METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Manjanji Asih, Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dan di laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai dengan Oktober 2016.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, parang, cangkul, penggaris, kantong plastik, kamera, Global Positioning System (GPS), software SPSS dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah Sampel tanah yang diambil dari tempat penelitian dan zat-zat kimia yang digunakan untuk proses analisis di Laboratorium kimia tanah.
Metode Penelitian
Teknik Pengambilan data
A. Analisis Vegetasi
a. Kerapatan
b. Frekuensi
c. Dominasi
d. Indeks Nilai Penting (INP)
+ DR
e. Keragaman Jenis (H’)
Keterangan :
H’ : Indeks keragaman jenis
Ni : Jumlah individu Tiap jenis
N : Jumlah Individu Seluruh Jenis
f. Indeks Kemerataan (E)
E : Indeks Kemerataan
H : Indeks Keragaman Jenis
S : Jumlah Jenis yang Hadir
Desain plot penelitian
Penelitian dilakukan sebanyak 6 plot utama pada 2 lahan yang berbeda, yaitu agroforestri karet dan sistem karet monokultur. Pada agroforestri karet terdapat 3 plot utama dan pada monokultur karet juga 3 plot utama. Plot utama yang digunakan berukuran 40x60 m2. Pada setiap plot, dibuat 9 sub petak contoh, berukuran 20x20m2 untuk pohon, 10x10m2 untuk tiang, 5x5m2 untuk pancang, 2x2m2 untuk semai dan 1x1m2
60m
untuk tumbuhan bawah.
Keterangan:
a. Petak contoh semai (2m x 2m) (Tinggi < 1,5m)
b. Petak contoh pancang (5m x 5m) (Tinggi >1,5m dan diameter < 10cm) c. Petak contoh tiang (10m x 10m) (Diameter 10 cm- < 20cm)
d. Petak contoh pohon (20m x 20m) (Diameter >
Khusus untuk hutan manggrove petak contoh pohon dan tiangnyaa 10m x 10 m (Latifah, 2005).
20cm)
B. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan sampel penelitian ini dilaksanakan setelah dilakukan survei ke lapangan pada lahan agroforestri karet dan monokultur karet. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan dengan membuat 10 titik lubang contoh tanah secara komposit. Untuk setiap 1 titik lubang pengambilan contoh tanah diambil sampel tanah dengan setiap kedalaman 0-10cm dan 10-20cm. lalu lalu dikompositkan sesuai dengan kedalamannya.
Teknik Pengambilan sampel tanahnya adalah sebagai berikut:
1. Ditentukan lokasi pengambilan sampel tanah.
2. Ditentukan 30 titik lubang di setiap Sub Plot utama masing-masing lahan dengan pengambilan sampel tanah pada setiap petak 20x20m2
3. Dibersihkan titik pengambilan sampel dengan menggunakan parang.
yang berada di areal analisis vegetasi untuk dikompositkan.
4. Diambil sampel tanah pada setiap kedalaman 0-10cm dan 10-20cm.
5. Dimasukkan Contoh tanah kedalam kantong plastik yang berbeda kedalamanya untuk di kompositkan, diikat, kemudian diberi label.
6. Dianalisis dilaboratorium.
Gambar 2: Bentuk pengambilan sampel tanah setiap petak titik lokasi/lahan. 40m
Bentuk tally sheet dan bentuk kriteria penilaian sifat kimia tanah yang dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2: Bentuk tally sheet Analisis sampel kandungan kimia tanah pada setiap lokasi/lahan.
No Parameter Kedalaman tanah Keterangan
0-10cm 10-20cm 0-10cm 10-20cm
Tabel 3. Kriteria Peniliaan Sifat Kimia Tanah (Hardjowigeno 1995).
Sifat Tanah Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Pengumpulan Data
a. Data Primer
Analisis sampel tanah dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sampel tanah digunakan untuk menganalisis kandungan unsur hara yang meliputi pH dengan Metode Elektrometri, C-Organik dengan Metode Walkley and Black, N-Total dengan Metode Kjeldahl, P-tersedia dengan Metode Bray I dan Kapasitas Tukar Kation dengan Metode Pencucian NH4
b. Data Sekunder
OHC (Lampiran 3). Kemudian didapatkan datanya dari hasil laboratorium. Dalam hal ini maka diperoleh kesimpulan yang akan membedakan sifat unsur hara atau kesuburan pada Tipe penggunaan lahan agroforestri karet dan sistem monokultur karet.
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu kondisi umum wilayah penelitian yang meliputi: letak, luas wilayah, iklim, dan literatur yang menyangkut penelitian.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, Kab. Simalungun, Kec. Hatonduhan, Kampung Saribu Asih desa Marjanji Asih. Kabupaten Simalungun ini memiliki luas 1450 Ha dengan batas wilayah sebelah utara dengan desa Maligas Tonga, batas sebelah selatan dengan desa Bt. Turunan, sebelah Barat dengan desa T. Batu dan sebelah timur dengan desa Jawa Tengah, jarak dari kota Medan sekitar 152 km terletak antara 2,36° – 3,18° LU dan 98,32° – 99,35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas permukaan laut. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah selatan dengan Kabupaten Toba Samosir.
A. Hasil Analisis Vegetasi
1. Indeks Nilai Penting Analisis Vegetasi
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks Nilai Penting (INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau kepentingan suatu jenis tanaman dalam suatu komunitas. Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas penutupan relatif dari vegetasi pada masing masing lokasi (Indriyanto, 2006).
a. Tingkat semai
Hasil analisis vegetasi tingkat semai yang berupa perhitungan Indeks Nilai Penting dapat ditampilkan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Agroforestri Karet
NO
Nama
Lokal Nama Ilmiah
Jumlah
D; Dominansi, DR; Dominansi Relatif, INP; Index Nilai Penting
Tabel 5. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Monokultur Karet
NO
Nama
Lokal Nama Ilmiah
Jumlah
Pada Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa lahan baik agroforestri ataupun monokultur memiliki jenis semai yang sama yaitu semai karet yaitu dengan jumlah 12 pada lahan agroforestri dan 24 pada lahan monokultur. Pada Tabel 4 dan 5 juga menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) pada sample plot di lahan monokultur dan agroforesti memiliki INP sebanyak 200% yang menyatakan bahwa semai karet memiliki peranan yang tinggi pada lahan lahan agroforestri dan monokultur pada tingkat semai. Hal ini juga terkait dengan jumlah tanaman karet yang lebih dominan tumbuh dari jenis lainnya.
b. Tingkat tiang
Hasil analisis vegetasi tingkat tiang yang berupa perhitungan Indeks Nilai Penting dapat ditampilkan pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang pada Tegakan Monokultur Karet
Nama
Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Karet
Hevea
brasiliensis 666.66 100 1 100 0.011 100 300
TOTAL 666.66 100 1 100 0.011 100 300
Keterangan: K; Kerapatan, KR; Kerapatan Relatif, F; Frekuensi, FR; Frekuensi Relatif
D; Dominansi, DR; Dominansi Relatif, INP; Index Nilai Penting
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Tiang pada Tegakan Agroforestri Karet
Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Karet
Hevea
brasiliensis 222.2 80 1 68.97 0.0060 98.36 247.33
Durian
Durio
Zibethinus 55.55 20 0.45 31.03 0.00010 1.64 52.67
Keterangan: K; Kerapatan, KR; Kerapatan Relatif, F; Frekuensi, FR; Frekuensi Relatif
D; Dominansi, DR; Dominansi Relatif, INP; Index Nilai Penting
Berdasarkan Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa INP tingkat tiang pada lahan monokultur dan agroforestri memiliki perbedaan. Nilai INP pada lahan monokultur karet yaitu sebesar 300% yang menunjukkan bahwa lahan monokulur didominasi oleh tanaman karet, karena lahan monokultur karet pemanfaatan utamanya yaitu untuk memproduksi getah karet secara penuh dan berkelanjutan tanpa adanya produksi dari tanaman yang lain. Nilai INP tanaman karet pada lahan agroforestri lebih rendah dari sistem monokultur, karena adanya tanaman lain yang ditanam pada areal tersebut. Pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa nilai INP pada karet agroforestri sebesar 247.33% dan tanaman durian yaitu sebesar 52.67%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman karet memiliki peranan atau pengaruh yang lebih besar pada lahan agroforestri karena jumlah pancang atau kerapatan karet lebih dominan pada setiap plot dibandingkan durian dan tanaman lainya yang juga ditanam di areal tersebut.
c. Tingkat pohon
Hasil analisis vegetasi tingkat pohon yang berupa perhitungan Indeks Nilai Penting dapat ditampilkan pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Indeks Nilai Penting Pohon pada Agroforestri Karet
Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Durian Durio zibethinus 33.3324 18.1818 0.7777 38.8869 0.0014 18.49 75.56
Jengkol Archidendron pauciflorum
2.7777 1.5151 0.1111 5.5552 0.00009 1.19 8.27
Karet Heavea brasilliensis
Petai Parkia speciosa 2.7777 1.5151 0.1111 5.5552 0.00008 1.06 8.12
TOTAL 183.3282 100 1.9999 100 0.00757 100 300
Keterangan: K; Kerapatan, KR; Kerapatan Relatif, F; Frekuensi, FR; Frekuensi Relatif
D; Dominansi, DR; Dominansi Relatif, INP; Index Nilai Penting
Tabel 9. Indeks Nilai Penting Pohon pada Monokultur Karet
Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Karet
Heavea
brasilliensis 316.6578 100 1 100 0.0110 100 300
TOTAL 316.6578 100 1 100 0.0110 100 300
Keterangan: K; Kerapatan, KR; Kerapatan Relatif, F; Frekuensi, FR; Frekuensi Relatif
D; Dominansi, DR; Dominansi Relatif, INP; Index Nilai Penting
Tabel 8 dan 9 diperoleh bahwa nilai INP tingkat pohon pada tanaman karet pada monokultur sebesar 300%. Nilai INP ini menunjukkan bahwa lahan monokultur sepenuhnya hanya ditanam satu jenis tanaman yaitu karet, dengan tujuan untuk memaksimalkan dan memperoleh produksi berupa lateks atau getah karet.
menunjukkan bahwa tanaman yang dominan pada lahan agroforestri lebih banyak di dominansi oleh tanaman karet. Hal ini dikarenakan bentuk pengelolahan pada lahan agroforestri, lebih mengutamakan produksi utama yaitu berupa karet, dan tanaman jenis lainya ditanam dengan sistem penyisipan untuk menambah produksi selain dari getah karet.
Hasil penelitian INP pada lahan monokultur dan Agroforesrti karet menunjukkan bahwa tanaman karet lebih mendominasi pada setiap lahan. Hal ini dikarenakan tanaman karet menjadi pilihan utama pemanfaatan lahan pada monokultur dan agroforestri karet sehingga pada setiap plot penelitian dominan ditemukan tanaman karet dari pada tanaman lainya.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Wiryantara dkk (2014) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) pada tingkatan pohon terdapat pada mente yaitu 150,33%. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dengan INP sebesar 90,49%. Peringkat ketiga diduduki oleh salam dengan INP sebesar 30,19%. Hal ini menunjukkan bahwa mente memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Hasil analisis vegetasi berupa perhitungan jenis vegetasi lainya dapat ditulis pada Tabel 10.
Tabel 10. Jenis Vegetasi pada lain pada Lahan Agroforestri.
No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah
1 Kakao Theobroma cacao 44
2 Pinang Areca Catechu 23
3 Bambu Bambusa sp 1
4 Pisang Musa acuminata 11
5 Singkong Manihot esculenta 38
6 Sawit Eleais Guineensis 8
7 Petai Parkia speciosa 1
8 Durian Durio zibethinus 17
9 Nangka Artocarpus heterophyllus 1
10 Aren Arenga pinnata 1
11 Jengkol Archidendron pauciflorum 1
2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) pada agroforestri karet sebesar 0,624 dan pada karet monokultur sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori rendah, dimana keanekaragaman jenis vegetasi yang terdapat pada setiap lahan memiliki nilai lebih kecil dari 1. Menurut (Ferianita dkk, 2005 dalam Sudarma dan Suprapta, 2011) jika nilai Indeks Keanekaragaman < 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika > 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.
Indeks Kemerataan (E) pada agroforestri karet sebesar 0,149 dan pada karet monokultur sebesar 0. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Indeks Kemerataan (E) pada setiap lahan tersebut menunjukkan nilai Kemerataan tegakan yang termasuk dalam kategori rendah, karena nilai indek
kemerataan yang yang diperoleh lebih kecil dari 0,5 atau (E<0,5). (Krebs, 1985 dalam Insafitri, 2010) menyatakan bahwa Indeks Kemerataaan
rendah apabila 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1.
Rendahnya tingkat kemerataan pada lokasi penelitian ini disebabkan karena pada setiap plot yang diamati di areal penelitian, lebih di dominasi oleh tanaman karet sehingga penyebaran tiap jenis tidak merata baik pada lahan agroforestri maupun monokultur. Arrijani (2008) menyatakan bahwa nilai kemerataan jenis ditentukan oleh distribusi jenis pada plot secara merata. Semakin merata suatu jenis dalam lokasi maka semakin tinggi nilai kemerataannya, dan demikian juga sebaliknya.
B. Hasil Analisis Tanah
2. Karakteristik Umum Lokasi Pengambilan Sampel
Dapat dilihat pada tabel 11 karakteristik lokasi pengambilan sampel.
Tabel 11. Karakteristik lahan agroforestri, dan lahan monokultur karet. No Lokasi Pengambilan
Tanah Titik Koordinat Berat Karakteristik
1. Lahan Agroforestri A1: N 02048’41.85” E 099008’13.10” dominan di tanami oleh tanaman karet dengan usia rata-rata 10 tahun, jarak tanam acak dengan tanaman semusim disisipi diantara tanaman karet. tumbuhan bawah seperti semai dan rerumputan juga tumbuh.
2. Lahan Monokultur Karet B1: N 02048’29.65” E 099008’14.35”
Hanya terdapat tanaman karet dengan usia 10 tahun, dan masih dalam proses penderesan, dengan jarak tanam 3mx3m. Tumbuhan bawah seperti semai dan jenis rerumputan juga tumbuh.
2. Nilai Kandungan Kimia Tanah
Hasil analisis dan uji independent Sample T-Test pH, KTK, C-organik, P-tersedia, dan N-total, pada penggunaan lahan agroforestri dan monokultur karet di Desa Marjanji Asih dapat dilihat pada Tabel 12, 13 dan 14
Tabel 12. Hasil analisis kimia tanah lahan monokultur
Plot Parameter Kedalaman (cm) Keterangan
0-10 10-20 0-10 10-20
Tabel 13. Hasil analisis kimia tanah lahan agroforestri karet
Plot Parameter Kedalaman (cm) Keterangan
C-organik
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan c-organik yang terdapat pada setiap lahan tergolong rendah. Rendahnya kandungan c-organik ini menurut Gerson (2008) merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah. Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian atas merupakan tempat akumulasi bahan-bahan organik dimana jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama.
Pada areal penelitian di lahan monokultur dan agroforestri ini juga banyak dijumpai gulma atau tumbuhan liar seperti rerumputan dan tumbuhan bawah lainya, yang memungkinkan terjadinya persaingan pengambilan unsur hara. Menurut Ginting dkk (2013) ketersediaan c-organik yang tinggi mungkin disebabkan oleh kebiasan petani yang membiarkan gulma, tunas batang yang berasal dari mata yang terletak pada pangkal daun dianggap merugikan kemudian dicabut dengan menggunakan cangkol dan dibiarkan dilahan sehingga dijadikan sebagai sumber bahan organik. Hal ini sesuai dengan literatur Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa hasil proses fotosintesis merupakan sumber utama bahan organik tanah, yaitu bagian atas tanaman seperti daun, duri, serta sisa tanaman termasuk rerumputan, gulma dan limbah pasca panen.
C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara lain terdiri dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Bahan organik tanah adalah senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi. Peranan bahan organik mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Sembiring, 2008).
Kemasaman Tanah (pH)
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bawah kandungan pH (H2
Selain dari pengaruh bahan organik, tingkat kemasaman setiap tanah berbeda dan nilainya sangat dinamis. Nilai pH tanah selalu berubah sesuai perubahan-perubahan reaksi kimiawi yang terjadi di dalam tanah. Perubahan reaksi kimia didalam tanah dapat disebabkan oleh pengaruh tindakan budidaya pertanian, pengelolaan tanah dan atau di pacu oleh faktor tanah dan faktor iklim. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi adalah curah hujan. Menurut Tafakresnanto dkk (2012) melaporkan bahwa pada daerah iklim basah dengan curah hujan dan temperatur tinggi, proses pencucian berlangsung sangat intensif sehingga pH tanah cenderung rendah dan sebaliknya. Pada lokasi penelitian di lahan agroforestri karet dan monokultur karet curah hujan rata-rata 220 mm/tahun dimana termasuk kategori sedang.
O) yang terdapat pada lahan agroforestri dan lahan monokultur memiliki tingkat kemasamam yang sama yaitu agak masam. pH tanah memiliki sifat agak masam karena pH berada di bawah 7. Menurut Sanchez (1992) yang mempengaruhi kandungan nilai pH setiap lahan adalah karena sumbangan serasah daun, akar, batang yang jatuh ke tanah dan terdekomposisi atau mengalami pelapukan dengan membentuk lapisan bahan organik. Pada lokasi penelitian yaitu lahan monokultur dan agroforestri karet adanya ditemukan serasah, akar, batang dan daun yang jatuh kepermukaan yang nantinya akan mengalami proses dekomposisi.
bertujuan untuk menghasilkan produksi utama yaitu lateks atau getah karet. Hal ini didukung oleh Setyamidjaja (1999) yang menyatakan bahwa tanaman karet sesuai pada kemasaman tanah yang berkisar antara 3,0-8,0 akan tetapi tidak sesuai apabila ph < 3,0 dan > 8,0. Selain karet, dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman coklat, durian, nangka juga tumbuh pada areal agroforestri walaupun dengan kondisi pH tersebut.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Izuddin (2012) di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara menunjukan bahwa kandungan pH di lokasi penelitian pada lahan terbuka akibat perambahan hutan yaitu bersifat masam atau pH dibawah 7. Hal ini disebabkan karena hilangnya tutupan lahan atau tegakan akibat pemanenan pohon, sehingga kation-kation basah pada tanah akan sangat mudah mengalami pencucian di saat hujan.
N-total
tanah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pelepasan hara dari proses dekomposisi bahan organik ke dalam tanah sebagai stimulan bertambahnya N dalam tanah.
Rendahnya kandungan nitrogen di daerah penelitian juga disebabkan karena pada umumnya kandungan nitrogen memang rendah di dalam tanah. Nitrogen juga memiliki sifat yang mudah larut di dalam air drainase ataupun hilang ke atmosfer. Mas’ud (1992) menyatakan bahwa sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2
Nitrogen merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun jumlah nitrogen yang terdapat dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NO
) di atmosfer, yang takaranya mencapai 78% volume dan sumber lainnya senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad dan nitrogen juga memiliki watak yang mudah larut air.
3- (Nitrat) atau NH4+
Selain terdekomposisinya bahan organik, faktor berubahnya kandungan nitrogen juga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi. Air hujan merupakan salah satu sumber N. Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan. Selain itu, curah hujan juga mempengaruhi pencucian nitrogen. Hasil perombakan bahan organik menjadi nitrat sangat mudah tercuci dan menguap sehingga sedikit ditemukan dalam tanah.
