• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2020 Direktur Sekolah Mengah Atas. Purwadi Sutanto NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2020 Direktur Sekolah Mengah Atas. Purwadi Sutanto NIP"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sekolah Menengah Atas mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan standar, pelaksanaan kebijakan penjaminan mutu, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, fasilitasi penyelenggaraan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang peserta didik, sarana prasarana, tata kelola, dan penilaian pada sekolah menengah atas dan pendidikan layanan khusus pada sekolah menengah atas serta penyiapan pemberian izin penyelenggaraan sekolah menengah atas yang diselenggarakan perwakilan negara asing atau lembaga asing dan urusan ketatausahaan. Pelaksanaan tugas fungsi tersebut merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan bahan perumusan Rencana Strategis Direktorat Sekolah Mengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024.

Rencana Strategis sebagai dokumen utama yang memuat visi, misi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan bidang Pendidikan Sekolah Mengah Atas (SMA), menjadi salah satu pedoman pelaksanaan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Selain itu, Rencana Strategis ini lebih lanjut dijabarkan ke dalam rencana kinerja atau program kerja tahunan yang sekaligus juga menjadi rujukan untuk mengevaluasi capaian program dan kegiatan dalam periode lima tahunan.

Namun demikian, secara periodik Rencana Strategis ini akan direviu untuk disempurnakan dan dilakukan perubahan yang diperlukan terkait dengan kebijakan internal dan capaian target tahunan. Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan sangat diharapkan berpartisipasi dalam memberikan saran dan masukan yang positif dan relevan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan jaman.

Jakarta, Agustus 2020

Direktur Sekolah Mengah Atas

Purwadi Sutanto

(3)

ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR DIAGRAM ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Kondisi Umum Pendidikan SMA ... 2

1.1.1. Akses Layanan Pendidikan ... 2

1.1.1.1. Program Indonesia Pintar ... 4

1.1.1.2. DAK Non Fisik ... 5

1.1.1.3. DAK Fisik ... 6

1.1.1.4. Bantuan Pemerintah Unit Sekolah Baru ... 6

1.1.1.5. Bantuan Pemerintah Ruang Kelas Baru ... 7

1.1.2. Pemerataan Mutu Pendidikan SMA ... 8

1.1.3. Relevansi Pendidikan Data Produktivitas ... 11

1.1.4. Tata Kelola Pendidikan SMA ... 12

1.2. Permasalahan Umum Pendidikan SMA ... 13

1.3. Tata Kelola Satuan Pendidikan ... 23

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN ... 26

2.1. Visi Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020 – 2024 ... 26

2.2. Misi Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020 – 2024 ... 28

2.3. Tujuan Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020 – 2024 ... 29

2.4. Sasaran Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020 – 2024 ... 30

2.5. Tata Nilai Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 31

BAB III ARAH KEBIJAKAN STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ... 35

3.1. Arah Kebijakan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan ... 35

3.2. Arah Kebijakan Dan Strategi Direktorat Jenderal ... 37

3.2.1. Arah Dan Kebijakan Direktorat SMA ... 38

3.2.2. Strategi Dan Kunci Keberhasilan Implementasi Kebijakan ... 41

3.3. Kerangka Regulasi ... 42

(4)

iii

3.5. Kerangka Birokrasi ... 47

BAB IV TARGET KINERJA DAN TARGET PENDANAAN ... 50

4.1. Target Kinerja ... 50

4.2. Kerangka Pendanaan ... 51

BAB V PENUTUP ... 54 LAMPIRAN – LAMPIRAN

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penerima PIP Tahun 2015 – 2019 ... 5

Tabel 2. Program BOS SMA Tahun 2015 – 2019 ... 6

Tabel 3. Alokasi DAK 2015 – 2019 ... 6

Tabel 4. Unit Sekolah Baru Tahun 2015 – 2019 ... 7

Tabel 5. Ruang Kelas Baru Tahun 2015 – 2019 ... 8

Tabel 6. Sekolah Dan Siswa Yang Mengikuti Program Kewirausahaan ... 12

Tabel 7. Pencapaian Siswa Dalam Mengikuti Lomba Internasional ... 12

Tabel 8. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Kelompok Pengeluaran ... 14

Tabel 9. Kecamatan Yang Belum Terdapat SMA ... 14

Tabel 10. Rasio Jumlah Lulusan SMP Terhadap Ketersediaan Jumlah Rombongan Belajar Kelas dan Ruang Kelas di Kelas X SM ... 16

Tabel 11. Rasio Jumlah Lulusan SMP Terhadap Ketersediaan Jumlah Rombongan Belajar Kelas dan Ruang Kelas di Kelas X SMA ... 17

Tabel 12. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Berbagai Sub Urusan Jenjang Pendidikan Menengah ... 20

Tabel 13. Tujuan Direktorat SMA Tahun 2020 – 2024 ... 29

Tabel 14. Sasaran Direktorat SMA Tahun 2020 – 2024 ... 30

Tabel 15. Kebijakan Dan Strategi Yang Dilakukan Direktorat SMA ... 39

Tabel 16. Kerangka Regulasi Pendidikan SMA Tahun 2020 – 2024 ... 42

Tabel 17. Sasaran, Indikator Kinerja Sasaran Dan Target ... 50

Tabel 18. Kerangka Pendanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Direktorat SMA Tahun 2020 – 2024 ... 51

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian Kewenangan Pendidikan ... 24

Gambar 2. Dokumen Perencanaan Sekolah ... 28

Gambar 3. Profil Pelajar Pancasila ... 35

Gambar 4. Kebijakan Merdeka Belajar ... 37

Gambar 5. Kerangka Pikir Pembangunan Manusia ... 38

Gambar 6. Arah Dan Kebijakan Direktorat SMA ... 41

Gambar 7. Koordinasi Direktorat SMA ... 40

Gambar 8. Strategi dan Kunci Keberhasilan Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar ... 41

Gambar 9. Struktur Organisasi Direktorat SMA ... 45

(7)

vi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. APK SM 205 – 2019 ... 3

Diagram 2. Kondisi Peserta Didik SMA Putus Sekolah ... 4

Diagram 3. Pertumbuhan Akreditasi Sekolah ... 8

Diagram 4. Sekolah Penyelanggara UNBK Jenjang SMA/SMALB ... 9

Diagram 5. Pertumbuhan Indeks Integritas Ujian Nasional (UN) ... 10

Diagram 6. Proporsi Kecamatan Yang Tidak Mempunyai SMA Tahun 2019 ... 15

Diagram 7. Data Capaian SPM Provinsi Tahun 2019 ... 18

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional. Di Indonesia, Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen menyatakan bahwa "setiap warga negara berhak mendapat pendidikan". Ketetapan dalam UUD 1945 tersebut menegaskan kewajiban pemerintah untuk menyediakan akses seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah mempunyai amanat untuk membangun sistem pendidikan nasional yang menjamin pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan serta peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Dalam rangka melaksanakan amanat tersebut, pemerintah menetapkan pendidikan sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Salah satu peran utama pendidikan di Indonesia adalah untuk membangun dan mengembangkan sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan salah satunya oleh tersedianya tenaga kerja yang terampil dan produktif. Pendidikan mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan di tingkat menengah mempunyai andil besar dalam peningkatan produktivitas ini dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan oleh para calon tenaga kerja baik untuk memulai bekerja maupun untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengemban amanat untuk mengendalikan pembangunan SDM melalui ikhtiar bersama dengan pemerintah daerah berkewajiban dalam meningkatkan mutu pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini, dasar dan kesetaraan, pemerintah provinsi bertanggung jawab dalam pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus.

(9)

2

Dalam periode yang lalu (2015—2019), Direktorat SMA telah mengimplementasikan Nawa Cita dalam berbagai program kerja prioritasnya, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) serta Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Memasuki periode selanjutnya (2020— 2024) sesuai dengan yang diamandatkan presiden dan wakil presiden Republik, pembangunan SDM di Indonesia akan memperhatikan beberapa antisipasi mendasar.

Pertama, SDM Indonesia perlu dipersiapkan untuk menyesuaikan diri selaras dengan

perkembangan zaman. Revolusi Industri 4.0 melahirkan masyarakat kreatif dan masyarakat pengetahuan yang akan memunculkan corak ekonomi yang diwarnai oleh kreativitas dan inovasi insani di satu pihak dan “kesenyawaan” ekonomi dan kebudayaan sebagai sistem simbiosis di pihak lainnya (UNESCO, 2005; World Bank, 2007).

Kedua, dampak dari gencarnya pembangunan infrastruktur perlu dimanfaatkan untuk

memajukan kehidupan sosial bangsa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah rencana strategis (renstra) yang dapat memandu jalannya pembangunan SDM untuk periode 2020—2024 dalam menata dan memaksimalkan bonus demografi yang menjadi kunci tercapainya bangsa maju yang berkeadilan sosial, seperti yang dicita-citakan oleh para Pendiri Bangsa.

Ketiga, pandemi Covid 19 secara masif telah mendorong perubahan signifikan pada proses

pendidikan, antara lain satuan pendidikan di hampir seluruh dunia menerapkan moda pembelajaran jarak jauh sehingga percepatan pengimplementasian sistem digital di satuan pendidikan menjadi satu keharusan untuk memastikan peserta didik tetap dapat terlayani. Renstra Direktorat SMA ini dijiwai oleh Visi dan Misi Presiden yang juga diacu dalam Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tahun 2020-2024.

Mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong,

dan berkebinekaan global”.

1.1 Kondisi Umum Pendidikan SMA

1.1.1 Akses Layanan Pendidikan SMA

Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi pendidikan SMA di Indonesia adalah ketersediaan akses pendidikan bagi peserta didik tanpa memandang latar belakang dan status ekonomi. Indikator tersebut sejalan dengan Undang – Undang Dasar 1945 pada ayat 31 pasal 1 yang menyatakan bahwa “Setiap

(10)

3

warga negara berhak mendapat pendidikan”. Direktorat SMA sebagai satuan kerja di Kemendikbud diharapkan mampu untuk menyediakan akses pendidikan jenjang sekolah menengah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terdapat 2 (dua) capaian yang dapat digunakan untuk melihat partisipasi masyarakat terhadap pelayanan pendidikan SMA yakni Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Putus Sekolah (APTS). APK SM (Sekolah Menengah) merupakan perbandingan antara jumlah peserta didik di jenjang sekolah menengah dengan penduduk usia 16-18 tahun di wilayah yang sama.

Dalam kurun waktu tahun 2015-2019, berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSPK) yang saat ini sudah bergabung dengan Pustekom menjadi Pusdatin, APK SM mengalami peningkatan dari tahun 2015 – 2019 seperti yang tergambar pada Diagram 1

Diagram 1. APK SM 2015 - 2019

Pada tahun ajaran 2015/2016 APK SM berada di angka 76.45. APK SM tersebut mengalami peningkatan dan pada tahun ajaran 2019/2020, APK SM berada di angka 92,92. Capaian tersebut telah melebihi target yang ditetapkan pada renstra yakni APK SMA/MA/SMK/Paket C sebesar 82,21. Selain APK, acuan lain yang digunakan untuk mengukur capaian ketersediaan layanan pendidikan adalah angka putus sekolah (APTS). APTS menunjukan tingkat putus sekolah di suatu jenjang

76.45 81.92 86.94 88.55 92.92 70 75 80 85 90 95 2 0 1 5 / 2 0 1 6 2 0 1 6 / 2 0 1 7 2 0 1 7 / 2 0 1 8 2 0 1 8 / 2 0 1 9 2 0 1 9 / 2 0 2 0

APK SM

(11)

4

pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh, APTS SMA periode tahun ajaran 2015/2016 hingga 2019/2020 mengalami penurunan.

Diagram 2. Kondisi Peserta Didik SMA Putus Sekolah

Pada tahun ajaran 2015/2016 APTS berada di angka 0,94%. APTS tersebut mengalami penurunan dan pada tahun ajaran 2019/2020, APTS berada di angka 0,54%. Capaian tersebut telah melebihi target penurunan APTS yang ditetapkan pada renstra yakni sebesar 0,80%.

Berdasarkan kedua hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan akses layanan pendidikan yang memenuhi target pada Renstra Kemendikbud 2015-2019. Capaian tersebut diperoleh melalui berbagai program yang dilaksanakan oleh Kemendikbud dengan kerjasama yang melibatkan Kementerian/Lembaga lain yang meliputi Program Indonesia Pintar (PIP), Dana Alokasi Khusus (Non Fisik dan Fisik), dan Bantuan Pemerintah yang disalurkan melalui Direktorat SMA dalam bentuk pembangunan Unit Sekolah Baru dan Ruang Kelas Baru. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing program tersebut.

Program Indonesia Pintar (PIP)

PIP merupakan salah satu paket kebijakan yang didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Keluarga Produktif, bersama dengan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) dan Program Indonesia Sehat (PIS). Program Indonesia Pintar berbentuk bantuan uang tunai

40,454 36,419 31,123 15,953 26,864 0.94% 0.78% 0.65% 0.33% 0.54% 0.15% 0.30% 0.45% 0.60% 0.75% 0.90% 1.05% 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 2015/2016 2016/2017 2017/2018 2018/2019 2019/2020

Kondisi Peserta Didik SMA Putus Sekolah

(12)

5

yang diberikan kepada siswa berusia 6 sampai dengan 21 tahun dari keluarga miskin atau rentan miskin dalam membiayai pendidikannya, sehingga mereka dapat mengakses layanan pendidikan sampai menamatkan pendidikan menengah. Pemberian PIP kepada keluarga miskin dan rentan miskin ini adalah untuk mendukung pemerataan layanan pendidikan dalam rangka peningkatan akses pendidikan. Jumlah rata-rata peserta didik penerima PIP dalam kurun waktu tahun 2015-2019 sebanyak 1.5 juta sebagaimana tertuang pada Tabel 1.

Tabel 1. Penerima PIP 2015 - 2019

DAK Non Fisik

DAK Non Fisik atau biasa disebut dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk mendukung operasional sekolah, menguatkan kemampuan sekolah dalam meningkatkan mutu dan memastikan peserta didik yang tidak mampu, dibebaskan atau diringankan dari pungutan. Melalui bantuan ini sekolah diharapkan memiliki kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan menengah kepada peserta didik, termasuk mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Perhitungan bantuan dana BOS dilakukan berdasarkan jumlah peserta didik di setiap satuan pendidikan. Pada Tahun 2015 jumlah dalam BOS disalurkan dengan dasar perhitungan jumlah siswa 4.391.141 orang dengan unit cost per peserta didik Rp 1.200.000,00.

Pada tahun 2015 dana BOS disalurkan dan dianggarkan di Kemendikbud, namun sejak tahun 2016 dana BOS disalurkan langsung melalui mekanisme transfer daerah dengan mengacu pada data yang diperoleh melalui basis data Dapodikdasmen. Dalam kurun waktu tahun 2015-2019, jumlah dana BOS dan unit cost yang dialokasikan mengalami peningkatan seperti pada tabel berikut :

No Tahun Satuan PIP Per

Tahun

Jumlah Siswa Nilai Bantuan

Sosial PIP (Rp) 1 2015 1.000.000 1.638.671 1.353.515.000.000 2 2016 1.000.000 1.655.080 1.345.294.000.000 3 2017 1.000.000 1.520.422 1.241.865.000.000 4 2018 1.000.000 1.516.701 1.193.068.115.634 5 2019 1.000.000 1.464.712 1.191.740.433.000

(13)

6

Tabel 2. Program BOS SMA Tahun 2015 - 2019

No Tahun Unit Cost

persiswa (Rp)

Jumlah Siswa SMA sebagai Perhitungan Penerima BOS Nilai BOS (Rp Juta) 1 2015 1.200.000 4.391.141 5.269.369 2 2016 1.400.000 4.338.466 6.073.852 3 2017 1.400.000 4.500.535 5.826.216 4 2018 1.400.000 4.624.078 6.544.731 5 2019 1.400.000 5.041.622 7.058.270 DAK Fisik

Dana DAK Fisik adalah adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam hal ini adalah bidang pendidikan. Di dalam DAK Fisik terdapat berbagai menu yang dapat digunakan untuk meningkatkan akses layanan pendidikan yakni pembangunan ruang kelas baru. Selain itu terdapat menu yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bangunan atau fisik dari sekolah yakni rehabilitasi serta pembangunan dan rehabilitasi berbagai bangunan di sekolah yang menunjang proses pembelajaran. Program DAK Fisik ini dilaksanakan dengan melibatkan Kemendikbud, Kemenkeu, Kemendagri, dan Bappenas.

Tabel 3. Alokasi DAK Tahun 2015-2019

*Tahun 2016 alokasi hanya untuk jenjang SD

Bantuan Pemerintah Unit Sekolah Baru (USB)

Upaya meningkatkan daya tampung peserta didik, Direktorat SMA telah memberikan bantuan dana untuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) kepada pemerintah daerah yang memerlukan bantuan penyediaan sekolah menengah di daerah. Bantuan diberikan ke daerah yang belum tersedia satuan pendidikan menengah atau di daerah yang memiliki kekurangan daya tampung. Syarat utama

Tahun Reguler Afirmasi Jumlah Alokasi DAK

Fisik SMA 2015 1.606.608.000.000 2016 0 2017 1.221.428.000.000 1.221.428.000.000 2018 1.234.221.176.000 166.135.455.000 1.400.356.631.000 2019 1.740.150.710.000 97.877.295.000 1.838.028.005.000

(14)

7

pemberian bantuan adalah ketersediaan lahan oleh pemerintah daerah. Sepanjang 2015-2019 telah dibangun 374 USB di seluruh Indonesia yang mempu menampung peserta didik baru sebanyak 40.392 siswa. Kapasitas ini dihitung berdasarkan ketersediaan tiga ruang kelas baru per USB. Dengan penambahan kapasitas daya tampung ini, diharapkan lulusan SMP/MTs dapat melanjutkan ke SMA terutama di daerah yang selama ini belum tersedia layanan pendidikan SMA. Setiap unit sekolah baru dibangun berupa tiga ruang kelas, satu perpustakaan, satu laboratorium, satu ruang kantor, jamban, dan gudang.

Bantuan ini ke depannya diharapkan sekolah dapat mengembangkan kapasitas layanannya melalui dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Adapun jumlah USB dibangun tiap tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Unit Sekolah Baru Tahun 2015 -2019

Bantuan Pemerintah Ruang Kelas Baru

Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas daya tampung SMA dalam memberikan layanan pendidikan kepada lulusan SMP/MTs, adalah dengan program pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB). Melalui pembangunan RKB diharapkan daya tampung SMA meningkat. Untuk itu, Direktorat SMA memberikan bantuan kepada sekolah-sekolah yang memiliki potensi untuk menampung peserta didik lebih banyak. Selama periode 2015-2019, Direktorat Pembinaan SMA telah memberikan bantuan untuk membangun 9.082 unit ruang kelas baru yang dapat menampung sedikitnya 326.952 peserta didik baru SMA. Bantuan RKB diberikan hanya sampai tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 bantuan sejenis disalirkan melalui transfer daerah melalui DAK Fisik. Adapun jumlah ruang kelas baru yang dibangun oleh Direktorat SMA tiap tahun adalah sebagai berikut:

No Tahun USB

Dibangun

Anggaran (RP Juta)

Tambahan Daya Tampung (Jumlah Peserta Didik)

1 2015 70 129.499 7560 2 2016 204 463.925 22.032 3 2017 70 171.515 7.560 4 2018 20 59.468 2.160 5 2019 10 35.475 1.080 Jumlah 364 824.407 40.392

(15)

8

Tabel 5. Ruang Kelas Baru 2015-2019

Selain keempat program tersebut, terdapat program lainnya dalam mendukung pemerataan layanan Pendidikan, seperti renovasi sekolah, dan rehabilitasi ruang kelas, laboratorium serta berbagai ruang penunjang proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas serta menjaga bangunan fisik yang sudah ada di sekolah tetap dapat digunakan sesuai dengan standar sarana dan prasarana yang telah ditetapkan.

1.1.2 Pemerataan Mutu Pendidikan

Sejalan dengan pemerataan layanan Pendidikan untuk peningkatan akses Pendidikan, dalam periode 2015—2019, pemerataan mutu layanan Pendidikan juga mengalami peningkatan, antara lain, jumlah SMA yang terakreditasi terus bertambah, guru yang tersertifikasi semakin banyak, dan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) terus naik. Akreditasi SMA dijalankan oleh BAN S/M untuk sekolah dan madrasah.Akreditasi sekolah untuk jenjang SMA meningkat dari 28,23% di tahun 2015 menjadi 75,88% di tahun 2019.

No Tahun RKB Dibangun (Unit) Anggaran (RP Juta) Tambahan Daya Tampung (Jumlah Peserta Didik) 1 2015 2153 402.103 77.508 2 2016 4187 402.907 150.732 3 2017 1024 201.799 36.864 4 2018 1718 374.544 61.848 5 2019 - - - Jumlah 9.082 1.781.353 326.952 77.20 79.10 81.83 83.41 84.60 28.23 46.67 60.39 73.51 75.88 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2015 2016 2017 2018 2019 % SMA Te ra kr ed ita si m in im al B

Akreditasi SMA

Target Capaian

(16)

9

Terobosan yang dilakukan dalam memperbaiki kesahihan UN adalah dengan memberlakukan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang telah berhasil mendorong naiknya Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN). Dengan UN yang semakin sahih dan dapat dipercaya, ukuran mutu pendidikan nasional menjadi semakin jelas. Direktorat SMA berhasil mendorong pengadopsian UNBK di hampir semua sekolah di Tanah Air untuk menggantikan Ujian Nasional Kertas dan Pensil (UNKP). Data yang ditampilkan pada Diagram dibawah menunjukkan peningkatan jumlah satuan pendidikan dan peserta UN yang menggunakan UNBK pada jenjang SMA sederajat

Diagram 4. Sekolah Penyelenggara UNBK Jenjang SMA/SMALB

Peningkatan signifikan penggunaan UNBK dialami baik oleh SMA/SMK/MA Sederajat seperti terlihat pada diagram 4. Di tahun 2015, penggunaan UNBK hanya berkisar 2,9% untuk jenjang SMA/SMALB. Pada tahun 2019, pada jenjang SMA/SMALB hanya tersisa 2,7% peserta UN yang tidak menggunakan UNBK. Pada jenjang SMA, persentase penggunaan UNBK juga sudah mencapai 97,3%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan komputer dan teknologi informasi semakin merata pada sekolah-sekolah Indonesia.

Penggunaan UNBK ini mendukung kampanye gerakan menjunjung tinggi integritas dalam pelaksanaan UN sebagai bagian dari penguatan karakter yang dilakukan Direktorat SMA. Hasil pengukuran integritas pelaksanaan UN ditunjukkan oleh nilai IIUN. Sepanjang periode 2015—2019, IIUN jenjang dan SMA sederajat terus membaik.

(17)

10

Sumber: LKJ Kemendikbud tahun 2019

Diagram 5. Pertumbuhan Indeks Integritas UN

Pada Diagram 5. tampak peningkatan IIUN yang tinggi pada jenjang SMA sederajat. Terjadi peningkatan lebih dari 30% dalam kurun waktu 4 tahun dari 2015 ke 2019, sehingga mencapai nilai 99,36%. Peningkatan IIUN di jenjang SMA disebabkan karena penerapan UNBK di jenjang SMA hampir mendekati 100%, dan pada tahun 2019 penerapan UNBK sudah penuh 100% yang berarti IIUN akan menjadi 100% pula. Perbaikan integritas pelaksanaan UN mengoreksi nilai UN dan memunculkan nilai murni yang bermanfaat dalam merancang intervensi perbaikan mutu untuk tiap sekolah.

Upaya lain yang telah dilakukan untuk mendorong pemerataan mutu adalah pemberlakuan sistem zonasi. Sebelumnya, ketidakmerataan mutu pendidikan dapat disebabkan oleh adanya sekolah favorit dan sekolah tidak favorit dalam satu daerah. Ada kepercayaan bahwa siswa yang terdaftar di satu sekolah favorit akan menikmati layanan pendidikan yang lebih bermutu dibandingkan dengan sekolah yang tidak favorit. Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 berupaya mendorong pemerataan mutu pendidikan dan mengikis pandangan yang salah mengenai sekolah favorit dan tidak favorit.

Peraturan ini mewajibkan sekolah yang diselenggarakan oleh Pemda, kecuali SMK, untuk menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah sebesar 90% dari keseluruhan jumlah peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik tersebut didasarkan pada alamat yang tercantum di kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum pelaksanaan penerimaan peserta

(18)

11

didik baru (PPDB). Pemda menetapkan radius zona terdekat sesuai dengan kondisi daerahnya. Sisa kuota sebesar 5% boleh diberikan untuk jalur prestasi, dan 5% lainnya untuk peserta didik yang mengalami perpindahan domisili. Dengan sistem zonasi, semua sekolah didorong untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara penguatan peran pemangku kepentingan sekolah. Komite Sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG) secara keseluruhan bergerak untuk memikirkan cara yang dapat ditempuh untuk memastikan mutu sekolah setempat meningkat. Dengan demikian, orang tua siswa tidak lagi berebut masuk ke sekolah yang dianggap favorit dan alokasi sumber daya dapat dibagikan secara adil bagi setiap sekolah, tidak hanya sekolah favorit. Upaya-upaya tersebut merupakan dilakukan untuk memastikan mutu pendidikan di seluruh Indonesia merata dan pembangunan SDM nasional memiliki mutu yang memadai. Permasalahan tentunya masih dijumpai di tengah usaha-usaha yang telah dikerjakan, sebagaimana dijelaskan selanjutnya.

1.1.3 Relevansi Pendidikan dan Produktivitas

Untuk memastikan peningkatan kemampuan siswa lulusan SMA memasuki jenjang pendidikan berikutnya ataupun memasuki dunia kerja, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat SMA untuk memastikan kemampuan lulusan SMA yang relevan dengan kebutuhan adalah melalui program kewirausahaan, pengembangan karakter dan minat bakat peserta didik, serta pembinaan ekstrakulikuler. Adapun capaian program tersebut adalah sebagai berikut.

1) Siswa Mengikuti Program Kewirausahaan

Program Kewirausahaan mulai diterapkan di sekolah pada tahun 2016 dengan jumlah sekolah sebanyak 818 sekolah sebagai rintisan yang melibatkan kelas X dan kelas XI rata-rata 242 Siswa. Pada tahun berikutnya program ini diperbaiki dengan melakukan optimalisasi jumlah sekolah yang dibina. Setiap tahun 204 sekolah menjadi sasaran pembinaan program kewirausahaan, yang melibatkan rata-rata 241 siswa/tahun. Selama periode 2015-2019 telah dilakukan pembinaan 1430 sekolah yang melibatkan 348.774 siswa. Secara rinci dapat dilihat di tabel berikut:

(19)

12

Tabel 6. Sekolah dan Siswa Yang Mengikuti Program Kewirausahaan

No Tahun Jumlah SMA yang melakukan

pembelajaran Kewirausahaan

Jumlah siswa SMA yang Kewirausahaan 1 2015 0 0 2 2016 818 201.318 3 2017 204 48.999 4 2018 204 48.894 5 2019 204 49.563 Jumlah 1430 348.774

2) Siswa Mengikuti Lomba Internasional

Selain melalui program kewirausahaan, peningkatan kemampuan lulusan SMA juga dapat dilakukan melalui pengembangan minat dan bakat peserta didik, melalui lomba di tingkat Internasional. Hal ini bisa dilihat dari jumlah medali yang diperoleh dalam lomba tingkat Internasional yang terus mengalami peningkatan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Pencapaian Siswa Dalam Mengikuti Lomba Internasional

No Tahun Jumlah

Lomba/Event

Jumlah

Peserta Emas Perak Perunggu

Jumlah Medali 1 2015 12 57 12 23 18 53 2 2016 12 51 6 14 23 43 3 2017 12 49 10 16 19 45 4 2018 14 61 12 20 17 49 5 2019 9 41 7 20 12 39 Jumlah 59 259 47 93 89 229

1.1.4 Tata Kelola Pendidikan SMA

Tata kelola pendidikan SMA yang baik diperlukan untuk memastikan adanya kesetaraan dan kepastian/ keterjaminan layanan pendidikan SMA. Tata kelola pendidikan SMA tidak terlepas dari unsur pembiayaannya. Tanggung jawab atas pembiayaan pendidikan menengah di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Terkait dengan pengelolaan data pendidikan, pengawasan dan manajemen SDM, Direktorat SMA telah melakukan inovasi yang mengarah pada perbaikan tata kelola.

(20)

13

Dit SMA menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sistem pendataan online

yang memuat data satuan pendidikan, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, dan substansi pendidikan yang bersumber dari satuan pendidikan. Dapodik diciptakan untuk mewujudkan basis data tunggal sehingga tercipta tata kelola data pendidikan yang terpadu guna membantu pembuatan kebijakan berdasarkan data yang bersifat realtime. Dapodik telah digunakan dalam menetapkan berbagai kebijakan pengelolaan pendidikan SMA, antara lain untuk menentukan Dana Alokasi Khusus Fisik dan Non Fisik (BOS).

Dalam rangka penguatan pengawasan, Direktorat SMA telah melaksanakan berbagai program pengawasan yang diatur dalam Permendikbud, antara lain: pengendalian gratifikasi, penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), Whistle Blowing System, Penanganan Benturan Kepentingan, Pembangunan Zona Integritas, dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah. Selain itu, telah dibentuk unit-unit Satuan Pengawasan Intern (SPI) dan Tim Reformasi Birokrasi Instansi (RBI).

Untuk melaksanakan program dan kegiatan secara akuntabel dan transparan Direktorat SMA secara aktif mendorong transaksi cashless untuk program-program prioritas seperti BOS, KIP, dan pengadaan buku teks untuk memperkuat pengawasan dan mencegah kebocoran anggaran.

1.2 Permasalahan Umum Pendidikan SMA

Permasalahan yang dihadapi dalam periode yang lalu menjadi pelajaran untuk mengenali potensi yang dimiliki dalam meningkatkan kemudahan masyarakat mengakses layanan pendidikan menengah terutama di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) dan di antara masyarakat yang kurang mampu. Capaian Direktorat SMA dalam kurun waktu tahun 2015-2019, perlu mendapat perhatian lebih dalam kurun waktu lima tahun mendatang dan menjadi fokus intervensi Direktorat SMA adalah sebagai berikut:

1) Belum seluruh penduduk memperoleh layanan akses pendidikan SMA yang berkualitas, khususnya masyarakat yang berada di daerah 3T dan masyarakat yang kurang mampu. Hal ini terlihat dari kesenjangan pencapaian APK antar provinsi sebagaimana telah ditunjukkan pada pembahasan sebelumnya. Disamping itu, kesenjangan juga masih terlihat dari Rata-Rata Lama Sekolah

(21)

14

Penduduk Usia > 15 Tahun antara kelompok pengeluaran yang tertinggi (Kuintil 5) dan terendah (Kuintil 1) sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Kelompok Pengeluaran

Kelompok Pengeluaran

Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Kelompok Pengeluaran

2015 2016 2017 2018 2019 Kuintil 1 6.19 6.45 6.59 6.60 6.82 Kuintil 2 7.06 7.35 7.46 7.50 7.69 Kuintil 3 7.81 7.93 8.06 8.23 8.36 Kuintil 4 8.89 8.90 8.79 8.99 9.14 Kuintil 5 11.20 11.04 10.86 11.14 11.31

Data tersebut menunjukkan bahwa status ekonomi memberikan konsekuensi pada capaian rata-rata lama bersekolah. Seiring peningkatan status ekonomi, rata-rata lama bersekolah turut meningkat. Dibandingkan dengan Kuintil 1 yang rata-rata penduduknya bersekolah sampai kelas 6 SD/sederajat, penduduk pada Kuintil 5 rata-rata sudah bersekolah sampai kelas 11 SM/sederajat.

2) Belum seluruh kecamatan di Indonesia memiliki minimal satu (1) SMA. Kondisi ini menciptakan munculnya kantung-kantung putus sekolah di berbagai wilayah Indonesia khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).

