• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kacang Panjang Morfologi Kacang Panjang Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kacang Panjang Morfologi Kacang Panjang Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kacang Panjang

Kacang panjang diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminosae (Papilionaceae), genus Vigna dan spesies Vigna cylindrica (L.) Skeels. Kacang panjang merupakan tanaman yang diduga berasal dari India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh menyebar ke daerah-daerah Asia Tropika sehingga banyak dikenal kacang panjang jenis-jenis lokal yang sesuai dengan keadaan lingkungan tempat tumbuhnya (Haryanto et al. 2007).

Morfologi Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling dengan panjang 6-8 cm, pangkal daun membulat, ujung lancip, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga tanaman majemuk dan terdapat pada ketiak daun, tangkainya berbentuk silindris, berwarna ungu dan mahkota bunga berbentuk kupu-kupu. Buah tanaman berbentuk polong, berwarna hijau dan panjang 15-25 cm dan biji yang berbentuk lonjong, pipih, berwarna coklat muda. Tanaman ini berakar tunggang dengan warna coklat muda (Hutapea 1994).

Bunga pada kacang panjang memiliki struktur bunga yang lengkap yang dapat menyerbuk sendiri atau silang. Penyerbukan silang terjadi dengan bantuan serangga dengan tingkat keberhasilan 10% dan oleh manusia yang ingin mencoba menyilangkan tanaman kecang panjang untuk mendapatkan varietas unggul (Haryanto et al. 1999).

Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang

Hama yang umum menyerang tanaman kacang panjang antara lain: kutudaun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae). Kutu daun ini menjadi vektor dari virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Blackman & Eastop 2000), Ophiomyia phaseoli Tr. (Diptera: Agromizydae), ulat grayak (Spodoptera

(2)

litura) (Lepidoptera: Noctuidae), penggerek polong (Maruca testulalis) (Lepidoptera: Pyralidae) dan tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd).

Beberapa patogen yang menginfeksi kacang panjang antara lain: cendawan (Sclerotium rolfsii, Colletotrichum sp. Cercospora canescens, dan Fusarium oxysporum f.sp. phaseoli) dan virus mosaik [Cowpea-aphid borne mosaic virus (CaBMV), Bean common mosaic virus (BCMV) dan Soybean mosaic virus (SMV) ] (Haryanto et al. 2007).

Virus Mosaik Kacang Panjang (VMKP)

Penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu dari beberapa penyakit penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Menurut Agrios (2005) penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan kerusakan pada daun, batang, akar, buah, biji atau bunga, dan menimbulkan kerugian ekonomi dengan menurunkan hasil dan kualitas produk tumbuhan.

Virus mosaik termasuk kedalam genus Potyvirus yang merupakan salah satu kelompok virus terbesar. Partikel virus berbentuk batang lentur dengan panjang 720-770 nm dan lebar 11-12 nm. Tipe asam nukleatnya utas tunggal (single strand) RNA (ss-RNA). Kandungan asam nukeat dalam partikel virus sebesar 5% sedangkan kandungan protein dalam coat protein sebesar 95% (Shukla et al. 1994).

Virus mosaik pada tanaman kacang panjang (VMKP) merupakan virus yang umum menyerang tanaman kacang-kacangan (Drijfhout 1977) dan beberapa tanaman dari famili Leguminosae (CABI 2005). Virus ini dapat terbawa oleh benih, ditularkan melalui serangga vektor (kutu daun) ataupun dengan sap tanaman. Tanaman kacang-kacangan yang terserang VMKP menunjukkan gejala mosaik dan nekrosis. Tulang daun berwarna hijau tua sedangkan daerah interveinal menjadi hijau muda. Adanya perubahan warna daun biasanya diikuti dengan malformasi daun berupa kerutan, dan menggulung. Tipe gejala yang ditimbulkan ditentukan oleh strain virus itu sendiri, suhu lingkungan pertanaman dan genotipe inang. Bercak dan malformasi daun adalah indikasi bahwa infeksi primer terjadi melalui biji (Galvez 1980). Akibat pertumbuhan terhambat karena terjadinya malformasi daun maka akan mengganggu proses fotosintesis, sehingga

(3)

berakibat pada penurunan produksi atau bahkan tidak berproduksi sama sekali (Hadidi et al. 1998).

Kerugian hasil yang diakibatkan oleh suatu penyakit terlihat dari luas serangan, serta intensitas serangan pada suatu area. Dari nilai kerugian hasil tersebut kita dapat mengetahui arti penting suatu penyakit pada suatu lahan. Sebaran penyakit yang disebabkan oleh virus mosaik pada tanaman kacang panjang pada musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini mungkin disebabkan karena pada musim kemarau jumlah populasi serangga vektor lebih banyak dibandingkan pada musim hujan, sehingga penyebaran penyakit dapat terjadi secara cepat (Lazuardi 2005).

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh VMKP yaitu melakukan eradikasi pada tanaman yang sakit. Hal ini berguna agar tanaman yang terserang VMKP tidak menyebar ke tanaman yang sehat. Pengendalian terhadap serangga vektor dalam hal ini Aphis craccivora dengan penyemprotan insektisida sintetik juga perlu dilakukan. Akan tetapi menurut Marwoso (2005), komoditas sayuran yang akan dikonsumsi langsung seperti kacang panjang, tidak dianjurkan untuk menggunakan insektisida. Hal tersebut disebabkan karena adanya residu insektisida yang dapat berbahaya bagi konsumen. Dari hasil penelitian yang telah dilakukannya, Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) mampu mengurangi berkembangnya tunas abnormal dan malformasi ukuran daun. Selain itu Jacob & Parlevliet (1993) melaporkan bahwa pengendalian dengan menggunakan varietas tahan merupakan salah satu komponen yang dapat dilakukan didalam program pengendalian hama terpadu dan merupakan tindakan preventif atau pencegahan. Setyastuti (2008), melaporkan bahwa sembilan kultivar kacang panjang (Bogor Hijau I, Asparagus, KP 888, Asri II, Sakura, KP 777, Dondot, Iguma dan Landung) menunjukkan respon rentan terhadap infeksi virus ini. Oleh karena itu dibutuhkan agen penginduksi yang dapat meningkatkan ketahanan sisemik tanaman.

Mekanisme pertahanan inang terhadap patogen terdiri dari pertahanan struktural melalui hambatan fisik yang menekan patogen saat masuk ke dalam tanaman dan pertahanan biokimia sel serta jaringan tanaman dengan memproduksi substansi yang bersifat toksin terhadap patogen (Agrios 2005). Matthews (1991)

(4)

juga melaporkan bahwa mekanisme reaksi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu tanaman resisten, tanaman toleran dan tanaman rentan. Tanaman resisten menunjukkan reaksi hipersensitif dengan mematikan sel-sel terlokalisasi pada tempat yang diinfeksi tanpa penyebaran virus lanjut sehingga pertumbuhan patogen dapat dibatasi. Pada tanaman toleran, virus dapat bereplikasi dan menyebar kedalam tanaman tetapi pengaruhnya terhadap hasil hanya sedikit. Pada tanaman rentan, virus bereplikasi dan menyebar kedalam tanaman yang mengakibatkan pengaruh terhadap hasil yang signifikan bahkan kematian pada tanaman.

Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan sistemik suatu tanaman adalah ekstrak tumbuhan (Hadidi et al. 1998). Induksi ketahanan sistemik tanaman menggunakan ekstrak daun Clerodendrum japonicum (bunga pagoda), Chenopodium amarinticolor, Mirabilis jalapa (bunga pukul empat) dan Androgaphis paniculata (sambiloto), cukup efektif dalam menekan infeksi virus mosaik pada tanaman kacang panjang tanpa mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman, masa berbunga dan jumlah bobot basah polong (Kurnianingsih 2010).

Kitosan

Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan hanya menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik dan merupakan polimer rantai linier glukosamin. Berat molekul kitosan sekitar 1,036 x 105 dalton tergantung proses pembuatannya. Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologi, tidak beracun dan tidak larut pada pH diatas 6,5 (Kurt et al. 1991).

Kitosan merupakan polisakarida yang diperoleh dari kulit terluar dari krustacea seperti kepiting dan udang (Sandford & Hutchings 1987; Sandford, 1989). Kitosan mempunyai muatan positif dengan banyak polimer yang secara fisiologis dan biologis unik dan digunakan dalam berbagai bidang industri seperti tata rias (lotion dan krim wajah), makanan (pengawet, antioksidan, antimikroba), bioteknologi, farmakologi dan obat-obatan serta pertanian (fungisida, elisitor) (Ren et al. 2001.).

Penelitian menggunakan kitosan dalam pengendalian berbagai jenis patogen seperti cendawan, bakteri dan virus saat ini telah banyak dilakukan.

(5)

Kitosan bukan hanya efektif dalam menghentikan pertumbuhan patogen, tetapi juga merubah morfologi, struktur dan disorganisasi molekul dari sel jamur (Benhamou 1996).

