• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tersangka Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Tersangka Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit yang telah lama diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit ini memiliki tanda yang khas yaitu demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil. Febris tersiana dan febris kuartana telah dikenal pada masa itu. Selain menyebabkan limpa membesar dan mengeras atau Splenomegali, malaria dahulu disebut demam kura (Sorontou, 2013 ).

Walaupun malaria telah lama dikenal, namun penyebab malaria belum di ketahui. Dahulu, penyakit malaria diduga disebabkan oleh kutukan dewa seiring wabah yang terjadi pada waktu itu disekitar Kota Roma. Penyakit malaria banyak ditemukan di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk disekitarnya. Sehingga menjadi dasar penamaan malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) sehingga diartikan bahwa malaria adalah udara buruk atau penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang buruk (Zulkoni, 2010).

Abad ke-19 Laveran menemukan “bentuk pisang”dalam darah seorang penderita malaria, setelah itu diketahui bahwa malaria disebabkan oleh

Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk. Pada tahun 1898, siklus hidup

(2)

Plasmodium, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae (Sembel, 2009).

Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium, Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina (Arsin, 2012). Plasmodium malaria hidup dan berkembang dalam sel darah merah (eritrosit), menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Kemenkes R.I, 2014).

2.2 Etiologi Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium sp yang merupakan parasit dari kelompok Protozoa, genus Plasmodium, family Plasmodiidae, ordo

Coccidiidae. Plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale (Arsin, 2012). Baru-baru ini melalui metode Polymerase Chain Reaction

(PCR) ditemukan jenis Plasmodium lain yaitu Plasmodium knowlesi. Plasmodium

ini masih dalam proses penelitian dan ditemukan pertama kali di Sabah.

Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang atau Macaca Sp

(Kemenkes R.I, 2014).

(3)

metabolisme parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit, dan pigmen ini tidak ada pada parasit eksoerotrositik yang terdapat dalam sel hati. Gametosit dapat dibedakan dari tropozoit tua karena sitoplasma lebih padat, tidak ada pembelahan kromatin dan pigmen yang tersebar dibagian tepi.

Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi, sehingga merupakan cincin stempel, bila tropozoit tumbuh maka bentuknya tidak teratur dan setelah 36 jam tropozoit mengisi sel darah merah (eritrosit), setengah sel darah merah akan membesar dan intinya membelah menjadi skizon. Setelah 48 jam skizon mengisi sel darah hingga penuh dan mencapai ukuran 8-10 mikron dan mengalami segmentasi. Pigmen berkumpul dipinggir, inti yang membelah dengan bagian-bagian sitoplasma membentuk 16-18 sel berbentuk bulat atau lonjong, berdiameter 1,5 mikron dan disebut merozoit (Arsin, 2012).

Plasmodium ditemukan di dalam sel-sel parenkim hati adalah skizon preeritrositik dengan ukuran dan jumlah merozoit di dalamnya yang berbeda.

Skizon preeritrositik pada Plasmodium vivax berisi 12.000 merozoit yang berukuran sekitar 42 mikron, Plasmodium falciparum 40.000 merozoit berukuran 60x30 mikron, Plasmodium ovale memiliki 15.000 berukuran 75x45 mikron dan

Plasmodium malariae skizon preeritrositik belum pernah ditemukan (Sorontou, 2013).

2.3 Siklus Hidup Plasmodium

(4)

tubuh manusia yang disebut Skizogoni, dan siklus Seksual yang membentuk

Sporozoit berlangsung dalam tubuh nyamuk disebut Sporogoni (Arsin, 2012). 2.3.1 Siklus Seksual (Sporogoni)

Siklus sporogoni disebut siklus seksual karena menghasilkan bentuk

sporozoit yang siap ditularkan ke manusia, terjadi dalam tubuh nyamuk. Siklus ini disebut juga siklus ekstrinsik karena masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk hingga menjadi sporozoit yang terdapat di dalam kelenjar ludah nyamuk. Gametosit yang masuk ke dalam bersama darah, tidak dicernakan bersama darah lain. Dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah nyamuk mengisap darah, zigot

berubah bentuk menjadi ookinet yang dapat menembus dinding lambung dan akan berubah menjadi ookista yang besarnya lima kali lebih besar dari ookinet. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit, dengan pecahnya ookista, sprozoit dilepaskan ke dalam rongga badan dan bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Ketika nyamuk sedang menusuk manusia, sporozoit masuk ke dalam darah dan jaringan dan awal terjadinya siklus eritrositik (Susana, 2010).

2.3.2 Siklus Aseksual (Skizogoni)

Siklus aseksual (Skizogoni) terjadi dalam tubuh manusia. Siklus aseksual terbagi menjadi dua siklus, yaitu siklus dalam sel darah merah (Skizogoni Eritrosit) dan siklus dalam parenkim hati (Skizogoni Eksoeritrosit).

1) Fase Hati (Skizogoni Eksoeritrosit)

(5)

menjadi skizon dan mengalami pembelahan yang menghasilkan merozoit di dalam satu sel hati (Susana, 2010). Dalam waktu 7-21 hari parasit akan tumbuh dan berkembang biak, sehingga memenuhi seluruh sel hati. Selanjutnya sel hati pecah dan parasit masuk ke aliran darah, menginfeksi sel darah merah (eritrosit). Hal ini berlaku untuk infeksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae. Pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sejumlah parasit tetap berada dalam hati dan tidak berkembang (dorman). Parasit yang dorman ini dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien dengan infeksi

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale (Kemenkes R.I, 2011). 2) Fase Sel darah merah (Skizogoni Eritrosit)

Pada saat merozoit dalam sel hati pecah, maka akan membebaskan

Tropozoit yang akan menginfeksi sel darah merah dan tumbuh menjadi skizon

(6)

Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Sedangkan masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat di deteksi dalam darah yaitu dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik (Kemenkes R.I, 2008).

Masa inkubasi bervariasi pada setiap Plasmodium, untuk Plasmodium falciparum sekitar 9-14 hari, Plasmodium vivax sekitar 12-17 hari, Plasmodium ovale sekitar 16-18 hari,Plasmodium malariae sekitar 18-40 hari (Harijanto,2009) 2.4 Cara Penularan Malaria

(7)

2.4.1 Penularan Secara Alamiah

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif. Saat nyamuk menggigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat dan melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain (Achmadi, 2008).

Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dari orang sakit kepada orang yang sehat, orang yang sakit malaria dapat menjadi sumber penularan penyakit malaria (Kemenkes R.I, 2011).

2.4.2 Penularan Secara Tidak Alamiah

Penularan penyakit malaria terjadi tidak langsung melalui gigitan nyamuk Anopheles infektif kepada manusia, tetapi dengan cara yaitu:

a. Malaria Bawaan (Kongenital)

Penularan terjadi pada bayi yang dilahirkan melalui tali pusat dan plasenta. Plasenta berfungsi sebagai sumber makanan bagi janin, juga mempunyai fungsi sebagai protective barrier dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta (Suparman, 2005).

(8)

penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Malaria kongenital lebih sering terjadi pada kehamilan pertama pada kelompok masyarakat yang imunitasnya rendah (Harijanto, 2009 dan Soedarto, 2009).

b. Malaria Mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui transfusi darah sering terjadi di daerah-daerah endemik. Sebagian besar infeksi terjadi pada kasus transfusi darah yang disimpan selama <5 hari dan jarang terjadi di transfusi darah yang disimpan selama > 2 minggu. Plasma yang beku tidak diketahui apakah dapat menularkan malaria. Darah yang didonorkan dapat diuji secara tidak langsung dengan tes antibody flurescent atau ELISA, dan pemeriksaan langsung dari darah untuk parasite tidak membantu. Untuk daerah endemik, program pemberian klorokuin adalah cara yang aman untuk semua penerima transfusi darah (Susana, 2010).

Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi diantara pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi darah hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui

sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah. Penularan secara oral atau melalui mulut, biasanya terjadi pada binatang dan pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection), dan monyet (Plasmodium knowlessi) (Harijanto, 2009).

(9)

parasit, vektor, manusia, dan lingkungan. Penularan juga bergantung pada kondisi iklim yang secara langsung dapat mempengaruhi jumlah dan kelangsungan hidup nyamuk, seperti pola curah hujan, suhu, dan kelembapan (Harijanto, 2009 dan Soedarto, 2009 ).

