan nutrien dengan jumlah yang sangat banyak melalui kotoran dan pupuk yang terbilas dari tanah pertanian dan terbawa ke laut. Kenaikan nutrien dapat mengubah keseimbangan ekologi dari komunitas karang. Kebanyakan terumbu karang tumbuh di perairan dengan sedikit nutrien. Pada perairan rendah nutrien, rumput laut tidak tumbuh dengan cepat dan tetap terkontrol. Hal ini menjadikan karang tetap mendapatkan ruang dan cahaya. Saat nutrien bertambah, rumput laut akan tumbuh lebih cepat sehingga menaungi dan menghambat pertumbuhan karang yang lambat (Castro, 2005).

Tabel 2.1 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen LH No.51 Tahun 2004).

Parameter Baku Mutu

Kecerahan > 5

Suhu 28-30 0C

pH 7-8,5

Salinitas 33-34

DO > 5

D. Reproduksi Karang

(37)

Pembiakan secara aseksual dengan pembentukan polip baru dengan jalan pentunasan. Tergantung pada jenisnya, polip baru timbul secara ekstratentakular atau intertentakular. Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari setengah bagian tubuh ke bawah. Pada intertentakular, polip baru timbul dari penyekatan membujur mulai dari oral kearah aboral. Proses pertunasan diikuti oleh pembentukan sklerosepta (bagian dalam dari mangkuk karang yang terdapat sekat-sekat kapuryang memijar) dan mangkuk kurang dari masing-masing polip baru (Savitri, 2000).

1. Zona Struktur Komunitas Terumbu Karang

Struktur dan komposisi komunitas karang pada suatu kawasan terumbu berbeda-beda menurut puncak terumbu, kemiringan terumbu ke arah laut lepas dan pada dataran terumbu yang mengarah ke dataran. Pada dataran terumbu yang mengarah kedataranmerupakan zona pembuka (eksposure) yang mengalami hantaman ombak. Komunitas karang pada zona ini mempunyai bentuk yang kokoh dan bercabang pendek. Berdasarkan pada formasi struktur komunitas karang menurut penyebarannya pada daerah pantai, maka terbagi beberapa zona karang (Barnes, 1990).

a. Inner Zona merupakan zona bersubstrat pasir dan pasir bercampur pecahan karang yang di tumbuhi lamun.

(38)

c. Acropora Formosa Zone terletak lebih ketengah dari Mixed Coral Zone. Zonaini didominasi oleh Acropora formose, dengan diselingi oleh Favia, Favites,Goniostrea dan Leptoria.

d. Outer Zonateretak diatas kemiringan laguna yang tersusun oleh karangAcropora spp, Pocillopra, Echinopora lamellosa, Leptoria phrygia, Goniostrearetiformis. e. Zona Karang Terumbu berturut-turut dari puncak kebawah diduduki

olehEchinopora lamellosa, Acropora formosa, Helomitra, Herpolitha, Fungia dankarang campuran.

2. Tipe – Tipe Terumbu Karang

Terumbu karang dapat ditemukan di seluruh lautan tropis dimana perairan jernih, kandungan nutrien rendah dengan suhu antara 18-30oC. Terdapat banyak tipe karang yang berbeda-beda. Setiap tipe karang terbentuk akibat proses geologi tertentu dan memiliki peran yang unik dalam ekosistem (Craig, 2011).

a. Terumbu Karang Penghalang

(39)

Gambar 2.2 Terumbu Karang Penghalang (Suharsono, 2008) b. Terumbu Karang Cincin

Terumbu karang cincin ialah sekelompok terumbu karang tak terputus berbentuk hampir melingkar, mengelilingi laguna tanpa memiliki pulau di tengahnya.Misalnya Atol Takabonerate (Indonesia) dan Blue Hole (Belize).

Gambar 2.3 Terumbu Karang Cincin (Suharsono, 2008)

c. Terumbu Karang Tepi

Terumbu karang tepi merupakan terumbu karang yang beradadekat pantai dan terpisah dari pantai oleh sebuah lagunadangkal.Tipe terumbu karang ini sangat umum di Indonesia.

(40)

d. Pulau – Pulau Pasir

Pulau pasir umumnya memiliki elevasi rendah dan berpasir,terbentuk pada permukaan sebuah terumbu karang.Tipe inijuga merupakan tipe terumbu karang yang umum di Indonesia.

Gambar 2.5 Pulau – Pulau Pasir (Suharsono, 2008)

3. Bentuk – Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik (English et.al, 1994). a. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang dari pada

(41)

Gambar 2.6 Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang (Suharsono, 2008) b. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti

bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

Gambar 2.7 Bentuk Padat (massive) Terumbu Karang (Suharsono, 2008) c. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

(42)

Gambar 2.8 Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang (Suharsono, 2008) d. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran lembaran yang menonjol pada

dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

Gambar 2.9 Bentuk Lembaran (folise) Terumbu Karang (Suharsono, 2008) e. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki

(43)

Gambar 2.10 Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang (Suharsono, 2008) f. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

kolom-kolom kecil.

(44)

E. Pengelompokan Terumbu Karang

1. Jenis Terumbu Karang Batu

Karang batu terbagi atas karang Acropora dan Non Acropora. Karang Acropora adalah karang yang ciri umumnya memiliki aksial koralit dan radial koralit. Berdasarkan pertumbuhannya, terdapat dua kelompok karang yang berbeda yaitu hermatipik dan ahermatipik:

1) Karang hermatipik merupakan koloni karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium karbonat (CaCO3), sehingga sering disebut pula reef building corals. Karang hermatipik bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan hidup di jaringan - jaringan polyp karang dan melakukan fotosintesa. Hasil samping dari aktivitas fotosintesa tersebut adalah endapan kalsium karbonat (CaCO3) (Supriharyono, 2007).

(45)

berupa jaringan berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari partikel kapur yang disebut sklerit.

F. Klasifikasi Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh binatang karang yang menurut klasifikasinya sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Coelenterata Class : Anthozoa

Sub Class : Hexacorallia Ordo : Scleractinia

G. Komponen Lifeform Terumbu Karang

(46)
(47)

d. Water e. Rock

WA RCK

H. Faktor yang Dapat Merusak Terumbu Karang

Ada dua faktor yang dapat merusak terumbu karang yaitu : 1. Faktor Alam

Faktor-faktor alam yang potensial mengganggu karang transplantasi adalah predator, kompetitor dan bioerosi, dan penyakit. Salah satu faktor utama yang menyebabkan karang rusak adalah keberadaan predator yang mampu merusak koloni terumbu karang dan memodifikasi struktur karang. Acanthaster planci (bintang laut berduri atau bulu seribu) merupakan bintang laut bertangan banyak yang berukuran sangat besar memakan jaringan karang hidup dan mampu merusak seluruh koloni-koloni karang. Bencana alam juga dapat menyebabkan kerusakan massal pada karang, seperti badai tropis, banjir, gelombang pasang (tsunami), aktivitas gunung api dan gempa bumi. El Nino juga dapat menyebabkan kerusakan meluas pada karang. 2. Faktor Manusia

(48)

ujung karang yang bercabang terlihat patah-patah. Ikan pada radius 10 m dari pusat ledakan jatuh/ mati. Bahan yang digunakan untuk membuat bom sangat bervariasi antara lain: mesiu dari bahan bom dan pupuk yang berasal dari jenis pupuk urea dengan kandungan Nitrogen yang tinggi. Sedangkan alat yang digunakan yaitu botol Aqua, botol bir dan tenator.

I. Kondisi Terumbu Karang

Untuk mengamati kondisi terumbu karang dan mendapatkan data tutupan secara kuantitatif digunakan metode PIT dan kategori LIT. Kondisi karang sangat baik berada pada (75 – 100%), kondisi karang baik yaitu (50 – 74%), kondisi karang cukup (25 – 49%) dan kondisi kurang baik ditunjukkan dengan persentase (0 – 24%). Tabel 2.3 Kriteria baku status kondisi terumbu karang (Kepmen LH No.4 Tahun

2001).

Persentase Tutupan Karang Hidup

Kategori Status Kondisi Terumbu Karang

0 – 24,9 % Buruk

25 – 49,9 % Sedang

50 – 74,9 Baik

(49)

J. Tinjauan Umum Tentang Pulau Samatellu Pedda

Pulau Samatellu Pedda merupakan bagian dari kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Kecamatan Liukang Tupabbiring memiliki luas wilayah sebesar 60.00 Km2 dan merupakan wilayah kepulauan. Kecamatan Liukang Tupabbiring terdiridari 9 Desa/Kelurahan 7 dengan status desa dan 2 dengan status kelurahan. Dari 9 desa/kelurahan terdapat 2 lingkungan, 18 dusun, 34 RW/RK dan 92 RT (BPS, 2016).

Secara administrasi Pulau Samatellu Pedda termasuk kedalam wilayah Desa Mattiro Walie, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Mattiro Walie berbatasan dengan Desa Mattiro Bombang yang berada disebelah timur, Desa Mattiro Walie berbatasan dengan perairan Baru yang berada disebelah utara, disebelah barat berbatasan dengan Desa Mattiro Matae dan disebelah selatan Desa Mattiro Walie berbatasan dengan Desa Mattiro Dolangeng (DPPPK, 2016).

Pulau Samatellu Pedda dapat diakses dengan menggunakan kapal penumpang selama 3 jam dari sungai Pangkajene. Secara geografis pulau Samatellu Pedda yang termasuk kedalam wilayah Desa Mattiro Walie terletak antara

04041’21.3”- 4044’57.8” LS dan 119016’01.6” - 119022’36.0” BT. Penduduk di Pulau

(50)

disektor perikanan yaitu berprofesi sebagai nelayan dengan memanfaatkan hasil laut yang dapat ditemukan seperti ikan baronang, ikan mairo, ikan sunu, ikan kerapu, ikan tembang, kerang dan cumi-cumi.Selain itu terdapat biota laut seperti terumbu karang dan lamun.Lahan yang subur di Pulau Samatellu ditumbuhi berbagai macam tanaman seperti sukun, kelapa, pisang dan tanaman lainnya (DPPPK, 2016).

K. Pandangan Islam Tentang Lingkungan Karang

Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus.Pembentuk utama terumbu karang adalah scleractinian atau karang batu dimana sebagian besar dari karang tersebut hidup bersimbiosis dengan algae bersel tunggal yang berada di dalam jaringan endodermnya. Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai Cnidaria (cnida= jelatang). Keluarga besar ini misalnya hydroid, ubur-ubur, kipas laut, pentacula, karang lunak, dan anemon. Keluarga besar jelatang dalam sejarah evolusinya adalah biota-biota laut yang dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya.Allah swt berfirman dalam surah An-Nahl /16: 14

(51)

Terjemahanya:

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (Kementerian Agama RI, 2012).

Menurut tafsir Al-Mishbah, dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Dialah yang menundukkan lautan untuk melayani kepentingan kalian. Kalian dapat menangkap ikan-ikan dan menyantap dagingnya yang segar. Dari situ kalian juga dapat mengeluarkan permata dan merjan sebagai perhiasan yang kalian pakai. Kamu lihat, hai orang yang menalar dan merenung, bahtera berlayar mengarungi lautan dengan membawa barang-barang dan bahan makanan. Allah menundukkan itu agar kalian memanfaatkannya untuk mencari rezeki yang dikaruniakan-Nya dengan cara berniaga dan cara-cara lainnya. Dan juga agar kalian bersyukur atas apa yang Allah sediakan dan tundukkan untuk melayani kepentingan kalian (Shihab, 2002).

(52)

L. Kerangka Pikir

Proses

Pulau Samatellu Pedda merupakan bagian dari kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Kecamatan Liukang Tupabbiring memiliki luas wilayah sebesar 60.00 Km2

Input

Teurmbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi biota laut di Pulau Samatellu Pedda

Penentuan titik stasiun

Mengetahui Kondisi terumbu karang di perairan pulau samatellu pedda

Pengamatan sampel terumbu karang

Mengukur parameter fisika dan kimia

Penginputan Data

Melakukan Analisis Kondisi Terumbu Karang

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif yang menggambarkan tentang kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan melakukan teknik survei yang menggambarkan tentang kondisi terumbu karang.

