BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman berkeping satu
penghasil minyak yang berasal dari famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal
dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis
berasal dari kata guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin
menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Ketaren, 1986).
Gambar 2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari
Nigeria, Afrika Barat karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara
tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, kelapa sawit
mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas (penghasil produk dagangan)
sejak revolusi industri berkembang di Eropa. Pada saat tersebut, mulai
bermunculan industri atau pabrik (sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan
baku untuk pembuatannya seperti minyak sawit dan minyak inti sawit
(Hadi,2004).
Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya
Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat yang dianggap sebagai
daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia hanya 4 batang yang
ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara
2.2 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Tujuan utama dari pengolahan kelapa sawit adalah untuk memproduksi
minyak yang diperoleh dari mesokarp atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit
(kernel). Stasiun pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO terdiri dari
beberapa stasiun (PTPN, 2009) yaitu :
1.Stasiun Penerimaan Tandan Buah Segar
2. Stasiun Perebusan
3. Stasiun Penebahan
4. Stasiun Pengepresan
5. Stasiun Pemurnian
Diagram alir proses pengolahan CPO dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Pengolahan yang baik adalah pengolahan yang menghasilkan minyak dan
inti sawit dengan jumlah mutu yang optimal dan kehilangan (losess) sesuai
dengan yang disyaratkan seperti pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Standar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Terhadap TBS
Karakteristik Batasan (%)
Draf akhir fat pit (% NOS) Draf akhir fat pit (% sampel) Serabut (% NOS)
Serabut (% sampel) Tandan Kosong (% NOS) Tandan Kosong (% sampel) Buah ikut tandan kosong (% NOS) Buah ikut tandan kosong (% sampel) Nut (% sampel)
Decanter Solid (% NOS) Decanter Solid (% sampel) Total PKS Baru (< 10 tahun) (%) Total PKS lama ( > 10 tahun) (%)
<14,0 0,40 – 0,90 6,42 – 9,00 4,00 – 6,00 3,00 – 3,75
< 2,0 2,30 – 2,50 0,50 – 3,75
< 0,50 < 10,00
< 2,50 < 1,65 < 1,90 Sumber : Pahan, 2008
Keterangan : NOS : Non Oil Solid
Tabel 2.2 Standar Kehilangan Minyak Inti Kelapa Sawit Terhadap TBS
Karakteristik Batasan (%)
Serabut (% sampel) LTDS I (% sampel) LTDS II (% sampel) Hydrocyclone (%) Clay bath (%) Total PKS
< 15,00 < 2,00 < 1,00 < 5,00 < 1,50 0,60 Sumber : Pahan, 2008
2.3 Limbah Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah hasil sisa hasil tanaman kelapa sawit yang
tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses
pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa
sawit digolongkan menjadi 2 jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan
limbah industri kelapa sawit.
Limbah perkebunan kelapa sawit merupakan sisa tanaman yang
ditinggalkan waktu panen, peremajaan atau pembukaan areal perkebunan baru.
Contoh limbah perkebunan sawit adalah batang, pelepah, daun dan gulma hasil
penyiangan kebun. Setiap satu hektar tanaman kelapa sawit akan menghasilkan
limbah pelepah daun sebanyak 10,40 ton bobot kering dalam setahun.
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada proses
pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan kedalam dua jenis yaitu
limbah padat dan limbah cair.
2.3.1 Limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah
tandan kosong, serat dan tempurung seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Rendemen limbah padat
Jenis
basah kering
Persentase terhadap TBS Hasil Proses
Tandan Kosong Serat
Tempurung
21 – 23 10-12 8 – 11 5 – 8
5 4
Bantingan Screw press Shell separator Sumber :Naibaho, 1998
Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah yang tidak
lepas diantara celah-celah ulir dibagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan
dan bantingan yang tidak sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit. Hal ini
sering terjadi di pabrik-pabrik yang tekanan kerja ketel rebusan di bawah 2,8 kg
disertai produksi uap yang tidak mencukupi kebutuhan. Perebusan yang tidak
sempurna menghasilkan tandan kosong yang masih mengandung buah hingga 9%
Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai
kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada
proses ekstraksi di srew press dan pemisahan pada fibre cyclone. Kualitas asap
pembakaran pada dapur ketel uap dipengaruhi oleh komposisi serat tersebut.
Ampas serat sekarang ini telah habis terpakai di pabrik sehingga dampak yang
mungkin ditimbulkan pada lingkungan ialah polusi udara (Naibaho,1998).
2.3.2 Limbah cair
Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air drab,
air kondesat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath.Jumlah air buangan
tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan
klarifikasi.Air buangan sludge separator umumnya 60% terhadap TBS yang
diolah, akan tetapi ini dipengaruhi oleh :
a. Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw
press
b. Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi
yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil
c. Efisensi pengamatan minyak dari air limbah yang rendah akan mempengaruhi
karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Naibaho, 1998).
2.4 Ekstraksi Minyak Limbah Kelapa Sawit
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemilihan jenis pelarut didasarkan kepada
kemiripan sifat bahan yang akan diesktrak dengan pelarut ekstrak (like dissolved
like). Ekstraksi pelarut digunakan untuk memisahkan bahan apabila dengan
pemisahan mekanis sukar atau tidak dapat dilakukan karena komponen bercampur
saling bercampur sempurna atau jumlah komponen terlalu sedikit (Bernasconi, et.
al., 1995). Berk ( 1983) mengatakan bahwa ekstraksi minyak dari bahan tanaman
dilakukan dengan metode pengepresan dan menggunakan pelarut. Apabila bahan
tanaman banyak mengandung minyak seperti biji kedelai dan buah sawit, maka
minyaknya sedikit maka metode ekstraksi yang digunakan adalah metode
ekstraksi pelarut.
Kandungan minyak pada limbah PKS relatif kecil dibandingkan dengan
kandungan minyak pada TBS. Serat mesokarp dari buah sawit matang
mengandung 49% minyak (Naibaho dkk, 2006) sedangkan limbah PKS paling
tinggi 5-6%. Oleh karena itu proses ektraksi minyak dari mesokarp dilakukan
dengan ekstraksi pengepresan, sedangkan pengambilan minyak dari limbah PKS
harus dilakukan melalui ekstraksi dengan pelarut.
Minyak mempunyai sifat non polar, sehingga sifat minyak ditentukan oleh
sifat asam lemak penyusun. Karena minyak bersifat non polar, maka ekstraksi
minyak dengan metode pelarut harus menggunakan pelarut non polar. N-heksana
merupakan pelarut yang sering digunakan untuk mengektraksi minyak dari
tanaman misalnya kacang kedelai, minyak kapas, minyak biji bunga matahari, dan
minyak inti sawit (Sivaraoet al. 2012). Supardan dkk (2011) mengatakan bahwa
ekstraksi minyak dari limbah cair PKS dengan menggunakan n-heksana,
menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan
petroleum eter hal ini disebabkan kemampuan pelarut untuk mengekstrak minyak
dipengaruhi tingkat polaritas pelarut. Semakin rendah tingkat kepolaritasan
pelarut (semakin non polar) maka daya ekstraksinya semakin tinggi (jumlah
minyak yang terlarut di dalam pelarut semakin besar). Seperti disebutkan diatas
bahwa minyak dan karotenoid mempunyai sifat non polar, sehingga untuk
melarutkan minyak atau lemak pada proses ekstraksi selalu menggunakan pelarut
non polar.
2.5 Transesterifikasi
Pembentukanestermerupakansalahsatureaksiyangpentingdalampemberian
nilai
tambahdarilemakhewandanminyaktumbuhan.Reaksipembentukanesterdiklasifika
sikankedalamduareaksiyaitu :
1. Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester
Reaksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara :
RCOOH .+ R’OHRCOOR’+ H2O
b. Reaksi antara halida asam dengan alkohol
RCOCl .+ R’OH RCOOR’ + HCl
c. Reaksi antara anhidrida dengan alkohol
(RCO)2O .+ R’OH RCOOR’ + RCOOH
d. Reaksi antara suatu karboksilat dan alkil halida
RCOOH .+ R’X RCOOR’ + HX
2. Transesterifikasidibagikedalamtigajenis reaksiyaitu:
a. Interesterifikasiyaitupembentukanesterdariesterdenganester
b. Alkoholisisyaitupembentukanesterdarireaksi suatuesterdenganalkohol
c. Asidolisisyaitu reaksiantaraesterdenganasamkarboksilat.
Reaksitransesterifikasimenggunakankatalisheterogenmemilki
parameterpenting untukdiperhatikanseperti
temperatur,luasdarimuatankatalis,perbandinganmol
antarametanoldenganminyakdanwaktureaksi.
Transesterifikasi dariminyaknabati menjadibiodiesel (metil esterasam
lemak, MEAL)dapatdikatalisisdenganbasadan
asam.Katalisbasatermasukkatalisbasa homogen
dankatalisbasaheterogen.Secaraumum menggunakan katalishomogen seperti
NaOH,KOHdanalkosidanya.Keberadaan katalis dapat mempercepat pengaturan
kesetimbangan. Untuk memperoleh yield ester yang tinggi maka digunakan
alkohol berlebih (Manurung, 2006).
Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol
dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran
metil ester asam lemak dan gliserol (Freedman et al,1986). Reaksi
transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan metanol digambarkan
Gambar 2. 3. Reaksi transesterifikasi metil ester (Freedman,1984)
2.6 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak
sawit dan minyak inti sawit yang mengandung trigliserida (Naibaho, 1998).
Minyak sawit hasil ekstraksi berbentuk kasar sehingga dinamakan Crude Palm
Oil (CPO) yang mengandung bahan-bahan lain (impurities), asam lemak bebas,
zat warna, air (ICBS, 2000). Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan
rantai asam lemak yang berbeda-beda. Minyak sawit memiliki karakteristik yang
unik dibandingkan minyak nabati lainnya. Komposisi asam lemaknya terdiri dari
asam lemak jenuh ± 50%, MUFA ± 40%, serta asam lemak tidak jenuh
(polyunsaturated fatty acid/PUFA) yang relatif sedikit (± 10%). Selain komposisi
asam lemaknya, CPO juga mengandung komponen-komponen minor yang
konsentrasinya mencapai 2% seperti karotenoid, vitamin E (yakni tokoferol dan
Tabel 2.4. Komponen dan kandungan minor minyak sawit
Komponen Minor Kandungan (ppm)
Karotenoid 500-700
Tokoperol dan tokotrienol (vitamin E) 600-1000
Sterol 326-527
Fosfolipid 5-130
Triterpen 40-80
Metyl sterol 40-80
Squalen 200-500
Alkohol alifatik 100-200
Ubiquinon 10-80
Hidrokarbon alifatik 50
Sumber: Choo, 2000. Specialty Products: Carotenoids
CPO mengandung karotenoid sebesar 500 -700 ppm, dimana komponen utamanya adalah α- dan β-karoten (± 90%). Karoten diketahui memiliki aktifitas provitamin A yang tinggi, dimana nilai ekuivalen vitamin A dari α- dan β-karoten masing-masing adalah 0,90 dan 1,67 (Choo, 2000; Sundram dan
Chandra-Sekharan, 1997) seperti pada Tabel 2.5
Tabel 2.5. Komposisi karotenoid minyak sawit dari berbagai varietas
No Komponen
Komposisi (%)
Elaeis gueneensis(E.g) Elais
oleifera (O)
(E.g X E.o)
Tenera Pisifera( P)
Dura (D)
O x P O x D ODxP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Pituena
Cis ,β-karoten Pitofluena β-karoten α-karoten Cis,α-karoten Ζ-caroten g-karoten Δ-karoten Neurosppren Β-zekaroten a-zekaroten Likopen 1,27 0,68 0,06 56,02 35,06 2,49 0,69 0,33 0,83 0,29 0,74 0,23 1,30 1,68 0.10 0,90 54,39 36,11 1,64 1,12 0,48 0,27 0,63 0,97 0,21 4.50 2,49 0,15 1,24 56,02 34,35 0,86 2.31 1,10 2,00 0,77 0,56 0,30 7,81 1,12 0,48 sedikit 54,08 40,38 32,30 0,36 0,08 0,09 0,04 0,57 0,43 0,07 1.83 0,38 sedikit 60,5 32,7 1,37 1,13 0,23 0,24 0,23 1,03 0,35 0,05 2,45 0,55 0,15 56,4 36,4 1,38 0,70 0,26 0,22 0,08 0,96 0,40 0,04 1,3 sedikit 0,42 54,64 36,50 2,29 0,36 0,19 0,14 0,08 1,53 0,52 0,02
Total (ppm) 673 428 997 4592 1430 2324 896
2.7 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit
Standar mutu merupakan hal yang paling penting dalam menentukan mutu
minyak kelapa sawit diperdagangan Internasional. Standar mutu diukur
berdasarkan spesifikasi standar mutu Internasional
2.7.1 Kandungan asam lemak bebas
Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) merupakan
parameter awal yang menentukan kerusakan CPO. FFA yang lebih dari 1% jika
dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah tapi tidak berbau
tengik (Siahaan, dkk., 2008).
2.7.2 Kadar air
Kadar air pada CPO merupakan penentu parameter standar lain. Semakin
banyak kandungan air pada CPO akan mempercepat hidrolisa trigliserida,
memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan mempengaruhi
densitas CPO, dan merangsang reaksi kontaminasi lain seperti logam. Oleh karena
itu, kadar air pada CPO harus diusahakan sesuai dengan standar (Siahaan, dkk.,
2008).
2.7.3 Kadar DOBI
DOBI (Deterioration of Bleachability Index) atau indeks daya pemucat
merupakan rasio dari kandungan karoten dan produk oksidasi sekunder pada
CPO. Nilai DOBI yang rendah mengindikasikan naiknya kandungan produk
oksidasi sekunder sehingga memiliki daya pemucat yang rendah atau dengan kata
lain membutuhkan lebih banyak bleaching earth karena produk-produk
karotenoid teroksidasi sulit dipucatkan (Siahaan, 2006). Standar Mutu Minyak
Tabel 2.6. Standar Mutu Minyak Sawit
Parameter Standar
Asam Lemak Bebas Air
Kotoran
Bilangan Peroksida Bilangan Anisidine DOBI
Bilangan Iod Fe (Besi) Cu (Tembaga) Karoten Titik Cair
Maks 5% Maks 0,15 Maks 0,02% Maks 5,0 mek/kg Maks 5,0 mek/kg Min 2,5
Min 51 mg/g Maks 5 ppm Maks 0,3 ppm 500-700 ppm 39-410C Sumber : ICBS, 2000
2.8 Karotenoid
Terminologi kata karotenoid berasal dari kata carotene yang ditambah
sufiks -oid, yang berarti "senyawa-senyawa sekelompok atau mirip dengan
karoten". Sedangkan kata karoten diturunkan dari bahasa latin carota yaitu
pigmen utama pada akar atau umbi wortel (Daucus carota L). Karoten pertama
sekali diekstrak dari tanaman wortel pada tahun 1831 oleh Wackenroder (Berk,
1983). Kemudian pada tahun 1930, Karrer berhasil menentukan struktur
karoten.Karotenoidadalahsuatukelompokpigmenyangberwarna kuning,orange,atau
merahorange, yangditemukanpadatumbuhan, kulit,cangkang/kerangkaluar
(eksoskeleton)hewan air sertahasillaut lainnyaseperti molusca (calm, oyster,
scallop),crustacea(lobster,kepiting,udang) dan ikan(salmon,trout,seabeam,
kakapmerahdantuna). Karotenoidjuga banyakditemukan pada kelompokbakteri,
jamur, ganggangdan tanaman hijau(Desiana, 2000).
Karotenoid merupakan senyawa tetraterpenoid dengan jumlah atom
karbon 40 yang terdiri atas 8 unit isopronoid C5 (ip). Struktur isopronoid C5 (ip)
dan likopen seperti terlihat pada Gambar 2.4. Rantai lurus karotenoid C40 ini
menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit ip tersusun dalam 2 posisi arah yang
berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk molekul simetris. Bentuk ini
merupakan bentuk molekul likopen, sehingga likopen sering disebut induk dari
Gambar 2.4 Struktur beberapa jenis karotenoid (Fennema,1996)
Pigmenkarotenoidmempunyaistrukturalifatikataualisiklikyang
padaumumnya disusunolehdelapanunitisoprena,dimana kedua
gugusmetilyangdekatpada molekulpusatterletakpada posisi
C1danC6,sedangkangugusmetillainnyaterletak padaposisi C1dan C5serta
diantaranyaterdapat ikatangandaterkonjugasi.
Karotenoiddibentukolehpenggabungandelapanunitisoprene(C5H8)atau2-metil-1,3-butadienadimanaisoprenayang membentukkarotenoidiniberikatansecara
“kepala-ekor” kecualipada pusatmolekulberikatan secara“ekor-ekor”sehingga
menjadikan molekul kerotenoid simetris. Semuasenyawakarotenoidmengandung
sekurang-kurangnyaempatgugusmetildan selalu terdapat ikatan
gandaterkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatanganda
terkonjugasidalamikatankarotenoidmenandakanadanyagugus
kromoforayangmenyebabkan terbentuknyawarnapadakarotenoid. Semakin banyak
mengarah kewarnamerah (Heriyanto dan Limantara, 2009).
Istilahkarotendigunakanuntukbeberapazatyang memilikirumusmolekul C40H56.
Secara kimia,karotenadalahterpenayang disintesasecara biokimiadaridelapan
satuan isoprenaC5H8.
Karotenoid mempunyaisifat-sifat tertentu, diantaranyatidak larut dalam
air, larut sedikitdalam minyak, larut dalam hidrokarbonalifatik dan
aromatiksepertiheksana dan benzeneserta larut dalam kloroform danmetilen
klorida. Karotenoidharus selalu disimpan dalamruangangelap (tidak ada cahaya)
dandalam ruanganvakum,pada suhu-200C.Karotenoidyang
terbaikdisimpandalambentukpadatankristaldan
didalamnyaterdapatpelaruthidrokarbonsepertipetroleum,heksanaataubenzena.
Halinibertujuan untuk meminimalkan resikokontaminasidengan air sebelum
dianalisalebih lanjut.
Pada manusia karotenoidsepertiβ-carotene sangatberperansebagai prekusor
darivitaminA,suatupigmenyang sangatpenting untukprosespenglihatan,
karotenoidjugaberperansebagaiantioksidan dalamtubuh(Ravi, Metal.,2010).
Selainitukarotenoidjuga banyakdigunakansebagaibahantambahanpada
makananyaitusebagaipewarnamakanan(Mortensen,A,2006),sepertiekstrakdari
kulitcitrusdigunakansebagai pewarna pada orange jussejakmeningkatnyaharga
pewarna jus.Safronbanyakdimanfaatkansebagaibumbumasakankarena rasanyadan
warnayang diinginkan.Anatoberperanselainsebagaipewarnamakananjuga
dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri textile dan kosmetik, Astaxathin
merupakansuatupewarna pada troutdansalmon(Henrikson,2009).
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid terutama beta karoten sebagai
precursor vitamin A. Apabila dibandingkan dengan tingkat aktivitas vitamin A
(retinol ekivalen), maka minyak sawit memiliki ativitas vitamin A ekivalen 15
kali lebih besar dari wortel dan 300 kali lebih besar dari tomat ( Choo, 2000).
Perbandingan Aktivitas vitamin A minyak sawit dengan aktivitas vitamin A dari
sumber pangan lain dapat dilihat pada Tabel 2.7 di bawah ini.
Sumber Pangan Aktivitas vitamin A
Perbandingan tingkat aktivitas vitamin A
Minyak sawit 30.000 -
Wortel 2.000 15
Sayur hijau 685 44
Aprikort 250 120
Tomat 100 300
Nenas 30 1.000
Jeruk (juice) 8 3.750
Sumber : Choo (2000).
2.9 Solvolytic Micellization
Solvolytic micellization (SM) yaitu penyisihan zat yang dikehendaki ke dalam
fasa rafinat melalui penambahan suatu pelarut. Kelebihan metoda solvolytic
micellization dibandingkan dengan distilasi dalam pemekatan karoten yang
terdapat di dalam metil ester sawit antara lain solvolytic micellization relatif
sederhana, mudah, dapat dilakukan dengan efektif pada kondisi suhu kamar, dan
pelarut utama yang digunakan dapat dengan mudah didaur ulang. Selain itu titik
didih metil ester sawit yang relatif tinggi dan jumlah ester alkil di dalam metil
ester sawit mencapai ribuan kali dari jumlah karotennya. Betapa besar energi yang
diperlukan untuk memekatkan karoten walau hanya dari kadar ppm ke 1%
(10.000 ppm) (Lamria dan Soerawidjaja, 2006). Prinsip penjumputan dengan
SMadalah menyisihkan zat yang dikehendaki ke dalam fase rafinat melalui
penambahan suatu pelarut. Setelah minyak diubah menjadi metil ester maka
karotenoid yang tadinya larut di dalam lemak, sekarang berada di dalam metil
ester.Dengan penambahan pelarut tertentu (umumnya pelarut methanol/atau
etanol sebagai pelarut mayor dan air sebagai pelarut minor) maka terjadi proses
penyisihan. Metanol pelarut mayor akan melarutkan metil ester, sementara
karotenoid karena non polar sulit larut dalam metanol (polar). Air bersifat polar,
sehingga dapat membentuk misel antara methanol dengan ester. Lapisan kaya
ester berada di atas, sedangkan lapisan kaya karotenoid yang berada di bawah.
Lapisan kaya karotenoid diambil, lalu dilakukan analisis kandungan
karotenoidnya.
BAB 3