2.5 Gejala Klinis Malaria

Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang tampak dari penderita malaria dan merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala klinis dipengaruhi oleh starain Plasmodium, imunitas tubuh manusia dan jumlah parasit yang menginfeksi (Harijanto, 2009). Gejala klinis yang disebabkan oleh parasit Plasmodium malaria adalah demam, anemia, splenomegali. Demam merupakan gejala awal yang muncul dari penderita malaria (Sorontou, 2013). 2.5.1 Demam

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksismal), yang diselingi oleh suatu periode laten yaitu penderita belum terjadi demam. Sebelum demam penderita mengalami keluhan lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung) nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual atau muntah.

Suatu paroksismal terdiri atas tiga stadium yang berurutan, yaitu stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium berkeringat (sweating stage) (Zulkoni, 2010 dan Asrin, 2012).

1) Stadium Dingin (Cold Stage)

(10)

dan selimut. Saat menggigil seluruh tubuh sering bergemetar, gigi-gigi saling terantuk, pucat, nadi penderita cepat namun lemah, bibir dan jemari tangan kebiru-biruan (sianotik). Jika penderitanya anak-anak akan disertai kejang. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2) Stadium Demam (Hot Stage)

Stadium demam atau stadium puncak demam, dimulai saat penderita merasa dingin sekali, kemudian berubah menjadi panas. Wajah menjadi merah, kulit kering terasa panas seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali, terutama pada saat suhu tubuh naik 41oC atau lebih. Demam ini disebabkan oleh pecahnya

skizon darah yang telah matang dan masuk merozoit darah ke dalam aliran darah. Periode ini berlangsung selama 2 sampai 6 jam.

3) Stadium Berkeringat (Sweating Stage)

Stadium berkeringat dimulai dengan penderita akan berkeringat banyak sehingga tempat tidur penderita basah. Suhu tubuh turun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan saat terbangun, penderita merasa lemah. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah itu, terjadi stadium menggigil atau apireksia.

(11)

Trias malaria atau Paroksisme secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi pada infeksi Plasmodium vivax. Pada Plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Stadium berkeringat berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, 60 jam pada Plasmodium malariae (Sorontou, 2013).

2.5.2 Anemia

Anemia adalah gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, lebih sering pada penderita malaria yang tinggal di daerah endemik malaria. Anemia pada penderita Malaria terjadi karena pecahnya sel darah merah (eritrosit) yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale

hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya 2,5 dari seluruh jumlah sel darah merah. Sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari sel darah merah. Anemia yang disebabkan

Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis (Harijanto, 2009).

Jenis anemia yang disebabkan malaria adalah anemia hemolitik yaitu suatu kondisi tidak cukup sel darah merah dalam darah, karena kerusakan dini sel darah merah. Anemia normokrom, anemia normositik. Pada serangan akut, kadar

hemoglobin turun secara mendadak.

Menurut Sorontou (2013) anemia disebabkan beberapa faktor yaitu: 1) Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak mengandung

(12)

2) Reduce Survival Time atau eritrosit normal yang tidak mengandung parasit yang tidak dapat hidup lama.

3) Diseritropoiesis atau gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoiesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran darah tepi atau perifer.

2.5.3 Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium yang menginfeksi organ ini dapat di fagosit oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini dapat menyebabkan limpa membesar. Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria kronis, limpa mengeras, hitam, karena pigmen banyak ditimbun dalam eritrosit dan banyak mengandung parasit (Sorontou, 2013 dan Zulkoni, 2010).

Menurut Kemenkes RI tahun 2011, gejala klinis yang sering dijumpai pada penderita malaria yaitu demam, sakit kepala, menggigil, nyeri di seluruh tubuh. Pada beberapa kasus dapat disertai gejala mual/ muntah, batuk dan diare, gejala tersebut hampir menyerupai dengan gejala-gejala penyakit lainnya dan perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa pasti.

2.6 Epidemiologi Malaria 2.6.1 Distribusi dan Frekuensi a. Orang

(13)

malaria sebelumnya, berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan karena variasi keterpaparan terhadap gigitan nyamuk (Arsin, 2012).