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
penelitian tersebut. Kandungan N sangat mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksitanaman, apabila terjadi kekurangan N maka proses pertumbuhan dan reproduksi akan terganggu. Siregar dan Suhendry (2013) mengemukakan bahwa pemupukan dilakukan apabila telah menurunya produksi lateks baik jangka panjang ataupun pendek. Secara umum dosis pemupukan N pada tanaman menghasilkan karet berada di kisaran 200-350g urea.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Yamani (2010) di Desa Tambun Raya, Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa kandung Nitrogen Total bersifat Tinggi. Tingginya kandungan nitrogen tersebut disebabkan karena pada tanaman agroforestri
adanya tanaman sengon jenis tanaman legum yang mempunyai daun yang mudah rontok, daun yang mudah rontok ini justru cepat menyuburkan tanah, kemudian bintil akar yang terdapat pada akar dengan bantuan bakteri rhizobium mampu memfiksasi (mengikat) N bebas di udara.
P-tersedia (Fosfor)
Faktor lainya yang membuat kondisi P-tersedia di dalam tanah bersifat sedang pada area penelitian adalah dari sumbangan bahan organik yang berada pada lapisan tanah bagian atas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan c-organik rendah yang dominan berasal dari serasah tanaman dan pemilik lahan juga melakukan pemupukan dengan pupuk TSP tiap tahun sekali sehingga terjadinya penambahan unsur hara fosfor pada setiap lahan. Menurut Hakim dkk (1986) fosfor bersumber dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral tanah. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik.
Unsur P-tersedia pada areal penelitian mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Manfaat lainya yaitu pembelahan sel, perkembangan akar, menyimpan dan memindahkan energi, metabolisme karbohidrat dan lain-lain. Tanaman yang kahat hara P, selain akan mengganggu proses metabolisme dalam tanaman juga sangat menghambat serapan hara-hara yang lain termasuk hara K (Wjiyanto dan Araujo, 2011). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hara termobilisasi pada tanaman karet sampai umur 33 bulan sebesar 140kg N/ha, 19kg P/ha, 75kg K/ha dan 9 kg Mg/ha (Siregar dan Suhendry, 2013).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation (Tan, 1998 dalam Nurmegawati dkk, 2014). Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran tingkat KTK (Kapasitas Tukar Kation) pada setiap lahan baik agroforestri maupun monokultur karet memiliki tingkat KTK yang rendah. Rendahnya KTK pada kedua lahan
tersebut dapat diakibatkan oleh kondisi pH tanahnya. Menurut Rusdiana dan Lubis (2012) bahwa nilai kapasitas tukar kation yang tinggi atau
rendah dipengaruhi oleh pH tanah dan ketersediaan bahan organik. Apabila terjadinya penurunan pH tanah, maka KTK akan semakin menurun, dan apabila terjadinya peningkatan pH tanah, maka KTK akan meningkat.
Dari Tabel hasil 12 dan 13 yang telah di peroleh menunjukkan bahwa persamaan tingkat KTK yang rendah juga di pengaruhi oleh kandungan bahan organiknya. Pada setiap lahan penelitian, tingkat kandungan c-organik memiliki kriteria yang rendah, sehingga KTK yang dikandung tanah tersebut juga rendah. Hal ini sesuai pernyaatan Nugroho dan Istianto (2009) yang menyatakan bahwa C-organik tanah sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kapasitas tukar kation. Sekitar setengah nilai KTK tanah berasal dari bahan organik.
tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir.
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat kandungan KTK pada lahan agroforestri dan monokultur karet tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah untuk menukarkan kation-kation Ca+2, Mg+2, K+ , dan Na+
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sudomo dan Handayani (2013) menunjukkan bahwa kandungan KTK bersifat tinggi. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah pada daerah lokasi penelitian relatif sama yaitu Lempung liat dan kandungan bahan organik yang tinggi. Tanah yang bertekstur dominan liat akan memiliki nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekstur tanah lainya. Bila dibandingkan dengan fraksi pasir atau debu maka KTKnya relatif lebih kecil.
rendah. Kapasitas tukar kation penting peranannya untuk kesuburan tanah. Rendahnya kandungan KTK pada setiap lahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dan peningkatan produktivitas tanah (KTK tanah yang rendah). Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan produktivitas dari karet serta kesuburan tanahnya. Untuk mengupayakanya dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik melalui pemanfaatan pupuk kandang dan sisa hasil panen, serta penambahan pupuk NPK untuk mempertahankan statusnya dalam tanah (Hikmatullah dan Sukarman, 2007 dalam Nurmegawati dkk, 2014).
Tabel 14. Hasil uji beda atau independent T-Test analisis kesuburan tanah agroforestri dengan monokultur karet
No Parameter Rata – rata Kriteria Signifikansi Keterangan Agroforestri Monokultur
1 pH (H2O) 5.98 5.98 Agak
Ket: Ho diterima apabila signifikansi > 0.05 atau tidak terdapat perbedaan Ho ditolak apabila signifikansi < 0.05 atau terdapat perbedaan
Tabel 14 menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan sifat kandungan unsur hara yang terdapat pada lahan monokultur dan agroforestri. Pada tabel hasil uji beda atau independent T-test menunjukkan bahwa setiap parameter unsur hara yaitu pH, c-organik, N-total, P-tersedia dan KTK menunjukkan tingkat signifikansi lebih besar dari 0.05 (> 0.05). Berdasarkan hal ini maka keterangan yang di peroleh menyatakan bahwa Ho diterima, dimana pada setiap lahan yaitu agroforestri karet dan monokultur karet tidak memiliki perbedaan nyata pada setiap parameter kimia tanah yang diperoleh sehingga tidak adanya perbedaan dari tingkat kesuburan tanahnya yaitu bersifat rendah.
kg/ha), K (12,2-13,9 kg/ha), Mg (3,0-3,8 kg/ha) dan Ca (23,6-29,7 kg/ha) tiap tahun. Sementara Besarnya unsur hara yang dikembalikan melalui daun untuk setiap hektar tanaman karet adalah sebesar 39,5 kg nitrogen, 3,2 kg phospor, 4,4 kalium, dan 7,7 kg magnesium per tahun (Munthe dan Istianto, 2006 dalam Nugroho, 2012).
Untuk meningkatkan kesuburan tanah serta menjaga produktivitas dari tanaman karet maka perlunya dilakukan pemupukan. Menurut Thomas dkk (2011) dalam Nurmegawati dkk (2014) menyatakan bahwa tanaman karet memerlukan pemupukan jika kandungan hara N, P, K dan Mg berada pada taraf rendah dan sangat rendah. Pemupukan perlu dilakukan dengan penambahan bahan organik melalui pemanfaatan pupuk kandang, urea serta pupuk NPK untuk mempertahankan statusnya dalam tanah (Hikmatullah dan Sukarman, 2007 dalam Nurmegawati dkk, 2014). Waktu pemupukan yang sangat efektif adalah saat tanaman karet mulai pembentukan daun baru setelah terjadinya gugur daun alamiah.
Dosis pemupukan untuk tanaman karet menghasilkan (TM) dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Dosis pemupukan tanaman karet menghasilkan (TM) (Ditjenbun, 2009).
Umur Tanaman (Tahun)
Jenis Pupuk (gram/pohon)
Urea TSP KCl Kies
Pupuk Dasar - 100 - -
1 125 200 125 75
2 150 225 125 75
3 175 275 150 100
4 225 275 150 100
5 250 275 150 100
6 250 225 150 100
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada lahan agroforestri dan monokultur karet INP komposisi tegakan yang diperoleh paling tinggi dimiliki oleh tanaman karet. tanaman karet mendominasi setiap tingkatan tegakan seperti pohon dan tiang. Dalam hal ini maka tanaman karet memiliki peranan penting dalam ekosistem di setiap lahan penelitian yang salah satunya adalah mempengaruhi tingkat kesuburan tanahnya.
2. Tingkat kesuburan tanah yang terdapat pada lahan monokultur dan agroforestri karet memiliki kriteria yang sama yaitu rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari sifat kimia tanahnya, antara lain pH (agak masam), C-Organik (rendah), KTK (rendah), P-tersedia (sedang) dan N-total (rendah). Rendahnya kesuburan tanah pada setiap lahan, maka tindakan pemupukan perlu dilakukan untuk mencegah penurunan produktivitas pada karet dan kesuburan tanahnya.
Saran