(22)

15

Berdasarkan analisis rasio, jumlah lulusan SMP terhadap ketersediaan rombel di Kelas X tingkat pendidikan menengah (SMA dan SMK), saat ini kapasitas yang tersedia di pendidikan menengah (SMA dan SMK) mampu menampung rata-rata 94% dari lulusan SMP. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan menengah sedang dalam tahap optimalisasi terhadap daya tampung lulusan SMP untuk menuju ke jenjang Pendidikan menengah. Tabel 4 menunjukkan angka rasio jumlah lulusan SMP terhadap ketersediaan rombel di kelas X SM untuk masing-masing provinsi. Sebagai contoh, tabel tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Papua memiliki rasio terendah dengan rata-rata daya tampung pendidikan menengahnya baru mampu menampung sebesar 84% lulusan SMP. Sedangkan angka rasio jumlah lulusan SMP terhadap ruang kelas yang tersedia di kelas X sekolah menengah (SMA dan SMK) mampu menampung rata-rata 42% dari lulusan SMP

(23)

16

Tabel 10. Rasio Jumlah Lulusan SMP Terhadap Ketersediaan Jumlah Rombongan Belajar (Rombel) dan Ruang Kelas di Kelas X SM

No Provinsi SMP SM Rasio Rombel Lulusan Rasio Lulusan SMP Lulusan Rombel Siswa Baru

Rombel Ruang SMP Terhadap Rombel Terhadap Ruang SMP SMP Kelas X Kelas X Kelas X SM Kelas X (SMA/SMK)

1 Prov. D.K.I. Jakarta 122.100 3.816 131.395 3.650 53.564 0,96 0,44 2 Prov. Jawa Barat 580.671 18.146 621.464 17.263 218.754 0,95 0,38 3 Prov. Banten 138.711 4.335 157.673 4.380 54.202 1,01 0,39 4 Prov. Jawa Tengah 389.859 12.183 422.046 11.723 150.339 0,96 0,39 5 Prov. D.I. Yogyakarta 42.648 1.333 50.344 1.398 21.079 1,05 0,49 6 Prov. Jawa Timur 406.821 12.713 461.255 12.813 161.012 1,01 0,40

7 Prov. Aceh 62.982 1.968 63.290 1.758 33.086 0,89 0,53

8 Prov. Sumatera Utara 214.293 6.697 241.428 6.706 92.522 1,00 0,43 9 Prov. Sumatera Barat 69.142 2.161 88.258 2.452 32.193 1,13 0,47 10 Prov. Riau 83.781 2.618 93.125 2.587 35.316 0,99 0,42 11 Prov. Kepulauan Riau 24.642 833 28.521 792 10.521 0,95 0,43 12 Prov. Jambi 41.177 1.287 45.681 1.269 18.514 0,99 0,45 13 Prov. Sumatera Selatan 113.786 3.556 116.542 3.237 40.963 0,91 0,36 14 Prov. Kepulauan Bangka

Belitung 19.288 603 19.586 544 7.136 0,90 0,37

15 Prov. Bengkulu 28.059 877 29.623 823 16.247 0,94 0,58 16 Prov. Lampung 101.073 3.159 105.652 2.935 36.634 0,93 0,36 17 Prov. Kalimantan Barat 74.376 2.324 73.870 2.052 24.779 0,88 0,33 18 Prov. Kalimantan

Tengah 34.838 1.089 33.738 937 14.287 0,86 0,41

19 Prov. Kalimantan

Selatan 39.232 1.226 46.340 1.287 16.365 1,05 0,42

20 Prov. Kalimantan Timur 50.323 1.573 54.839 1.524 20.147 0,97 0,40 21 Prov. Kalimantan Utara 9.784 306 9.710 270 3.499 0,88 0,36 22 Prov. Sulawesi Utara 39.841 1.245 39.194 1.088 19.209 0,87 0,48 23 Prov. Gorontalo 16.384 512 18.501 513 7.278 1,00 0,44 24 Prov. Sulawesi Tengah 42.645 1.333 43.641 1.212 17.718 0,91 0,42 25 Prov. Sulawesi Selatan 126.560 3.955 127.100 3.531 53.166 0,89 0,42 26 Prov. Sulawesi Barat 20.513 641 20.101 559 8.302 0,87 0,40 27 Prov. Sulawesi Tenggara 42.103 1.316 44.576 1.238 19.984 0,94 0,47

28 Prov. Maluku 31.620 988 31.799 883 14.512 0,89 0,46

29 Prov. Maluku Utara 19.877 621 19.897 553 9.344 0,89 0,47 30 Prov. Bali 66.165 2.068 64.188 1.783 20.929 0,86 0,32 31 Prov. Nusa Tenggara

Barat 58.366 1.824 63.542 1.765 24.326 0,97 0,42

32 Prov. Nusa Tenggara

Timur 103.425 3.232 104.577 2.905 36.803 0,90 0,36

33 Prov. Papua 36.767 1.149 34.896 969 14.267 0,84 0,39

34 Prov. Papua Barat 14.243 445 15.418 429 6.617 0,96 0,46

(24)

17

Tabel 11. Rasio Jumlah Lulusan SMP Terhadap Ketersediaan Jumlah Rombongan Belajar (Rombel) dan Ruang Kelas di Kelas X SMA

No

Provinsi

SMP SMA Rasio Rombel Lulusan Rasio Lulusan SMP Lulusan Rombel Siswa

Baru Rombel Ruang SMP Terhadap Rombel Terhadap Ruang SMP SMP Kelas X Kelas X Kelas X SMA Kelas X SMA 1 Prov. D.K.I. Jakarta 122.100 3.816 56.271 1.563 24.452 0,41 0,20

2 Prov. Jawa Barat 580.671 18.146 236.215 6.562 88.249 0,36 0,15

3 Prov. Banten 138.711 4.335 69.849 1.940 24.212 0,45 0,17

4 Prov. Jawa Tengah 389.859 12.183 144.412 4.011 54.706 0,33 0,14

5 Prov. D.I. Yogyakarta 42.648 1.333 19.625 545 8.571 0,41 0,20

6 Prov. Jawa Timur 406.821 12.713 185.897 5.164 70.940 0,41 0,17

7 Prov. Aceh 62.982 1.968 43.742 1.215 23.632 0,62 0,38

8 Prov. Sumatera Utara 214.293 6.697 130.301 3.619 47.861 0,54 0,22

9 Prov. Sumatera Barat 69.142 2.161 52.919 1.470 20.432 0,68 0,30

10 Prov. Riau 83.781 2.618 55.576 1.544 21.001 0,59 0,25

11 Prov. Kepulauan Riau 24.642 833 16.845 468 5.882 0,56 0,24

12 Prov. Jambi 41.177 1.287 26.684 741 10.576 0,58 0,26

13 Prov. Sumatera Selatan 113.786 3.556 71.887 1.997 26.980 0,56 0,24

14 Prov. Kepulauan Bangka Belitung

19.288 603 9.947 276 3.649 0,46 0,19

15 Prov. Bengkulu 28.059 877 18.212 506 7.238 0,58 0,26

16 Prov. Lampung 101.073 3.159 53.121 1.476 21.426 0,47 0,21

17 Prov. Kalimantan Barat 74.376 2.324 45.945 1.276 16.098 0,55 0,22

18 Prov. Kalimantan Tengah 34.838 1.089 20.716 575 8.731 0,53 0,25 19 Prov. Kalimantan Selatan 39.232 1.226 24.879 691 9.209 0,56 0,23

20 Prov. Kalimantan Timur 50.323 1.573 26.237 729 9.524 0,46 0,19

21 Prov. Kalimantan Utara 9.784 306 5.902 164 2.215 0,54 0,23

22 Prov. Sulawesi Utara 39.841 1.245 21.361 593 9.788 0,48 0,25

23 Prov. Gorontalo 16.384 512 11.176 310 3.886 0,61 0,24

24 Prov. Sulawesi Tengah 42.645 1.333 27.511 764 9.945 0,57 0,23

25 Prov. Sulawesi Selatan 126.560 3.955 79.257 2.202 31.507 0,56 0,25

26 Prov. Sulawesi Barat 20.513 641 10.317 287 3.881 0,45 0,19

27 Prov. Sulawesi Tenggara 42.103 1.316 32.016 889 13.802 0,68 0,33

28 Prov. Maluku 31.620 988 24.078 669 10.538 0,68 0,33

29 Prov. Maluku Utara 19.877 621 13.959 388 5.941 0,62 0,30

30 Prov. Bali 66.165 2.068 30.377 844 10.608 0,41 0,16

31 Prov. Nusa Tenggara Barat

58.366 1.824 35.144 976 14.086 0,54 0,24

32 Prov. Nusa Tenggara Timur

103.425 3.232 69.431 1.929 24.621 0,60 0,24

33 Prov. Papua 36.767 1.149 22.361 621 8.637 0,54 0,23

34 Prov. Papua Barat 14.243 445 9.849 274 4.289 0,62 0,30

(25)

18

Merujuk pada tabel diatas bahwa di jenjang SMA rasio jumlah lulusan SMP terhadap ketersediaan rombel dan ruang kelas di kelas X SMA untuk masing-masing provinsi sebesar 53%, sedangkan rasio untuk ruang kelas sejumlah 23%. 3) Peningkatan kualitas pembelajaran belum maksimal