World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 Negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena malaria terutama anak balita (86%), 320 ribu diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Kemenkes R.I, 2014).

Menurut Riskesdas 2013, prevalensi menurut karakteristik umur pada penderita malaria paling tinggi adalah umur 25-34 yaitu 1,6%, kemudian umur 35-44 yaitu 1,6 %, umur 15-24 yaitu 1,3% dan paling rendah adalah kelompok umur <1 yaitu 0,6%. Hal ini menunjukan bahwa usia dewasa lebih sering terjadi malaria dibandingkan usia anak-anak. Keadaan ini menunjukan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada anak sudah mulai baik. Sedangkan untuk Karakteristik menurut jenis kelamin, prevalensi malaria lebih tinggi pada laki-laki yaitu 1,6 % sedangkan pada prempuan yaitu 1,2 %.

Penelitian Nasution (2005) di Kecamatan Panyabungan Kota, Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004 terdapat 1.772 penderita malaria, 770 orang (43,45%) laki-laki dan 1.002 orang (56,55%) perempuan, kelompok umur 1-5 tahun 482 orang (27,20%), 6-11 tahun 346 orang (19,52%), 12-18 tahun 174 orang (9,82%), 19-55 tahun 702 orang (39,62%) dan ≥56 tahun 68 orang (3,84%).

(14)

%) laki-laki dan 48 orang (42,5 %) perempuan, kelompok umur terdapat pada kelompok umur 25-32 tahun yaitu 26 orang (23 %), dan terendah terdapat pada kelompok umur 57-64 tahun yaitu 1 orang (0,9 %).

Penelitian yang dilakukan oleh Zein (2013) dengan menggunakan desain

cross sectional di Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa dari 83 penderita malaria terdapat kelompok umur 18-32 tahun sebanyak 19 orang (22,8%), 33-46 tahun sebanyak 38 orang (45,6%), dan 47-62 tahun sebanyak 26 orang (31,2%). Di lihat dari pekerjaan, ditemukan penderita malaria paling banyak adalah petani yaitu 29 orang (34,9%) dan yang paling sedikit pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 2 orang (2,4%). b. Tempat

(15)

Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 497 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia saat ini, 54% masih merupakan wilayah endemis malaria. Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari Kawasan Timur Indonesia (Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Maluku Utara). Di kawasan lainya juga dilaporkan masih cukup tinggi antara lain, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Lampung, dan Sulawesi Tengah (Kemenkes R.I, 2014).

Penyebaran keempat Plasmodium malaria berbeda menurut geografi dan iklim, Plasmodium falciparum banyak ditemukan di daerah tropik beriklim panas dan basah, Plasmodium vivax banyak ditemukan di daerah beriklim dingin, sub tropik sampai daerah tropik, Plasmodium ovale lebih banyak ditemukan di Afrika yang beriklim tropik dan Pasifik Barat (Arsin, 2012). Di Indonesia, spesies ini tersebar diseluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia. Daerah sebaran Plasmodium ovale terbatas di Afrika Timur, Afrika Barat, Filiphina, dan Papua (Sorontou, 2013).

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah

Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, sedangkan Plasmodium malariae

dapat ditemukan di beberapa Provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Sedangkan tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya

(16)

c. Waktu

Secara nasional angka kesakitan malaria atau Annual Parasit Incidence (API) selama tahun 2005-2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 dengan API yaitu 4,10%, kemudian tahun 2006 dengan API sebesar 3,1%, tahun 2007 dengan API yaitu 2,8%, tahun 2008 dengan API yaitu 2,4%, tahun 2009 dengan API yaitu 1,85, tahun 2010 dengan API yaitu 1,96, tahun 2011 dengan API yaitu 1,75, tahun 2012 dengan API yaitu 1,69, tahun 2013 dengan API yaitu 1,38%, sedangkan tahun 2014 dengan API yaitu o,99 % atau 0,99 per 1.000 jumlah penduduk. (Kemenkes R.I, 2014).

