• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi dan Gangguan Tidur Pada Remaja di SMA Negeri 1 Kota Padang Panjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi dan Gangguan Tidur Pada Remaja di SMA Negeri 1 Kota Padang Panjang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

2.1.1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah ekspresi keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan

zat gizi tertentu atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam

seluruh tubuh (Supariasa, 2002).

2.1.2. Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi Status Gizi dibagi menjadi empat, yaitu :

a. Gizi berlebih, termasuk overweight dan obesitas b. Gizi baik

c. Gizi kurang, termasuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM (Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk, termasuk severe PCM, marasmus, marasmik-khwasiorkor, dan kwashiorkor.

2.1.3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi terbagi atas dua, yaitu :

A. Pemeriksaan Langsung, yang terdiri dari:

1) Antropometri

Pengukuran antropometri relatif sering digunakan karena prosedurnya

yang sederhana,aman, dapat dilakukan pada jumlah sampel yang besar,dan

hasilnya mudah disimpulkan karena memiliki ambang batas (cutt off point) dan buku rujukan yang sudah pasti.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkatt umur dan

tingkat gizi. Berbagai jenis parameter ukuran tubuh antara lain BB/U,

(2)

5

2) Biokimia

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan menggunakan spesimen

jaringan tubuh(darah, urine, tinja, fungsi hati, dll) yang diuji secara

laboratorium terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin,

glukosa, dan kolesterol. Pemeriksaan biokimia bertujuan mengetahui

kekurangan gizi spesifik.

3) Klinis

Pemeriksaan dilakukan pada jaringan epitel permukaaan seperti kulit,

mata, rambut, dan mukosa oral. Pemeriksaan klinis bertujuan mengetahui

status kekurangan gizi dengan melihat tanda-tanda khusus.

4) Biofisik

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi serta

perubahan struktur jaringan tertentu.

B. Pemeriksaan Tidak Langsung, yang terdiri dari :

1) Survey Konsumsi Makanan

Penilaian konsumsi makanan dilakukan dengan wawancara kebiasaan

makan dan perhitungan kalori konsumsi makanan sehari-hari. Tujuan

penilaian ini adalah mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan gizi.

2) Statistik Vital

Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisis data kesehatan seperti angka

kematian, kesakitan yang terkait dengan masalah gizi. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk menemukan indikator tidak langsung status gizi

masyarakat.

3) Faktor Ekologi

Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediaan makanan yang

dipengaruhi oleh faktor ekologi (iklim, tanah, irigasi, dll). Faktor-faktor

ekologi tersebut perlu diketahui untuk menganalisa penyebab malnutrisi

(3)

6

2.1.4. Pengukuran Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.

Kombinasi dari beberapa parameter disebut indeks antropometri; TB/U , BB/U,

BB/TB, dan IMT/U. Akan tetapi dalam penilaian status gizi anak dan remaja 5-19

tahun bisa digunakan BMI/U dengan ajuan baku WHO-NCHS 2007.

Indeks Massa Tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan dan

praktis untuk mengukur populasi berat badan lebih dan obesitas. Pada remaja dan

anak-anak pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena seiring dengan

pertambahan umur terjadi perubahan komposisi dan densitas tubuh .Tetapi

pengkuran IMT tidak bisa dilakukan pada pasien dengan keadaan khusus, seperti

adanya edema, asites, dan hepatomegali.

IMT = Berat Badan (kg)

(Tinggi Badan X Tinggi Badan )

Dalam menginterpretasikan hasil pengukuran indeks antropometri,

diperlukan ambang batas(cutt of points) dan baku rujukan yang sudah pasti. Ambang batas disajikan dalam dua cara, yaitu :

a. Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi(WHO-NCHS

atau CDC-2000), yang dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar

daripada nilai persentase kelompok populasi.

(4)

7

b. Z-score : deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi

dengan simpangan baku papulasi referensi.

Z-score = nilai IMT yang diukur – Median nilai IMT(referensi)

standar deviasi referensi

Tabel 2.1. Klasifikasi status gizi menurut WHO berdasarkan IMT/U Nilai Z-score Klasifikasi

z-score > +2 Obesitas

z-score > +1 Overweight

-2 < z-score < +1 Normal

-3 < z-score < -2 Kurus

z-core < -3 Sangat kurus

Tabel 2.2. Klasifikasi status gizi menurut Menkes RI 2010 berdasarkan IMT/U

Nilai Z-score Klasifikasi z-core > +2 Obesitas

+1 < z-score < +2 Gemuk

-2 < z-score < +1 Normal

-3 < z-score < -2 Kurus

z-core < -3 Sangat kurus

2.2. Konsep Tidur 2.2.1. Definisi

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut tidak dapat

dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

.Tidur memiliki fungsi untuk memulihkan keseimbangan alami di antara

pusat-pusat neuron dan saat proses tidur, otak berangsur-angsur menjadi kurang

responsif terhadap rangsangan visual, auditori, dan rangsangan lingkungan

(5)

