• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANDRAYANI SPS Pendidikan Demokrtais di Pesantren : Praktek Pembelajaran di Madrsah Aliyah Pesantren Darunnajah Ulujami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANDRAYANI SPS Pendidikan Demokrtais di Pesantren : Praktek Pembelajaran di Madrsah Aliyah Pesantren Darunnajah Ulujami"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN DEMOKRATIS DI PESANTREN: PRAKTIK

PEMBELAJARAN DI MADRASAH ALIYAH PESANTREN DARUNNAJAH ULUJAMI JAKARTA

Oleh:

Andrayani

Nim. 13.2.00.0.03.01.0096

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, dengan petunjuk dan bantuan-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam sejahtera selalu ditujukan kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir jaman. Dalam kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua yang telah mendidik dan membesarkan penulis, ayahanda (Alm) Syukri dan Ibunda, Ratna. beserta keluarga penulis semua. Terkhusus, ucapan terimakasih yang tidak terhingga kepada suami penulis, Eko Oktapiya Hadinata, MA.Si. yang selalu memberikan motivasi dan bersabar, Putera tersayang Lukman Hakim yang lahir pada 03 Oktober 2015 serta kedua mertua dan keluarga

penulis semua. Mereka semua selalu berdo‟a dan memberikan motivasi tanpa kenal

lelah untuk segera menyelesaikan studi.

Penulisan tesis ini pada dasarnya untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Agama bidang Pendidikan (MA.Pd) dari Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dalam konsentrasi Ilmu Pendidikan. Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan tesis ini cenderung jauh dari apa yang diharapkan. Sehingga, untuk menjadikan sebuah tulisan yang lebih baik lagi maka diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Di samping itu, penulis tidak pernah lupa untuk menyampaikan penghargaan serta ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada;

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta beserta pada Deputi Direktur, Prof. Dr. Didin Saepuddin, MA. Dr. JM. Muslimin yang telah memberikan wawasan kepada penulis di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.

2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Prof. Dr. Suwito, MA. Dr. Yusuf Rahman, MA.

Dr. Asef Saepuddin Jahar, MA. Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, MA. Prof. Dr. Iik Arifin Masnurnoor. Nurlena Rifai, Ph.D.

3. Suparto, M.Ed Ph.D, yang bersedia membimbing, mengarahkan, berdiskusi dan

memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

4. Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta

5. Teman-teman di Pascasarjana.

6. Semua pihak yang tidak mungkin bisa disebutkan satu-persatu. Semoga seluruh

(3)

ii ABSTRAK

Kesimpulan tesis ini adalah jika pendidikan demokratis dalam lembaga pendidikan diterapkan maka tercipta suasana proses belajar yang kondusif bagi praktik pendidikan yang demokratis. Dalam arti, suasana proses belajar yang kondusif dapat dibangun dalam praktik pendidikan demokratis pada kontek pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Pesantren sebagai bagian dari sub sistem pendidikan nasional ternyata dapat mengadopsi nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran.

Temuan ini didukung oleh hasil observasi, wawancara dan angket bahwa, pesantren Darunnajah dalam proses pembelajarannya telah mempraktikkan nilai-nilai demokrasi. Seperti, adanya kebebasan dalam menyampaikan pendapat, saling menghargai dan menghormati orang lain, bersikap jujur, berpikir kritis dan adanya musyawarah. Hal ini juga dapat dilihat dari kurikulum, hubungan guru dengan peserta didik, hubungan guru, orang tua dan peserta didik, sarana dan prasarana yang menunjang untuk mewujudkan pendidikan yang ideal, lingkungan pesantren yang memiliki budaya demokrasi dan yang terpenting di sini adalah, peserta didik memiliki kebebasan untuk menyampaikan pelbagai pendapat, ide, gagasan, saling menghormati, menghargai bahkan kritikan yang disertai dengan sikap tanggung jawab. Di sisi yang lain, guru mampu memberikan pengalaman dan pengajaran tentang nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran seperti, memberikan perhatian yang adil terhadap peserta didik, mampu memposisikan peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi yang berbeda-beda dan mampu menjadi pembimbing serta rekan dalam menyelesaikan persoalan dalam konteks proses pembelajaran di kelas. Dari hasil angket pun dapat diketahui bahwa, mayoritas peserta didik mampu memahami konsep demokrasi, iklim demokratis di kelas dan di pesantren serta terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Penelitian ini sependapat dengan Rachel Seher (2011) yang menyatakan bahwa, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menggapai masa depan, dan dari penelitian Mukhyidin (2008) yang menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan pesantren terdapat nilai-nilai demokrasi. Sedangkan, penelitian tidak sependapat dengan Mujamil Qomar (2005) yang menyatakan bahwa, dalam dunia pesantren sangat sulit ditemukan nilai-nilai demokrasi.

(4)

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

(5)

iv

َ...

ل

Fath}ah

dan

ya

Ai a dan i

َ...

ك

Fath}ah

dan

wau

Au a dan w

Contoh:

نَسُح : H}usain لْوَح : h}aul

C. Maddah

Tanda Nama Huruf Latin Nama

اػَػػػ

Fathah

dan

alif

a> a dan garis di atas يِػػػػ

Kasrah

dan

ya

i> i dan garis di atas وُػػػػ

D}amah

dan

wau

u> u dan garis di atas

D. Ta’Marbu>t}ah (ة)

Transliterasi ta’ marbu>t}ah ditulis dengan ‚h‛ baik dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah (ةأرم) madrasah (ةسردم)

Contoh:

ةرونماةنيدما : al-Madi>nat al-Munawwarah

E .Shaddah

Shaddah

/

tashdi>d

pada transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu.

Contoh:

لّزن : nazzala F. Kata Sandang

Kata sandang ‚ـلا‛ dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf

shamsiyah

maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis ‚al‛ jika diikuti dengan huruf

qamariyah

. Selanjutnya ا ditulis lengkap baik menghadapi al-Qamariyah, contoh kata

al-Qamar

(رمقلا) maupun al-Shamsiyah seperti kata al-Rajulu (لجرلا)

Contoh:

(6)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... I ABSTRAK ... II PEDOMAN TRANSLITRASI ... III DAFTAR ISI ... V

BAB I: PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 14

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 14

D.Tujuan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 16

F. Metodologi Penelitian ... 16

G.Sistematika Penulisan ... 18

BAB II: DISKURSUS DEMOKRATIS DALAM PENDIDIKAN PESANTREN A.Paradigma Pendidikan Demokratis ... 21

B. Pendidikan Demokratis dalam Perspektif Islam ... 29

C. Kultur Pendidikan Demokratis di Pesantren ... 34

D.Karakter Pesantren ... 40

BAB III: PENDIDIKAN DEMOKRATIS DALAM TRADISI PESANTREN A.Profil Pesantren Darunnajah ... 45

B. Konsep Pendidikan Demokratis ... 47

C. Pendidikan Demokratis dalam Proses Pembelajaran ... 53

D.Respon Pesantren Terhadap Paradigma Pendidikan Demokratis ... 68

BAB IV: IMPLEMENTASI PENDIDIDKAN DEMOKRATIS DI PESANTREN DARUNNAJAH A.Kurikulum... 78

B. Metode Pengajaran ... 82

C. Hubungan Guru dengan Peserta Didik ... 89

D.Sarana dan Prasarana ... 104

E. Hubungan Guru, Orang Tua dan Peserta Didik ... 106

F. Kegiatan Ekstrakulikuler Berbasis Demokratis ... 109

G.Demokrasi dalam Perspektif Kyai, Guru dan Peserta didik ... 111

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 113

(7)

vi

DAFTAR PUSTAKA... 115

GLOSARIUM ... 121

INDEKS ... 125

BIOGRAFI PENULIS ... 129

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 1

Lampiran I ... 1

Lampiran II ... 2

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak terdapat sekolah-sekolah bertaraf internasional yang berkedok menggunakan kurikulum sekolah-sekolah nasional Indonesia. Hal ini mencerminkan adanya perbedaan terhadap anak-anak dari golongan ekonomi kuat dengan anak-anak dari golongan ekonomi lemah untuk menikmati pendidikan. Hal demikian tentunya merupakan suatu penghianatan terhadap pendidikan demokratis

dan tentunya bertentangan dengan moral Pancasila.1 Padahal, pendidikan sangat

penting bagi setiap individu tanpa memandang status ekonomi maupun sosial

termasuk anak-anak yang cacat yang cenderung dianggap sebagai minoritas.2 Hal ini

tentunya memerlukan perhatian pemerintah untuk mengatasinya, sehingga pendidikan yang bermutu itu juga diberikan kepada masyarakat minoritas maupun

secara keseluruhan.3

Pada dasarnya ada dua pokok permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia, pertama; masalah pemerataan, yang berarti bagaimana seluruh masyarakat Indonesia bisa menikmati kesempatan pendidikan. Kedua; masalah mutu, dalam arti bagaimana pendidikan memberi dan membekali para

pelajar memiliki skill yang dapat terjun dalam kehidupan sosial.4 Dengan demikian,

untuk memberikan atau mengasah serta mengembangkan kemampuan yang cenderung sudah ada pada siswa, seharusnya orang tua ataupun pihak tertentu tidak memaksakan kehendak anak untuk sekolah yang sesuai keinginan orang tua ataupun pihak lain.5

Hal ini selaras dengan usulan Djati Sidi yang memberikan dua gagasan, yang diharapkan cocok dengan zaman sekarang. Pertama; mengubah paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar) dengan maksud bagaimana proses belajar bersama antara guru dan siswa, kemudian yang kedua; proses yang tidak lagi

mementingkan subject matter6 akan tetapi suasana yang menyenangkan saat proses

pembelajaran sehingga memberikan efek positif, berfikir intuitif dan holistik pada siswa.7

1H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis (Jakarta:

PT Rineka Cipta, cet. Pertama, 2006), 124-125.

2Laudan Aron and Pamela Loprest, “Disability and the Education System,” The Future of Children Vol. 22 No. 1 (2012), 97.

3

Roger Carrington and others, eds. “The Role of Further Government Intervention

in Australian International Education,” Higher education Vol. 53 No. 5 (2007), 574.

4Umar Tirtarahadja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta; PT Rineka Cipta, Cet-2, 2008), 226.

5

Terence Mclaughlin, “School Choice and Public Education in a Liberal

Democratic Society,” America n Journal of Education Vol. 111 No. 4 (2005), 447.

6Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta: Logos, 2001), 27-28.

7Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru

(9)

2

Manusia diciptakan Tuhan dengan segenap potensi yang ada agar menjadi pribadi yang berintegritas sehingga mampu mengemban tugas sebagai insan kamil, yang diwujudkan melalui proses pendidikan secara utuh dan menyeluruh atau holistik (ka>ffah) yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan sosial saja, tapi juga dapat mengenal siapa Tuhan yang telah menciptakan dirinya. Istilah pendidikan holistik sering digunakan pada model pendidikan demokratis dan

humanistik.8 Menurut Tilaar, pendidikan demokratis mempunyai dua pengertian.

Pertama, proses pendidikan demokratis ditujukan untuk mengembangkan akal budinya agar individu dapat mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitar, mengadakan pertimbangan-pertimbangan untuk mencapai kepuasan yang bermanfaat secara kolektif. Kedua, pendidikan demokratis harus mempunyai sistem yang demokratis dalam arti tidak membedakan antara individu satu dengan individu lain dan memenuhi kebutuhan pendidikan dasar yang bebas dan bermutu untuk

semua masyarakat.9

Menurut Rosyada, sekolah demokratis adalah sekolah yang dikelola dengan

struktur demokratis seperti pelibatan masyarakat (stakeholder dan user sekolah)

dalam membahas program-program sekolah, mengambil keputusan, pertanggung jawaban kepada publik, memberikan perhatian yang sama pada semua siswa dan tidak membedakan antara individu satu dengan yang lain, serta memberikan pengalaman-pengalaman praktik demokrasi bagi anak-anak berupa perhatian yang seimbang terhadap semua siswa tanpa membedakan antara mayoritas dengan

minoritas dalam sekolah.10 Tidak kalah pentingnya juga dalam hal ini aspek empati

antar sesama seharusnya ditingkatkan, karena dengan ditingkatkannya rasa berempati antar sesama maka kualitas pendidikan maupun sekolah demokratis akan

semakin sehat.11

Pendidikan demokrasi bukan hanya merupakan suatu prinsip melainkan suatu pengembangan tingkah laku yang membebaskan individu dari kukungan. Sebagai bahan evaluasi tentang pendidikan adalah suatu sistem yang namanya saja sistem demokratis, tapi tidak memberikan kesempatan dan kebebasan bagi individu

yang merupakan ciri demokrasi.12 Hal ini senada dengan Ibn Khaldun yang dikutip

oleh Kosim, pendidikan Islam mengandung relevansi untuk mengembangkan potensi jasmani dan rohani (akal, ruh dan nafs) secara optimal dan bertujuan untuk mendidik manusia agar mampu hidup bermasyarakat dengan baik serta mampu

8Agus Zainal Fitri, Proceedings Pendidikan Holistik: Pendekatan Lintas Perspektif, editor: Jejen Musfah “Kumpulan Makalah Seminar Internasional” (Ciputat: Faza Media, 2011), 31-35.

9 H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional; Suatu tinjauan Kritis, 123-126. 10Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, cet. Keempat, 2013), 18.

11Michael E. Morrell, “Empathy and Democratic education,” Public Affairs Quarterly Vol. 21 No. 4 (2007), 381.

12H.A.R. Tilaar: Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional

(10)

3

membangun masyarakat yang berperadaban maju serta bertujuan untuk mendidik

manusia agar mampu melakukan aktivitas yang bernilai ibadah.13

Menurut Assegaf, metode pendidikan dan pengajaran Islam sangat banyak terpengaruh oleh prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi, Islam memang tidak menjelaskan bagaimana bentuk demokrasi yang dianut, namun ajaran Islam

mengandung prinsip kata kunci dari isu demokrasi, diantaranya; ta‟aruf, shura,

ta‟awun,

mas}lahah

, a‟dalah dan taghyir.14 Menurut Audah yang dikutip oleh Abdul

Halim, bahwa konsep Islam tentang demokrasi inilah yang dicontoh oleh negara Barat yang mengaku sebagai pelopor demokrasi, apa yang dikembangkan oleh Barat akan demokrasi tidak membawa perubahan yang signifikan, bahkan mengikuti dan

mempraktikan ajaran Islam tentang demokrasi.15 Bahkan al-Qur‟an pun telah

mereka melaksanakan salat dan urusan mereka adalah musyawarah antara mereka; dan dari sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,

mereka nafkahkan”.

Istilah demokrasi memang muncul dan dipakai pada kajian politik, karena isu tentang sekolah demokratis di Indonesia masih relatif baru dan belum terbiasa dalam wacana akademik pendidikan. Adapun mekanisme demokrasi antara politik dengan lembaga pendidikan tidak sepenuhnya sesuai, namun pendidikan demokratis

secara subtantif membawa semangat demokrasi.18 Secara etimologi demokrasi

berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan cratein atau cratos

13Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun: Kritis, Humanis dan Religius (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 126-127.

14

Lebih jelasnya lihat. Rachman Assegaf, Filsafat Pendiikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Iteraktif-Interkonektif (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke-3, 2014), 287-293.

15Abdul Halim, Islam dan Demokrasi Pendidikan (Kuala Lumpur: Angkatan Belia

Islam Malaysia, Cet. Ke. I, 1989), 100.

16Dalam surah ash-Shura ayat 38. Hamka menafsirkan, hasil iman bukan saja untuk

dirinya sendiri melainkan membawa juga akan hubungannya dengan antar manusia lainnya yang diawali dengan s}halat berjamaah dan s}halat jum’at berjamaah yang pendasaran bermasyarakat. Dengan begitu akan tumbuh urusan bersama dan dipikul bersama serta

inilah yang dinamai demokrasi atau gotong-royong. Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 25

(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 36.37. 17Lihat al-Qur’a>n s. al-Shu>ra>/42:38.

18Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah model Pelibatan

(11)

4

(kekuasaan). Dengan demikian, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari,

oleh dan untuk rakyat.19

Menurut Mastuhu, memang lahan kegiatan demokrasi sebagian besar adalah politik, namun demokrasi bisa dihubungkan dengan pendidikan karena demokrasi menyediakan kesempatan dan peluang terbaik untuk membangun kehidupan yang baik, bermartabat dan terhormat, dengan menawarkan prinsip keterbukaan, kesamaan, kesempatan dan tanggung jawab. Namun pendidikan demokrasi tidak dapat berlaku dalam masyarakat yang budaya akademik dan sumber daya

manusianya cenderung rendah walaupun demokrasi pendidikan sudah

disosialisasikan secara luas.20

Wacana pendidikan kritis merupakan kontribusi penting yang tidak hanya bagi dunia pendidikan dan sekolahan, namun juga menciptakan lingkungan demokratis pada tingkat pendidikan, kemasyarakatan dan negara keseluruhan namun mereka gagal untuk mensosialisasikan dan diseminasi demokrasi, kegagalan ini bersumber pada; pertama secara subtantif PPKn, Pancasila dan kewiraan tidak terfokus pada pendidikan demokrasi namun berpusat pada idealistik, legalistik dan normatif. Kedua, tidak berkembangnya materi-materi pendidikan demokrasi dan pendidikan kewargaan karena pendekatan dalam pembelajaran hanya bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologis dan tidak partisipatif. Ketiga, PPKn,

Pancasila, Kewiraan lebih bersifat teoritis dari pada praktis.21 Beberapa penelitian

tentang pendidikan demokratis menunjukkan bahwa betapa pentingnya jika

demokrasi22 diterapkan pada suatu sekolah untuk memberikan kesempatan yang

besar kepada masyarakat, pendidik dan siswa. Dengan demokrasi tersebut diharapkan semua elemen mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik lagi

bijak,23 yang pada akhrinya melahirkan individu-individu yang kreatif, cerdas,

nasionalis dan beriman.

Penerapan pembelajaran demokratis dalam mengembangkan kreativitas siswa, dalam tesis ini dinyatakan bahwa adanya pembelajaran demokratis di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta karena pendidikan demokratis adalah

19A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media Group, Cet-3, 2008), 39.

20M. Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner (Jakarta: Lentera Hati, Cet. -1, 2007), 37-42. Baca juga Helleli Pinson, “Inclusive Curriculum? Challenges to the Role of

Civic Education in a Jewish and Democratic State,” Curriculum Inquiry Vol. 37 No. 4

(2007), 351.

21Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan demokratisasi (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Cet-1, 2002), 151-159.

22Menurut Mastuhu, paradigma baru pendidikan Islam tidak akan pernah berhenti

sesuai dengan tantangan zaman yang harus berubah dan berkembang, upaya untuk mencari paradigma baru selain mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan trategis yang proaktif dan antisipatif, juga harus mempertahankan nilai-nilai dasar yang

benar dan diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan. Mastuhu, Memberdayakan

Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, Cet. Ke. I, 1999), 3-4.

23Nora E. Hyland, “Detracking in the Social Studies: A Path to a More Democratic

(12)

5

pendidikan yang menginginkan seorang pendidik dan peserta didik sama-sama aktif dalam proses pembelajaran yang terlaksana dalam beberapa hal-hal yang telah

dibuktikan.24 Penelitian lain dalam pendidikan dilakukan oleh Mukhyidin dalam

tesisnya demokrasi dalam sistem pendidikan di pesantren, ia menyatakan bahwa

pendidikan pesantren terdapat nilai-nilai demokrasi.25 Kemudian penelitian dari

Munziah dalam tesisnya Demokratisasi Pendidikan Islam di Indonesia menyatakan bahwa, demokratisasi sangat besar pengaruhnya bila diterapkan disekolah, karena salah satu sarana pendidikan di sekolah ialah kurikulum dan pembelajaran yang efektif26.

Menurut Fachruddin, gagasan pendidikan demokrasi dapat dikelompokkan

menjadi empat27: mengembangkan kapabilitas pemikiran dan partisipasi masyarakat

yang bertanggung jawab, memberikan seperangkat nilai-nilai inti demokrasi,28

mengajarkan bagaimana mengunakan konsep demokrasi dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar demokrasi dan menjadi warga negara yang efektif atau terpelajar. Kemudian menurut Zamroni, pendidikan demokrasi menekankan pada kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Adapun nilai nilai demokrasi antara lain, bebas mengemukakan dan menghormati perbedaan pendapat terbuka dalam komunikasi, menjunjung tinggi nilai martabat kemanusiaan, percaya diri dan saling

menghargai.29 Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengubah tingkah laku.

Sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam GBHN; membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, mengembangkan kreativitas, tanggung jawab, demokrasi dan

24Adanya sifat kepemimpinan kepala sekolah yang terbuka sehingga jika ada

keputasan yang tidak dianggap efektif maka bisa dirubah, kedua; memakai metode yang sesuai dengan pelajaran sehingga santri menyenangi pelajaran dan metode tersebut. Ketiga; adanya rapat guru setiap seminggu sekali agar bisa mengetahui permasalahan dan penyelesaiannya. Keempat; lengkapnya sarana prasarana dalam pembelajaran yang bisa mendukung pendidikan demokrasi berlangsung. Jamaludin, “Penerapan Pembelajaran Demokratis Dalam Mengembangkan Kreativitas Siswa: Studi Kasus Pembelajaran PAI di MA Pembangunan UIN Jakarta,” (Tesis S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 215-216.

25Pesantren mempunya sikap independen yang tidak terkait dengan pihak manapun

sehingga bisa memutuskan keputusan dengan bebas tanpa terkait dengan hal apapun. Kedua; pendidikan yang tidak melihat latar belakang sehingga pendidikan pesantren yang terbuka bagi siapa saja. Ketiga; pendidikan yang memiliki sosial yang tinggi bagi siapun dan tidak menggunakan kekerasan. Mukhyidin, “Demokrasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren,” (Tesis S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007)

26Ismarianty Munziah, “Demokratisasi Pendidikan Islam di Indonesia,” (Tesis S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

27

Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi; Pengalaman

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama ( Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), 43-45.

28Seperti menghormati perbedaan yang masuk akal, pandangan berbeda menghargai hak minoritas peduli terhadap orang lain, keadilan, partisipasi dan kebebasan.

29Zamroni, Pendidikan dan Demokrasi Dalam Transisi: Prakondisi Menuju Era

(13)

6

sebagainya.30 Indonesia sendiri merupakan negara yang kaya akan preseden

kewarganegaraan termasuk Islam demokratis, sehingga beberapa Muslim berpegang pada cita-cita demokrasi, lebih lanjut menurut Huntington yang dikutip oleh Robert W. Hefner, bahwa prinsip demokrasi bertentangan dengan banyak kebudayaan dan mengakui bahwa beberapa peradaban menghendaki demokrasi akan tetapi sebagian besar tidak.31

Pendidikan juga bisa menyangkut pada kepentingan siswa, kepentingan masyarakat dan tuntutan pada lapangan pekerjaan. Pendidikan selalu diarahkan pada kemaslahatan dan kesejahteraan para siswa, karena tujuannya bersifat positif maka

proses pendidikan juga harus selalu positif, konstruktif dan normatif.32 Hal ini

selaras dengan konsep Ibn Sina yang dikutip oleh Abuddin dalam disertasinya mengenai tujuan pendidikan, bahwa tujuan pendidikan mengarahkan pertumbuhan individu dari segi jasmani dan rohani, mempersiapkan individu agar dapat hidup di

masyarakat melalui pekerjaan atau keahlian yang dipilih.33

Penerapan sistem demokratis dan berfikir kritis oleh pendidik (Guru) bagi

siswa mesti dioptimalkan pada setiap proses pembelajaran34 agar siswa tidak merasa

jenuh, merasa menonton, mendengar saja dari guru, akan lebih laik jika pendidik berusaha mencari pendekatan-pendekatan yang menarik sehingga siswa merasa nyaman saat belajar. Karena dalam proses pembelajaran, guru adalah pemimpin bagi siswa di kelas, dalam hal inilah guru berusaha memberikan keluasan untuk

menerapkan konsep demokratis bagi siswanya.35 Berkaitan dengan pendidik,

seorang pendidik mesti punya niat dan keberanian untuk mencoba pendekatan atau metode baru dalam proses pembelajaran di sekolah agar suasana pembelajaran sangat kondusif serta pendidik dapat mengontrol situasi bukan pendidik yang

dikontrol oleh situasi.36

Menilai suatu kualitas SDM (sumber daya manusia) suatu bangsa secara umum tergambar dari mutu pendidikan bangsa itu sendiri, faktanya bahwa mutu

guru di Indonesia dinilai masih diperhitungkan.37 Dengan demikian, guru mesti

30Soekidjo Natoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet. Ke-3, 2003), 41-42.

31

Robert W. Hefner, Civil Islam; Islam dan Demokratisasi di Indonesia , terj. Ahmad Baso (Jakarta: ISAI bekerja sama dengan The Asia Foundation, 2001),17-21.

32Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke-4 2007), 4-5.

Sarbapriya Ray and Ishita Aditya Ray, “Understanding Democratic Leadership:

Some Key Issues and Perception With Reference To India‟s Freedom Movement,” Afro

Asian Journal Of Social Sciences Vol. 3 No. 3.1 (2012), 1. 36

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning; Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan (Jakarta: Kencana, 2009), 103-104. Baca juga artikei Diana E. Hess, “Controversial Issues in Democratic

Education,” Political Science and Politic 37 (2) (2004), 260.

37Input guru di Indonesia sangat rendah. Data Balitbang Depdiknas (1997)

(14)

rata-7

bersikap profesional dalam arti guru tidak lagi tampil sebagai pengajar (teacher) tapi beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing, manajer belajar, sahabat bagi siswa dan menjadi pribadi yang patut di teladani sehingga mengundang rasa hormat dari

siswa.38 Senada dengan apa yang disampaikan oleh Rooijakkers, bahwa hubungan

yang baik antara guru dengan siswa tentu akan menciptakan suasana yang baik, karena seorang pengajar dapat melakukan dengan memberi perhatian secukupnya

pada murid.39

Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Oleh karena itu, Sanjaya menjelaskan tiga alasan penting yang menuntut perlunya perubahan paradigma mengajar. Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi organisme yang sedang berkembang. Kedua, setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Ketiga, penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi yang mengakibatkan pemahaman baru terdapat konsep perubahan tingkah

laku.40 Menurut Quthb, bukanlah suatu keliruan jika menyatakan kemampuan setiap

individu berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Dengan demikian, proses pendidikan tidak akan melakukan kesalahan jika mengakui ada sementara

individu yang dilahirkan dengan memiliki kemampuan yang baik dan kurang.41

Proses pendidikan yang dinamis akan membawa dampak baik bagi siswa maupun bagi pendidik, dalam arti dinamis yang melibatkan bagaimana ikatan emosional terjalin dengan baik dengan siswa di kelas. Dengan demikian, hubungan yang dinamis ini secara berangsur-angsur membentuk suatu komunitas yang lebih

besar dalam ruang lingkup bangsa dan negara.42 Menurut Mahmud, memahami

emosi siswa dapat membuat pembelajaran lebih berarti, lebih lanjut menurut Walberg yang dikutip oleh Mahmud, siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya

rata skor tes seleksinya sangat rendah, dari 6.164 calon guru Biologi ketika dites Biologi rata-rata skornya 44.96; dari 396 calon guru Kimia ketika dites Kimia rata-rata skornya hanya 43,55; dari 7.558calon guru Bahasa Inggris rata-rata skornya hanya 37,57; dari 7.863 calon guru Matematika ketika dites Matematika rata-rata skornya hanya 27,67; dan dari 1.164 calon guru Fisika ketika dites Fisika rata-rata skornya hanya 27,35. Kunandar, Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 41.

38

Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 41-51. Lihat juga Marianna Papatephanou (Riview), “Democratic Education Stretched Thin: How Complexity Challenges a liberal Ideal by David J. Blacker,” British Journal of Education Studies 56 (3) (2008), 358.

39

Ad. Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses; Petunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran (Jakarta: PT Grasindo, cet. Ke 10, 2003),24.

40Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan

(Jakarta: Prenada Media Group, cet. Ke-2, 2007), 98-99.

41Sayyid Quthb, Keadilan Sosial Dalam Islam terj. Afif Mohammad (Bandung: Pustaka, cet. Ke-1 1984), 37-38.

42Rodrigo J. Veliz, “Education in Communiyis of Population in Resistance in the

Ixcan: State denial and education mediation,” Interamerican Journal of Education for

(15)

8

memuaskan, menantang, ramah dan siswa mempunyai kesempatan terlibat dalam

membuat keputusan dalam proses belajar.43

Mempunyai kesempatan terlibat dalam membuat keputusan dalam proses belajar merupakan bentuk dari tipe demokratis yang ditawarkan guru kepada

siswa.44 Dengan demikian, suasana pembelajaran akan lebih menarik minat para

siswa. Lewin dan koleganya berpendapat tentang tipe kepemimpinan yang dikutip

oleh Bimo Walgito45, tiga macam tipe kepemimpinan, yaitu tipe otoriter46,

demokratik47 dan lasses faire.48 Dengan tipe demokratis diharapkan siswa berani

untuk menyampaikan pendapatnya kepada guru sehingga tercipta suasana proses pembelajaran yang menarik dan dapat berkesan bagi siswa secara keseluruhan.