Berdasarkan Profil malaria Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, kejadian malaria tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013. Pada tahun 2013 kasus positif malaria tertinggi pada bulan Mei yaitu 904 kasus, sedangkan tahun 2014 tertinggi berada pada bulan September dengan 536 kasus. Sedangkan untuk kasus terendah setiap tahunnya, yaitu bulan Agustus dengan 365 kasus pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 terendah pada bulan Juli dengan jumlah 260 kasus positif malaria. Angka kasus malaria tersebut tidak berpengaruh secara signifikan setiap bulannya dengan perubahan musim ( Dinas Kesehatan Mandailing Natal, 2014).

2.6.2 Determinan Malaria Dalam segitiga epidemiologi terdapat 3 faktor yang dapat menimbulkan

(17)

1. Host

Malaria memiliki keunikan karena mempunyai dua macam host, yaitu host intermediate (siklus aseksual parasit) terjadi pada manusia, host defenitive (siklus seksual) terjadi pada nyamuk Anopheles betina.

1. Manusia (host intermediate)

Semua orang dapat terkena malaria. Malaria dapat menginfeksi setiap orang. Ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi manusia sebagai host malaria antara lain :

a) Usia

Usia merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk terjadinya penyakit. Setiap orang dapat terkena malaria, namun malaria lebih sering terjadi pada anak- anak dan lanjut usia karena imunitas anak belum sempurna dan lanjut usia imunitasnya sudah mulai menurun (Sorontou, 2013). Anak usia < 5 tahun adalah kelompok yang paling banyak berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus sel darah merah (eritrosit) yang relative resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria.

b) Jenis Kelamin

(18)

Gomes dalam Sulistya (2012) menyatakan ibu hamil dengan malaria falciparum beresiko 8,56 kali terhadap kejadian anemia (dengan OR= 8,56%).

c) Ras

Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria. Misalnya, di Afrika di mana prevalensi dari hemoglobin

S (Hb S) cukup tinggi, penduduknya ternyata lebih tahan terhadap akibat dari infeksi Plasmodium falciparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sickle cell anaemia.

d) Riwayat Alamiah Penyakit

Riwayat alamiah penyakit sebelumnya, bagi yang sudah pernah menderita malaria dan tidak berobat sampai sembuh, maka malaria ini akan kambuh lagi, atau relaps jika imunitas tubuh penderita menurun (Sorontou, 2013).

e) Status Gizi

Faktor gizi sangat mempengaruhi penderita malaria yang terinfeksi oleh parasit malaria. Individu yang memiliki gizi baik akan mempunyai daya imunitas tubuh yang kuat sehingga parasit dapat mati dalam tubuh. Sebaliknya, jika gizinya buruk, parasit malaria akan berkembang dengan cepat di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian, terutama malaria berat. Masyarakat dengan gizi kurang serta tinggal di daerah endemis akan lebih rentan terhadap infeksi malaria.

f) Cara Hidup

(19)

Misalnya kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering keluar rumah pada malam hari tanpa menggunakan repelent nyamuk akan berpeluang digigit nyamuk dan mudah terkena malaria.

g) Imunitas (kekebalan tubuh)

Kekebalan atau Imunitas pada malaria merupakan keadaan imun atau kebal terhadap infeksi malaria yang berhubungan dengan proses penghancuran parasit atau pembatasan pertumbuhan dan perkembanganbiakan parasit.

Kekebalan terhadap malaria baru timbul sesudah masuknya parasit kedalam darah. Belum ada bukti yang menyakinkan bahwa bentuk-bentuk

Eksoeritrositer dapat menimbulkan kekebalan. Adapun sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah sebagai berikut: Darah yang mengandung parasit, hanya aktif terhadap bentuk Eksoeritrosite dari parasit, spesifik terhadap spesies tertentu tidak ada cross imunnit, menjadi lebih kuat dengan adanya infeksi yang berulang-ulang, akan segera menurun dan kemudian menghilang setelah tidak ada lagi parasit dalam tubuh manusia. Umumnya lebih efektif, lebih cepat dan bertahan lama pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax ( Sorontou 2013). 2. Nyamuk (host definitive )

Nyamuk Anopheles diseluruh dunia sekitar 2.000 spesies, nyamuk

(20)

Nusa Tenggara Timur ditemukan Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus, dan

Anopheles barbirostris, dan di Kalimantan ditemukan Anopheles balabacensis

sedangkan di Papua Anopheles farauti, Anopheles punctulatus, dan Anopheles bancrofti Semua jenis nyamuk Anopheles tersebut hanya nyamuk Anopheles

betina yang dapat mengisap darah dan menyebabkan malaria (Asrin, 2012). Nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, karena diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk betina hanya kawin satu kali selama hidupnya dan terjadi setelah 24-48 jam dari saat keluar dari kepompong. Oleh karena itu sarang nyamuk banyak ditemukan di telaga, rawa, sawah, tempat penampungan air, bekas jejak ban mobil dan lain-lain (Kemenkes R.I, 2014).

Faktor yang mempengaruhi nyamuk Anopheles dan harus diperhatikan adalah tempat berkembang biak nyamuk (breeding place), panjang umur nyamuk, dan efektivitas Anopheles sebagai vektor penular, serta jumlah sporozoit yang diinokulasi setiap kali mengisap darah penderita.

Efektivitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh kepadatan vektor dekat pemukiman manusia, kesukaan mengisap darah manusia atau antrofilik, frekuensi mengisap darah yang tergantung pada suhu, jika suhu panas, maka nyamuk akan lebih sering menggigit manusia, lamanya sprogoni

(21)

b. Agent

Agent adalah spesies parasit yang menyebabkan penyakit malaria. Agent malaria adalah parasit dari genus Plasmodium sp. Parasit plasmodium hidup di dalam tubuh manusia pada siklus aseksual atau berkembang biak secara tidak kawin dengan pembelahan diri, sedangkan pada tubuh nyamuk pada siklus seksual atau berkembang biak secara kawin).

Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia secara alami dikenal 5 jenis yaitu (Menurut Harijanto, 2009) :

1) Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika, merupakan penyebab infeksi berat, dapat menimbulkan komplikasi, mudah resistensi dengan pengobatan, bahkan dapat menimbulkan kematian.

2) Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan memiliki gejala demam tiap hari ke-tiga.

3) Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria quartana (demam tiap hari ke-empat), ini jarang terjadi, dapat menimbulkan sindrom nefrotik.

4) Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.Merupakan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan. Ditemukan di daerah Afrika, Pasifik Barat, sedangkan di Indonesia ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara.

5) Plasmodium knowlesi, dilaporkan pertama kali pada tahun 2004, di daerah Serawak, Malaysia, juga ditemukan di Singapura, Thailand, Myanmar, serta Filipina. Bentuk Plasmodium Knowlesi mirip seperti Plasmodium malariae,

(22)

Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium yang dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk (mixed infection). Pada umumnya, paling banyak dijumpai dua jenis Plasmodium, yaitu campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi (Harijanto, 2009).

c. Enviroment (Lingkungan)

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap parasit malaria di suatu daerah. Lingkungan terbagi menjadi lima bagian yaitu:

1. Lingkungan fisik a) Suhu Udara

Menurut Ward yang dikutip Asrin (2012) Suhu merupakan karakteristik tempat perindukan yang mempengaruhi metabolisme, Perkembangan, pertumbuhan, adaptasi dan sebaran geografik larva nyamuk. Pada suhu diatas 320C- 350C metabolisme serangga akan terganggu menuju proses fisiologi. Suhu udara rata-rata yang optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°C-27°C. Sedangkan perkembangan nyamuk akan berhenti dibawah suhu 10°C dan diatas suhu 40°C.

(23)

b) Kelembaban Udara

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit serta pola istirahat nyamuk. Tingkat kelembaban 63%, merupakan angka yang paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Penularan lebih mudah terjadi ketika kelembapan tinggi, sebaliknya di daerah yang gersang penularan tidak terjadi karena usia nyamuk yang tidak panjang sehingga parasit tidak dapat menyelesaikan siklusnya (Susana, 2010).

c) Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya Anopheles.

(24)

d) Angin

Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Angin tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan serangga. Angin memberikan peranan yang besar dalam pola penyebaran serangga (Asrin, 2012).

e) Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sebaliknya Anopheles hyrcanus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris dapat hidup baik ditempat teduh maupun di tempat terang (Asrin, 2012).

f) Arus Air

Tiap jenis nyamuk memiliki tempat perindukan yang berbeda. Anopheles barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit.

