• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pesantren Sebagai Sub Sistem Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Pesantren Sebagai Sub Sistem Pen"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pesantren Sebagai Subsistem Pendidikian Nasional

Oleh: Kelompok 4

A. Pesantren dan Historinya

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di negara ini, diakui ataupun tidak pesantren telah mendokumentasikan berbagai peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Sejak awal penyebaran agama Islam di Indonesia, pesantren merupakan saksi utama dan ikut andil sebagai sarana Islamisasi.

Perkembangan dan kemajuan masyarakat Islam Nusantara, tidak mungkin terpisahkan dari peranan pesantren. Pesantren dengan bermacam historisnya telah dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengakar kuat dari budaya asli bangsa Indonesia. Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, kini semakin diminati oleh banyak kalangan, termasuk masyarakat kelas menengah atas. Hal ini membuktikan lembaga ini mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Tetapi banyak kalangan yang beranggapan bahwa pesantren adalah pendidikan yang kuno, anti akan perubahan, atau hanya sebatas tempat rehabilitas anak-anak nakal. Tetapi hal itu merupakan suatu tantangan bagi pesantren dalam era Modern.

Pendidikan Pesantren memang menyimpan karakter yang cukup khas, tidak hanya dalam sistemnya, tetapi juga dalam perannya. Tujuan Utama Pendidikan Nasional menitik beratkan pada peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan YME, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam baik secara sosiologis maupun filosofis. Namun tujuan utama dari pendidikan nasional itu masih terbentur tembok besar bernama fakta dan realita yang menunjukkan kualitas lulusan lembaga pendidikan masih belum mencapai tujuan utama dari Pendidikan Nasional. Oleh karena itu banyak orang berpikir bahwa "sekolah saja" tidak mungkin dapat diandalkan untuk mendidik manusia secara utuh.

Banyak yang mengeluh bahwa akhlak dan prilaku pelajar dewasa ini cenderung merosot dengan berbagai bentuk tindakannya yang merisaukan banyak pihak. Karena itu, patut dipikirkan kemungkinan "pesantren masuk sekolah".

(2)

B. Definisi pesantren

Kata pondok berasal dari kata Funduq yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, di antaranya adalah madrasah tempat belajar agama Islam. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta, atau mungkin jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan TamanSiswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.

Pesantren pada mulanya didirikan sebagai lembaga dakwah namun pada tahap selanjutnya menjadi lembaga pendidikan karena berdakwah melalui pendidikan dirasa cukup efisien dalam pesantren ada lima unsur yang tidak bisa dipisahkan dengan pesantren yaitu : adanya Kiai, ada pondok, ada masjid, ada santri dan ada pengajaran kitab kuning. Lima elemen ini adalah elemen-elemen yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren dan ini menjadi ciri khas pendidikan pesantren.

Secara tradisional, pesantren dipahami hanya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama yang terangkum dalam kitab kuning yang diajarkan dengan metode satu arah baik itu metode pembelajaran sorogan ataupun bandongan. Pesantren lumrahnya tidak hanya menekankan pada pendidikan saja namun juga mengemban misi sosial masyarakat serta Islamisasi, Meski beberapa pesantren baru didirikan dengan menetapkan pendidikan sebagai satu-satunya wilayah garapannya, kecenderungan untuk mendefinisikan fungsi dan peran pesantren hanya dalam lingkup pendidikan sebetulnya tidak mempunyai latar historis yang kuat.

Sekalipun demikian perhatian masyarakat tentang dunia pendidikan di pesantren tidaklah begitu besar mungkin karena adanya pendapat bahwa pesantren bukanlah pendidikan formal atau kecenderungan dari pesantren untuk bersikap menutup diri terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya modernisasi.

C. Eksistensi Pesantren dalam Pendidikan Nasional

(3)

bahwa eksistensi pondok pesantren yang menegaskan bahwa dari segi managament dan pengelolaannya bersentuhanlangsung dengan pendekatan keagamaan. Ini berkaitan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang beberapa pasalnya menekankan penyelenggaraan pendidikan keagamaan, seperti, pasal 30 ayat (1) bahwa:

“Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.”

Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa :

“Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli agama dan menjalankan ajaran agamanya”

Pendidikan keagamaan yang dimaksud di atas, adalah pondok pesantren sebagaimana yang diatur dalam PP. 55 pasal 26 ayat (2) yang menyelenggarakan pendidikan diniyah pada tingkat dasar dan menengah. Di samping itu pondok pesantren yang tujuannya untuk menciptakan insan yang taqwa serta konponen lainnya sebagai manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan merupakan indikator utama mengenai peran pesantren dalam sub sistem pendidikan Nasional di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari segi kontekstualisasi UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pada bab II tentang “Dasar, Fungsi dan Tujuan” di mana UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tersebut, terdiri dari dua pasal yakni pasal 2 dan 3. Dua pasal dalam UU Sisdikanas No. 20 Tahun 2003,secara berturut-turut menjelaskan tentang “dasar pendidikan nasional”, yakni UUD 1945, kemudian “fungsi dan tujuan pendidikan nasional” yakni :

“Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menajdi warga negara yang demokratis sertabertanggung jawab”

(4)

dengan tujuan pendidikan Islam yang menjadi tujuan pondok pesantren sebagaimana yang dirumuskan Ahmad Farhani, yakni :

“Tujuan utama diterapkannya pendidikan Islam adalah untuk mencapai tujuan utama agama Islam itu sendiri. Karena itu, (pendidikan Islam) diharapkan mampu membentuk kepribadian mukmin yang patuh kepada Allah, dan bertaqwa kepada-Nya, serta beribadah kepada-Nya dengan baik demi meraih kebahagiaan di akhirat dan kesejahteraan (hidupnya) di dunia.

Pribadi mukmin yang dimaksud dalam pernyataan di atas memiliki makna sama dengan redaksi “agar menjadi manusia yang beriman dan beraqwa” sebagaimana disebutkan dalam UU Sisdiknas, yang sasarannya adalah pada pembentukan pribadi muslim yang beriman dan bertakwa.

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Āli Imrān (3): 102, sebagai berikut yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam”.

Seruan kepada orang-orang beriman untuk bertakwa, bermuara pada kemusliman sebagaimana yang termaktub dalam ayat di atas, mengindikasikan bahwa orang yang beriman hendaknya menumbuhkan karakter taqwā pada dirinya. Djamaluddin dan Abdullah Aly menjelaskan bahwa konteks iman dan takwa dalam UU Sisdiknas tersebut memiliki tujuh perincian lebih lanjut, yaitu :

1. Mempercayai dan mengamalkan ajaran Tuhan dalam bidang ritual; 2. Berbudi pekerti luhur;

3. Berpengetahuan dan berketerampilan; 4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berkepribadian yang mantap; 6. Mandiri; dan

7. Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

(5)

yang diperankan pondok pesantren, sejalan dengan sila utama dan pertama Pancasila sebagai asas bangsa ini, yakni Ketuhahan Yang Maha Esa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia ini, berdampak lagi pada tujuan dalam rangka pengembangan kualitas pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik bangsa Indonesia. Jadi tujuan pendidikan nasional yang juga menjadi tujuan dari pendidikan yang diterapkan di pesantren adalah berupaya pada penciptaan, pelaksanakan, perwujudan dan pemeliharaan perkembangan cita-cita kehidupan bangsa Indonesia berdasarkan pada pengamalan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh, dan secara bertanggung jawab.

Selanjutnya dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pada bab III adalah “prinsip penyelenggaraan pendidikan” yang terdiri atas enam ayat. Naskah enam ayat tersebut adalah:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa

2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna

3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat

4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, mem-bangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Di dalamnya termaktub pula tentang kedudukan Pendidikan Agama, yakni pendidikan di pondok pesantren terutama bila dicermati ayat 1 yakni :“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.

(6)

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang berkenaan dengan pendidikan keagamaan selalu berfokus pada satu tema yang saling terkait antara satu dengan lainnya.Khususnya pada bab IV yang menjadi penekanannya adalah pada masalah peserta didik yang batasannya pada ayat 1 bahwa setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Naskah inilah yang menjadi cita-cita luhur bagi setiap pesantren untuk mendalami ilmu-ilmu agama agar tercipta generasi yang cerdas secara intelektual dan memiliki iman taqwa yang handal serta moralitas sesuai dengan ajaran Islam.

Naskah-naskah bab selanjutnya dalam UU Sisdiknas adalah tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan dalam yang dijelaskan dalam bab VI, terdiri atas sebelas bagian, khusus pada bagian kesembilan menjelaskan tentang “pendidikan keagamaan” yakni pasal 30 (5 ayat). Ini berarti bahwa kedudukan pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki peran yang urgen dan signifikan sehingga perlu pengembangan lebih lanjut.

Dalam upaya pengembangan pondok pesantren, tampaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu pengembangan dari segi eksternal dan dari segi internal. Pengembangan dari aspek eksternal dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu;

1. Tetap menjaga agar citra pondok pesantren dimata masyarakat. Khususnya, mutu keluaran atau output pondok harus mempunyai nilai tambah dari keluaran pendidikan lainnya yang sederajat;

2. Santri-santri dalam pondok hendaknya dipersiapkan untuk mampu berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk. Setidaknya proses itu dapat dimulai sejak awal hingga diprediksi tingkat keompetensinya sudah mampu;

3. Pondok hendaknya terbuka terhadap setiap perkembangan pengetahuan dan temuan-temuan ilmiah dalam masyarakat, termasuk temuan-temuan baru dalam dunia pendidikan.

Sedangkan pengembangan dari segi internal yang dapat dilakukan, yaitu;

1. Kurikulum pondok pesantrenharus menepis anggapan yang bersifat dikotomi dan memisahkan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum. Dalam konteks kekinian, kurikulum sebaiknya berdiferensiasi, yaitu kurikulum yang direncanakan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan anak didik, kurikulum ini sekaligus dapat menyatuhkan dengan baik antara aspek intelektual emosional, agama spritual, dan kinerja psikomotor;

(7)

mempunyai pengetahuan agama yang cukup mantap,namun juga profesional dalam bidang ilmu yang diajarkan dan memiliki kemampuan mentransfer ilmunya dengan baik.

3. Sarana pendidikan di pondok, karena sarana sangat menentukan, hampir bisa dipastikan dengan sarana yang lengkap dapat mencapai hasil yang maksimal. Misalnya ruang belajar yang baik, perpustakaan yang lengkap dan media belajar yang lainnya.

Dengan mengembangkan pondok pesantren dari segi internal dan eksternalnya akan memberikan warna dan corak khas dalam sub sistem pendidikan Nasional di Indonesia, apalagi secara kultural pondok pesantren telah diterima dan ikut serta membentuk dan memberikan peran dalam kehidupandan pemberdayaan masyarakat.Fungsinya sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia dianggap banyak memberikan andil dalam perjalanan bangsa dan kenegaraan, baik pada masa kolonial hingga sekarang.

Kondisi ini menunjukkan bahwa eksistensi lembaga pendidikan pesantren masih dibutuhkan dalam rangka mencerdaskan dan memberdayakan bangsa. Akhirnya, warga masih tetap diberikan pilihan untuk menyekolahkan putra puttri mereka di lembagapendidikan yang diinginkan, termasuk pilihannya ke pesantren. Potensi pondok pesantren dalam upaya pemberdayaan masyarakat, termasuk upaya transformasi sosial, sangatlah besar. Setidaknya ada beberapa alasan, yaitu :

1. Pertama; potensi kuantitatif yang dapat diberdayakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Keterikatan pondok pesantren dengan masyarakat yang sangat mengakar melalui kharisma kyainya sekaligus tempat kepercayaan masyarakat pendukungnya merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup pondok pesantren sekarang ini.

3. Upaya pemberdayaan pondok pesantren sebagai pusat pengembangan potensi umat, menjadikan sasaran pembangunan pendidikan nasional yang signifikan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, et all. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. II; Jakarta: Proyek Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.

Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren. Cet. I; Yogyakarta: LkiS, 2001.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004.

Ad’ah āq.’ān, Ish’ Farh Irah, ālah wa al-Ma’ās? al-Tarbiyah al-Islāmiyah bayn al-As. Cet. II; t.tp: Dār al-Furqān, 1983.

Boechari, Sidi Ibrahim. Pengaruh Timbal Balik antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau. Jakarta: Gunung Tiga, 1981.

Departemen Agama RI.Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1992.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pendidikan di Indonesia dari zaman ke zaman. Jakarta: LP3ES, 1979.

Departemen Pendidikan Nasional.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003. Cet.II; Bandung: Fokusmedia, 2003.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, t. Th.

Djailani, A. Timur. Peningkatan Mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan Agama. Jakarta: Dermaga, 1982.

Djamaluddin dan Abdullah Aly.Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2004.

Hasbullah.Kapita Selekta Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Kementerian Agama RI. Profil Pondok Pesantren Mu’adalah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2011.

Lapidus, Ira M. A Hostory of Islamic Societies diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian Kesatu dan Dua. Cet. III; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Referensi

Dokumen terkait

Mineral fluor juga mempunyai kemampuan menghambat proses Mineral fluor juga mempunyai kemampuan menghambat proses metabolism, terutama glikolisis bakteri.Pada karies

Tindakan yang dilakukan oleh Tamar adalah menaruh abu di kepalanya sebagai tanda bergerak melampaui keterpurukannya dan menjadi contoh yang baik bagi perempuan Indonesia

Ketiga landmark memiliki daya tarik tersendiri pada setiap usia yang datang di kawasan landmark Kota Bandar Lampung terbukti setiap hari, ketiga landmark tersebut selalu ramai

Exp (B) Value = 6,732 yang berarti bahwa penderita dengan diabetes melitus pada keluarga memiliki risiko 6,732 kali untuk mengalami penyakit ginjal kronik diabetes (PGK-DM) ,

Untuk mencapai hasil produksi yang maksimal pada galangan kapal kecil di Surabaya dengan menggunakan sumber daya ( input) yang minimal , dibutuhkan suatu usaha

Diharapkan dengan penelitian ini teori-teori yang berhubungan menjadi tambahan dalam mengembangkan ilmu komunikasi dalam bidang periklanan terutama dalam masalah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Penelitian ini ditujukan untuk melihat tingkat keterkaitan sektor kehutanan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya dan peranan sektor kehutanan dalam penciptaan output,