Terdapat tujuh (7) faktor utama penyebab belum optimalnya kualitas proses pembelajaran di Indonesia, yaitu:

a) Jaminan kualitas pelayanan Pendidikan yang belum optimal;

Belum sepenuhnya pemerintah daerah berkomitmen untuk memenuhi SPM pendidikan dasar sebagai acuan dalam pelaksanaan urusan wajib daerah. Sementara itu dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2013 ditetapkan bahwa setiap kabupaten dan kota wajib memenuhi SPM sekurang-kurangnya dalam waktu 3 tahun setelah SPM tersebut disahkan. Selain itu belum tersedianya SPM pendidikan menengah mengakibatkan- daerah belum memiliki acuan dalam memenuhi urusan wajib pengelolaan pendidikan menengah. Indeks Pencapaian SPM Pendidikan adalah suatu indikator untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan SPM Pendidikan. Indeks Pencapaian SPM Pendidikan diukur dari 3 aspek yaitu: 1) Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar; 2) Penerima Pelayanan Dasar, dan 3) Tingkat Partisipasi Pendidikan

(26)

19

Capaian persentase SMA/SMLB berakreditasi minimal B mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2018. Pada tahun 2018 persentase SMA/SMLB dengan berakreditasi minimal B sebesar 75,93%, kemudian pada tahun 2019 naik menjadi 80,19%. Hal ini berarti bahwa sampai dengan tahun 2019, sebanyak 11.429 satuan pendidikan SMA/SMLB telah berakreditasi minimal B dari jumlah populasi SMA/SMLB sebanyak 14.252 satuan pendidikan. Berikut adalah tren kenaikan persentase SMA/SMLB berakreditasi minimal B dari tahun 2015 sampai dengan 2019.

b) Belum optimalnya pelaksanaan kurikulum

Penerapan kurikulum 2013 di satuan pendidikan belum berjalan optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan kurikulum 2013.

c) Belum optimalnya sistem penilaian Pendidikan

Sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan terpercaya belum sepenuhnya terbangun. Hal ini antara lain dapat dilihat dengan: (i) belum optimalnya sistem penilaian untuk mengukur ketercapaian kompetensi peserta didik secara utuh; (ii) belum optimalnya upaya penguatan lembaga penilaian pendidikan yang independen; (iii) belum optimalnya pemanfaatan hasil belajar siswa sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara berkesinambungan.

(27)

20

d) Gejala memudarnya karakter siswa dan semangat kebangsaan

Meningkatnya kasus-kasus penyalahgunaan narkotika, perkelahian antar pelajar dan antar kelompok masyarakat, serta pergaulan bebas, dapat ditafsirkan sebagai gejala memudarnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai karakter yang bersumber dari budaya bangsa. Hal ini menjadi perhatian yang sangat penting bagi dunia pendidikan. Demikian pula halnya dengan semangat kebangsaan yang dirasakan menurun. Hal ini dapat dilihat dari semakin menurunnya perilaku saling menghargai keragaman, toleransi, etika, moral dan gotong- royong, yang menjadi jati diri bangsa.

Kedua hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya perubahan dalam tatanan kehidupan dan perilaku akibat perubahan teknologi, serta era globalisasi.

e) Tata Kelola Pendidikan SMA

Untuk jenjang pendidikan menengah, pembagian kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk sub urusan manajemen pendidikan, kurikulum, akreditasi, pendidik dan tenaga kependidikan, perizinan pendidikan, serta bahasa dan sastra berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2014 disajikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 12 . Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi serta Kabupaten/Kota untuk Berbagai Sub Urusan untuk Jenjang Pendidikan Menengah

No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah

Kabupaten/Kota

1 Manajemen

Pendidikan

Penetapan standar nasional

pendidikan.

Pengelolaan pendidikan

2 Kurikulum Penetapan kurikulum nasional Penetapan kurikulum

muatan lokal

3 Akreditasi Akreditasi pendidikan menengah

4 Pendidik dan

Tenaga Kependidikan

a. Pengendalian formasi pen-didik,

pemindahan pendidik, dan

pengembangan karier pendidik

b. Pemindahan pendidik dan tenaga

kependidikan lintas daerah

provinsi

Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas

daerah kabupaten/kota

dalam 1 (satu) daerah provinsi

Pemindahan

pen-didik dan tenaga kependidikan dalam daerah kabupaten/ kota.

(28)

21

No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah

Kabupaten/Kota

5 Perizinan

Pendidikan

Penerbitan izin penyelengga-raan satuan pendidikan asing

Penerbitan izin pendidikan menengah yang diseleng-garakan oleh masyarakat

6 Bahasa dan

Sastra

Pembinaan bahasa dan sastra

Indonesia

Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya lintas daerah kabupaten/ kota dalam 1 (satu) daerah provinsi

Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam daerah kabupaten/ kota

Secara keseluruhan, kewenangan untuk jenjang pendidikan menengah terbagi secara seimbang antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dengan menyisakan kewenangan yang terbatas untuk daerah kabupaten/kota. Secara khusus pemerintah pusat memiliki wewenang mutlak untuk sub urusan akreditasi. Sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota hanya memiliki wewenang dalam sub urusan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan dalam daerah kabupaten/kota serta sub urusan bahasa dan sastra untuk pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam bahasa daerah kabupaten/kota.

Secara lebih rinci, pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah provinsi dalam hal manajemen pendidikan dan kurikulum, pemerintah pusat menetapkan standard pendidikan dan kurikulum nasional, sedangkan pemerintah provinsi wewenangnya dalam pengelolaan pendidikan dan penetapan muatan kurikulum lokal. Untuk sub urusan tenaga pendidik dan kependidikan, pemerintah pusat mengendalikan formasi pendidik, pemindahan pendidik, dan pengembangan karier pendidik serta pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas daerah provinsi, sedangkan pemerintah daerah provinsi berwenang dalam hal pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas daerah kabupaten/ kota dalam 1 (satu) daerah provinsi. Dalam hal perizinan pendidikan, pemerintah pusat hanya berwenang dalam hal penerbitan izin penyelenggaraan satuan pendidikan asing, sedangkan yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan wewenang pemerintah daerah provinsi. Sedangkan untuk pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra, pembinaan bahasa dan sastra Indonesia merupakan wewenang pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi memiliki wewenang pada

(29)

22

pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi.

Sub urusan lain yang tidak tercantum dalam Undang-undang No 23 Tahun 2014, seperti pendanaan, dan lain lain, pembagian wewenangnya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi serta pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan kondisi masing-masing daerah. Meskipun ada pembagian wewenang pusat, provinsi dan kabupaten/kota terkait tenaga pendidik dan kependidikan serta bahasa dan sastra, di jenjang Pendidikan Menengah tidak menjadi tupoksi Direktorat SMA.

f) Belum optimalnya tata kelola organisasi di lingkungan Direktorat SMA.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan dan peningkatan kinerja instansi tetap menjadi agenda utama kementerian ke depan. Direktorat SMA harus menjaga agar kualitas Laporan Keuangan Kemendikbud tetap Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Demikian pula dengan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja Direktorat SMA masuk dalam kategori BB (sangat baik) yang memberi ruang untuk terus meningkatkan kinerja dari perencanaan hingga pelaksanaan program kerja dan anggaran. Konsistensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi terus dilakukan untuk mendorong Direktorat SMA menjadi satuan kerja yang berpredikat ZI-WBK (Zona Integritas - Wilayah Bebas dari Korupsi).

g) Tantangan Pengembangan Pendidikan SMA Periode 2020-2024

Dari berbagai potensi dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, tantangan yang dihadapi dalam pemajuan pendidikan SMA berkenaan dengan ekosistem pendidikan, guru, pedagogi, dan kurikulum/program, tantangan tersebut sebagai berikut:

1. Memerdekakan pembelajaran di jenjang SMA yang sebelumnya dianggap beban, menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan

2. Memerdekakan sistem pendidikan di jenjang SMA yang sebelumnya tertutup

(pemangku kepentingan bertindak tanpa kerja sama) menjadi sistem pendidikan yang terbuka (pemangku kepentingan dapat bekerja sama)

3. Memerdekakan guru yang sebelumnya sebagai penerus pengetahuan menjadi

(30)

23

4. Memerdekakan pedagogi, kurikulum, dan asesmen yang sebelumnya

dikendalikan oleh konten menjadi berbasis kompetensi dan nilai-nilai 5. Memerdekakan pendekatan pedagogi yang sebelumnya bersifat pukul rata

(one size fits all) menjadi berpusat pada pelajar dan personalisasi

6. Memerdekakan pembelajaran yang sebelumnya yang didominasi oleh

pembelajaran secara manual/tatap muka, menjadi pembelajaran yang difasilitasi oleh teknologi

7. Memerdekakan program-program pendidikan yang sebelumnya

dikendalikan oleh pemerintah, menjadi program yang dapat bekerjasama dengan industri

8. Memerdekakan pendidikan yang sebelumnya dibebani oleh peraturan dan perangkat administrasi menjadi bebas untuk berinovasi

9. Memerdekakan ekosistem pendidikan yang sebelumnya dikendalikan

pemerintah, menjadi ekosistem yang diwarnai oleh otonomi dan partisipasi aktif (agency) semua pemangku kepentingan

1.3 Tata Kelola Satuan Pendidikan

1) Mekanisme Pengelolaan BOS di SMA

Amanat Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dalam upaya menjamin terselenggaranya wajib belajar tersebut pemerintah memberikan dana BOS yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan Pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dilaksanakan berdasarkan SPM dengan prinsip MBS, yaitu: a) Kewajiban mengelola dana secara profesional dengan menerapkan prinsip

efisien, efektif, akuntabel, dan transparan;

b) memberikan Kebebasan dalam perencanaan, pengelolaan, dan

pengawasan program yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Sekolah;

c) hanya untuk Kepentingan peningkatan layanan pendidikan dan tidak ada

(31)

24

d) Keikutsertaan guru dan Komite Sekolah dalam pengelolaan BOS Reguler

2) Perencanaan Anggaran RKAS (Rencana Kerja Anggaran Sekolah)

Satuan Pendidikan sebagai suatu lembaga atau intitusi mempunyai satu tujuan atau lebih. Dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun rencana strategis dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Cara pencapaiannya dilakukan melalui berbagai perencanaan dan program kegiatan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran Sekolah.

Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) merupakan suatu aktivitas yang menggambarkan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh suatu satuan pendidikan disertai dengan petunjuk-petunjuk tentang cara pelaksanaannya, dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki menuju sekolah yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang disusun oleh kepala sekolah bersama Tim kerja yang bertugas untuk menyusun rencana kerja sekolah tersebut. Rencana kerja anggaran sekolah harus disusun secara komprehensif dan menggambarkan upaya sekolah dalam mencapai Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan potensi sekolah dan dukungan lingkungan setempat.

3) Manajemen Data Pokok Pendidikan (Dapodik)

Dapodik adalah adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari Program perencanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Karena tanpa perencanaan pendidikan yang matang, maka seluruh program yang terbentuk dari perencanaan tersebut akan jauh dari tujuan yang diharapkan. Untuk melaksanakan perencanaan pendidikan, maupun untuk melaksanaan

(32)

25

program pendidikan secara tepat sasaran, dibutuhkan data yang cepat, lengkap, valid, akuntabel dan terus up to date. Dengan ketersediaan data yang cepat, lengkap, valid, akuntabel dan up to date tersebut, maka proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi kinerja program-program pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan lebih terukur, tepat sasaran, efektif, efisien dan berkelanjutan.

Dapodik digunakan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan penentuan lokus bantuan sarana prasarana dan DAK fisik; dasar perhitungan dalam pemberian dana BOS oleh dinas provinsi, sebagai acuan dalam menetapkan penerima program PIP, dan sebagai instrumen utama pengukuran program zonasi, serta pemetaan mutu pendidikan. Melihat penggunaan Dapodik yang begitu besar, kualitas dari Data Pendidikan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh satuan pendidikan yaitu:

(1) Proses penginputan dan pemutakhiran Data pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan dan dikirimkan secara daring melalui sistem informasi Data pendidikan, dimulai pada awal semester sampai dengan akhir semester.

(2) Data wajib diperbaharui setiap kali ada perubahan Data pada Entitas Data. (3) Pemutakhiran Data dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

(33)

26

BAB II

VISI, MISI DAN TUJUAN

2.1 Visi Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024

Direktorat SMA, Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendukung Visi dan Misi Presiden untuk mewujudkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global.

Visi tersebut di atas menggambarkan komitmen Direktorat SMA Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen, Kemendikbud untuk mendukung terwujudnya visi dan misi Presiden melalui pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dimiliki secara konsisten, bertanggung jawab, dapat dipercaya, dengan mengedepankan profesionalitas dan integritas. Oleh karena itu, perumusan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan SMA akan mengedepankan inovasi guna mencapai kemajuan dan kemandirian Indonesia. Sesuai dengan kepribadian bangsa yang berlandaskan gotong royong, Direktorat SMA Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen, Kemendikbud dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan SMA, bekerja bersama untuk memajukan pendidikan SMA sesuai dengan Visi dan Misi Presiden tersebut. Selaras dengan perwujudan visi dan misi Presiden tersebut, Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai dengan tugas dan kewenangannya, berkomitmen untuk menciptakan Pelajar Pancasila yang merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Keenam ciri tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia

Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak

(34)

27

beragama; (b) akhlak pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.

2. Berkebinekaan global

Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci dari berkebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.

3. Bergotong royong

Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.

4. Mandiri

Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri.

5. Bernalar kritis

Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan.

6. Kreatif

Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.

(35)

28

Gambar 2. Profil Pelajar Pancasila

Keenam karakteristik ini terwujud melalui penumbuhkembangan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila, yang adalah fondasi bagi segala arahan pembangunan nasional. Dengan identitas budaya Indonesia dan nilai-nilai Pancasila yang berakar dalam, masyarakat Indonesia ke depan akan menjadi masyarakat terbuka yang berkewargaan global - dapat menerima dan memanfaatkan keragaman sumber, pengalaman, serta nilai-nilai dari beragam budaya yang ada di dunia, namun sekaligus tidak kehilangan ciri dan identitas khasnya.

2.2. Misi Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024

Untuk mencapai Visi Direktorat SMA Tahun 2020-2024, maka perlu disusun Misi Direktorat SMA 2020-2024 sebagai berikut:

M 1 Mewujudkan pendidikan SMA yang relevan dan berkualitas tinggi, merata dan berkelanjutan, didukung oleh infrastruktur dan teknologi

M2 Mengoptimalkan peran serta seluruh pemangku kepentingan untuk

mendukung transformasi dan reformasi pengelolaan pendidikan SMA.

M 1: Diarahkan untuk mewujudkan pendidikan SMA yang berkualitas tinggi secara berkelanjutan yang relevan dengan kebutuhan, perkembangan jaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu juga untuk memeratakan kualitas pendidikan menengah yang timpang antar daerah. Untuk mencapainya, diperlukan dukungan penyiapan dan penyediaan infrastruktur dan teknologi yang memadai.

M 2: Diperlukan untuk mengoptimalkan peran seluruh pemangku kepentingan, seluruh lembaga yang terkait dengan pendidikan di SMA, baik instansi

(36)

29

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pengabdian kepada masyarakat, dunia usaha, dunia industri, yayasan, perguruan tinggi, dan sebagainya. Kesemuanya diperlukan untuk memberikan dukungan dan kontribusi nyata dalam berbagai bentuk program dan/atau kegiatan atau bantuan lainnya dalam mendukung transformasi dan reformasi pengelolaan pendidikan SMA.

2.3. Tujuan Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024

Sebagai sub sistem Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani pendidikan menengah, tujuan yang dicanangkan untuk mendukung dan mencapai Visi dan Misi Direktorat SMA Tahun 2020-2024 adalah:

Tabel 13. Tujuan Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024

Tujuan Indikator Kinerja Tujuan Target*

Meningkatnya perluasan akses afirmasi jenjang Pendidikan SMA serta percepatan Wajib Belajar 12 Tahun

Jumlah provinsi dengan nilai kinerja sekolah (scorecard minimum 75 (kategori tinggi)

20

Meningkatnya mutu satuan

Pendidikan pada jenjang

Sekolah Menengah Atas

Persentase satuan pendidikan

jenjang SMA nilai scorecard

minimum 75 (kategori tinggi)

20%

Meningkatnya kualitas pembelajaran pada jenjang Sekolah Menengah Atas

Persentase siswa dengan nilai

Asesmen Kompetensi (Literasi)

memenuhi kompetensi minimum

61,2 %

Persentase siswa dengan nilai Asesmen Kompetensi (Numerasi) memenuhi kompetensi minimum

30,1%

Meningkatnya Karakter Peserta Didik pada jenjang Sekolah Menengah Atas

Persentase satuan pendidikan yang memiliki lingkungan kondusif dalam pembangunan karakter

(37)

30

Tujuan Indikator Kinerja Tujuan Target*

Terwujudnya pengelolaan pendidikan yang partisipatif, transparan dan akuntabel pada pada jenjang Sekolah

Menengah Atas

Persentase data pokok pendidikan

jenjang SMA yang akurat,

terbarukan dan berkelanjutan

96%

Skor SAKIP Direktorat SMA A

Nilai Kinerja Anggaran Direktorat SMA

85

*Tahun 2024

2.4. Sasaran Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2020-2024

Dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan yang dicanangkan, Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA) menetapkan sasaran untuk periode 2020-2024 sebagai berikut:

Tabel 14. Sasaran Kegiatan Direktorat SMA Tahun 2020-2024

Sasaran Indikator Kinerja Sasaran Target*

Tersedianya layanan

pendidikan SMA yang

merata dan berkualitas pada jenjang SMA

Jumlah kab/kota dengan APK

SMA/MA/SMLB sekurang-kurangnya 95%

259

Jumlah SMA yang menjadi Sekolah Penggerak

2.600 Persentase SMA yang memiliki nilai

kinerja sekolah (scorecard) minimal 75 (kategori Sangat Tinggi)

20.0

Persentase siswa SMA dengan nilai

Asesmen Kompetensi (Literasi)

memenuhi kompetensi minimum

63.0

Persentase siswa SMA dengan nilai Asesmen Kompetensi (Numerasi) memenuhi kompetensi minimum

30.1

Persentase SMA yang menggunakan peralatan TIK (komputer) dalam proses pembelajaran

83.11

Persentase SMA yang memiliki

lingkungan kondusif dalam

pembangunan karakter

50

Persentase data pokok pendidikan SMA

yang akurat, terbarukan dan

berkelanjutan

95.50

(38)

31

2.5. Tata Nilai Direktorat Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pelaksanaan misi dan pencapaian visi, tujuan dan sasaran memerlukan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukung. Tata nilai merupakan dasar sekaligus arah bagi sikap dan perilaku seluruh pegawai Direktorat SMA dalam menjalankan tugas membangun pendidikan dan kebudayaan. Berikut ini tata nilai yang menjadi fokus utama dalam Rencana Strategis Direktorat SMA Tahun 2020-2024:

1. Integritas

Pada nilai integritas terkandung makna keselarasan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sesuai dengan nilai integritas, pegawai Direktorat SMA diharapkan konsisten dan teguh dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan, terutama dalam hal kejujuran dan kebenaran dalam tindakan dan mengemban kepercayaan. Adapun indikator yang mencerminkan nilai integritas adalah:

a. Konsisten dan teguh dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dalam tindakan

b. Jujur dalam segala tindakan

c. Menghindari benturan kepentingan

d. Berpikiran positif, arif, dan bijaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsi

e. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku

f. Tidak melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme g. Tidak melanggar sumpah dan janji pegawai/jabatan h. Tidak melakukan perbuatan rekayasa atau manipulasi

i. Tidak menerima pemberian (gratifikasi) dalam bentuk apapun di luar ketentuan

2. Kreatif dan Inovatif

Nilai kreatif dan inovatif bermakna memiliki daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan hal baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode, atau alat. Indikator dari nilai kreatif dan inovatif adalah:

a. Memiliki pola pikir, cara pandang, dan pendekatan yang variatif terhadap setiap permasalahan, serta mampu menghasilkan karya baru

(39)

32

b. Selalu melakukan penyempurnaan dan perbaikan berkala dan berkelanjutan c. Bersikap terbuka dalam menerima ide-ide baru yang konstruktif

d. Berani mengambil terobosan dan solusi dalam memecahkan masalah

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bekerja secara

efektif dan efisien

f. Tidak merasa cepat puas dengan hasil yang dicapai g. Tidak bersikap tertutup terhadap ide-ide pengembangan

h. Tidak monoton

3. Inisiatif

Inisiatif adalah kemampuan bertindak melebihi yang dibutuhkan atau yang dituntut dari pekerjaan. Pegawai Direktorat SMA sewajarnya melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dahulu dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan serta menciptakan peluang baru atau menghindari timbulnya masalah. Indikator dari nilai inisiatif adalah:

a. Responsif melayani kebutuhan stakeholder

b. Bersikap proaktif terhadap kebutuhan organisasi

c. Memiliki dorongan untuk mengidentifikasi masalah atau peluang dan mampu mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah

d. Tidak hanya mengerjakan tugas yang diminta oleh atasan

e. Tidak sekedar mencari suara terbanyak. berlindung dari kegagalan. berargumentasi bahwa apa yang Anda lakukan telah disetujui oleh semua anggota tim

4. Pembelajar

Pada nilai pembelajar terkandung ikhtiar untuk selalu berusaha

mengembangkan kompetensi dan profesionalisme. Pegawai Direktorat SMA harus berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, serta mampu mengambil hikmah dan pelajaran atas setiap kejadian. Indikator yang menunjukkan nilai pembelajar adalah:

a. Berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas

wawasan. pengetahuan. dan pengalaman

(40)

33

c. Berbagi pengetahuan atau pengalaman dengan rekan kerja

d. Memanfaatkan waktu dengan baik

e. Suka mempelajari hal yang baru

f. Rajin belajar atau bertanya atau berdiskusi

5. Menjunjung Meritokrasi

Nilai menjunjung meritokrasi berarti menjunjung tinggi keadilan dalam pemberian penghargaan bagi karyawan yang kompeten. Pegawai Direktorat SMA perlu memiliki pandangan yang memberi peluang kepada orang untuk maju berdasarkan kelayakan dan kecakapannya. Indikator yang mencerminkan nilai ini adalah:

a. Berkompetisi secara profesional

b. Memberikan kesempatan yang setara dalam mengembangkan kompetensi pegawai

c. Memberikan penghargaan dan hukuman secara proporsional sesuai kinerja

d. Tidak sewenang-wenang

e. Tidak mementingkan diri sendiri

f. Menduduki jabatan sesuai dengan kompetensinya

g. Mendapatkan promosi bukan karena kedekatan/primordialisme

6. Terlibat Aktif

Nilai terlibat aktif bermakna senantiasa berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Pegawai Direktorat SMA sudah semestinya senantiasa berusaha mencapai tujuan bersama serta memberikan dorongan agar pihak lain tergerak untuk menghasilkan karya terbaiknya. Nilai terlibat aktif ini tdapat dilihat dari indikator:

a. Terlibat langsung dalam setiap kegiatan untuk mendukung visi dan misi Kementerian

b. Memberikan dukungan kepada rekan kerja

c. Peduli dengan aktifitas lingkungan sekitar (tidak apatis) d. Tidak bersifat pasif. sekedar menunggu perintah

Gambar

Diagram 1. APK SM 2015 - 2019
Diagram 2. Kondisi Peserta Didik SMA Putus Sekolah
Tabel 1.  Penerima PIP 2015 - 2019
Tabel 3. Alokasi DAK Tahun 2015-2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja Jasa Konsultansi Provinsi Jawa.. Barat yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor

Dengan hasil Pembuktian Kualifikasi sebagai berikut: Secara Substantif dokumen kualifikasi yang dilakukan pembuktian kualifikasi Ada yang Tidak Sesuai sehingga TI DAK MEMENUHI

entitas induk (investor yang memiliki pengendalian atas entitas anak) yang mencantat investasi pada entitas anak, entitas asosiasi dan ventura bersama berdasarkan biaya perolehan

Semua data yang sudah di cleaning, dikelompokan sesuai dengan tahapan algoritma C4.5 disini akan ditentukan nilai gain dan nilai entropy dari seluruh data yang diolah

Sesudah penerapan fasilitas kerja yang ergonomis, terjadi perbaikan sikap kerja pada kelompok perlakuan dan terdapat pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal

Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai implementasi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan

Tinjauan Mengenai Perencanaan Program Kelompok Belajar Usaha (KBU) Budidaya Ulat Hongkong dalam Menumbuhkan Kemandirian Pemuda yang Diselenggarakan Karang Taruna di