8

2.2.2. Siklus Tidur

Stadium tidur pada manusia ditentukan berdasarkan karakteristik dari

pemeriksaan polysomnography yang mencakup pemeriksaan electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG), dan electromyogram (EMG) yang diukur sekaligus sebagai parameter electrophysiologic. Berdasarkan

profil polysomnographic, stadium tidur dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Non-Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM disebut juga tidur gelombang lambat, karena gelombang otak

yang ditunjukan sangat kuat dan frekuensinya lambat. Periode ini

menguasai 75-80% dari total tidur. Terdapat 4 tahap pada fase NREM, yaitu

a. Tahap I

Fase ini merupakan fase transisi dari keadaan bangun ke fase tidur yang

normalnya berlangsung antara 1-7 menit(3-8% total tidur) . Fase ini

ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa(8-13Hz) dan munculnya

gelombang teta (4-7 Hz) pada gelombang EEG. Pada EOG tidak tampak

kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan mata berputar yang

lambat dan terjadi penurunan potensial EMG (Barrett et al.,2010). Pada

fase ini, orang bisa dibangunkan dengan mudah oleh stimulus sensori.

b. Tahap 2

Fase ini berlangsung 10-12 menit dari tahap tidur dan merupakan fase

pertama dari true sleep, karena pada EEG mulai dijumpai gelombang delta pertama. Pada EEG tampak kumparan tidur atau sleep spindles dan kompleks K yang bersifat sementara. Komplek K adalah gelombang

disphasik(gelombang yang memiliki dua komponen, terdiri dari

gelombang negatif yang diikuti gelombang positif) dengan amplitudo

tinggi (>100V) dan durasi yang panjang (>200ms)yang keduanya berakhir

lebih dari 0.5detik. Sleep spindles adalah suatu gelombang yang berbentuk kumparan dengan frekuensi 12-14Hz, dan berlangsung meinimal 0,5detik.

Potensial EMG lebih rendah dari fase 1 (Barrett et al., 2010).

Tidak tampak gerakan cepat mata atau REM pada EOG tetapi ada sedikit

(6)

9

c. Tahap 3

Tahap 3 merupakan suatu periode menuju tidur dalam. Pada EEG

tampak adanya gelombang delta amplitudo tinggi (0,5-4 Hz), aktivitas

gerakan mata cepat atau REM tidak ada pada EOG, dan aktivitas EMG

menetap dengan potensial yang lebih rendah. Pada fase ini, suhu tubuh dan

tekanan darah menurun. Orang yang sudah berada di fase 3 biasanya sulit

untuk dibangunkan.

d. Tahap 4

Tahap 4 merupakan level paling tinggi dari tidur dalam. Gelombang

EEG didominasi oleh gelombang delta, tidak ada REM pada EOG, dan

potensial EMG rendah. Pada fase ini, metabolisme otak menurun secara

signifikan dan suhu tubuh juga menurun. Akan tetapi kebanyakan refleks

tubuh masih menetap dan tonus otot sedikit menurun.

2. Rapid Eye Movement Sleep(REM)

Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit, berlangsung selama

5-30menit dan durasi akan meningkat pada setiap siklus total tidur. Otak cenderung

aktif dan metabolismenya meningkat hingga 20%, sehingga ditemui peningkatan

denyut jantung, laju pernafasan, sekresi asam lambung, dan tekanan darah yang

berfluktuasi tidak teratur. Karakteristik lain dari fase ini adalah terjadi mimpi yang

penuh warna dan tampak hidup (Ganong,Ed.22).

Pada EEG tampak gelombang dengan frekuensi campuran dan amplitudo

rendah yang serupa dengan fase 1 dari NREM sleep. EOG memperlihatkan adanya gerakan mata cepat atau REM serupa dengan yang terlihat pada kondisi

bangun dengan mata terbuka. Oleh karena itu, REM sleep disebut juga dengan paradoxical sleep. Selain itu, aktivitas pada EMG juga tidak ada sehingga terlihat atonia otot pada fase ini.

Dipaparkan bahwa 50% tidur bayi, 35% tidur anak, dan 25% tidur orang

(7)

10

Tidur nokturnal normal pada orang dewasa umumnya sekitar 7-8 jam dan

konstan setiap malam. Setelah inisiasi tidur, biasanya tidur dimulai dari NREM

sleep fase 1-3 dalam 30 menit. Stadium pada NREM sleep fase 4 harus berbalik terlebih dahulu ke fase 2 NREM sleep sebelum memasuki fase REM sleep membutuhkan waktu + 20menit. Dalam 1 periode tidur nokturnal, terdapat 3-5 episode REM sleep yaitu sekitar 90-120 menit. Episode pertama dari REM sleep biasanya berlangsung selama 10-20 menit. Kemudian setelah episode REM sleep berakhir, maka fase tidur akan kembali lagi ke fase NREM sleep. REM sleep akan muncul setiap 90 menit dan biasanya episode terakhir REM sleep berlangsung lebih lama yaitu sekitar 50 menit.

Gambar 2.2. Siklus Tidur REM dan NREM (Potter,2005)

2.2.3. Regulasi Siklus Bangun Tidur

Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang

disebut Reticular Activity System di midbrain. Bila aktivitas Reticular Activity System

ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular

Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas

Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas

neurotransmitter, yang dilepaskan oleh formatio reticularis di midbrain seperti :

Tahap pra-tidur

NREM tahap 3 NREM tahap 3

NREM tahap 2 NREM tahap I

REM sleep

(8)

11

a.Serotoninergik

Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini

terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, terdapat hubungan aktivitas serotonine di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

b.Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan

sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron

noradrenergik(misalnya amfetamin) akan menyebabkan penurunan yang

pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

c.Sistem kolinergik

Pada obat-obatan yang menghambat pelepasan kolinergik pada locus

cereleus , akan tampak gangguan pada fase awal dan penurunan fase REM.

Perangsangan pada formasio retikularis midbrain dan hipotalamus posterior menghasilkan keadaan bangun akibat pelepasan histamin, adrenalin,

serotonin, dan penurunan asetilkolin. Sementara untuk menghasilkan tidur

diperlukan perangsangan pada hipotalamus anterior dan daerah di sekitar basal

forebrain dan melepaskan GABA.

Irama sirkadian siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari terang

dan tidur sepanjang hari gelap. Stimulasi cahaya terang akan masuk ke melalui mata

dan mempengaruhi bagian hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic

(NSC). Pada malam hari, NSC akan merangsang pelepasan hormon melatonin dari

parenkim kelenjar pineal, sehingga orang mengantuk dan tertidur. Kadar melatonin

yang meningkat dalam darah akan mempengaruhi penurunan temperatur badan dan

relaksasi saat tidur (Rahayu,2009).

Sintesis melatonin berasal dari serotonin melalui proses N-asetilasi dam

M-metilasi. Saraf simpatis yang menuju ke kelenjar pineal(nervii conari) juga mengatur

irama sirkadian sintesa melatonin melalui aktifitas N-asetyltransferase yang

(9)

12

dilepaskan ujung syaraf simpatis bekerja melalui reseptor B-adrenergik dan

meningkatkan siklik AMP, lalu mengaktifasi N-asetyltransferase. Konsentrasi

melatonin pada malam hari mengalami penurunan sesuai usia. Anak usia 1-3tahun

250pg/ml, remaja 8-15tahun 120pg/ml, dewasa 70pg/ml, dan orang tua 67-84tahun

30pg/ml (Ganong, Ed.22).

2.2.4. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan

mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat (Kozier, Erb 2004 dalam

Agustin 2012). Tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,

perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Menurut Hidayat (2006),

kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda

kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda

kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah

ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.

a. Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,

konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang

berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang

perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual

dan pusing.

b. Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan,

malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan

ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan

pertimbangan atau keputusan menurun.

Kualitas tidur seseorang dapat dinilai secara objektif melalui PSG, yang

didasarkan pada rekaman EEG sehingga dapat memberi informasi lengkap

tentang siklus tidur-bangun dan aktigrafi(ACG), yang menggunakan peralatan

(10)

13

Pemeriksaan PSG sebagai instrumen diagnosis untuk penelitian

epidemiologi tentang gangguan tidur memiliki beberapa kelemahan. Pertama,

peralatan tidak praktis. Kedua, skoring PSG tergantung penilaian subjektif dari

rekaman EEG dan ketimpangan inter-informan. Ketiga, PSG umumnya dilakukan

pada laboratorium tidur, sehingga memungkinkan timbul bias dalam menilai

kualitas tidur.

Kelemahan ACG adalah kurang peka untuk menilai keadaan terjaga,

beberapa subjek yang mengalami kesulitan dalam inisiasi tidur yang berbaring

dengan tenang di atas tempat tidur, terjadi misinterpretasi ACG menilainya

sebagai keadaan tidur. Kelemahan lain adalah gerakan malam hari yang dapat

salah interpretasi sebagai keadaan terjaga. Sehingga, ACG tidak diindikasikan

sebagai pemeriksaan diagnosis rutin pada setiap gangguan tidur (Tanjung,2004).

Penilaian kualitas tidur secara subjektif dapat menggunakan kuesioner. Dan

merupakan instrumen effektif dalam penelitian epidemiologi. The Pittsburg Sleep Quality Indeks(PSQI) dapat menilai kualitas tidur, pola tidur, dan membedakan tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan tujuh komponen :

latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, effisiensi kebiasaan tidur, penggunaan

obat tidur, dan gangguan fungsi tubuh pada siang hari. (Kulnert,2007 dalam

Agustin 2012)

2.2.5. Gangguan Tidur

Terdapat 3 kategori utama dalam Diagnostic and Statistical Mental Disorders 4th ed (DSM-IV): (1) gangguan tidur primer, (2) gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain, dan (3) gangguan tidur lain,

khususnya gangguan tidur karena kondisi medis umum dan obat (Kaplan, 2010).

Klasifikasi gangguan tidur menurut DSM IV :

1. Primary sleep disorder, terdiri dari : a. primary insomnia

b. primary hipersomnia c. narcolepsy

(11)

14

e. Circadian rhythm disturbance f. Unspecified dyssomnia

2. Parasomnia, terdiri dari :

a. Nightmares b. Sleep terors c. Sleep walking

d. Undefined parasomnia

3. Sleep disorder related psychiatric disorder

4. Sleep disorder related medical condition and drugs abuse.

Secara umum terdapat 4 gejala utama yang menandai sebagian besar

gangguan tidur, yakni:

1) Insomnia, adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur.

2)Hipersomnia, adalah jumlah jam tidur yang berlebihan dan

mengantuk(somnolen) yang berlebihan di siang hari. Istilah somnolen

ditujukan kepada pasien yang mengeluhkan rasa mengantuk dan memiliki

kecendrungan untuk jatuh tertidur secara tiba-tiba pada keadaan terjaga.

Narcolepsy adalah salah satu gangguan tidur yang menimbulkan hipersomnia. 3) Parasomnia, yaitu fenomena yang tidak umum dan tidak diinginkan yang

tampak secara tiba-tiba selama tidur atau yang terjadi pada ambang antara

bangun dan tidur. Parasomnia biasanya terjadi pada tahap 3 dan 4 tidur NREM,

sehingga dikaitakan dengan ingatan buruk mengenai gangguan ini.

4) Gangguan jadwal tidur-bangun, gangguan ini melibibatkan pergeseran tidur

dari periode sirkadian yang diinginkan. Di sini penderita tidak dapat tidur saat

mereka ingin tidur walaupun mereka dapat tidur pada waktu lain. Dan mereka

tidak dapat bangun ketika mereka ingin benar-benar bangun, tetapi mereka

dapat bangun di waktu lain. Gangguan jadwal tidur-bangun dapat dianggap

(12)

15

2.2.6. Gangguan Tidur yang Terkait dengan Pernafasan

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan tidur yang terkait dengan pernafasan :

1. Penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau

insomnia, yang disebabkan oleh sindrom apnea tidur obstruktif atau sentral

dan sindrom hipoventilasi alveolar sentral.

2. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain dan

tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat, atau keadaan

medis umum lain (selain gangguan terkait pernafasan).

Gangguan pernapasan saat tidur atau lebih dikenal dengan nama Sleep Disorder Breathing (SDB) menggambarkan abnormalitas respirasi selama tidur. SDB terjadi jika ada episode berulang penghentian aliran udara (apnea) atau penurunan aliran udara (hypopnea) selama tidur disertai dengan adanya fragmentasi tidur, sering terbangun, dan penurunan saturasi oksigen

(Marcus,2012).

Gizi lebih merupakan salah satu faktor risiko untuk mencetuskan SBD,

terutama OSA. Penelitian yang dilakukan Verhulst et al (2006) menemukan prevalensi OSA pada obesitas adalah 16% dan 41% pada pasien overweight. Pada obesitas terjadi akumulasi lemak di daerah leher, lidah, ataupun di struktur saluran

nafas atas (Yuan,2013). Sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas atas,

hal ini menimbulkan mendengkur(snooring) saat tidur. Jika penyempitan saluran nafas terus terjadi secara progresif, ini akan menimbulkan OSA (Downey,2010).

Gejala-gejala OSA dapat dibagi menjadi dua garis besar, yaitu gejala yang

timbul pada saat tidur (Nocturnal Symptoms) dan gejala yang timbul pada siang hari (Daytime Symptoms).

Nocturnal Symptoms terdiri dari: mendengkur(snooring) yang kuat, terjadi sehari-hari, dan mengganggu orang di sekitarnya; apnea/hypopnea, biasanya pada saat akhir dengkuran; rasa tercekik, gejala ini yang membuat pasien sering

terbangun dari tidur; nokturia; insomnia; tidur tidak nyenyak, oleh karena sering

(13)

16

Daytime Symptoms terdiri dari: rasa lelah saat bangun tidur; sakit kepala di pagi hari;rasa mengantuk berlebihan di siang hari/Excessive Daytime Sleepiness (EDS); rasa lelah di siang hari; defisit kognitif; gangguan memori dan intelektual;

penurunan kewaspadaan; perubahan mood dan kepribadian (seperti depresi dan

ansietas); disfungsi seksual; gastroesophageal reflux; hipertensi (Welch,2008) SDB memiliki suatu spektrum perjalanan penyakit dari mendengkur

menjadi obesity hypoventilation syndrome. Obesity hypoventilation syndrome merupakan gangguan pernapasan saat tidur atau SDB yang paling berat dan

dikarakteristik dengan chronic alveolar hypoventilation, obesitas, daytime hypercapnia (PaCO2 >45mmHg). Hal ini dapat bermanifestasi menjadi hipertensi pulmonar dan gagal jantung kanan (Welch, 2008).

2.2.7. Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur

Pengaruh obesitas dalam pola tidur sangat terlihat pada pasien OSA,

karakteristik pola tidurnya dijumpai penurunan effisiensi tidur, penurunan fase

REM dan slow wave sleep (tahap 3 dan 4 fase NREM), peningkatan light sleep (tahap 1 dan 2 fase NREM) serta EDS. Hipotesis beberapa peneliti menyebutkan

efek ini timbul karena peningkatan sitokin seperti interleukin-6 dan tumor necrosis factor-a dalam serum pasien obesitas. Dan ada mekanisme lain yang disebutkan yaitu obesitas menginduksi gangguan siklus sirkadian; leptin dan

melatonin (Antczak,2008). Melatonin juga berperan dalam regulasi energi dan

berat badan, pada orang yang memiliki kelebihan berat badan dijumpai penurunan

melatonin, yang berkorelasi dengan peningkatan lemak visceral dan gangguan

tidur (Mateos,2007). Marcus et al menjelaskan bahwa 36% anak dan remaja yang obesitas ditemui kelainan pada pemeriksaan polysomnography(PSG), 24% di dalamnya menderita OSA. Hal ini menunjukan korelasi positif antara obesitas

dan OSA.

Pada penelitian yang dilakukan Zimberg et al (2011), menjumpai hubungan antara variabel antropometri dan pola tidur. Menemukan korelasi positif pada

(14)

terbangun-17

bangun tengah malam dengan BMI. Penelitian tersebut menyimpulkan semakin

tinggi deposit lemak tubuh akan meningkatkan risiko gangguan tidur.

Rao et al (2009) dalam penelitiannya menunjukan hubungan peningkatan BMI dengan pola tidur. Pasien yang memiliki BMI 27,4 kg/m2 memiliki fase

slow wave sleep(SWS) yang lebih rendah dibandingkan mereka yang memiliki BMI 26,8kg/m2. Pasien dengan SWS yang rendah akan mendapatkan risiko

menjadi obese 1.4 kali. Dengan demikian, terdapat hubungan dua arah antara pola

Gambar

Gambar 2.1 Kurva perbandingan CDC 2000- WHO 2007
Gambar 2.2. Siklus Tidur REM dan NREM (Potter,2005)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem pengendali konvensional dan pengendali digital digunakan sinyal analog/ kontinyu dan sinyal diskret.Sinyal kontinyu adalah sinyal yang nilainya dapat

Semua Orang Laut generasi pertama di Bentam yang saya temui menyebutkan Soentaram—petinggi Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) dan pensiunan pejabat Kantor Bea

Gringsing APBD 22-Jan-14 12-Mar-14 11-Feb-14 15-Aug-14 14. JUMLAH

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember.. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

Penulisan ilmiah ini menjelaskan pembuatan aplikasi informasi Rumah Sakit Ananda Bekasi dengan menggunakan PHP sebagai skrip yang akan mengolah dan memproses data secara interaktif

[r]

[r]

Apalagi dengan adanya teknologi internet yang telah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dunia dan apalagi dapat digunakan untuk situs yang dapat menguji atau