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah bentuk pertumbuhan terumbu karang yang terdapat di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah jenis-jenis terumbu karang yang terdapat di daerah titik penelitian.

(54)

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah kondisi terumbu di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

Variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu : 1. Variabel utama meliputi: karang hidup, karang mati, biotik dan abiotik.

2. Variabel penunjang meliputi: parameter fisika (suhu dan kecerahan) dan parameter kimia (ph, salinitas, DO).

E. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel pada penelitian ini yaitu terumbu karang adalah suatu ekosistem di perairan tropis yang di bangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar laut di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene. Kondisi terumbu karang adalah keadaan terumbu karang pada suatu lokasi dengan melihat presentase tutupan karang hidup, yaitu kategori sangat baik 75-100 %, kategori baik 50 - 49,9 %, kategori sedang 25 – 49,9 %, dan kategori buruk 0 – 24,9 %.

F. Metode Pengumpulan Data

(55)

kimia (ph, salinitas, DO), dan parameter biologi (identifikasi keanekaragaman terumbu karang).

G. Instrumen Penelitian (Alat dan Bahan)

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), perahu, peralatan selam SCUBA, sabak, underwater paper, camera underwater, alat selam dasar, rool meter (50 meter), laptop, thermometer, pH meter, DO meter, seichi disk, dan salinometer.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk – bentuk pertumbuhan terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene

H. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu: 1. Tahap persiapan

a. Observasi awal

(56)

b. Penentuan titik stasiun penelitian

ST III

ST II ST I

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pulau Samatellu Pedda

(57)

penentuan titik stasiun berdasarkan karakter lingkungan dan melihat keterwakilan di setiap area (LIPI, 2006). Penentuan sampling penelitian ini ditentukan kedalamannya agar mempermudah dalam melakukan pengamatan. Pada penelitian di Pulau Samatellu Pedda dilakukan dengan menentukan 3 stasiun yang berada pada bagian utara selatan dan barat. koordinat stasiun I S 04°42’755” dan E 119°21’863 pada daerah ini tidak terdapat pemukiman penduduk, koordinat stasiun II S 04°42’662”

dan E 119°21’948 merupakan daerah pemukiman penduduk dan sangat dekat dengan

dermaga, koordinat stasiun III E 04°42’563” dan E119°21’915” tempat aktivitas nelayan dalam mencari dan menangkap ikan.

2. Tahap Pelaksanaan a. Pengamatan sampel

(58)

b. Pengukuran Parameter Oseanografi

Untuk mengetahui kondisi oseanografi perairan disekitar pengambilan data Pulau Samatellu Pedda dilakukan beberapa pengukuran parameter secara langsung di lapangan yaitu suhu, kecerahan salinitas, pH, DO. Setiap parameter diukur pada setiap lokasi pengambilan data yang menggunakan alat yang berbeda sesuai dengan parameter yang akan di ukur.

1) Suhu

Suhu diukur menggunakan thermometer dengan cara mencelupkan beberapa saat thermometer kedalaman perairan. Nilai suhu diperoleh setelah thermometer direndam didalam air.

2) Derajat keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggnakan pH meter dengan dicelupkan probe pH langsung ke perairan. Kemudian melihat angka yang ada pada layar pH meter jika angkanya telah stabil.

3) DO (Disolved Oksygen)

Disolved oxygen diukur dengan menggunakan metode winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut.

4) Salinitas

(59)

wadah yang berisi air yang akan diukur kadar garamnya. Setelah itu mengamati skala yang ditunjukkan oleh alat.

5) Kecerahan

Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk dengan cara seichi disk dimasukkan kedalam perairansampai untuk pertama kalinya tidak tampak lagi (jarak hilang), kemudian ditarik secara berlahan sehinnga untuk pertama kalinya seichi disk nampak (jarak tampak).

I. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan microsoft excel yang dijelaskan secara deskriftif dalam bentuk diagram. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Kondisi Tutupan Karang

Data yang diperoleh dari metode PIT (Point Intercept Transect) selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Brown, 1986) sebagai berikut:

a. Penentuan Presentase Tutupan Karang

Frekuensi Kemunculan Kategori

% Cover PIT = X 100 %

(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Kedalaman

Secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 meter (Supriharyono, 2007). Distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi (Dahuri et.al., 1996). Dalam penelitian ini dilakukan dua pengamatan pada setiap stasiun yaitu, pada kedalaman 3 meter dan 7 meter. Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat perbedaan kondisi karang pada setiap kedalaman, kondisi tersebut dapat dilihat pada grafik 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman 3 meter Di Pulau Samatellu Pedda (Data Primer, 2017)

32.00 %

10.67 %

3.33 % 2.67 %

51.33 %

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Kedalaman

3 meter

(61)

Gambar 4.2 Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman 7 meter Di Pulau Samatellu Pedda (Data Primer, 2017)

2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Stasiun

Hasil pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi terumbu karang pada ketiga stasiun pengamatan dengan melihat bentuk pertumbuhan menggunakan metode PIT (Point Intercept Transek) dan LIT (Line Intercept Transek) berdasarkan kategori bentuk pertumbuhan (lifeform) karang yakni Live Coral terdiri dari: Acropora Branching (ACB), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submasive (ACS), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Digitate (ACD), Coral Branching (CB), Soft Coral (SC), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Submassive (CS), Coral Foliose (CF), Coral Musroom (CMR), Coral Meliopora (CME), Coral Heliopora (CHL). Dead Coral terdiri dari: Dead Coral (DC), Dead

12.66 %

7.00 %

0.00 % 4.67 %

51.33 %

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Kedalaman

(62)

Coral Algae (DCA). Algae terdiri dari: Makro Algae (MA), Halimeda (HA), Turf Algae (TA), Algae Assemblage (AA), Coraline Algae (CA). Other terdiri dari: Soft Coral (SC), Zooanhtid (ZO), Sponge (SP), Other (OT). Abiotik terdiri dari: Rubble (RB), Silt (SL), Rock (RCK), Water (WA), Sand (S). Kondisi terumbu karang dapat dilihat pada grafik 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.3 Kondisi Tutupan Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda (Data Primer, 2017)

3. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang

Jumlah bentuk pertumbuhan karang ditiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Bentuk Pertumbuhan dan Persentasi Tutupan Karang pada Stasiun I (Data Primer, 2017)

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

1. Acropora Branching ABC 6 3.00

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Peresentase Tutupan Karang (%)

(63)

2. Acropora Submassive ACS 3 1.50

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

1. Acropora Branching ABC 2 1.00

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

(64)

4. Pengukuran Parameter Oseanografi

Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan pada parameter oseanografi di Pulau Samatellu Pedda Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4 Parameter Oseanografi ( Data Primer, 2017)

STASIUN SUHU

1. Gambaran Umum Terumbu Karang Di Daerah Pengamatan

(65)

2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Kedalaman

Pada lokasi penelitian, seluruh stasiun keberadaan karang hidup dan abiotik lebih mendominasi. Persentase tutupan karang hidup yang terdapat pada daerah pengamatan dengan kedalaman 3 meter yaitu, 32, 00 % dengan tutupan karang mati yaitu 10, 67 % dan komponen abiotik 51, 33 %. Berdasarkan penilaian kondisi terumbu karang menurut (Kepmen LH, 2001), tutupan karang pada kedalaman 3 meter masuk dalam kategori sedang. Pada kedalaman 3 meter ditemukan beberapa kategori pertumbuhan karang yaitu, ACB (Acropora branching), ACS (Acropora submassive), ACT (Acropora tabulate) ,CF (Coral foliose), CE (Coral encuristing), CM (Coral massive), dan CB (Coral branching). Sedangkan pada kategori abiotik lebih mendominasi RB (Rubble) dengan frekuensi kemunculan 66.

(66)

Persentase kondisi karang menurut (Kepmen LH, 2001) pada kedalaman 3 masuk dalam kategori sedang sedangkan pada kedalaman 7 masuk dalam kategori buruk. Selain ditemukannya beberapa kategori karang yang mendominasi pada setiap kedalaman, perbedaan kondisi diakibatkan karena beberapa faktor antara lain seeperti, aktivitas manusia disekitar pulau yang melakukan eksploitasi secara berlebihan dengan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia sehingga menyebabkan perairan tercemar dan berdampak pada lingkungan karang.

3. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Stasiun

(67)

kawasan yang didominasi oleh pasir, substrat pasir ketika teraduk oleh arus atau gelombang akan mengakibatkan turunnya intensitas cahaya matahari di dalam perairan yang dapat mengganggu proses fotosintesis alga simbion yang hidup di dalam karang (Luthfi, 2017). Ketidakstabilan substrat pasir akan menyebabkan kesulitan planula karang dalam melakukan rekrutmen, karena planula memerlukan substrat yang stabil dalam proses penempelan. Substrat yang tertutupi oleh pasir mencegah penempelan planula karang sebesar 95 % (Hodgson, 1990). Menurut (Setiadi, 1995) menyatakan bahwa kecilnya persentase penutupan karang tidak lepas dari pengaruh faktor oseanografi perairan pantai seperti sedimentasi yang tinggi. Kebanyakan karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan endapan sedimen yang berat, yang menutupi dan menyumbat struktur pemberian makanannya.

Faktor kedua yang menyebabkan rendahnya tutupan karang hidup pada stasiun II disebabkan karena aktifitas manusia (antropogenik), stasiun II berdekatan dengan dermaga yang merupakan tempat berhentinya perahu dan kapal, sehingga memungkinkan para nelayan ataupun wisatawan membuang jangkar kemudian ditarik secara tidak sengaja hal tersebut akan merusak terumbu karang.

(68)

zooxanthellae pada hewan dan koloni karang. Kondisi tersebut akan menyebabkan karang mengalami pemutihan (Coral bleaching).

Penyebab lain kematian karang disebabkan karang tercemar oleh bahan racun yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara dengan salah satu warga yang ada di Pulau Samatellu Pedda yang mengatatakan bahwa banyaknya karang yang mulai rusak di pulau samatellu Pedda ini akibat aktivitas masyarakat dari pulau – pulau yang dekat dengan pulau samatellu pdda yang membom ikan pada malam hari (Masyarakat, 2017).

Presentase tutupan kategori alga yang terdapat pada karang, pada stasiun II sebanyak 3, 00 % dan paling rendah pada stasiun I sebanyak 0, 50 % dan pada stasiun III 1, 50 %. Kategori alga yang terdapat pada setiap stasiun yaitu TA (Turf algae), TA (Turf Algae) merupakan salah satu kelompok makroalga bentik yang banyak menyebabkan kerusakan karang. Turf algae memiliki biomassa yang rendah per unit area, namun mampu mendominasi sejumlah luasan area terumbu karang, meskipun pada kondisi karang yang sehat (Jompa, 2003b). Pengaruh sedimentasi yang cukup tinggi pada wilayah bibir pantai merupakan salah satu faktor yang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan Turf algae (Cetz-Navarro et al. 2013). Sedangkan sedimentasi yang tinggi dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan karang sehingga menyebabkan kematian pada jaringan karang.

(69)

mempengaruhi kondisi karang, semakin banyak organisme lain yang hidup pada karang maka akan berefek buruk karena organisme tersebut dapat menjadi kompetitor bagi karang terutama ketersediaan ruang tumbuh bagi karang. Banyaknya OT (other) dapat dilihat dari kualitas karang dan parameter oseanografi yang buruk.

Presentase tutupan abiotik yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu, stasiun I 59, 50 %, stasiun II 74,00 %, dan stasiun III 57, 00 %. Keberadaan komponen ini didominasi oleh kategori RB (rubble) atau pecahan karang.

4. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang

(70)

cm/tahun. Pada stasiun I lebih didominasi oleh karang Coral branching (CB) disebabkan karena bentuk karang Coral blanching (CB) merupakan karang yang memiliki struktur kerangka yang kokoh dan tahan terhadap tekanan lingkungan seperti arus, gelombang, dan sedimentasi yang tinggi.

Pada stasiun II jumlah bentuk pertumbuhan karang keras yang ditemukan hanya Acropora branching (ACB) dngan frekuensi kemunculan 2. Sedangkan pada karang non Acropora yaitu, Coral encrusting (CE), Coral massive (CM), dan Coral branching (CB). Menurut (Rani et.al., 2004) Sebagai fast growing species seharusnya jenis karang Acropora mampu bertahan dan mendominasi terumbu karang di kedalaman 3 meter ke atas. Namun, Penyebab rendahnya pertumbuhan karang Acropora pada stasiun I disebabkan karena kelompok karang Acropora sudah banyak mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia.

(71)

bentuk karang tersebut memiliki toleransi bentuk pertumbuhan yang lebih kuat dibanding dengan bentuk pertumbuhan karang yang lain.

Menurut (Purnomo W. P. et.al,.2008) kematian karang dapat disebabkan oleh aspek fisik dan kimiawi, pada aspek fisik kematian atau kerusakan terumbu karang terjadi karena terkena hantaman gelombang besar yang dapat memporak porandakan terumbu karang, sedangkan dari aspek kimiawi adalah adanya polutan dari aktivitas manusia didarat yang menyebabkan eutrofikasi, sedimentasi,polusi serta masuknya air tawar yang berlebihan dari darat karena terjadinya erosi.

(72)

karang juga rusak akibat beberapa sumber dimana diataranya kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan mausia (Harborne et.al., 2001).

Kondisi tenunbu karang dikatakan memiliki rasio kematian yang tinggi atau memiliki kesehatan yang rendah jika nilai indeks mortalitasnya mendekati satu (English et al., 1994). Hal ini juga bisa terjadi karena banyak nutrien tersedimentasi di daerah ini yang dapat mendukung pesatnya pertumbuhan alga.

5. Pengukuran Parameter Oseanografi 1. Suhu

Dari hasil pengamatan ditiap stasiun didapatkan nilai Suhu yaitu 310C, nilai tersebut masih sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang. Kehidupan dan pertumbuhan terumbu karang ditentukan oleh kondisi suhu perairan sekitamya. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1992). Hewan karang biasanya tumbuh pada suhu 18,00C hingga 36,00C dengan pertumbuhan optimum berkisar antara 26,0°C hingga 28,00C (Sukarno et al.,1983). Tingginya suhu pada perairan menyebabkan karang kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu di atas 33,50C dan di bawah 160C (Supriharyono, 2007). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan

(73)

2. Derajat keasaman (pH)

Dari hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada lokasi pengamatan yaitu 8,0 pada semua stasiun. Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Sedangkan bagi terumbu karang derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Habitat yang cocok untuk pertunbullan dan perkembangan terumbu karang yaitu pada pH 8,20 - 8,50 (Tomascik et al.,1997). Pada umumnya kematian organisme disebabkan oleh pH yang rendah dari pada pH yang tinggi. Pada kondisi perairan yang alami, pH berkisar antara 4,0 – 9,0 (Ghufran et al., 2007). Menurut (Effendi, 2003) menyatakan bahwa biota laut sangat sensitif dengan perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Berdasarkan hasil pengamatan nilai pH berada pada batas normal sehingga dapat dikatakan masih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang.

3. Oksigen terlarut (DO)

(74)

teraduk ke badan air yang lebih atas sehingga nutrien dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis. Sedangkan rendahnya kadar oksigen terlarut di stasiun 1 dan 2 (terletak di dalam laguna) berkaitan erat dengan tingginya kekeruhan air di lokasi tersebut dan juga mungkin disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas mikro organisme dalam menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen terlarut.

Menurut (KEPMEN LH, 2004) kondisi oksigen terlarut yang layak untuk kehidupan biota akuatik yang baik yaitu > 5 mg/l. Kondisi ini masih sangat sesuai dengan kondisi oksigen terlarut untuk kehidupan biota perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air.

4. Salinitas

Salinitas pada lokasi penelitian stasiun I 32 ‰, stasiun II 33 ‰, dan stasiun

III 33 ‰. Nilai salinitas tersebut merupakan normal untuk pertumbuhan terumbu

(75)

Curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya pengenceran cairan di laut, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai salinitas pada suatu perairan.

5. Kecerahan

Tingkat kecerahan pada lokasi pegamatan berkisar 7 – 10 meter. Dengan kecerahan terendah pada stasiun II yaitu, 3 meter. Penyebab rendahnya tingkat kecerahan disebabkan karena pada stasiun II memiliki komponen abiotik yang tinggi yaitu, 74,00 %. Pada komponen abiotik terdapat sedimen yang tinggi yaitu, Pasir (Sand) sebanyak 46,00. (Tomascik et al., 1997) menyebutkan bahwa laju sedimentasi dapat menyebabkan kekayaan spesies yang rendah, tutupan karang rendah, dan mereduksi laju pertumbuhan yang rendah. Kecerahan air berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Menurut (Nybakken, 1992) cahaya matahari berperan penting dalam proses pembentukan terumbu karang karena cahaya matahari menentukan kelangsungan proses fotosintesis bagi alga yang bersimbiosis didalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang.

(76)
(77)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara umum kondisi terumbu karang pada Pulau samatellu Peda Kecamatan Liukang tupabbiring kab pangkep berada pada kategori sedang. Persentase penutupan karang tertinggi pada stasiun III yaitu 31,00 % termasukpada kategori sedang dan yang terendah ditemukan pada stasiun II 9,00 % termasuk dalam kategori buruk, sedangkan pada stasiun I yaitu 27,00 % termasuk dalam kategori sedang. Presentase kondisi terumbu karang pada kedalaman 3 meter termasuk dalam kategori sedang yaitu 32,00 % dan kedalaman 7 meter termasuk dalam kategori buruk yaitu 12,67 %.

2. Jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang (lifeform) yang dijumpai di daerah pengamatan di perairan Pulau Samatellu Pedda yakni ACB (Acropora Branching), ACT (Acropora Tabulate), ACS (Acropora Submassive), CE (Coral Encrusting), CF (Coral Foliose), CB (Coral Branching), CM (Coral Massive). Pada lokasi pengamatan ditemukan beberapa substrat yang menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang, dapat dilihat dari tutupan abiotik seperti RB (Rubble), S (Sand) dan komponen DCA (Dead coral alga) yang mendominasi jenis substrat yang ditemukan di sepanjang transek.

(78)

3. Parameter perarairan seperti suhu, kecerahan, salinitas, ph, dan DO yang menjadi faktor pendukung pertumbuhan karang di Pulau Samatellu Pedda dan berada dalam kisaran toleransi bagi terumbu karang untuk dapat bertahan hidup, tetapi faktor lain seperti aktifitas manusia (antropogenik) sekitar Pulau Samatellu pedda yang menyebabkan banyak terjadinya kerusakan terumbu karang.

B. Saran

Gambar

Tabel 2.1. Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ....................................
Gambar 2.1 Struktur Polip dan Kerangka Kapur Karang (Craig, 2011)
Tabel 2.1 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen LH No.51 Tahun
Gambar 2.3 Terumbu Karang Cincin (Suharsono, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Minat orang tua menyekolahkan anaknya ke Madrasah masih ada karena alasan mereka madrasah merupakan pendidikan yang menerapkan antara ilmu agama dan ilmu umum yang seimbang,

Sasaran kegiatan yang ditujukan dalam program penyelenggaraan SMP Terbuka adalah pemerataan pendidikan sebagai kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak

Dengan pembangunan proyek ini dapat meningkata kapasitas voluem yang akan dimiliki, dimana saat ini perseroan memiliki kapasitas terminal sebesar 180.000

Berdasarkan contoh kesalahan konsep yang ditemukan pada buku ajar SMA dapat dikelompokkan kesalahan konsep genetika terjadi akibat enam sebab yakni penyajian

Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki kecepatan tinggi yang