Banyak penelitian psikologi perkembangan yang melihat bagaimana cara pengasuhan orang tua dapat mempengaruhi kepribadian anak, sehingga Islam cenderung mengajarkan orang tua kepada anak-anak dengan gaya demokratis atau otoritatif, dengan pendidikan gaya otoritatif anak akan mempunyai kompetensi

tinggi serta penyesuaian diri yang baik.49 Sebagaimana hadits yang diriwayatkan

oleh Ath Thabarani, Rasulullah bersabda, akrabilah anak-anakmu dan didiklah

mereka dengan adab yang baik50 Ada beberapa aliran yang memberikan gambaran

pada perkembangan anak dan memberikan dampak ketika perkembangan ini

berlanjut Pertama aliran nativisme, tokoh utama aliran ini adalah Arthur

Schopenhauer, yang berpendapat bahwa manusia yang baru lahir telah memiliki bakat dan pembawaan berasal dari orang tua sehingga pendidikan tidak dapat diubah

dan berkembang dengan sendirinya. Kedua, aliran empirisme yang dipelopori John

Locke, berpendapat bahwa anak yang baru lahir laksana kertas yang putih (tabula

rasa) sehingga proses pendidikan dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan.

Ketiga, aliran konvergensi yang dipelopori Louis William Stren yang

menggabungkan antara pembawaan dan lingkungan.51

43Mahmud, Psikologi Pendidikan Mutakhir (Bandung, Sahifa, cet. Ke-2 2006), 213-215. Layak juga dibaca Megan boler, “Democratic Dialogue in education: Troubling Speech,

Disturbing silence” Chicago Journals Vol. 8, No. 1 (Spring 2011), 202.

44

Michele Schweisfurth, “Democratic and Teacher Education: Negotiating Practice

in the Gambia,” Comparative Education 38 (2002), 312-313.

45Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2003), 109.

46

Pemimpin otoriter memberikan kepemimpinannya menggunakan otoritas yang ada, memaksakan pendapat pemimpin agar dapat diterima oleh yang dipimpin.

47Pemimpin demokratik memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk ikut

terlibat dalam bagian. 48

Pemimpin Laissez faire memberikan kebebasan sepenuhnya kepada yang dipimpin dan pemimpin tidak ikut serta dalam kegiatan.

49Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami; Menyingkap

Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), 207-209.

50Dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ath Thabarani, juga hadith yang

diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Muliakanlah (hormatilah) anak-anakmu dan didiklah mereka

dengan adab yang baik. 51

(16)

9

Dari semua aliran tersebut, penulis cenderung tidak sependapat dengan aliran nativisme, karena aliran ini menekankan bahwa pendidikan tidak memberikan pengaruh yang positif pada perkembangan manusia. Asumsi dasarnya, jika pendidikan tidak berpengaruh pada manusia bagaimana manusia akan memahami eksistensinya di pentas bumi ini? Dengan adanya pendidikan, maka manusia akan terus belajar dan bermusyawarah untuk mencari jalan yang terbaik bagi kebaikan manusia. Hal ini senada dengan pendapat Dewey yang dikutip oleh Assegaf, bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang senantiasa berkembang dan berubah (progresif-aktif).52

Beberapa penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan pendidikan demokratis diantaranya: Belajar dan mengajar harus menjadi sebuah proses yang demokratis. Guru mampu untuk mengajak peserta didiknya untuk berpikir kritis, kreatif, bebas dan guru mampu memahami gaya bahasa mereka agar tercipta suasana

yang kondusif untuk belajar53. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang

memberikan kebebasan bagi siswanya untuk berfikir kreatif, kritis dan berperilaku

produktif, inovatif untuk menggapai masa depan.54

Antara sistem dan SDM cenderung berkorelasi untuk pendidikan yang diinginkan, seperti ungkapkan Nizam yang dikutip oleh Muhammad Rifai, pembenahan kualitas SDM bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan butuh waktu yang relatif lama, dan tentu sikap optimis harus dikembangkan karena SDM adalah

kunci utama.55 Hal ini selaras dengan penelitian pada negara-negara yang sedang

berkembang, penelitian mendukung ide common sense yang menyatakan bahwa

ketetapan sumber daya dasar, dalam kontek ini tentang tantangan masa depan

terletak pada mendalam dan seringnya studi mengenai kondisi pengajaran.56

Sumber daya manusia sekarang yang cenderung rendah telah memberikan dampak pada kenakalan remaja, hamil diluar nikah dan masih berstatus pelajar, jika dicermati dengan bijak tidak mesti seorang individu yang melanggar disiplinier dihukum seperti pemberhentian dari sekolah karena menyangkut reputasi sekolah. Hal ini pernah dilakukan oleh Mahkamah Agung Kolombia yang mengkonfirmasi

52Rachman Assegaf, Filsafat Pendiikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Iteraktif-Interkonektif, 139.

54Mundzier Suparta, ‚Pendidikan Transformatif Menuju Masyarakat Demokratis,‛

Islamica 7 (2013), 423. Baca juga Rachel seher, ‚Forging Democratic Space: Teachers and

Students Transforming Urban Public School from the Inside,‛ Chicago Journals Vol. 8 No.

1 (2011), 187. Carrie lobman, ‚Democratic and Development: The Role of

Outside-of-School Experiences in Preparing Young People to Be Active Citizens,‛ Democratic &

Education 19 (1), 1.

55Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 144.

56Jaap Scheerens, Peningkatan Mutu Sekolah; Buku Serial Perencanaan Pendidikan

(17)

10

bahwa aturan sekolah yang memberikan hukuman terhadap kehamilan dengan menskor anak perempuan dari sekolah dan memindahkan mereka ke tutorial seharusnya diubah, pengusiran anak perempuan yang tengah hamil menunjukkan

disiplin sekolah yang tidak bisa diterima.57

Menurut Besse seorang pakar psikologi pendidikan yang dikutip oleh Basya,

bahwa remaja diartikan sebagai masa pemberontakan dan pembangkangan,58

kemudian remaja diartikan dengan masa belajar melepas diri dari persoalan tentang diri sendiri, mencari identitas karena statusnya tidak jelas, fase yang cenderung negatif dan sukar untuk anak dan orang tua, fase yang berubah-ubah bahkan

mengabaikan keluarga59. Teori-teori perkembangan remaja yang diadopsi dari

Barat60 bila di renungkan sejenak akan memberikan pandangan yang cenderung

menyudutkan remaja, sehingga wajar apabila kenakalan remaja sekarang cenderung

meningkat.61 Oleh karena itu, untuk mengatisipasi serta menekan kenakalan remaja,

pendidikan agama yang bersifat demokratis akan membantu para remaja menjadi lebih baik lagi.62

Namun demikian, tidak semua para pemerhati perkembangan remaja sepakat dengan teori-teori yang dikemukakan. Seperti pendapat Mujib, bahwa masa

remaja adalah masa pertama kali diberikan beban agama (hukum taklifi)63.

57Katarina Tomasevski, Pendidikan yang Terabaikan; Masalah dan

Penyelesaiannya terj. Janet Dyah Ekawati (Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law bekerja sama dengan Departemen Hukum dan HAM Indonesia, 2003), 165.

58Hasan Syamsi Basya, Mendidik Anak Zaman Kita; Cara Nabi dan Psikolog Muslim Mengantar Anak Jadi Lebih Cerdas, Lebih Saleh, ter. Muhammad Zainal Arifin, judul asli Kayfa Turobbi> Abna>’aka fi> Ha>dza al-Zama>n (Jakarta: Zaman, cet. Ke. 1, 2011), 298.

59Baca, Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2003),130-137.

60Uichol Kim mengkritisi psikologi Barat yang menyamaratakan pandangan

psikologinya sebagai human universal. Lihat lebih jelas Achmad Mubarak, Psikologi Keluarga; Dari Keluarga sakinah Hingga Keluarga Bangsa (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005). Hal ini juga didasarkan pada hasil penelitian dari Margaret Mead yang menyatakan bahwa anak-anak remaja Samua ternyata tidak mengalami apa yang disebut storm and stress. Fuad Nashori, Agenda Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. Ke. I, 2002), 39.

61Kualitas kenakalan remaja semakin meningkat dan kenakalan sudah di luar batas

pelajar. Mulai. Melarikan diri setelah menyiramkan air panas, perbuatan ini seperti pelaku kriminal jalanan kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto. Diakses melalui

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/08/0920254/Kenakalan.Remaja.Makin.Mence maskan pada tanggal 24 Desember 2013 pukul 18.52 WIB.

62Philip Schwadel, “ The Effects of Education on American Religious Practices,

Beliefs, and Affiliations,” Review of Religious Research Vol. 53 No. 2 (2011), 161.

63

(18)

11

Begitupun juga pendapat Ruqayyah, bahwa Allah tidak memandang remaja muslim sebagai anak-anak, kedewasaan akan dicapai sekitar usia duabelas tahun dan telah mempunyai buku kehidupan dewasanya sendiri, dan menganggap keliru dengan gagasan bahwa masa remaja adalah masa antara dari anak-anak, karena awal masa

pubertas adalah awal kedewasaan serta akhir dari masa kanak-kanak.64

Al-Qur‟an memandang usia pubertas (remaja) sebagai bentuk dari

kematangan pada alat reproduksi seksual dan menandai kematangan aspek-aspek

yang lainnya juga.65 Hal ini selaras dengan pendapat Shehu, bahwa remaja adalah

masa pertama awal taklif, sehingga remaja bertanggungjawab atas semua perbuatan

yang dilakukan.66 Disadari atau tidak, teori perkembangan remaja yang diadobsi

cenderung memberikan paradigma kepada remaja yang berorientasikan pada teori

Barat yang cenderung tidak bisa menjadi model kajian bagi masyarakat Muslim.67

Proses perkembangan prilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, faktor bawaan, kematangan dan lingkungan. Sementara menurut Purwakania, proses perkembangan dan pertumbuhan dipengaruhi melalui faktor hereditas, lingkungan dan faktor

ketentuan Allah.68 Adapun pendekatan dan pemecahan masalah bagi remaja menurut

makmun, salah satu yang paling strategis ialah pendekatan melelui pendidikan.69

Hasil penelitian tentang kehamilan remaja menunjukkan bahwa minimnya pemahaman remaja tentang pendidikan seks, dengan demikian guru yang yang sekaligus teman diupayakan untuk memberikan solusi serta nasihat kepada anak didiknya. Dengan demikian, sekolah harus berkewajiban membina dimensi agama

64Ruqayyah Waris Maqsood, Mengantar Remaja ke Surga; Bimbingan untuk

Orangtua, Remaja, dan Pasangan Muda dalam Menghadapi Problem-Problem Kehidupan Keluarga, ter. Alwiyah Abdurrahman, judul asli Living with Teenagers (A Guide for Muslim parents) (Bandung, Al-Bayan, 1997), 29.

65Pubertas berasal dari bahasa latin “pubescare” yang berarti menjadi berbulu. Nabi Muhammad menggunakan konsep ini untuk membedakan antara anak-anak dengan orang dewasa, di saat Nabi memisahkan antara orang dewasa dan anak-anak pada perang Bani Quraizah. Berdasarkan hadis dari Ibn Umar, batas usia pubertas pada masa itu adalah 15 tahun. Namun, pada saat sekarang usia pubertas terlihat lebih cepat. Lihat Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), 109-110.

66

Salisu Shehu, “Toward an Islamic Perspective of Developmental Psychology,” The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 15, No. 4, 58.

67Kesimpulan al-Faruqi yang dikutip oleh Aliah B. Purwakania Hasan dalam buku Psikologi Perkembangan Islami, “Penelitian humanistik yang dilakukan oleh orang Barat dan analisis sosial bagi masyarakat Barat sepenuhnya adalah bersifat “Barat” dan tidak dapat menjadi model kajian bagi seorang Muslim atau masyarakatnya”. Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami.

68

Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembanagan Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2006), 34.

(19)

12

bagi para siswanya.70 Menurut Ancok, untuk mengatasi kegiatan seksual di luar

nikah bisa dilakukan dengan pendekatan preventif, yakni dengan menanamkan

nilai-nilai agama yang berorientasikan pada ayat-ayat al-Qur‟an melalui cerita tentang

kejadian manusia, perkembangan bayi dalam kandungan.71

Salah satu pendidikan yang menanamkan nilai-nilai agama adalah pesantren,

walaupun kesan ataupun respon terhadap pesantren bervariasi, positif dan negatif.72

Terlepas dari itu semua, sesungguhnya peran pesantren sangat memungkinkan untuk memberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, dalam segi pendidikan, pesantren cukup relevan untuk turut andil dalam pembangun bangsa Indonesia yang mempunyai nilai demokrasi. Karena pada dasarnya, pesantren dalam perkembangannya sekarang mempunyai nilai-nilai pendidikan yang

demokratis.73 Apalagi jika pesantren dihadapkan pada perkembangan dunia,

pesantren harus memberikan respon yang mutualitis, karena kemajuan informasi dan

komunikasi telah menembus benteng budaya pesantren.74 Terkait terhadap pesantren

yang diasumsikan alergi terhadap perubahan jelas tidak beralasan dan juga tidak berdasar.75

Tantangan kedepan dalam pesantren tidak bisa dipisahkan dari proses globalisasi dan kemampuan berintegrasi secara kultural dengan sistem

internasional.76 Dengan demikian, pesantren sebagai wadah pembentukan

pribadi-pribadi yang berintegritas harus memberikan pendidikan yang bersifat proporsional, dalam arti keseimbangan antara pendidikan agama, sains, dan teknologi. Hal ini senada dengan malik Fadjar, bahwa pesantren dituntut melakukan kontekstualisasi,

tanpa harus mengorbankan watak aslinya.77

Menurut Komaruddin Hidayat, melihat pengaruh global saat ini pesantren menjadi alternatif bagi orang tua untuk menitipkan anak-anaknya untuk belajar

dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum.78 Dalam hal ini, pesantren tidak hanya

membekali ilmu-ilmu agama, namun berbagai aktivitas yang menunjang kreatifitas dan mandiri bagi anak-anak didiknya, seperti berkebun, menjahit, kursus komputer,

70Siebren Miedema and Gerdien Bertram-Troost, “Democratic citizenship and religious education : challenges and perspectives for shools in the Netherlands,” British Journal of Religion Education Vol. 30 No. 2 (2008), 123.

71Djamaludin Ancok, Fuat Nashori, Psikologi Islami; Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet ke- VII, 2008), 32-33.

72Baca Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:

Paramadina, Cet. I, 1997).

73Menurut Mujamil Qomar, bahwa hampir tidak ada budaya kritik, komentar, atau koreksi di pesantren. Untuk lebih jelas lihat Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005).

74

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam (Jakarta: CRSD Press, 2005), 43. 75Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2008), 195.

76

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam : Strategi Budaya Menuju Masyarakat Akademik (Jakarta: Logos, Cet. 1. 1999), 276.

77Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), 115. 78Komaruddin Hidayat, Kiai dan Dunia Pesantren, Dalam Buku Mereka Bicara

(20)

13

kursus otomotif, berternak, tata busana dan lain sebagainya.79 Menurut Mas‟ud, jika

metode pendidikan Punishment-oriented dan reward-oriented masih berat sebelah

maka proses pendidikan akan melahirkan generasi yang tidak kreatif, penakut, tidak

percaya diri dan tidak mandiri.80

Pesantren sesungguhnya adalah miniatur bangsa Indonesia, santri yang datang dari pelbagai latar belakang ekonomi, pendidikan dan budaya. Semua dididik secara bersama tanpa membedakan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian, pesantren telah mengajarkan persamaan hak dan kewajiban santri dan sekaligus mengajarkan sikap bertoleransi dan tolong menolong. Begitupun dengan sistem pendidikan. Jika pada tahun 1990-an dan sebelumnya pesantren hanya mengkaji teks-teks klasik (

normatis

dan

fiqih centris

) namun sekarang pesantren telah melakukan kontekstualisasi ajaran agama yang lebih bersifat sosiologis.81

Salah satu pesantren yang memiliki nilai-nilai demokratis adalah pondok pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta. Hal ini terlihat dari visi Darun Najah “menciptakan kader umat yang ber-tafaqqahu> fi> al-Di>n, bertaqwa kepada Allah swt. berakhlak mulia, berpengetahuan luas, terampil dan ulet. Dengan demikian, sistem yang dibangun oleh pesantren Darun Najah ini tidak hanya memberikan pendidikan agama namun juga memberikan fasilitas pendidikan umum.82

Dalam proses pembelajaran, pesantren Darun Najah juga menerapkan pendidikan yang berbasis demokratis. Seperti proses pendidikan yang menggunakan motode diskusi dan lain sebagainya. Demikian juga dengan seminar-seminar yang diadakan oleh pesantren Darun Najah dalam bidang pendidikan, dalam hal ini keikutsertaan dalam seminar dan sesi tanya jawab dalam kontek pendidikan menegaskan bahwa pesantren tidak hanya memberikan pendidikan agama, namun pendidikan umum juga sangat diperhatikan. Hal ini tentunya memberikan dampak positif bagi para peserta didik (santri) untuk membekali dirinya ketika menghadapi perkembangan zaman yang semakin berkembang.

Berdasarkan fenomena yang terjadi mengenai pendidikan demokratis serta perdebatan akademik, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam dan mengkaji pendidikan demokratis di Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta.

79

Baca Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis Pesantren (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Cet. 1. 2013).

80Abdurrahman Mas‟ud,

Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:

(21)

14 B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini, antara lain:

a. Bagaimana penerapan pendidikan demokratis pada santri di Madrasah Aliyah

Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta.

b. Pemahaman akan demokrasi di pondok pesantren dan relevansinya dengan

proses pembelajaran di kelas.

c. Isyarat al-Qur‟an tentang pendidikan demokratis yang memberikan kontribusi

positif bagi peserta didik.

d. Kesenjangan antara dunia pesantren dengan pendidikan demokratis.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka fokus penelitian ini melihat bagaimana praktik pendidikan demokratis dalam proses pembelajaran pada santri kelas II Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang akan

dijawab dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana praktik pendidikan demokratis

dalam proses pembelajaran pada santri Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta?”

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa diantara penelitian yang menunjukkan bahwa pendidikan demokratis sangat penting untuk diterapkan di sekolah-sekolah guna melahirkan generasi-generasi yang kreatif, kritis, nasionalis, bertanggung jawab, dan beriman adalah:

Pertama, dalam penelitian Thornberg dan Elvstrand “Children‟s experiences

of democracy, participation, and trust in school” yang menyatakan bahwa guru memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesadaran anak didik dalam berinteraksi dengan baik seperti interaksi sehari-hari di sekolah dan dalam proses pembelajaran. Kemudian kepala sekolah harus mendukung guru tersebut untuk berdemokrasi

dalam proses pembelajaran di kelas.83

Kedua, Penerapan Pembelajaran Demokratis dalam Mengembangkan Kreativitas Siswa. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa adanya pembelajaran demokratis di Madrasah aliyah Pembangunan UIN Jakarta, karena pendidikan demokratis adalah pendidikan yang menginginkan seorang pendidik dan peserta didik sama-sama aktif dalam proses pembelajaran yang terlaksana dalam

beberapa hal-hal yang telah dibuktikan.84

83Robert Thombert and Helene Elvstrand, “Children‟s Experiences of Democracy, and trust in School,” Internasional Journal of Education Research Vol. 53 (2012), 44-54.

84Jamaludin, “

(22)

15

Ketiga, penelitian dari Mukhyidin dalam tesis yang berjudul Demokrasi dalam Sistem Pendidikan di Pesantren. Hasil dalam penelitian ini menyatakan

bahwa pesantren terdapat nilai-nilai demokrasi.85 Dalam konteks penelitian ini,

selain melihat adanya sistem demokrasi di pesantren, perbandingan antara pesantren tradisional dengan modern pun juga dilihat. Namun, penulis melihat bahwa, dalam konteks penelitian ini, pendidikan demokratis dalam proses pembelajaran tidak disentuh secara komprehensif. Dengan demikian, perbedaan yang cukup signifikan adalah, dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menjelaskan bahwa, selain sistem pesantren yang dinilai memiliki atau mempraktikkan nilai-nilai demokrasi, proses pembelajaran di kelas juga dinilai memiliki atau mempraktikkan nilai-nilai demokrasi, pendidikan demokratis.

Keempat, penelitian dari Ismarianty Munziah dalam Tesis yang berjudul Demokratisasi Pendidikan Islam di Indonesia. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa, demokratisasi sangat besar pengaruhnya bila diterapkan disekolah, karena salah satu sarana pendidikan di sekolah ialah kurikulum dan

pembelajaran yang efektif.86 Dalam penelitian ini, lebih menekankan pada aspek

kurikulum yang dinilai memiliki kontribusi positif bagi demokratisasi pendidikan. Perbedaannya dengan penulis adalah, selain melihat kurikulum yang ada di pesantren, penelitian ini juga mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan kesuksesannya dalam mempraktikkan pendidikan demokratis, khususnya dalam proses pembelajaran di kelas. Seperti, sarana prasarana, hubungan guru dengan peserta didik dan orang tua, kegiatan yang memiliki nilai demokrasi dan demokrasi dalam perspektif Kyai, guru dan peserta didik. Dengan demikian, dalam penelitian ini, cakupan dalam melihat dan menjelaskan pendidikan demokratis dinilai lebih komprehensif.

Kelima, dalam penelitian Winton dalam Character Education: Implication

for Critical Democracy yang menyatakan bahwa sekolah-sekolah harus mencerminkan komitmen dalam demokrasi seperti kesetaraan, keanekaragaman, partisipasi aktif dalam mengambil keputusan, berpikir kritis, adil dan kesejahteraan

secara umum.87

Keenam, penelitian dari Ozor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa belajar dan mengajar harus menjadi sebuah proses yang demokratis. Guru mampu untuk mengajak peserta didiknya untuk berpikir kritis, kreatif, bebas dan guru mampu memahami gaya bahasa mereka agar tercipta suasana yang kondusif untuk

belajar.88 Begitupun juga dengan penelitian-penelitian yang lainya.

Adapun perbedaan penulis dengan beberapa penelitian terdahulu yang relevan diantaranya ialah; Pertama, dari segi tempat penelitian, penulis tertarik dengan lingkungan pesantren untuk dijadikan tempat penelitian, walaupun ada

85Mukhyidin, “Demokrasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren,” (Tesis S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007)

86

Ismarianty Munziah, “Demokratisasi Pendidikan Islam di Indonesia,” (Tesis S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

87Sue Winton, “Character Education: Implications for Critical Democracy,” International Critical Childhood Policy Studies Vol. 1 No. 1 (2012). 42.

88Frederick Ugwu Ozor, “Challenges Of Education For Democracy in The

(23)

16

peneliti yang meneliti di pesantren, namun tidak secara spesifik mengamati bagaimana penerapan pendidikan secara demokratis dalam proses pembelajaran. kedua, dari segi subjek penelitian. Dalam hal ini, penulis hanya memfokuskan pada santri kelas dua aliyah pondok pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta. Ketiga, dari segi pendekatan penelitian. Penulis berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal pendekatan untuk menghasilkan kesimpulan, dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian campuran (mixed method research).

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami, mempelajari dan menjelaskan bagaimana praktik pendidikan demokratis dalam proses pembelajaran pada santri Madrasah Aliyah di pondok pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, saran dan menjadi salah satu kajian bagi masyarakat akademis serta menambah khazanah Pendidikan Islam.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah, pesantren-pesantren untuk dijadikan acuan dalam memberikan contoh pembelajaran pendidikan demokratis di sekolah.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research),89 dan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini berupa data

primer (primary resources) dan data sekunder (secondary resources).90 Data primer

dalam penelitian ini berupa angket, observasi dan wawancara. Adapun data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumentasi dan buku-buku atau jurnal yang berkaitan dengan penelitian.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri kelas dua Madrasah Aliyah Darun Najah Ulujami Jakarta yang berjumlah 260. Sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 65, penarikan sampel hanya 65 santri berdasarkan pendapat

89Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009), 245.

90Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah, Metodologi Penelitian dan

(24)

17

Arikunto.91 Adapun teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini penulis

menggunakan model Random Sampling,92 berdasarkan asumsi bahwa subjek

mempunyai karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, subjek yang banyak mempunyai ciri-ciri dari populasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data, observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data.

a. Angket

Dalam penelitian ini, penulis akan menyebarkan angket kepada santri kelas II Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta yang berjumlah 65 santri. Adapun jenis angket yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup, dalam arti santri hanya menjawab beberapa pertanyaan

yang telah tersedia jawabannya.93

Angket yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini diadaptasi dari

Paul Carr dan juga mengadaptasi beberapa pertanyaan dari democratic values

questionnaire.94

b. Wawancara

Teknik wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara tak terstruktur, teknik ini hanya memuat garis besar yang akan

ditanyakan.95 Dalam hal ini, penulis mewawancarai Kepala Sekolah Madrasah

Aliyah Pondok Pesantren Darun Najah, guru Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta dan Mudir Pondok Pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta.

c. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh penulis terkait dengan penelitian ini, maka penulis melakukan observasi pada proses pembelajaran di kelas dua Madrasah Aliyah pondok pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta dan mencatat pelbagai

91Jika subjek penelitian lebih dari seratus, maka untuk penentuan sampelnya dapat diambil 10%, 15%, 25% dari jumlah keseluruhan sampel. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: BinaArkasa, 1989), 107.

92Sampling acak adalah metode penarikan sebagian atau seluruh sampel dari populasi dengan cara tertentu, sehingga setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk diplilih. Fred N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral, trj. Gadjah Mada University Press, judul asli: Foundation of Behavioral Research Third edition (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet. XI, 2006), 188.

93Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik

(Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi, Cet. 14, 2010), 195.

94Paul Carr, “Educating for Democracy: With or without Social Justice,” Teacher Education Quarterly Vol. 35 No. 4 (2008). DG Edukacja I Kultura “Democratic Values Questionnaire”.

95Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:

(25)

18

fenomena yang terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini, jenis observasi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah observasi

partisipasi pura-pura.96

d. Dokumentasi

Dalam dokumentasi ini, penulis mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, seperti data prestasi santri, data kurikulum, silabus pembelajaran dan lain sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat Arikunto, bahwa dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki beberapa data tertulis yang berkaitan

dengan penelitian.97

e. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas konstruk pada angket pendidikan demokratis dalam penelitian ini, penulis menggunakan validitas internal. Menurut Arikunto, sebuah instrument yang dikatakan memiliki validitas internal jika setiap bagian instrument

mengungkap data dari variabel yang dimaksud, seperti pendidikan demokratis.98

Sedangkan, teknik reliabilitas yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

berupa teknik reliabilitas eksternal.99

5. Teknik Analisis Data

Untuk teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua cara, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis data untuk kuantitatif penulis menggunakan distribusi frekuensi. Kemudian, untuk analisis data

kualitatif, penulis menggunakan metode triangulasi data.100

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini disajikan dalam lima bab.

Bab pertama, latarbelakang masalah, permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis menguraikan tentang diskursus demokratis dalam pendidikan pesantrem yang diawali dengan paradigma pendidikan demokratis,

pendidikan demokratis dalam al-Qur‟an, kultur pendidikan demokratis di pesantren

dan karakteristik pesantren.

Bab ketiga, penulis akan menguraikan tentang pendidikan demokratis dalam tradisi pesantren, yang diawali profil pesantren Darun Najah Ulujami Jakarta,

96Lihat Sutrisno Hadi, Metodologi Research: Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Cet. X. Jilid II, 1980), 141-142.

97Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 201. 98Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 215. 99Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 222. 100Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Siswa Rosdakarya,

(26)

19

konsep pendidikan demokratis, pendidikan demokratis dalam proses pembelajaran dan respon pesantren terhadap paradigm pendidikan demokratis.

Bab keempat, penulis akan membahas implementasi pendidikan demokratis di pesantren, yang diawali dengan kurikulum, metode pengajaran, hubungan guru dengan peserta didik, sarana dan prasarana, hubungan guru, orang tua dan peserta didik.

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pertukaran mata uang rupiah dan riyal pada Bank Sumsel Babel Cabang Syariah Palembang mubah atau diperbolehkan hukumnya apabila

Activity diagram ini menjelaskan bagaimana user melakukan akses terhadap menu laporan hasil rekomendasi. User yang telah masuk kedalam Halaman Administrator, memilih

Batasan masalah pada penelitian ini dikhususkan pada pengaruh adsorben ( manganese greensand ) dengan mengoptimalkan variasi bed depth , laju alir, dan konsentrasi

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti pengumpulan data, sortir (validasi), pembahasan dan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menemukan

Data Tabel 2 menunjukan indeks kesamarataan spesies pohon pada sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial termasuk ke dalam komunitas stabil, kecuali Indeks

Dari hasil hipotesa yang diperoleh information sharing tidak bepengaruh positif dan signifikan terhadap implementasi supply chain management sehingga perlu

mboru baku yaitu tumbuhan pakis yang memiliki makna sekeras apapun dan dalam emosi apapun jika berhadapan dengan adat maka harus menunduk dan hormat pada adat; (2)

Berdasarkan uraian latarbelakang yang telah di dikemukakan diatas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah: ingin mengetahui korelasi antara kelincahan,