Anopheles minismus menyukai tempat perindukan yang alirannya cukup deras dan

Anopheles letifer di tempat yang airnya tergenang (Asrin, 2012). 2. Lingkungan Biologi

(25)

gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang ternak hewan tersebut diletakkan diluar rumah (Susana,2010).

Adanya berbagai jenis ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah, ikan mujair, ikan mas, ikan nila, dan ikan tawar lainnya dapat dijadikan sebagai biokontrol larva atau jentik nyamuk (Sorontou, 2013).

2. Lingkungan Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, stratifikasi sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan) nilai-nilai sosial dan kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan parasit malaria.

3. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor sosial memegang peranan yang penting dalam penularan malaria. Pembangunan bendungan, penambangan timah, dan pembukaan tempat permukiman baru adalah beberapa contoh kegiatan pembangunan yang sering menimbulkan perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk

Anopheles. Migrasi telah menyebabkan timbulnya penyakit malaria pada daerah yang pada awalnya bebas malaria (Susana, 2010) .

(26)

4. Lingkungan Kimia

Aliran air yang diberi insektisida seperti pemberian Abate dapat membunuh jentik nyamuk. Akan tetapi, jentik yang mampu bertahan dapat bekembang menjadi spesies nyamuk Anopheles atau Aedes yang kebal terhadap senyawa insektisida, suhu, udara, kelembapan, dan curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria.

2.7 Diagnosa Malaria

Diagnosa malaria ditegakkan sama dengan penyakit lainnya, berdasarkan anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Maka diagnosa tanpa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Sampai saat ini, diagnosa pasti malaria hanya dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukkan hasil yang positif secara mikroskopis atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) (Soedarto, 2011).

a. Wawancara (Anamnesis)

(27)

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita meliputi demam dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva atau telapak tangan pucat, pembesaran limpa (Splenomegali) dan pembesaran hati (Hepatomegali).

c. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan dengan sediaan darah tebal dan tipis di

puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan (Kemenkes R.I, 2008):

1. Ada tidaknya parasit malaria (positip atau negatif) 2. Spesies dan stadium plasmodium

3. Kepadatan parasit

a. Semi Kuantitatif parasit:

(-) =Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/ lapangan pandang besar

(+) =Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB/ lapangan pandang (++) = Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB/ lapangan pandang (+++) = Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB/ lapangan pandang (++++) = Positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB/ lapangan pandang

b. Kuantitatif

(28)

2. Tes diagnostik cepat atau Rapid Test Diagnostic Test (RDT)

Tes diagnostik cepat atau RDT adalah pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk

dipstic. Test ini digunakan pada waktu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi RDT sebaiknya menggunakan tingkat sensitivity dan specificity lebih dari 95% (Kemenkes R.I, 2008).

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematocrit, jumlah leukosit dan trombosit, pemeriksaan kimia darah seperti Glukosa, serum bilirubin, albumin atau globulin.

2.9 Upaya pencegahan Malaria

Pencegahan malaria dilakukan terhadap perorangan maupun masyarakat, dengan cara sebagai berikut:

2.9.1 Pencegahan Primer

Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

a. Pencegahan Terhadap Parasit (Pengobatan)

(29)

malaria. Pengobatan perorangan memerlukan pencegahan terhadap malaria selama berada di daerah endemis malaria dan beberapa waktu sesudah meninggalkan daerah tersebut (Sorontou, 2013)

Jenis obat yang digunakan menurut Departemen Kesehatan RI ( DepKes RI) ada dua jenis: yaitu klorokuin dan sulfadoksin atau pirimetamin. Pencegahan

Plasmodium vivax dilakukan dengan minum klorokuin 5 mg/kg/minggu diminum setiap minggu sebelum berangkat ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali dan dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dari 3-6 bulan.

Pencegahan Plasmodium falciparum dapat digunakan doksisklin. Dosis

doksisklin 1,5 mg/kg/hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu, dan tidak dapat diberikan kepada anak-anak umur kurang dari 8 tahun dan ibu hamil. Sedangkan sulfadoksin atau pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah resisten klorokuin (Depkes R.I, 2008 ).

b. Pencegahan terhadap vektor/gigitan nyamuk Pencegahan terhadap vektor nyamuk, antara lain:

1) Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk penyebab malaria dengan cara tidur dengan menggunakan kelambu, tidak keluar rumah pada malam hari kecuali untuk keperluan tertentu. memakai lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.

(30)

3) Membunuh jentik-jentik nyamuk dengan menebar ikan pemakan jentik dan membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Upaya untuk mencegah orang yang sakit agar sembuh, Menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Kegiatan meliputi: pencarian penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan pengobatan yang memenuhi syarat dan memperbaiki status gizi guna membantu proses penyembuhan (Budiarto, 2003 dalam Sulistya, 2012).

1. Pencarian Penderita Malaria

Salah satu cara untuk memutuskan penyebaran malaria adalah dengan cara menemukan penderita sedini mungkin yang dilakukan secara aktif (Active Case Detection) oleh petugas khusus yang mengunjungi rumah secara teratur maupun dilakukan secara pasif (passive Case Detection) yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintahan yang menunjukkan gejala klinis malaria, kemudian diambil sampel darah untuk pemeriksaan parasitologi dilaboratorium untuk memastikan penderita malaria. 2. Pengobatan Penderita Malaria

Ada beberapa cara pengobatan malaria dan jenis pengobatan terhadap tersangka maupun penderita malaria:

(31)

b. Pengobatan Radikal adalah pengobatan yang diberikan kepada penderita malaria dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya relaps malaria.

c. Pengobatan massal/ MDA (Mass Drug Administration) adalah pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80% penduduk) di daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.

d. Pengobatan kepada penderita demam /MFT (Ma ss Fever Treatment) adalah dilakukan untuk mencegah KLB dan melanjutkan penanggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MDA sampai penyemprotan selesai.

Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax

maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini (Depkes R.I, 2008).

Golongan obat yang termasuk ACT adalah Artesunat, Artemeter, Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan asa m artelinik Artesunat,

(32)

pemeriksaan parasitologik yang tetap maka menggunakan obat non-ACT (Depkes R.I, 2008).

Golongan obat yang termasuk non-ACT yaitu Klorokuin Difosfat/sulfat, Sulfadoksin-pirimetamisin, Kina sulfat, Primakuin. Penggunaan obat-obat non-ACT terhadap malaria dilaporkan telah resisten di seluruh provinsi di Indonesia, namun beberapa daerah masih cukup efektif dengan obat-obat non-ACT seperti

klorokuin dan Sulfadoksin pirimetamin (kegagalannya masih kurang 25%). Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum tersedianya obat golongan artemisinin dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan.

Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut: Kombinasi klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin (SP), kombinasi SP + kina, kombinasi klorokuin +

doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi SP + doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi kina +

doksisiklin/tetrasiklin. Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas. (Harijanto, 2009 dan Sudoyo, 2006). 2.9.3 Pencegahan Tersier

Upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Kegiatannya meliputi penanganan akibat lanjutan dari komplikasi malaria,dan rehabilitasi mental/psikologi.

(33)

gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas, dan tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital.

Rehabilitasi mental/psikologis dapat dilakukan dengan cara memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga penderita, serta melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

2.10 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka diatas, maka kerangka konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Karakteristik Penderita Malaria 1. Sosiodemografi:

a. Umur

b. Jenis Kelamin c. Pekerjaan d. Tempat Tinggal 2. Jenis Diagnosa Malaria 3. Jenis Parasit Malaria 4. Gejala Malaria

Gambar

Gambar 2.3  Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Referensi

Dokumen terkait

Diagram Bar Proporsi Gejala Batuk Penderita Malaria dengan Parasit Positif pada Anak Berdasarkan Jumlah Leukosit di Klinik Malaria Rayon Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

Oleh karena itu, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal untuk membuat koordinasi yang jelas dengan sektor lain yang terkait dengan kejadian

Malaria, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat yang terbebas.. dari penularan malaria pada tahun 2020, seperti target yang tercantum pada. Keputusan Menteri

kompetensi input dan sehingga dapat mencapai output yang telah ditetapkan. Proses dalam eliminasi malaria dibagi menjadi 5 kegiatan:.. 1) Penemuan dan tata laksana penderita,

Pusat data dan Informasi, Triwulan 1, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Kementerian Kesehatan RI... 2009.Parasitologi: Beberapa Penyakit yang

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit

Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit