• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1. Suku Bangsa Banjar Sebagai Kelompok Etnik Pertama di Desa Sei Nagalawan

Suku bangsa Banjar adalah suku bangsa asli yang berasal dari pulau

Kalimantan. Di Desa Sei Nagalawan suku bangsa Banjar menjadi suku bangsa yang pertama kali mendiami wilayah ini, khususnya di Dusun III tempat dimana pengelolaan hutan mangrove berada. Suku bangsa Banjar awalnya bermigrasi ke

Kabupaten Langkat, dan menciptakan kelompok masyarakat Banjar di sana. Seiring berjalannya waktu suku bangsa Banjar yang sudah mendiami wilayah

Langkat kemudian menyebar ke berbagai daerah di Sumatera Utara yang pada akhirnya sampai ke wilayah Desa Sei Nagalawan (Atika, 2004:13).

Suku bangsa Banjar terus berkembang di wilayah Desa Sei Nagalawan.

Menurut informan, suku bangsa Banjar yang mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan khususnya yang berada di Dusun III saat ini mencapai 80 %. Data

diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu informan yakni Pak Iwan: “suku Banjar di sini banyak dek, kami yang di Dusun III ini merupakan Dusun yang paling dekat sama muara. Suku yang paling banyak di sini ya suku Banjar dek, 80% lah suku Banjar di Dusun III Desa Sei Nagalawan ini dek” (Hasil wawancara dengan salah satu pengelola tempat wisata, 05 Juni 2016)

Suku bangsa Banjar yang mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan menurut

(2)

daerah Sumatera Utara mengalami pencampuran dengan suku bangsa-suku bangsa yang terdapat di wilayah baru tempat dimana suku bangsa Banjar sekarang

tinggal. Menurut informan suku bangsa Banjar yang tinggal di wilayah Desa Sei Nagalawan berbeda dengan suku bangsa Banjar yang berada di Kalimantan dalam

hal bahasa. Berikut hasil wawancara dengan Pak Iwan:

“...bahasa masyarakat Banjar yang sudah tinggal di Desa Sei Nagalawan ini sudah beda dek dengan bahasa suku Banjar yang tinggal di Kalimantan sana. Kalau disini bahasa kami sudah Banjar kasar, sedangkan di sana bahasa banjar yang halus. Misalnya kalau bahasa indonesia nya antara kata

“kamu” dengan “kau”...” (Hasil wawancara dengan salah satu pengelola tempat wisata, 05 Juni 2016)

Di samping ada perbedaan antara suku bangsa Banjar yang tinggal di Desa

Sei Nagalawan dengan suku bangsa Banjar yang terdapat di daerah Kalimantan, terdapat juga persamaan diantara keduanya. Persamaan ini terdapat pada acara

makan-makan yang mereka lakukan sebelum bulan puasa tiba. Makan-makan dilakukan selama 1 bulan sebelum memasuki bulan puasa tiba. Setiap hari selama

1 bulan penuh diadakan makan-makan bersama di mesjid-mesjid yang terdapat di Desa. Makan-makan dihadiri juga di luar suku bangsa Banjar. Kegiatan makan-makan sebelum bulan puasa ini juga dilakukan suku bangsa Banjar yang tinggal di

daerah Kalimantan.

Di Desa Sei Nagalawan selain suku bangsa Banjar, terdapat beberapa suku

(3)

banyak suku bangsa terdapat di wilayah Desa, hubungan bermasyarakat di Desa Sei Nagalawan untuk sehari-harinya dapat dikatakan harmonis. Keharmonisan

diantara suku bangsa dapat dilihat ketika ada gotong royong di Desa, mereka saling bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan seperti membersihkan jalan,

membersihkan selokan dan juga membersihkan mesjid. Suku bangsa-suku bangsa yang terdapat di wilayah Sei Nagalawan saling berinteraksi setiap harinya dalam

kehidupan bermasyarakat.

mencapai 868 jiwa, disusul oleh suku bangsa Jawa sebanyak 803 jiwa kemudian suku bangsa Banjar sebanyak 692 jiwa. Untuk suku bangsa Batak Toba yang mendiami Desa Sei Nagalawan sendiri mencapai 476 jiwa. Selain suku bangsa

(4)

bangsa Mandailing 79 jiwa, suku bangsa minang 42 jiwa, suku bangsa Tionghua 20 jiwa dan yang terakhir suku bangsa Arab sebanyak 4 jiwa.

Dari banyaknya suku bangsa-suku bangsa yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan dapat dilihat Desa Sei Nagalawan ini merupakan daerah yang

multikulturalisme. Di Desa Sei Nagalawan tidak terdapat banyak konflik yang terjadi. Untuk kehidupan sehari-hari seperti perwiritan, suku bangsa-suku bangsa

tadi bergabung menjadi sebuah kelompok masyarakat yang mengatas namakan Desa Sei Nagalawan.

2.2. Kondisi Fisik dan Pembagian Wilayah Desa Sei Nagalawan

Nama Desa Sei Nagalawan menurut informan merupakan penggabungan

diantara dua Desa yang dahulunya sudah ada yakni Desa Nipah dan Desa Nagalawan. Kedua Desa inilah yang kemudian bergabung menjadi satu. Proses bergabungnya kedua Desa terjadi pada tahun 1949 tepatnya saat pemerintahan

Desa dipegang atau dipimpin oleh Penghulu Saman. Penggabungan antara dua Desa membuat nama Desa juga di gabungkan. Nama Sei sendiri diartikan sebagai

sungai, sehingga ketika dua nama Desa digabungkan menjadi Desa Sei Nagalawan. Untuk Dusun III juga disebut sebagai kampoeng nipah, nipah merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh disekitaran sungai yang terdapat

di Desa Sei Nagalawan (Atika, 2000:15).

Wilayah Desa menjadi lebih luas karena sudah bergabungnya dua Desa.

(5)

Nagalawan juga mempunyai kekayaan lain yang dimiliki yaitu Sumber Daya Alam (SDA) pesisir dan laut yang indah. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)

pada wilayah Desa Sei Nagalawan dapat dilihat dengan banyaknya tempat wisata yang mengandalkan wisata pesisir atau pantainya. Kekayaan Sumber Daya Alam

(SDA) yang dimiliki wilayah Sei Nagalawan membuat penambahan pendapatan pada masyarakat yang ada disekitaran Desa. Pendapatan tambahan yang diperoleh

masyarakat di wilayah Sei Nagalawan didapat dari hasil pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki seperti adanya wisata yang dibangun oleh masyarakat sekitar wilayah pesisir Desa Sei Nagalawan.

Gambar 2.1: Peta wilayah Desa Sei Nagalawan Sumber: Dokumentasi KSU Muara Baimbai (Wisnu, 2015:23)

(6)

Desa Sei Nagalawan merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Sei Nagalawan juga

merupakan Desa yang letaknya paling jauh dari ibu kota Kecamatan, jarak yang ditempuh dari Desa Sei Nagalawan menuju ibu kota kecamatan Perbaungan

berkisar 15 km yang dapat ditempuh melalui jalur darat hampir 30 menit. Jalan menuju Desa Sei Nagalawan saat ini dapat dikatakan sangat rusak. Rusaknya jalan

ini diperparah lagi dengan banyaknya truk-truk dari perusahaan-perusahaan yang terdapat di Desa Sei Nagalawan baik perusahaan perkebunan maupun perindustrian. Truk-truk yang beratnya berton-ton melewati jalan masuk ke Desa

Sei Nagalawan menuju jalan besar lintas Sumatera. Akibatnya bagi masyarakat yang ingin menuju dan keluar dari Desa Sei Nagalawan akan merasakan debu

yang sangat tebal dan juga jalan-jalan yang berlubang.

Untuk menuju Desa Sei Nagalawan dapat melalui simpang Desa Sei Buloh-Jalinsum masuk ke dalam jalan besar pantai kelang indah menuju Desa Sei

Nagalawan. Sepanjang perjalanan menuju Desa Sei Nagalawan pengunjung akan menikmati perkebunan sawit, bentangan sawah yang sangat luas, dan juga aliran

sungai tempat para nelayan menyandarkan perahunya setelah selesai melaut. Berdasarkan data yang diperoleh wilayah Desa Sei Nagalawan untuk wilayah pertaniannya saja (untuk pertanian padi) mencapai 497 hektar. Hal ini

dapat mengidentifikasi bahwa Desa Sei Nagalawan merupakan Desa penghasil Padi buat masyarakat khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai (Atika, 2004:43).

(7)

jalan menuju Desa Sei Nagalawan merupakan perkebunan lama milik PTPN 2 yakni perkebunan Rambutan (Atika, 2000:28).21

Gambar 2.2 Citra Wilayah Pesisir Desa Sei Naga Lawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2012

Sumber: Google Earth, 2014

Wilayah Desa Sei Nagalawan merupakan Desa yang paling dekat dengan bibir pantai yang menghadap langsung dengan Selat Malaka dibagian sisi sebelah

Utaranya, untuk sebelah Selatan Desa Sei Nagalawan berbatasan dengan Desa Lubuk Bayas, sementara sisi sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Mengkudu, sedangkan satu sisi lagi yakni sebelah Barat Desa Sei Nagalawan berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin.

(8)

Dari ketiga Dusun yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat 3 agama yang dianut oleh masyarakat yang tinggal diam di wilayah Desa Sei

Nagalawan. Ketiga agama yang banyak dianut masyarakat Desa Sei Nagalawan ialah Islam, Protestan, dan Katolik. Ketiga agama tersebar di 3 Dusun yang berada

pada wilayah Desa Sei Nagalawan.

Konsep agama menurut Parsudi Suparlan (2000:56) merupakan suatu aturan

yang mengatur tentang hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya. Dalam sebuah agama tentu memiliki unsur-unsur yang terkandungnya dan dimiliki oleh setiap agama. Berikut

unsur-unsur yang terkandung di dalam agama/religi:

a. Emosi keyakinan: Emosi keyakinan merupakan suatu perasaan yang

mendorong manusia untuk berperilaku keagamaan.

b. Sistem keyakinan: Sistem keyakinan sendiri merupakan sebuah pemikiran yang dipercaya dalam diri seseorang.

c. Upacara

d. Peralatan dan pelaksanaan

e. Umat

Keyakinan pada masyarakat maupun individu bebas untuk memilih sesuai hati nuraninya. Kebebasan memilih agama sudah tercantum dalam

Undang-undang Dasar 1945 sehingga tidak ada Paksaan untuk memeluk agama tertentu. Wilayah Desa Sei Nagalawan di samping mempunyai kekayaan budaya, dan

(9)

Islam; 2712 Protestan; 218

Katolik; 75

Hindu; 0

Budha; 0

Konghucu; 0

yang beraneka ragam. Berikut ini tabel agar mempermudah mengetahui komposisi penduduk berdasarkan agamanya.

Pada tabel di atas dapat dilihat adanya 3 agama yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yakni Islam, Protestan, dan juga Katolik. Sementara untuk Budha, Hindhu, dan juga Konghucu tidak ada satupun penganutnya. Untuk

masyarakat yang beragama Islam di wilayah Desa Sei Nagalawan sebanyak 2712 orang, sedangkan untuk yang bergama Protestan terdapat sebanyak 218 orang, dan

yang paling sedikit masyarakat yang beragama Katolik sebanyak 75 orang.

2.3. Pertanian Sebagai Mata Pencaharian Terbanyak di Desa Sei Nagalawan, dan di Dusun III Nelayan Merupakan Mata Pencaharian Utama.

Penduduk masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan dalam bekerja

(10)

bekerja di bidang-bidang agraris yakni bidang pekerjaan yang memanfaatkan Sumber Daya Alam yang terdapat di wilayah Desa. Sektor utama yang paling

banyak yakni sektor pertanian padi. Lahan-lahan kosong sangat luas yang akhirnya dibuat menjadi sawah untuk pertanian padi banyak terdapat di wilayah

Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Lahan-lahan yang tidak produktif tersebut diubah oleh masyarakat di wilayah

Desa Sei Nagalawan menjadi lahan yang dapat mempunyai nilai ekonomis.

Pertanian sawah di wilayah Desa Sei Nagalawan sangat baik. Petani menggunakan irigasi untuk mengelolah sawah yang ada. Dengan adanya irigasi

tersebut membuat petani lebih mudah dalam melakukan proses pengairan sawah. Sawah pertanian padi dapat dilihat di sepanjang jalan dari wilayah Desa Sei

Buloh maupun dari Desa Lubuk Bayas dan juga Desa Nagakisar ketika pengunjung akan menuju wilayah Desa Sei Nagalawan.

Di samping sektor pertanian, banyak masyarakat di wilayah Desa Sei

Nagalawan juga bekerja pada sektor buruh. Banyaknya masyarakat yang bekerja pada sektor buruh di wilayah Desa Sei Nagalawan ini tidak terlepas karena adanya

sebuah perusahan asing yang berdiri di wilayah tersebut. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan asing yang dimiliki oleh seorang warga berkebangsaan Swiss, perusahaan itu bernama PT. Aquafarm Nusantara.

(11)

Serdang Bedagai PT. Aquafarm Nusantara melakukan pembibitan (Hatchery) ikan Nila, proses pengolahan fillet ikan (Processing Plant), dan juga membuat Pakan ikan terapung (Feed Mill). Sementara untuk proses pembesaran (Grow Out) berada di wilayah Danau Toba, Sumatera Utara.

Banyaknya sektor-sektor pekerjaan yang terdapat pada perusahaan PT. Aquafarm Nusantara membuat banyak masyarakat tertarik untuk bekerja

diperusahaan tersebut. Dengan berdirinya perusahaan besar seperti PT. Aquafarm Nusantara ini sedikit tidaknya menambah perekonomian masyarakat yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Banyak masyarakat yang bekerja di PT.

Aquafarm Nusantara untuk menambah pendapatan keuangan mereka. Untuk lebih jelas lagi mengenai sektor-sektor mata pencaharian apa-apa saja yang terdapat

pada masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan.

Berikut ini tabel komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian:

(12)

Pada tabel di atas terlihat bagaimana komposisi penduduk masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan dalam bekerja. Terdapat lebih dari 7 sektor mata

pencaharian yang terdapat pada masyarakat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Mata pencaharian yang paling banyak dapat dilihat dari tabel di atas yakni petani

sebanyak 20%. Petani paling banyak terdapat di wilayah Sei Nagalawan karena banyaknya lahan-lahan kosong yang kemudian dibuat menjadi pertanian sawah.

Mata pencaharian berikutnya yakni buruh sebanyak 11% yang banyak bekerja di PT. Aquafarm Nusantara yang berdiri di wilayah tersebut. Selanjutnya ada yang bekerja pada bidang jasa sebesar 3%, wiraswasta sebanyak 10%, dan juga

karyawan sebesar 10 %. Sementara untuk masyarakat di wilayah Sei Nagalawan yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak sampai 1%.

Komposisi Nelayan yang sebesar 9% sendiri mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan ini terjadi karena hampir seluruh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan ini tinggal atau mendiami Dusun III. Dusun III ini

merupakan Dusun yang paling dekat dengan bibir pantai untuk menuju laut.

2.4. Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa Sei Nagalawan merupakan daerah pemerintahan paling bawah dari sistem pemerintahan yang terdapat di Indonesia. Di setiap daerah yang

di bawah naungan Kabupaten, pemerintahan Desa merupakan bagian paling bawah, sedangkan pada Kotamadya pemerintahan Desa tidak ada. Diseluruh

(13)

Darussalam dimana nama pemerintahan yang paling bawah disebut dengan “Gampoeng”, sedangkan untuk di daerah Sumatera Barat nama pemerintahan

paling bawahnya disebut dengan “Nagari”.

Pemerintah pusat Indonesia dalam perjalanannya membuat peraturan

untuk menggeneralisasikan semua daerah pemerintah tingkat bawah dengan nama Desa. Nama pemerintahan Desa sendiri merupakan nama yang dipakai untuk

menyebut nama pemerintahan tingkat bawah di wilayah pulau Jawa. Namun saat peraturan itu direalisasikan untuk seluruh wilayah di Indonesia banyak pro kontra yang memandangnya karena menurut beberapa wilayah sudah ada nama tersendiri

yang didalamnya terdapat adat dari masyarakat yang mendiami wilayah tersebut (Nurdin, 2009:16).

Sedangkan untuk wilayah Sei Nagalawan ini tetap disebut dengan nama Desa Sei Nagalawan. Dalam pemerintahannya Desa Sei Nagalawan dipimpin oleh seorang penghulu/kepala Desa. Untuk proses pemilihan pemimpin kepala Desa

dilakukan dengan pemungutan suara. Sementara untuk masa jabatan sekali periode yakni selama lima tahun. Desa Sei Nagalawan sudah mempunyai kepala

(14)

Sumber: Data Kepala Desa 2015

Tabel di atas memperlihatkan bagaimana alur pemerintahan di Desa Sei Nagalawan sejak tahun 1940. Sejak tahun 1940 Desa Sei Nagalawan sudah

mempunyai penghulu/kepala Desa sebanyak 9 orang. Untuk Desa Sei Nagalawan pada tahun ini dalam pemilihan kepala Desa serentak diseluruh Kabupaten

Serdang Bedagai tidak melakukan pemilihan kepala Desa sehingga sampai sekarang saat melakukan penelitian, pemerintahan Desa masih dipegang oleh penghulu/kepala Desa yang lama.

2.5. Sarana dan Prasarana

Di wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat beberapa sarana maupun prasarana yang dimiliki. Sarana komunikasi yang biasa digunakan oleh masyarakat yang mendiami wilayah Desa Sei Nagalawan antara lain telepon

rumah, telepon genggam, maupun alat komunikasi lainnya yang menggunakan jaringan telekomunikasi. Karena tempatnya yang terlalu jauh dari kota, daerah

wilayah Sei Nagalawan untuk kecepatan komunikasinya tidak terlalu bagus. Di wilayah Desa Sei Nagalawan sinyal untuk alat komunikasi yang didapat hanya mampu untuk mengirim Short Message Service (SMS) dan juga untuk menelpon biasa saja. tetapi untuk video call atau layanan di atas 3G hal itu belum mendapatkan layanan yang maksimal.

(15)

Untuk jumlahnya masing-masing mesjid berjumlah 3 unit, surau atau musholah berjumlah 2 unit dan gereja 2 unit. Semua tempat ibadah yang terdapat di wilayah

Sei Nagalawan ini berdiri sudah sejak lama.

Sarana kemudian yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yakni

sarana kesehatan. Untuk sarana kesehatan di wilayah Desa Sei Nagalawan tidak ada berupa rumah sakit maupun yang lebih kecil seperti puskesmas. Di wilayah

Desa Sei Nagalawan yang terdapat hanya beberapa tenaga medis tanpa ada sarana tempat untuk kesehatan. Tenaga medis yang terdapat diantaranya bidan 2 orang dan dukun bayi 1 orang.

Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah Desa Sei Nagalawan apabila mengalami sakit yang ringan biasanya hanya berobat dirumah dengan bantuan

bidan Desa atau mereka yang mengerti tentang penyembuhan penyakit yang sedang dialami pasien. Sedangkan untuk masyarakat yang mengalami sakit berat maka mereka harus keluar dari Desa agar mendapatkan fasilitas kesehatan yang

lebih baik.

Sarana selanjutnya yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yaitu

sarana pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk masyarakat khususnya anak-anak yang tinggal di wilayah Desa Sei Nagalawan ini, karena pendidikan dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang mana pada akhirnya berimbas

dengan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Desa Sei Nagalawan.

Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Sei Nagalawan antara lain ada

(16)

Sementara untuk mereka yang ingin melanjutkan sekolah ketingkat pertama (SMP/MTs) di Desa Sei Nagalawan tidak terdapat, sehingga mereka yang ingin

melanjutkan harus pergi keluar dari Desa Sei Nagalawan. Hal yang sama juga dilakukan apabila mereka ingin melanjutkan ketigkat Sekolah Menengah Atas

(SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang di dalam Desa Sei Nagalawan tidak terdapat sarana pendidikannya.

Untuk meningkatkan perekonomian tentu harus tahu juga sarana transportasi yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan. Sarana transportasi yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan tidak ada angkutan umum,

masyakat dalam kehidupan sehari-hari biasa menggunakan sepeda motor sendiri maupun ojek yang terdapat di Desa Sei Nagalawan. Jarak yang jauh antara kota

Kecamatan dengan Desa Sei Nagalawan tentu harus disikapi dengan adanya transportasi yang membuat mudah untuk masyarakat maupun pengunjung yang masuk dan keluar dari Desa Sei Nagalawan.

2.6. Potensi Pariwisata-pariwisata yang berada di Wilayah Desa Sei Nagalawan

Di Desa Sei Nagalawan banyak terdapat tempat wisata pantai. Masing-masing tempat wisata menawarkan keunggulan produk wisatanya sendiri. Berikut

(17)

1. Pantai Klang

Pantai klang merupakan salah satu tempat wisata yang terdapat di pesisir

wilayah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Pantai klang memanfaatkan daerah pesisir di Sei Nagalawan sebagai

objek wisata pantai. Pantai ini banyak dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun masyarakat di luar daerah karena tempatnya yang sejuk dan juga banyak terdapat

pepohonan di dekat pantainya.

2. Ekowisata Mangrove Kampoeng Nipah

Tempat wisata kedua yang terdapat di wilayah Desa Sei Nagalawan yakni adanya wisata hutan mangrove yang dikelolah oleh masyarakat daerah setempat.

Tempat wisata ekowisata mangrove merupakan tempat wisata yang pertama kali didapat ketika pengunjung memasuki kawasan pesisir di wilayah Desa Sei Nagalawan.

Ekowisata mangrove menawarkan kepada pengunjung hutan mangrove yang sudah besar-besar beserta hasil olahan produk yang dibuat dari mangrove

mereka sendiri. Bagi para pelajar yang ingin belajar atau studi tentang mangrove, tempat wisata ini dapat menjadi alternatif wisata edukasi mangrove.

3. Pantai Tengah yang berganti nama menjadi Romance Bay (Pantai Romantis) Tempat wisata ini merupakan tempat wisata yang baru tahun 2015

(18)

posisi tempat wisata ini berada di tengah-tengah antara tempat wisata mangrove dan juga pantai klang.

Tahun 2015 pantai tengah ini berganti nama menjadi pantai romantis dengan menggunakan konsep kelambu-kelambu. Pantai romantis ini banyak

dikunjungin oleh anak-anak muda karena konsep yang ditawarkan dalam wisata ini merupakan jiwa-jiwa para anak muda jaman sekarang.

2.7. Potensi Kerajinan Berbahan Purun

Tanaman purun banyak tumbuh di pesisir sungai yang terdapat di wilayah

Sei Nagalawan. Banyaknya tanaman purun yang tumbuh subur di Sei Nagalawan membuat ibu-ibu yang biasanya hanya menunggu suami pulang melaut dirumah

berinisiatif untuk membuat tanaman purun menjadi sebuah kerajinan yang dapat mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman purun sendiri merupakan sebuah tanaman atau rumput yang tumbuh liar di rawa dan pesawahan yang mengalami

pasang surut.

Tanaman atau rumput liar yang banyak tumbuh disulap kelompok ibu-ibu

menjadi sebuah kerajinan tikar maupun kerajinan topi dan bentuk-bentuk lainnya. Tikar purun sendiri merupakan anyaman batang purun yang disusun menjadi alas untuk duduk yang besarnya atau lebarnya berkisar 2 sampai 3 meter persegi.

(19)

2.8. Potensi Perikanan dan Kelautan

Desa Sei Nagalawan merupakan wilayah yang terletak di daerah pesisir.

Desa Sei Nagalawan sendiri jugalah daerah yang paling jauh dari Ibu Kota Kecamatan Perbaungan. Untuk mata pencaharian masyarakatnya sendiri yang

terkhusus di Dusun III yang merupakan wilayah yang paling dekat dengan pesisir, banyak laki-lakinya yang berprofesi sebagai nelayan yang memanfaatkan hasil

laut untuk memenuhi kehidupannya.

Untuk perikanannya sendiri wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat budidaya ikan air tawar, maupun sawah yang dijadikan kolam untuk budidaya

ikan. Selain budidaya ikan air tawar di kolam air tenang, terdapat juga budidaya ikan di air deras yang terdapat di sungai, dan tak lupa pulak terdapat kolam

pancing di daerah Sei Nagalawan.

2.9. Sejarah Kelompok

Pada masyarakat yang tinggal diam di wilayah Desa Sei Nagalawan khusunya di Dusun III terdapat beberapa kelompok masyarakat yang dibuat ketika

ada bantuan yang diberikan baik dari Lembaga Swadya Masyarakat (LSM)/Non Goverment Organization (NGO) maupun dari pemerintah. Kelompok-kelompok dibuat karena salah satu syarat yang harus ada untuk mendapatkan bantuan ialah

sebuah kelompok. bantuan yang diberikan antara lain bibit mangrove, lahan pertanian, dan juga bibit ikan. Berikut ini nama-nama kelompok yang terdapat di

(20)

2.9.1. Muara Baimbai

Muara Baimbai merupakan nama gabungan dari dua kelompok yakni

kelompok laki-laki “kayu baimbai” dan juga kelompok perempuan „muara tanjung”. Muara baimbai saat ini sudah berbentuk menjadi badan koperasi

sehingga mempunyai badan hukumnya. Kayu Baimbai merupakan nama kelompok yang dipakai ketika awal mula berdirinya kelompok laki-laki pada

masyarakat nelayan di Kampoeng Nipah Sei Nagalawan. Kelompok nelayan ini didirikan oleh seorang warga masyarakat nelayan bernama Pak Sutrisno. Latar belakang kenapa kelompok ini dibuat yakni untuk membebaskan keterikatan

antara nelayan dengan toke. Keterikatan itu terjadi karena banyak nelayan yang tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri yang pada akhirnya tokelah

yang memfasilitasi atau membantu nelayan-nelayan yang tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri. Keterikatan yang dialami nelayan kepada toke ini membuat hasil tangkapan yang diperoleh nelayan harus dijual kepada toke yang

sebelumnya sudah membantu dia dalam penyediaan alat tangkap maupun perahu. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada toke dengan harga yang ditentukan

oleh tokenya sendiri. Hal ini membuat nelayan tidak dapat berbuat apa-apa dalam menentukan harga jualnya.

Banyak cara yang dilakukan kelompok untuk dapat melepaskan

anggota-anggota yang masih terikat dengan toke. Cara pertama yang dilakukan kelompok yakni dengan “infaq sotong”. Infaq sotong di sini maksudnya yakni setiap anggota

(21)

sotong untuk kas kelompok. Uang kas kelompok yang terkumpul kemudian digunakan untuk membebaskan anggota yang terikat dengan Toke.

Tahun 2010 kelompok nelayan yang sudah didirikan ini mendapatkan bantuan dari program pemerintah yakni PNPM Mandiri. Program yang didapat

kelompok dari pemerintah ini kemudian digunakan untuk membebaskan anggota-anggota kelompok yang masih terikat dengan toke. Setelah semua anggota-anggota mulai

terlepas dari keterikatan dengan toke, anggota-anggota sudah mempunyai perahu, jaring, penangkap gurita, dan jaring kepiting sendiri.

Setelah terlepas dari toke, anggota-anggota dapat menjual hasil

tangkapannya melalui kelompok sendiri yang kemudian dijual langsung kepada toke besar. Kelompok sendiri berjalan tidak semulus yang dibayangkan. Dalam

perjalanannya ada beberapa anggota yang keluar masuk karena tidak dapat terlepas dari toke. Beberapa anggota masih tergantung dengan toke karena ia sudah terbiasa dengan bantuan yang diterima oleh toke seperti alat tangkap.

Dalam perjalanannya kelompok nelayan laki-laki memiliki beberapa kegiatan yang dilakukan didalamnya seperti infaq sotong yang sudah dijelaskan

sebelumnya, ada juga yang namanya absensi nelayan, selisih harga, Simpanan Hasil Usaha (SHU) dan konservasi mangrove. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan anggota dalam menjual hasil tangkap, tabungan anggota, dan

juga untuk membuat uang kas kelompok yang semua itu akhirnya untuk kesejahteraan para anggota yang tergabung didalamnya.

(22)

dikumpulkan ke kelompok ini nantinya akan dipakai untuk merehap perahu, alat tangkap, maupun kebutuhan melaut lainnya. Tetapi, jika tidak ada keperluan maka

uang tersebut pun tidak diambil dan menjadi tabungan buatnya yang dapat diambil di waktu tertentu.

Kemudian ada yang namanya selisih harga. Selisih harga di sini maksudnya yaitu seperti harga hasil tangkapan yang dijual anggota kepada

kelompok sebesar Rp.80.000, tetapi kelompok membayar kepada anggota hanya sebesar Rp.78.000. Sisa Rp.2.000 ini yang dinamakan selisih harga yang kemudian dibuat menjadi tabungan untuk masing-masing anggota. Tabungan ini

nantinya akan diumumkan setiap bulannya kepada seluruh anggota.

Selanjutnya yakni Simpanan Hasil Usaha. Maksud dari Simpanan Hasil

Usaha (SHU) ini yaitu hasil tangkapan yang sudah dibeli kelompok kemudian dijual ke toke besar. Misalnya kelompok membeli hasil tangkap anggotanya sebesar Rp.80.000, kemudian kelompok menjual hasil tangkapan anggota kepada

toke besar menjadi Rp.100.000. Sisa sebesar Rp.20.000 digunakan kelompok untuk mengisi uang kas kelompok. uang ini digunakan untuk biaya operasional

kelompok.

Kegiatan yang terakhir yakni konservasi hutan mangrove. Konservasi hutan mangrove sendiri mulai dilakukan rutin sejak tahun 2004 sampai sekarang.

Konservasi hutan mangrove dilakukan kelompok laki-laki dan juga kelompok perempuan. Kegiatan ini dilakukan karena mulai tersadar akan pentingnya

(23)

tentang kelompok laki-laki. Di samping kelompok laki-laki, terdapat juga kelompok perempuan yang tidak lain merupakan istri-istri dari suami yang masuk

ke dalam anggota kelompok nelayan. Kelompok perempuan sendiri diketuai oleh istri dari ketua kelompok laki-laki yakni Buk Jumiati.

Kegiatan kelompok perempuan perempuan sangat berbeda dengan kegiatan yang dilakukan pada kelompok laki-laki. Kelompok laki-laki dalam

melakukan kegiatannya berorientasi pada hasil tangkap, sedangkan kegiatan kelompok perempuan awalnya hanya sebatas jual beli sembako. Kelompok perempuan yang diketuai Bu Jumiati ini diberi nama Muara Tanjung. Kelompok

ini didirikan pada tanggal 1 Oktober 2005. Kelompok ini mempunyai kegiatan lain yang di bawakan oleh Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), Non

Government Organization (NGO) maupun program pemerintah yang kemudian di buat pelatihan untuk ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Muara Tanjung. Pelatihan yang didapatnya antara lain pembuatan anyaman tikur purun, topi, dan

bentuk anyaman lainnya.

Kemudian kelompok Muara Tanjung ini sendiri juga mendapatkan

pelatihan tentang pembuatan sirup dan kerupuk melalui bahan baku mangrove. Berjalannya waktu ilmu yang didapat dalam pengelolaan sirup dan kerupuk itu mengalami modifikasi dikit demi sedikit yang akhirnya dapat dilihat hasilnya

sekarang ini yang dibuat oleh kelompok Muara Tanjung.

Selain kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan oleh kelompok perempuan

(24)

dapat digunakan oleh masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan kelompok Muara Tanjung.

Pada tahun 2012 kelompok-kelompok ini diberikan saran oleh pemerintah untuk membuat koperasi agar ada badan hukumnya. Kelompok laki-laki dan

perempuan yang sudah tergabung menjadi satu akhirnya membentuk sebuah koperasi yang bernama Muara Baimbai (gabungan antara nama Kayu Baimbai

dan Muara Tanjung). Koperasi ini sendiri dalam menjalankan fungsinya terdapat 4 macam jenis usaha:

1. Hasil Tangkap Nelayan

2. Pengelolaan ibu-ibu berbahan dasar mangrove 3. Simpan Pinjam (yang dulunya Credit Union) 4. Wisata Mangrove

2.9.2. Kelompok Maju Bersama

Kelompok Maju Bersama ketika awal dibentuk karena terdapat sebuah bantuan dari sebuah LSM yang sama seperti kelompok Muara Baimbai tentang

bibit mangrove. Untuk mendapatkan bantuan bibit pohon mangrove masyarakat di wilayah Sei Nagalawan membuat sebuah kelompok. Kelompok tersebut dibuat karena ada persyaratan yang harus dimiliki masyarakat kalau ingin mendapatkan

bantuan bibit pohon mangrove. Salah satu kelompok masyarakat di Desa Sei Nagalawan dibuat dengan nama Maju Bersama yang diketuai oleh seseorang yang

(25)

Pemuda Pancasila dan juga merupakan seorang kontraktor di wilayah Perbaungan bernama Pak Saiful.

Kelompok maju bersama ketika awal dibentuk hanya berkisar belasan orang dengan sebagian besar anggotanya saat ini yang berjumlah 60-an sudah

banyak yang tidak pergi melaut lagi. Banyak anggota dari kelompok maju bersama yang tidak melaut dikarenakan ada sebagian yang sudah bekerja di

perusahaan sebagai buruh, dan juga tentu sebagai pengelola tempat wisata pantai romantis.

Kelompok Maju Bersama tidak memiliki banyak kegiatan seperti

kelompok Muara Baimbai. Kelompok Maju Bersama dalam perjalanannya mengalami pasang surut dengan anggotanya yang tidak menentu. Kelompok Maju

Bersama mulai membuat kegiatan kelompok ketika melihat kelompok Muara Baimbai sangat maju dengan program-program yang dibuat oleh mereka. Kelompok Maju Bersama kemudian mulai membuat kegiatan pengolahan

mangrove menjadi beranekaragam jenis makanan baik kerupuk, sirup, maupun dodol.

2.10. Sejarah Mangrove Kampoeng Nipah

Awal mula luas lahan mangrove yang dikelola di kampoeng Nipah

berkisar 7 ha. Luas mangrove yang 7 ha didapat tidak begitu saja terjadi, tahun 2006 kelompok konservasi mangrove (Muara Baimbai) medapatkan SK dari Desa

(26)

di lahan-lahan yang masih kosong. Dengan mengacu pada SK Desa Sei Nagalawan Nomor :6/8/03/SN/2006 tentang Perlindungan Hutan Bakau,

kelompok terus-menerus menanam mangrove yang lama-kelamaan luas mangrovenya pun semakin bertambah yang pada akhirnya menjadi 7 ha.

Penanaman mangrove sendiri sebenarnya sudah dimulai atau dirintis sejak tahun 2004 yang digerakkan oleh sepasang suami istri yang bernama Pak Sutrisno

dan Bu Jumiati. Mereka berdua yang sehari-harinya di panggil Pak Tris dan Bu Jum mulai menanam lahan-lahan yang kosong di daerah-daerah pesisir. Ketika awal-awal suami istri ini menanam mangrove banyak cibiran maupun hinaan yang

dilontarkan oleh masyarakat yang melihat pekerjaan mereka. Kurangnya pengetahuan yang ada pada masyarakat membuat mereka berpikir apa yang

dikerjakan Pak Sutrisno dan Bu Jumiati tidak ada manfaatnya. Masyarakat masih berpikir menanam mangrove merupakan pekerjaan yang tabu atau sia-sia tidak ada hasil yang didapat.

Pak Tris dan Bu Jum lama-kelamaan mulai mengajak masyarakat yang lain untuk ikut serta menanam mangrove. Pak Tris dan Bu Jum kemudian berpikir

untuk membuat sebuah kelompok nelayan laki-laki dan juga kelompok perempuan. Kelompok itu diketuai oleh Pak Tris, sedangkan kelompok perempuan diketuai oleh Bu Jum. Kegiatan kelompok nelayan laki-laki awalnya

hanya seputar hasil tangkap nelayan seedangkan kelompok perempuan hanya seputar jual-beli sembako.

(27)

setiap bulannya dan membahas permasalahan-permasalahan yang anggota hadapi. Dalam pertemuan ini setiap anggota mengutarakan ide-ide atau gagasan-gagasan

keinginan mereka.

Sekitar tahun 92-an masuk sebuah Lembaga Swadya Masyarakat

(LSM)/Non Government Organization (NGO) bernama Wadah Pengembangan Alternatif Pedesaan (WPAP)22. LSM/NGO ini mengadakan pelatihan kepada

kelompok-kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya. Pada kelompok perempuan dibuat pelatihan pembuatan tikar purun dan juga topi purun. Sedangkankan pada kelompok laki-laki terdapat advokasi nelayan dalam

permasalahan Trawl23.

Ada sebuah program dari WPAP yang menjadi titik masuk dalam pengelolaan mangrove yakni “Mina Bakau”. Dalam program Mina Bakau ini

NGO WPAP menyewa sebuah lahan dan membagikannya kepada anggota-anggota kelompok untuk ditanami mangrove dan diberi bibit ikan. Tetapi waktu

itu banyak masyarakat yang belum mengerti apa manfaat dari mangrove sehingga banyak anggota yang tidak menanam mangrove di lahan yang telah dibagikan

untuk mereka. Luas lahan yang disewa NGO WPAP untuk masyarakat seluas 8 rante24.

Berawal dari mendirikan remaja mesjid Pak Tris mulai mengorganisir

masyarakat yang tinggal diam di daerah pesisr. Pak Tris kemudian mulai ikut serta dalam kegiatan-kegiatan NGO WPAP dan mengikuti pengkaderan anggota

22

Sebuah Lembaga Swadya yang bergerak dalam pengembangan masyarakat di Desa-Desa tertinggal dengan seorang tokoh didalamnya yang bernama Pak Sudarno.

23T awl e asal da i ahasa pe a is t ole da juga ahasa I gg is t aili g ya g a ti ya sa a

(28)

didalamnya. Setelah beberapa kali mengikuti kegiatan NGO WPAP, Pak Tris kemudian masuk ke dalam kepengurusan NGO WPAP dengan menjabat sebagai

koordinator program.

Menurut Pak Tris pengetahuan tentang hubungan mangrove dengan

nelayan, maupun nelayan dengan toke sudah tertanam dipikiran anggota ketika masa orang-orang tua mereka dan di modifikasi dengan pikiran-pikiran kelompok

Pak Tris yang merupakan generasi kedua setelah orang tua mereka sampai sekarang ini. Bedanya kalau dahulu pihak luar yang ingin merubah kesejahteraan masyarakat nelayan di sana, sedangkan kalau sekarang dalam masyarakat

sendirilah yang ingin merasakan perubahan. Sampai sekarang ini yang mengorganisir kelompok sebagian besar merupakan tokoh-tokoh yang dahulunya

ikut serta dalam pengkaderan WPAP seperti Pak Tris, Bu Jum, dan juga Pak Saini.

Pengetahuan Pak Tris tentang pengelolaan mangrove tidak didapatnya

dalam dunia formal yakni sekolah. Pak Tris mendapatkan pengetahuan itu semua di dalam NGO/LSM yang banyak membahas tentang hutan mangrove. Tahun

1994-1997 Pak Tris mengikutin pendidikan kader yang mana didalamnya Pak Tris mendapatkan banyak sekali ilmu, ilmu ini lah yang nantinya akan Pak Tris sampaikan ketika adanya pertemuan bulanan kelompok nelayan yang dibuatnya.

Ketika Pak Tris masuk dalam kepengurusan WPAP, terdapat banyak program yang dilakukan untuk proses pengkaderan anggota. Dalam proses

(29)

Peningkatan Sumber Daya Manusia)25. Kelompok ini dibangun oleh banyak LSM kecil yang terdapat di berbagai daerah di Sumatera Utara. Setiap LSM kecil

mewakilkan 2 orang kadernya untuk ikut serta dalam program K2PSDM.

Dalam perkembangannya Pak Tris setelah menikah tahun 2002 kembali ke

daerah Sei Nagalawan dan tinggal disana. Beliau kembali melaut untuk mencukupin kebutuhan sehari-harinya. Setiap harinya ia melakukan kegiatan yang

sama dan merasa hidupnya tidak ada perkembangan. Akhirnya ia mengumpulkan kawan-kawan ketika berada di LSM untuk membuat sebuah kelompok nelayan yang bernama Kayuh Baimbai dan kelompok perempuan bernama Muara

Tanjung.

Ketika awal-awal pendirian kelompok, kegiatan yang dibuat kelompok

masih tetap lancar dilakukan setiap harinya. Tetapi dalam perkembangannya kelompok laki-laki mengalami pemandekan atau kevakuman, sedangkan kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang setelah terbentuk

koperasi. Kelompok laki-laki mengalami kemandekan menurut Pak Tris karena pada waktu itu kelompok laki-laki masih tergantung pada pola pikir yang selalu

ke warung, dalam sehari seseorang dapat nongkrong di warung sebanyak 4 kali. Hal ini membuat tidak adanya interaksi yang terjadi dalam sebuah kelompok yang akhirnya membuat kelompok tersebut tidak berjalan semestinya. Sedangkan

kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang karena adanya interaksi yang sering terjadi diantara mereka. Kelompok perempuan masih sering

berjumpa untuk membicarakan agenda kelompok mereka.

25

(30)

Salah satu hal yang membuat kelompok Pak Tris bertahan sampai sekarang ini yaitu adanya rasa kekeluargaan, terjadi ikatan emosional diantara

mereka yang tergabung dalam kelompok ini. Ada 3 hal yang mereka anut dalam pengelolaan kelompok ini yaitu Keterbukaan, Kebersamaan, dan Keikhlasan.

Berikut hasil wawancara dengan Pak Tris;

“untuk membuat kelompok sampai seperti saat ini tidak mudah

dek, kami dulu diantara anggota masih banyak yang saling curiga, tidak percaya, apalagi waktu membahas soal dana pasti banyak yang menanyakan kemana saja dananya dipakai. Tapi kelompok saat ini sudah diantara anggota kelompok sudah saling mempercayai karena kami di sini mempunyai 3 prinsip yakni Keterbukaan, Kebersamaan, Keikhlasan. Ke-3 itu lah

yang kami praktekkan di kelompok sampai saat ini” (Hasil wawancara tanggal 14 Maret 2016)

Setelah program Mina Bakau berlangsung, Pak Tris mulai mengajak anggota-anggota kelompok untuk menanam mangrove di lahan-lahan kritis.

Lahan-lahan kritis ini merupakan lahan mangrove yang sudah rusak karena adanya pembuatan tambak udang besar-besaran di tahun 80-an. Setelah musim

tambak udang selesai sekitar tahun 90-an banyak lahan-lahan di pesisir pantai yang sudah tidak ada mangrovenya lagi. Lahan-lahan inilah yang dipakai kelompok untuk ditanami mangrove.

Bibit-bibit mangrove yang dipakai diambil kelompok dari daerah Langkat karena pada waktu itu mangrove yang terdapat di pesisir Sei Nagalawan sudah

(31)

Banyak lembaga-lembaga yang ikut serta dalam proses pengelolaan mangrove pada saat itu diantaranya JALA (Jaringan Advokasi Nelayan Sumatera

Utara)26, yayasan KeKar (Kekuatan Ekonomi Rakat) yang memberi bibit mangrove, bebek, dan mengadakan pelatihan bagaimana beternak, P3MN (Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan)27 yang mengadakan pelatihan kepada kelompok, mangement, pengetahuan mangrove, penanaman

mangrove dan pemberian bibit.

Tahun 2009 kelompok mulai mempromosikan keluar dengan memperkenalkan hutan mangrovenya kepada pemerintah setempat. Pada tahun

2009 juga kelompok sudah mulai mendesain wisata mangrove dan menyebarluaskan informasi ini kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

atau dinas pemerintahan setempat. Setelah memperkenalkan wisata mangrove ini kepada pemerintah dan mengundangnya untuk melihat ketika kelompok melakukan penanaman mangrove. Akhirnya pemerintah memberikan bibit

mangrove yang banyak tersimpan di kantor tadinya kepada kelompok Pak Tris. Ketika waktu itu kelompok Pak Tris berpikir dalam pengelolaan wisata

mangrove memerlukan dukungan dari pemerintah, karena yang diolahnya merupakan kegiatan formal yang bakalan ada ikut serta pemerintah didalamnya.

26

Lembaga Swadya Masyarakat JALA di bentuk oleh beberapa orang termasuk ketua kelompok muara baimbai untuk mengadvokasi kegiatan-kegiatan nelayan. Di dalam LSM terdapat banyak tokoh seperti Pak Edi Suhartono, Kak Aida, dan Bang Saruhum.

27

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan (P3MN) adalah Organisasi Non Pemerintah yang didirikan oleh sejumlah aktivis di Sumatera Utara pada tanggal 12 Juli 1996. LSM ini memperjuangkan nelayan sebagai bagian penting dalam pembangunan bangsa dengan

(32)

Sehingga kelompok Pak Tris mencoba untuk membina hubungan yang baik dengan dinas-dinas terkait dan membina kerja sama. Salah satu dinas yang bekerja

sama dengan kelompok yakni Balai Mangrove.

Tahun 2011 kelompok muara baimbai mulai mendesain bagaimana wisata

mangrove yang akan dibuat. Ketika tahun 2011 terdapat sebuah perlombaan yang diadakan oleh British Council28. Pak Tris sendiri diberi tahukan informasi tentang perlombaan tersebut dari temannya yang berada di Medan. Kelompok ini lolos untuk tahap berikutnya tetapi karena keterlambatan informasi yang diterima kelompok ini gagal untuk ikut tahap berikutnya.

Periode berikutnya kelompok muara baimbai mengikuti lagi dan lolos tahap demi tahap dengan pemaparan proposal yang dipersentasikan oleh Pak Tris

di Jakarta. Setelah masuk 12 besar, wisata mangrove yang didirikan kelompok Pak Tris dikunjungin oleh panitia perlombaan dan akhirnya setelah pengumuman kelompok ini pun menang dan berhak mendapatkan uang sebesar 100 juta.

Uang yang didapat ketika memenangkan perlombaan itu dipakai untuk membangun aula dan juga pondok-pondok di sepanjang pesisir wisata mangrove

yang kelompok buat. Setelah itu mulailah kelompok mempromosikan wisata mangrove ke dinas-dinas maupun ke sekolah-sekolah. Kelompok ini menawarkan wisata yang berbeda dengan tempat wisata-wisata lainnya. Di wisata mangrove

diberikan juga tentang edukasi mangrove bagaimana manfaat mangrove, sejarahnya, dan banyak ilmu lainnya seputaran pengetahuan tentang mangrove.

28

(33)

Pada tahun 2011 mulai gencarnya wisata mangrove ini di promosikan ke masyarakat luas dengan bekerja sama dengan travel. Awalnya keuntungan

kelompok diperoleh dari guide dan penyediaan makanan dari wisatawan yang dibawak oleh pihak travel tadi. Pada tahun 2014 mulai lah berlaku pengutipan

tiket masuk tempat wisata.

Wisata mangrove ini dikelola secara kolektif tidak perorangan. Untuk

pembagian kerja sendiri sudah dibagi setiap harinya, untuk gaji laki-laki di bagi setiap harinya, sedangkan gaji perempuan akan dibagi ketika lebaran idul fitri mau tiba. Di sekitaran pesisir pantai timur sumatera yang berada di Kabupaten Serdang

Bedagai terdapat 14 macam lokasi wisata yang ada dan salah satunya wisata mangrove yang terdapat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,

Kabupaten Serdang Bedagai. Wisata mangrove sendiri masuk kedalam 5 besar penghasil Pendapatan Daerah dari tempat wisata. Dengan umur tempat wisata yang belum terlalu lama wisata mangrove dianggap berhasil dalam peningkatan

pendapatan daerah.

Dengan keberhasilan yang dicapai wisata mangrove banyak pengusaha

objek wisata yang mulai belajar dari keberhasilan tempat wisata ini. Para pengusaha datang ke wisata mangrove dan belajar bagaimana membuat konsep wisata maupun management yang baik.

2.11. Keanekaragaman Mangrove di Kawasan Ekowisata

(34)

menjadi instrumen penting atau dapat dikatakan menjadi faktor utama berkembangnya ekowisata yang terdapat di Desa Sei Nagalawan. Tumbuhan

mangrove menjadi icon tersendiri untuk Desa Sei Nagalawan karena keberadaannya yang banyak dijumpai di sepanjang aliran sungai maupun pesisir

pantai yang menghadap Selat Malaka.

Mangrove yang tumbuh subur di Desa Sei Nagalawan merupakan

mangrove yang tumbuh dari hasil budidaya sehingga tidak terlepas dari adanya campur tangan manusia. Masyarakat di Desa Sei Nagalawan dalam memperoleh pengetahuan tentang mangrove tidak didapat dari bangku sekolah melainkan dari

orang-orang yang pernah ikut serta dalam kegiatan pengelolaan mangrove yang diadakan oleh NGO maupun LSM. Pengetahuan yang didapat terus-menerus

dipraktekkan dalam lapangan dengan menanami mangrove di pesisir pantai maupun di sepanjang aliran sungai yang mangrovenya rusak karena terkena abrasi maupun penebangan liar yang kayunya dibuat menjadi arang. Bibit mangrove

ditanami terus-menerus oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan yang kemudian semakin berkembang menjadi kawasan hutan mangrove, tempat ini lah yang cikal

bakal menjadi ekowisata mangrove.

Untuk tumbuhan mangrove terdapat berbagai macam jenis yang tumbuh subur di tanah Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat atau memiliki 89 jenis

tumbuhan mangrove, dari 89 jenis terdapat 35 jenis pohon, 5 jenis tema, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, 9 jenis perdu, dan 2 jenis parasit. 89 jenis mangrove tersebar

(35)

2.11.1. Jeruju (Acantus Ilicifolius)

Mangrove jenis jeruju merupakan jenis yang paling banyak dapat dilihat di

wilayah Sei Nagalawan tepatnya di pesisir Kampoeng Nipah. Mangrove jenis jeruju dapat tumbuh sampai 2 meter dengan batang yang cukup kuat. Mangrove

jeruju tidak memiliki banyak ranting, dengan memiliki permukaan daun yang halus tetapi dikedua sisinya terdapat duri-duri.

Mangrove jenis jeruju menghasilkan bunga yang berwarna agak biru keungu-unguan serta agak berwarna putih. Sedangkan untuk tangkai jenis jeruju ini agak panjang yang ukurannya berkisar 5-20 cm. Bunga yang tumbuh dijeruju

ini nantinya bakal menghasilkan buah yang berbentuk seperti melinjo. Mangrove jenis jeruju ini banyak sekali dimanfaatkan untuk makanan.

Selain sebagai bahan makanan yang dapat memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, mangrove jenis jeruju ini juga memiliki nilai dari sisi kesehatan seperti dapat dimanfaatkan sebagai pembersih darah, gigitan ular, rematik, serta

mengatasi gangguan cacing dalam proses pencernaan dalam tubuh.

2.11.2. Nipah (Nypa Fruticans)

Jenis mangrove yang satu ini biasanya tumbuh besar secara berumpun atau berkelompok. Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan

(36)

dengan banyak nama lain seperti daon-daonan (Jawa), buyuk (Bali), bhunyok (Manado), bobo (Tidore), boboro (Halmahera).29

Mangrove jenis Nipah bentuknya seperti rumbia (Metroxylon spp), batang pohon nipah menjalar ketanah, batangnya membentuk rimpang yang terendam

oleh lumpur. Sedangkan untuk daunnya muncul di atas permukaan tanah, sehingga banyak orang akan mengira mangrove jenis nipah ini tidak mempunyai

batang karena tidak terlihat. Untuk akarnya sendiri berbentuk serabut yang dapat tumbuh mencapai panjang 13 m. Karena bentuk akarnya yang seperti serabut dan berada di dalam lumpur maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air

sampai kearah laut lepas.

Tinggi tanaman nipah ini dapat mencapai 4-9 meter. Daunnya seperti daun

kelapa dan sering digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan atap rumah seperti atap rumbia. Anak daun nipah berbentuk seperti pita memanjang dan meruncing dibagian ujung, memiliki tulang daun yang disebut lidi (seperti pada

daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda

berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap batang mencapai 25-100 helai. Mangrove jenis nipah ini juga menghasilkan buah yang berbentuk bulat. Buah yang dihasilkan berwarna coklat dan serta memiliki

biji dalam tiap buah yang dihasilkan.

Nipah tumbuh dibagian belakang hutan bakau, terutama di pinggiran aliran

sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Nipah sendiri dapat tumbuh di wilayah

(37)

yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat yang sesuai, tegakan

nipah membentuk jalur yang tidak terputus di belakang lapisan hutan bakau. Untuk pemanfaatannya nipah dapat digunakan untuk membuat atap rumah

yang daya tahannya berkisar antara 3-5 tahun. Daun nipah juga dapat dimanfaatkan menjadi kerajinan seperti anyaman topi, tikar, dan aneka keranjang

anyaman. Nipah sendiri juga dapat dimanfaatkan menjadi gula yang tidak kalah rasanya dengan gula yang berbahan baku tebu. Beberapa naskah lama juga menyebutkan juga bahwasannya daun nipah digunakan sebagai alat tulis,

bukannya daun lontar. Hal ini diperkuat hasil wawancara dengan Pak Idris. “...Daun nipah dulunya dipakai juga sebagai alat tulis pada

masa sebelum kertas ada nak....” (wawancara tanggal 13 April 2016)

2.11.3. Siapi-api Hitam (Avicennia Alba)

Untuk mangrove jenis siapi-api hitam ini paling banyak tumbuh di pesisir

kawasan hutan mangrove yang dijadikan tempat wisata di daerah wilayah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Mangrove jenis ini sendiri merupakan mangrove yang dijadikan kembali sebagai bibit untuk

ditanam di daerah-daerah pesisir yang belum ada ditanamin mangrove. Pohon mangrove jenis siapi-api memiliki akar yang bercabang, akar ini mengelilingi

(38)

Mangrove jenis siapi-api ini tumbuh besar bisa mencapai ketinggian 20 meter. Pohon mangrove jenis ini tumbuh dengan menghasilkan banyak daun pada

setiap cabangnya, untuk buah yang dihasilkan jenis mangrove ini seperti kacang yang memanjang. Pohon ini jika dilihat dari kesat mata seperti hutan mangrove

yang padat dan rapat-rapat karena penyebarannya yang banyak ditambah dengan ketinggian pohon-pohonnya. Kulit kayunya berwarna keabu-abuan atau

kecoklatan. Daun siapi-api memiliki permukaan halus dengan bagian atas hijau mengkilat. Bunga yang dihasilkan seperti trisula yang bergerombol hampir diseluruh ruas tandan. Secara ekologis, mangrove jenis ini hidup pada habitat

rawa dilokasi pantai yang terlindung.

2.11.4. Perepat (Sonneratia Alba)

Perepat atau pidada putih (Sonneratia Alba) adalah sejenis pohon penyusun hutan bakau. Pohon berbatang besar ini sering didapati di bagian hutan

yang dasarnya berbatu karang atau berpasir, langsung berhadapan dengan laut terbuka.30

Pohon jenis mangrove ini selalu hijau, gundul karena tidak berambut atau banyak cabang, dengan baertajuk melebar, tinggi pohon jenis mangrove ini bisa mencapai 3-15 meter, tetapi untuk maksimal pohon mangrove jenis ini dapat

tumbuh sampai ketinggian 20 meter. Untuk warna kulit pohon atau kulit batang berwarna krem hingga cokelat, dengan adanya retak-retak halus mendatar. Akar

(39)

napas pohon jenis mangrove ini tebal dan muncul berupa kerucut-kerucut runcing agak tebal, hingga 25 cm tingginya.

Kayu dari jenis mangrove ini sangat bagus untuk digunakan sebagai pondasi bangunan jika membuat bangunan seperti gubuk di daerah yang terendam

air. Kayu perepat berkualitas sedang. Kayu ini awet dalam air laut, tidak mudah belah dan menahan pasak dengan baik, sehingga acap kali dipakai untuk geladak,

rusuk dan siku-siku perahu. Perepat juga menghasilkan buah dengan berwarna kehijauan. Buah yang dihasilkan dinamai sebagai buah pedada dan bisa dimanfaatkan sebagai olahan makan dan salah satunya dapat dimanfaatkan

sebagai sirup mangrove pedada. Pohon mangrove jenis perepat ini tidak dapat menghasilkan buah setiap saat, buah akan dihasilkan di waktu-waktu tertentu atau

dapat dikatakan ada musimnya dimana buahnya akan tumbuh.

Untuk proses penanaman maupun pembibitan pohon mangrove jenis perepat ini dapat dengan mengumpulkan buahnya yang sudah tua dan jatuh dari

Gambar

Gambar 2.1: Peta wilayah Desa Sei Nagalawan Sumber: Dokumentasi KSU Muara Baimbai (Wisnu, 2015:23)
Gambar 2.2 Citra Wilayah Pesisir Desa Sei Naga Lawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2012 Sumber: Google Earth, 2014

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (2); (3); (4); dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Demikian Berita Acara ini dibuat dengan penuh rasa ranggung jawab, untuk dijadikan pedoman, untuk dilaksanakan dan dipergunakan sebagaimana mestinya5. PANITIA

Guna keperluan pembuktian kualifikasi, diharapkan Saudara membawa semua Dokumen Penawaran yang di Upload ke LPSE, data dan informasi yang sah dan asli, termasuk

Badan Pusat Statistik, 2008, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan,

Hasil penelitian menunjukan bahwa Proses belajar terjadi peningkatan rata – rata skor 45 pada pra siklus menjadi 44 pada siklus 1 atau meningkat 6 atau 9 %

Dari mana anda mendapatkan informasi mengenai tentang adanya Program KPS di tempat anda.. Apakah ada diadakan sosialisasi mengenai Kartu Perlindungan Sosial (KPS) oleh aparat

Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta

Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh konformitas yang terjadi pada remaja putri di lakukan hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau