• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Glodokan (Polyalthia longifolia)

Tanaman Polyalthia longifolia pada awalnya merupakan tanaman yang

dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Solihin, 2014). Menurut penelitian

Widyastuti et al, (2013) P. longifolia lebih tahan terhadap serangan patogen busuk

akar merah daripada P. indicus, maka P. longifolia merupakan salah satu jenis

pohon peneduh yang dapat direkomendasikan untuk ditanam dihutan kota.

Adapun klasifikasi tanaman glodokan (Polyalthia longifolia) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonane

Ordo : Polycarpicae

Famili : Annonaceae

Genus : Polyalthia

Spesies : Polyalthia longifolia

(Tjitrosoepomo, 1993)

2.2 Sifat Tanah Ultisol

Lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai

dengan sangat rendah untuk menghasilkan tanaman pertanian atau dapat disebut

sebagai lahan yang mempunyai mutu rendah karena memiliki beberapa faktor

pembatas (Tufaila et al, 2014) . Menurut Strijke (2005) menyebutkan bahwa lahan

(2)

sistem pengelolaan yang tepat guna, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan

menjadi lebih produktif.

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah

permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran

permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah

utisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini

karena kesuburan tanah ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan

organik pada lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan

hara (Prasetyo et al, 2006).

Pada umumnya tanah ultisol mempunyai potensi keracunan Al dan miskin

kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara lainnya

terutama P dan katio-kation dapat tertukar lainnya, Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al

tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, dan peka terhadap erosi. Pada

umumnya tanah Ultisol belum ditangani dengan baik. Dalam skala besar tanah ini

dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri.

Tetapi pada tingkat petani dengan alasan faktor ekonomi menjadikan salah satu

penyebab tidak terkelolanya tanah ultisol dengan baik. Oleh karena itu harus dapat

diberikan solusi berupa inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas

tanah ultisol (Sudaryono, 2009).

2.3 Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula merupakan mikroba tanah yang bersimbiosis

dengan akar tanaman. Melalui simbiosis tersebut tanaman akan mempunyai

(3)

meningkatkan ketersediaan unsur hara terutama Fosfat (P) yang ketersediaannya

sangat rendah pada tanah kapur, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan

serapan air serta melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

Simbiosis antara mikoriza dengan tanaman dapat diketahui dengan adanya tingkat

infeksi fungi mikoriza arbuskula pada akar tanaman. Walaupun, tingginya tingkat

infeksi fungi mikoriza arbuskula tidak berhubungan dengan peningkatan

pertumbuhan tanaman (Prayudyaningsih dan Sari, 2016).

Mikoriza berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Mikoriza

memiliki struktur hifa yang menjalar luas ke dalam tanah, melampaui jauh jarak

yang dapat dicapai oleh rambut akar. Pada saat P berada di sekitar rambut akar,

maka hifa membantu menyerap P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi

dijangkau rambut akar. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi

hara untuk jangka waktu yang lebih dibandingkan dengan akar yang tidak

bermikoriza (Simanungkalit et al, 2006).

Vesikel merupakan struktur FMA yang berasal dari pembekakan hifa

internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan

berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan

makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk

mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe FMA vesikel memiliki fungsi yang

paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan

karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman,

sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman

(4)

Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu jenis mikroba tanah yang

mempunyai kontribusi penting dalam kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan

kemampuan tanaman dalam penyerapan unsur hara seperti fosfat, air, dan nutrisi

lainnya. Hal ini disebabkan karena kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat

memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan

berkembang melalui bulu akar. Selanjutnya miselia FMA dapat tumbuh menyebar

keluar akar sekitar lebih 9 cm, dengan total panjang hifanya dapat mencapai 26-54

m/g tanah ( Talanca, 2010).

Adanya simbiosis dengan FMA telah banyak diketahui mampu

memperbaiki hara tanaman inang melalui penyerapan hara dan air yang pada

akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Inokulasi FMA

pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan

meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang

menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa

eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil

sehingga kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh Yunisari (2015) menunjukkan bahwa

inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter, bobot kering

tanaman, indeks mutu bibit, dan infeksi akar tanaman jabon namun tidak

berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar. Dapat disimpulkan bahwa

inokulasi FMA dengan dosis 10 gram dapaat meningkatkan pertumbuhan bibit

jabon hasil kultur jaringan.

(5)

memperlihatkan respon yang nyata, hal ini diduga bahwa mikoriza belum

bersimbiosis dengan akar tanaman. Akar tanaman yang belum terinfeksi mikoriza

pertumbuhannya akan lambat. Kelambatan pertumbuhan salah satunya disebabkan

oleh gagalnya simbiose perakaran bibit dengan fungi mikoriza arbuskula. Hal

yang sama di dapati oleh Parhusip (2013) dimana penggunaan FMA tidak

berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar dan serapan P.

2.4 Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat merupakan kelompok mikroba tanah yang sering

dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan kritis. Mikroba pelarut fosfat mampu

mengekstraksi fosfat dari ikatannya dengan Al,Fe, Ca, Mg karena mikroba ini

mengeluarkan asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan

kation-kation pengikat fosfat di dalam tanah. Mikroba ini berupa bakteri seperti

Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus, dan fungi seperti

Penicilium, Aspergillus, Fusarium dan Sclerotium. Telah banyak dilaporkan

bahwa FPF mampu memperbaiki status nutrisi tanaman terutama P, dan

meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Marbun, 2015).

Alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P dan untuk

mengatasi rendahnya P tersedia atau kejenuhan P dalam tanah adalah dengan

memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut P sebgai pupuk hayati.

Mikroorganisme pelarut P adalah mikroorganisme yang dapat melarutkan P sukar

larut menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk,

sehingga dapat diserap tanaman. Penggunaan mikroba pelarut P merupakan salah

(6)

lingkungan, yang sekaligusdapat menghemat penggunaan pupuk P (Rasti dan

Sumarno, 2008).

Mikroorganisme ini hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di

daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah.

Keberadaan mikroorganisme ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan

organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar

tanaman mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis

mikroorganisme yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif

daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroorganisme

pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu

faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang

hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa,

ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan

ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing

mikroorganisme memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang

berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat

(Simanungkalit et al, 2006).

Menurut Schinner dan Ilmer (1995) dalam Pitriana (1999) Terdapat dua

mekanisme penting dalam pelarutan fosfat oleh mikroba pelarut fosfat yang

berhasil diamati :

1. Mikroba pelarut fosfat menghasilkan asam organik

Aspergillus niger, Penicillium simplicissimum, Pseudomonas sp (P/18/89) dan

(7)

sedangkan spesies lain mampu menghasilkan beberapa asam organik yang lain.

Penicilium aurantiogriseum dan Pseudomonas sp (P/18/89) memiliki

kemampuna yang tinggi dalam melarutkan kalsium-fosfat inorganik

(hydroxylapatitedan brushite).

2. Pelarutan fosfat tanpa memproduksi asam

Mekanisme ini terjadi melalui pelepasan proton yang menyertai respirasi atau

asimilasi NH4.

Penelitian yang dilakukan oleh Simanullang (2014) menunjukkan bahwa

penggunaan jamur perlarut fosfat jenis Aspergillus+Penicillium pada tanaman

suren merupakan isolat terbaik terhadap rataan pertumbuhan tinggi, diameter,

bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, dan serapan P. Pada penelitian Hendra

(2009) menunjukkan bahwa fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang

besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman meranti batu (Shorea platyclados)

dan luas daun sebesar 67,54 cm2.

Penelitian Fitriatin et al (2009) menunjukkan bahwa inokulasi campuran

Pseudomonas sp dan Penicillium sp mampu meningkatkan fosfatase, konsentrasi

P tajuk hingga 19, 23 % dan bobot gabah kering giling (GKG) padi gogo hingga

Referensi

Dokumen terkait

RPL SORE 41122144 Sugeng Subakti Penentuan Karyawan terbaik melalui penerapan sistem pendukung keputusan dengan metode SAW.. Nana Suarna, M.Kom Andi Setiawan,

Kelompok Kerja (Pokja) 3 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2016 akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan

Pada hari ini, Senin tanggal tigabelas bulan Juni tahun dua ribu enam belas kami Pokja Unit Layanan Pengadaan Daerah Provinsi Jawa Timur telah melakukan Evaluasi Dokumen

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI.. SEKRETARIAT DIREKTORAT

Penemuan interferon hasil dari bioteknologi modern untuk mengobati penyakit kanker sangatlah bermanfaat bagi para penderita, karena jaringan yang terkena kanker

Berdasarkan Berita /ULPD/WII.5/BC.TARAKAN/ Kelompok Kerja (Pokja) ULPD 14 Juni 2016 melalui Aplikasi Sederhana Pascakualifikasi Komunikasi KPPBC TMP B pelelangan

Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Kenampakan Alam dan Buatan Di Indonesia Pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Picture And Picture Di Kelas V SD Negeri

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak