• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemekatan Karoten Dengan Cara Solvolytic Micellizationdari Minyak Hasil Ekstraksi Limbah Serat Pengepresan Buah Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemekatan Karoten Dengan Cara Solvolytic Micellizationdari Minyak Hasil Ekstraksi Limbah Serat Pengepresan Buah Kelapa Sawit"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman berkeping satu

penghasil minyak yang berasal dari famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal

dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis

berasal dari kata guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin

menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Ketaren, 1986).

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari

Nigeria, Afrika Barat karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara

tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, kelapa sawit

mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas (penghasil produk dagangan)

sejak revolusi industri berkembang di Eropa. Pada saat tersebut, mulai

bermunculan industri atau pabrik (sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan

baku untuk pembuatannya seperti minyak sawit dan minyak inti sawit

(Hadi,2004).

Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya

Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat yang dianggap sebagai

daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia hanya 4 batang yang

ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara

(2)

2.2 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Tujuan utama dari pengolahan kelapa sawit adalah untuk memproduksi

minyak yang diperoleh dari mesokarp atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit

(kernel). Stasiun pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO terdiri dari

beberapa stasiun (PTPN, 2009) yaitu :

1.Stasiun Penerimaan Tandan Buah Segar

2. Stasiun Perebusan

3. Stasiun Penebahan

4. Stasiun Pengepresan

5. Stasiun Pemurnian

Diagram alir proses pengolahan CPO dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(3)

Pengolahan yang baik adalah pengolahan yang menghasilkan minyak dan

inti sawit dengan jumlah mutu yang optimal dan kehilangan (losess) sesuai

dengan yang disyaratkan seperti pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Standar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Terhadap TBS

Karakteristik Batasan (%)

Draf akhir fat pit (% NOS) Draf akhir fat pit (% sampel) Serabut (% NOS)

Serabut (% sampel) Tandan Kosong (% NOS) Tandan Kosong (% sampel) Buah ikut tandan kosong (% NOS) Buah ikut tandan kosong (% sampel) Nut (% sampel)

Decanter Solid (% NOS) Decanter Solid (% sampel) Total PKS Baru (< 10 tahun) (%) Total PKS lama ( > 10 tahun) (%)

<14,0 0,40 – 0,90 6,42 – 9,00 4,00 – 6,00 3,00 – 3,75

< 2,0 2,30 – 2,50 0,50 – 3,75

< 0,50 < 10,00

< 2,50 < 1,65 < 1,90 Sumber : Pahan, 2008

Keterangan : NOS : Non Oil Solid

Tabel 2.2 Standar Kehilangan Minyak Inti Kelapa Sawit Terhadap TBS

Karakteristik Batasan (%)

Serabut (% sampel) LTDS I (% sampel) LTDS II (% sampel) Hydrocyclone (%) Clay bath (%) Total PKS

< 15,00 < 2,00 < 1,00 < 5,00 < 1,50 0,60 Sumber : Pahan, 2008

(4)

2.3 Limbah Kelapa Sawit

Limbah kelapa sawit adalah hasil sisa hasil tanaman kelapa sawit yang

tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses

pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa

sawit digolongkan menjadi 2 jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan

limbah industri kelapa sawit.

Limbah perkebunan kelapa sawit merupakan sisa tanaman yang

ditinggalkan waktu panen, peremajaan atau pembukaan areal perkebunan baru.

Contoh limbah perkebunan sawit adalah batang, pelepah, daun dan gulma hasil

penyiangan kebun. Setiap satu hektar tanaman kelapa sawit akan menghasilkan

limbah pelepah daun sebanyak 10,40 ton bobot kering dalam setahun.

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada proses

pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan kedalam dua jenis yaitu

limbah padat dan limbah cair.

2.3.1 Limbah padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah

tandan kosong, serat dan tempurung seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Rendemen limbah padat

Jenis

basah kering

Persentase terhadap TBS Hasil Proses

Tandan Kosong Serat

Tempurung

21 – 23 10-12 8 – 11 5 – 8

5 4

Bantingan Screw press Shell separator Sumber :Naibaho, 1998

Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah yang tidak

lepas diantara celah-celah ulir dibagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan

dan bantingan yang tidak sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit. Hal ini

sering terjadi di pabrik-pabrik yang tekanan kerja ketel rebusan di bawah 2,8 kg

disertai produksi uap yang tidak mencukupi kebutuhan. Perebusan yang tidak

sempurna menghasilkan tandan kosong yang masih mengandung buah hingga 9%

(5)

Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai

kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada

proses ekstraksi di srew press dan pemisahan pada fibre cyclone. Kualitas asap

pembakaran pada dapur ketel uap dipengaruhi oleh komposisi serat tersebut.

Ampas serat sekarang ini telah habis terpakai di pabrik sehingga dampak yang

mungkin ditimbulkan pada lingkungan ialah polusi udara (Naibaho,1998).

2.3.2 Limbah cair

Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air drab,

air kondesat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath.Jumlah air buangan

tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan

klarifikasi.Air buangan sludge separator umumnya 60% terhadap TBS yang

diolah, akan tetapi ini dipengaruhi oleh :

a. Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw

press

b. Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi

yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil

c. Efisensi pengamatan minyak dari air limbah yang rendah akan mempengaruhi

karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Naibaho, 1998).

2.4 Ekstraksi Minyak Limbah Kelapa Sawit

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan

atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemilihan jenis pelarut didasarkan kepada

kemiripan sifat bahan yang akan diesktrak dengan pelarut ekstrak (like dissolved

like). Ekstraksi pelarut digunakan untuk memisahkan bahan apabila dengan

pemisahan mekanis sukar atau tidak dapat dilakukan karena komponen bercampur

saling bercampur sempurna atau jumlah komponen terlalu sedikit (Bernasconi, et.

al., 1995). Berk ( 1983) mengatakan bahwa ekstraksi minyak dari bahan tanaman

dilakukan dengan metode pengepresan dan menggunakan pelarut. Apabila bahan

tanaman banyak mengandung minyak seperti biji kedelai dan buah sawit, maka

(6)

minyaknya sedikit maka metode ekstraksi yang digunakan adalah metode

ekstraksi pelarut.

Kandungan minyak pada limbah PKS relatif kecil dibandingkan dengan

kandungan minyak pada TBS. Serat mesokarp dari buah sawit matang

mengandung 49% minyak (Naibaho dkk, 2006) sedangkan limbah PKS paling

tinggi 5-6%. Oleh karena itu proses ektraksi minyak dari mesokarp dilakukan

dengan ekstraksi pengepresan, sedangkan pengambilan minyak dari limbah PKS

harus dilakukan melalui ekstraksi dengan pelarut.

Minyak mempunyai sifat non polar, sehingga sifat minyak ditentukan oleh

sifat asam lemak penyusun. Karena minyak bersifat non polar, maka ekstraksi

minyak dengan metode pelarut harus menggunakan pelarut non polar. N-heksana

merupakan pelarut yang sering digunakan untuk mengektraksi minyak dari

tanaman misalnya kacang kedelai, minyak kapas, minyak biji bunga matahari, dan

minyak inti sawit (Sivaraoet al. 2012). Supardan dkk (2011) mengatakan bahwa

ekstraksi minyak dari limbah cair PKS dengan menggunakan n-heksana,

menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan

petroleum eter hal ini disebabkan kemampuan pelarut untuk mengekstrak minyak

dipengaruhi tingkat polaritas pelarut. Semakin rendah tingkat kepolaritasan

pelarut (semakin non polar) maka daya ekstraksinya semakin tinggi (jumlah

minyak yang terlarut di dalam pelarut semakin besar). Seperti disebutkan diatas

bahwa minyak dan karotenoid mempunyai sifat non polar, sehingga untuk

melarutkan minyak atau lemak pada proses ekstraksi selalu menggunakan pelarut

non polar.

2.5 Transesterifikasi

Pembentukanestermerupakansalahsatureaksiyangpentingdalampemberian

nilai

tambahdarilemakhewandanminyaktumbuhan.Reaksipembentukanesterdiklasifika

sikankedalamduareaksiyaitu :

1. Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester

Reaksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara :

(7)

RCOOH .+ R’OHRCOOR’+ H2O

b. Reaksi antara halida asam dengan alkohol

RCOCl .+ R’OH RCOOR’ + HCl

c. Reaksi antara anhidrida dengan alkohol

(RCO)2O .+ R’OH RCOOR’ + RCOOH

d. Reaksi antara suatu karboksilat dan alkil halida

RCOOH .+ R’X RCOOR’ + HX

2. Transesterifikasidibagikedalamtigajenis reaksiyaitu:

a. Interesterifikasiyaitupembentukanesterdariesterdenganester

b. Alkoholisisyaitupembentukanesterdarireaksi suatuesterdenganalkohol

c. Asidolisisyaitu reaksiantaraesterdenganasamkarboksilat.

Reaksitransesterifikasimenggunakankatalisheterogenmemilki

parameterpenting untukdiperhatikanseperti

temperatur,luasdarimuatankatalis,perbandinganmol

antarametanoldenganminyakdanwaktureaksi.

Transesterifikasi dariminyaknabati menjadibiodiesel (metil esterasam

lemak, MEAL)dapatdikatalisisdenganbasadan

asam.Katalisbasatermasukkatalisbasa homogen

dankatalisbasaheterogen.Secaraumum menggunakan katalishomogen seperti

NaOH,KOHdanalkosidanya.Keberadaan katalis dapat mempercepat pengaturan

kesetimbangan. Untuk memperoleh yield ester yang tinggi maka digunakan

alkohol berlebih (Manurung, 2006).

Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol

dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran

metil ester asam lemak dan gliserol (Freedman et al,1986). Reaksi

transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan metanol digambarkan

(8)

Gambar 2. 3. Reaksi transesterifikasi metil ester (Freedman,1984)

2.6 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak

sawit dan minyak inti sawit yang mengandung trigliserida (Naibaho, 1998).

Minyak sawit hasil ekstraksi berbentuk kasar sehingga dinamakan Crude Palm

Oil (CPO) yang mengandung bahan-bahan lain (impurities), asam lemak bebas,

zat warna, air (ICBS, 2000). Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan

rantai asam lemak yang berbeda-beda. Minyak sawit memiliki karakteristik yang

unik dibandingkan minyak nabati lainnya. Komposisi asam lemaknya terdiri dari

asam lemak jenuh ± 50%, MUFA ± 40%, serta asam lemak tidak jenuh

(polyunsaturated fatty acid/PUFA) yang relatif sedikit (± 10%). Selain komposisi

asam lemaknya, CPO juga mengandung komponen-komponen minor yang

konsentrasinya mencapai 2% seperti karotenoid, vitamin E (yakni tokoferol dan

(9)

Tabel 2.4. Komponen dan kandungan minor minyak sawit

Komponen Minor Kandungan (ppm)

Karotenoid 500-700

Tokoperol dan tokotrienol (vitamin E) 600-1000

Sterol 326-527

Fosfolipid 5-130

Triterpen 40-80

Metyl sterol 40-80

Squalen 200-500

Alkohol alifatik 100-200

Ubiquinon 10-80

Hidrokarbon alifatik 50

Sumber: Choo, 2000. Specialty Products: Carotenoids

CPO mengandung karotenoid sebesar 500 -700 ppm, dimana komponen utamanya adalah α- dan β-karoten (± 90%). Karoten diketahui memiliki aktifitas provitamin A yang tinggi, dimana nilai ekuivalen vitamin A dari α- dan β-karoten masing-masing adalah 0,90 dan 1,67 (Choo, 2000; Sundram dan

Chandra-Sekharan, 1997) seperti pada Tabel 2.5

Tabel 2.5. Komposisi karotenoid minyak sawit dari berbagai varietas

No Komponen

Komposisi (%)

Elaeis gueneensis(E.g) Elais

oleifera (O)

(E.g X E.o)

Tenera Pisifera( P)

Dura (D)

O x P O x D ODxP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Pituena

Cis ,β-karoten Pitofluena β-karoten α-karoten Cis,α-karoten Ζ-caroten g-karoten Δ-karoten Neurosppren Β-zekaroten a-zekaroten Likopen 1,27 0,68 0,06 56,02 35,06 2,49 0,69 0,33 0,83 0,29 0,74 0,23 1,30 1,68 0.10 0,90 54,39 36,11 1,64 1,12 0,48 0,27 0,63 0,97 0,21 4.50 2,49 0,15 1,24 56,02 34,35 0,86 2.31 1,10 2,00 0,77 0,56 0,30 7,81 1,12 0,48 sedikit 54,08 40,38 32,30 0,36 0,08 0,09 0,04 0,57 0,43 0,07 1.83 0,38 sedikit 60,5 32,7 1,37 1,13 0,23 0,24 0,23 1,03 0,35 0,05 2,45 0,55 0,15 56,4 36,4 1,38 0,70 0,26 0,22 0,08 0,96 0,40 0,04 1,3 sedikit 0,42 54,64 36,50 2,29 0,36 0,19 0,14 0,08 1,53 0,52 0,02

Total (ppm) 673 428 997 4592 1430 2324 896

(10)

2.7 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Standar mutu merupakan hal yang paling penting dalam menentukan mutu

minyak kelapa sawit diperdagangan Internasional. Standar mutu diukur

berdasarkan spesifikasi standar mutu Internasional

2.7.1 Kandungan asam lemak bebas

Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) merupakan

parameter awal yang menentukan kerusakan CPO. FFA yang lebih dari 1% jika

dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah tapi tidak berbau

tengik (Siahaan, dkk., 2008).

2.7.2 Kadar air

Kadar air pada CPO merupakan penentu parameter standar lain. Semakin

banyak kandungan air pada CPO akan mempercepat hidrolisa trigliserida,

memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan mempengaruhi

densitas CPO, dan merangsang reaksi kontaminasi lain seperti logam. Oleh karena

itu, kadar air pada CPO harus diusahakan sesuai dengan standar (Siahaan, dkk.,

2008).

2.7.3 Kadar DOBI

DOBI (Deterioration of Bleachability Index) atau indeks daya pemucat

merupakan rasio dari kandungan karoten dan produk oksidasi sekunder pada

CPO. Nilai DOBI yang rendah mengindikasikan naiknya kandungan produk

oksidasi sekunder sehingga memiliki daya pemucat yang rendah atau dengan kata

lain membutuhkan lebih banyak bleaching earth karena produk-produk

karotenoid teroksidasi sulit dipucatkan (Siahaan, 2006). Standar Mutu Minyak

(11)

Tabel 2.6. Standar Mutu Minyak Sawit

Parameter Standar

Asam Lemak Bebas Air

Kotoran

Bilangan Peroksida Bilangan Anisidine DOBI

Bilangan Iod Fe (Besi) Cu (Tembaga) Karoten Titik Cair

Maks 5% Maks 0,15 Maks 0,02% Maks 5,0 mek/kg Maks 5,0 mek/kg Min 2,5

Min 51 mg/g Maks 5 ppm Maks 0,3 ppm 500-700 ppm 39-410C Sumber : ICBS, 2000

2.8 Karotenoid

Terminologi kata karotenoid berasal dari kata carotene yang ditambah

sufiks -oid, yang berarti "senyawa-senyawa sekelompok atau mirip dengan

karoten". Sedangkan kata karoten diturunkan dari bahasa latin carota yaitu

pigmen utama pada akar atau umbi wortel (Daucus carota L). Karoten pertama

sekali diekstrak dari tanaman wortel pada tahun 1831 oleh Wackenroder (Berk,

1983). Kemudian pada tahun 1930, Karrer berhasil menentukan struktur

karoten.Karotenoidadalahsuatukelompokpigmenyangberwarna kuning,orange,atau

merahorange, yangditemukanpadatumbuhan, kulit,cangkang/kerangkaluar

(eksoskeleton)hewan air sertahasillaut lainnyaseperti molusca (calm, oyster,

scallop),crustacea(lobster,kepiting,udang) dan ikan(salmon,trout,seabeam,

kakapmerahdantuna). Karotenoidjuga banyakditemukan pada kelompokbakteri,

jamur, ganggangdan tanaman hijau(Desiana, 2000).

Karotenoid merupakan senyawa tetraterpenoid dengan jumlah atom

karbon 40 yang terdiri atas 8 unit isopronoid C5 (ip). Struktur isopronoid C5 (ip)

dan likopen seperti terlihat pada Gambar 2.4. Rantai lurus karotenoid C40 ini

menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit ip tersusun dalam 2 posisi arah yang

berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk molekul simetris. Bentuk ini

merupakan bentuk molekul likopen, sehingga likopen sering disebut induk dari

(12)

Gambar 2.4 Struktur beberapa jenis karotenoid (Fennema,1996)

Pigmenkarotenoidmempunyaistrukturalifatikataualisiklikyang

padaumumnya disusunolehdelapanunitisoprena,dimana kedua

gugusmetilyangdekatpada molekulpusatterletakpada posisi

C1danC6,sedangkangugusmetillainnyaterletak padaposisi C1dan C5serta

diantaranyaterdapat ikatangandaterkonjugasi.

Karotenoiddibentukolehpenggabungandelapanunitisoprene(C5H8)atau2-metil-1,3-butadienadimanaisoprenayang membentukkarotenoidiniberikatansecara

“kepala-ekor” kecualipada pusatmolekulberikatan secara“ekor-ekor”sehingga

menjadikan molekul kerotenoid simetris. Semuasenyawakarotenoidmengandung

sekurang-kurangnyaempatgugusmetildan selalu terdapat ikatan

gandaterkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatanganda

terkonjugasidalamikatankarotenoidmenandakanadanyagugus

kromoforayangmenyebabkan terbentuknyawarnapadakarotenoid. Semakin banyak

(13)

mengarah kewarnamerah (Heriyanto dan Limantara, 2009).

Istilahkarotendigunakanuntukbeberapazatyang memilikirumusmolekul C40H56.

Secara kimia,karotenadalahterpenayang disintesasecara biokimiadaridelapan

satuan isoprenaC5H8.

Karotenoid mempunyaisifat-sifat tertentu, diantaranyatidak larut dalam

air, larut sedikitdalam minyak, larut dalam hidrokarbonalifatik dan

aromatiksepertiheksana dan benzeneserta larut dalam kloroform danmetilen

klorida. Karotenoidharus selalu disimpan dalamruangangelap (tidak ada cahaya)

dandalam ruanganvakum,pada suhu-200C.Karotenoidyang

terbaikdisimpandalambentukpadatankristaldan

didalamnyaterdapatpelaruthidrokarbonsepertipetroleum,heksanaataubenzena.

Halinibertujuan untuk meminimalkan resikokontaminasidengan air sebelum

dianalisalebih lanjut.

Pada manusia karotenoidsepertiβ-carotene sangatberperansebagai prekusor

darivitaminA,suatupigmenyang sangatpenting untukprosespenglihatan,

karotenoidjugaberperansebagaiantioksidan dalamtubuh(Ravi, Metal.,2010).

Selainitukarotenoidjuga banyakdigunakansebagaibahantambahanpada

makananyaitusebagaipewarnamakanan(Mortensen,A,2006),sepertiekstrakdari

kulitcitrusdigunakansebagai pewarna pada orange jussejakmeningkatnyaharga

pewarna jus.Safronbanyakdimanfaatkansebagaibumbumasakankarena rasanyadan

warnayang diinginkan.Anatoberperanselainsebagaipewarnamakananjuga

dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri textile dan kosmetik, Astaxathin

merupakansuatupewarna pada troutdansalmon(Henrikson,2009).

Minyak sawit merupakan sumber karotenoid terutama beta karoten sebagai

precursor vitamin A. Apabila dibandingkan dengan tingkat aktivitas vitamin A

(retinol ekivalen), maka minyak sawit memiliki ativitas vitamin A ekivalen 15

kali lebih besar dari wortel dan 300 kali lebih besar dari tomat ( Choo, 2000).

Perbandingan Aktivitas vitamin A minyak sawit dengan aktivitas vitamin A dari

sumber pangan lain dapat dilihat pada Tabel 2.7 di bawah ini.

(14)

Sumber Pangan Aktivitas vitamin A

Perbandingan tingkat aktivitas vitamin A

Minyak sawit 30.000 -

Wortel 2.000 15

Sayur hijau 685 44

Aprikort 250 120

Tomat 100 300

Nenas 30 1.000

Jeruk (juice) 8 3.750

Sumber : Choo (2000).

2.9 Solvolytic Micellization

Solvolytic micellization (SM) yaitu penyisihan zat yang dikehendaki ke dalam

fasa rafinat melalui penambahan suatu pelarut. Kelebihan metoda solvolytic

micellization dibandingkan dengan distilasi dalam pemekatan karoten yang

terdapat di dalam metil ester sawit antara lain solvolytic micellization relatif

sederhana, mudah, dapat dilakukan dengan efektif pada kondisi suhu kamar, dan

pelarut utama yang digunakan dapat dengan mudah didaur ulang. Selain itu titik

didih metil ester sawit yang relatif tinggi dan jumlah ester alkil di dalam metil

ester sawit mencapai ribuan kali dari jumlah karotennya. Betapa besar energi yang

diperlukan untuk memekatkan karoten walau hanya dari kadar ppm ke 1%

(10.000 ppm) (Lamria dan Soerawidjaja, 2006). Prinsip penjumputan dengan

SMadalah menyisihkan zat yang dikehendaki ke dalam fase rafinat melalui

penambahan suatu pelarut. Setelah minyak diubah menjadi metil ester maka

karotenoid yang tadinya larut di dalam lemak, sekarang berada di dalam metil

ester.Dengan penambahan pelarut tertentu (umumnya pelarut methanol/atau

etanol sebagai pelarut mayor dan air sebagai pelarut minor) maka terjadi proses

penyisihan. Metanol pelarut mayor akan melarutkan metil ester, sementara

karotenoid karena non polar sulit larut dalam metanol (polar). Air bersifat polar,

sehingga dapat membentuk misel antara methanol dengan ester. Lapisan kaya

ester berada di atas, sedangkan lapisan kaya karotenoid yang berada di bawah.

Lapisan kaya karotenoid diambil, lalu dilakukan analisis kandungan

karotenoidnya.

BAB 3

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Gambar 2.2. Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit (Ditjen  PPHP, 2006)
Tabel 2.2 Standar Kehilangan Minyak Inti Kelapa Sawit Terhadap TBS
Tabel 2.3. Rendemen limbah padat
+5

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat

Pemberian konsentrasi sodium siklamat berpengaruh terhadap frekuensi NDJ karena siklamat di dalam tubuh akan mengalami metabolisme dengan bantuan flora bakteri

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

Menurut dari hasil penelitian dari (Aprilia, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan didapatkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap

[r]

Pada model ini, evaluasi pelatihan memiliki keterbatasan yaitu pertama, tidak dapat membandingkan kebutuhan pelatihan sesuai dengan dunia kerja dengan hasil pelatihan yang telah

keuntungan  dari  PT  kepada  anggota/pengurus  yang  berstatus  orang  pribadi  disamakan  atau  dianggap  sebagai  deviden  (Ps.4  ayat  1  huruf