Pertumbuhan miselium dapat dihentikan atau menjadi lambat ketika media pertumbuhan jamur menggunakan kitosan. Peningkatan konsentrasi kitosan mengakibatkan pertumbuhan Alternaria alternata, Botrytis cinerea, Colletrotichum gloeosporioides dan Rhizopus stolonifer, menurun (El Ghaouth et al. 1992). Hal yang sama dilaporkan pada Sclerotinia sclerotiorum saat konsentrasi kitosan ditingkatkan dari 1% sampai 4% (Cheah et al. 1997). Penelitian lain menunjukkan penurunan pertumbuhan linier dari Rhizoctonia fragariae dengan konsentrasi kitosan yang meningkat secara bertahap 0,5-6,0 mg/ml (Wade & Lamondia 1994). Pertumbuhan miselium Fusarium solani f.sp. phaseoli dan F. solani f.sp pisi dapat dihambat dengan kitosan pada konsentrasi rendah, masing-masing 12 mg/ml dan 18 mg/ml (Hadwiger & Beckman 1980; Kendra & Hadwiger 1984). Kitosan mempunyai sifat anticendawan dan lebih baik dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikroba yang dapat mengurai cendawan. Selain itu kitosan dapat merangsang akumulasi fitoaleksin jaringan tanaman inang, kitinase, β glukanase dan lipoksigenase yang berguna untuk menghambat infeksi cendawan pada jaringan tanaman (Vasyukova et al. 2001).

Kitosan juga dapat memberikan pengaruh hambatan pada penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus dan viroid dengan meningkatkan respon hipersensitif inang terhadap infeksi virus (Pospieszny et al. 1991). Sebagai contoh, pada daun kacang, infeksi lokal yang disebabkan oleh Alfalfa mosaic virus (AMV) dapat ditekan dengan penyemprotan kitosan 0,1% atau ditambahkan pada inokulum (Pospieszny et al. 1991). Hal tersebut juga dilaporkan pada daun tomat yang terinfeksi Potato spindle tuber viroid (PSTVd) dan diberi perlakukan dengan kitosan pada konsentrasi yang sama (Pospieszny 1997).

(6)

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent Assays)

Metode deteksi virus dapat dibagi dalam beberapa metode seperti metode berdasarkan asam nukleat dan sifat protein. Metode deteksi virus yang didasarkan pada sifat asam nukleatnya umumnya dilakukan melalui teknik hibridisasi yakni menggunakan agen pelacak untuk mendeteksi virus dan polymerase chain reaction (PCR) yang mengamplifikasi rangkaian DNA dan divisualisasi menggunakan analisis gel elektroforesis. Sedangkan metode deteksi virus yang didasarkan pada sifat proteinnya umumnya dilakukan melalui teknik serologi dan elektroforesis yang memisahkan protein berdasarkan ukuran dan muatan.

Uji ELISA merupakan salah satu metode serologi yang banyak digunakan untuk mendeteksi virus. Uji ini mudah dilakukan, cepat, sensitif, akurat dan dapat digunakan untuk menguji sampel dalam jumlah yang banyak. Metode tersebut didasarkan pada konjugasi antar virus-antibodi dan enzim dengan menambahkan substrat pewarna, maka dapat diperlihatkan adanya konjugasi tersebut (Strange 2003).

Metode yang paling umum dalam uji ELISA yaitu double antibody sandwich ELISA (DAS ELISA) dan indirect ELISA. Dalam metode DAS ELISA, virus diikat oleh antibodi spesifik yang kemudian bereaksi lagi dengan antibodi spesifik yang telah diikat oleh enzim. Keuntungannya adalah memiliki spesifitas yang tinggi (Hadidi et al. 1998). Dalam metode indirect ELISA, uji didasarkan dengan adanya ikatan enzim dengan molekul antibodi yang dapat dideteksi oleh antiviral immunoglobulin.

ELISA memiliki keuntungan yaitu konsentrasi virus yang sangat rendah dapat dideteksi, penggunaan antibodi dalam jumlah yang sedikit, dapat digunakan untuk virus kasar maupun suspensi virus murni, cocok untuk menguji sampel dalam jumlah besar, dapat dilakukan dengan menggunakan kit dan dapat diuji secara kuantitatif (Djikstra & De Jager 1998).

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak tanaman jengger ayam, bogenvil, pukul empat, pagoda, anyelir, cemara kipas, mrico kepyar, kecubung, jambu biji, dan tempuyung secara nyata menekan

Hasil percobaaan didapatkan satu kali aplikasi ekstrak daun bunga pukul empat ( M. jalapa ) pada konsentrasi 25% efektif dalam menginduksi ketahanan cabai merah terhadap. serangan

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh induksi ekstrak daun pagoda dan bunga pukul empat terhadap persentase tingkat dan intensitas serangan gejala virus kuning serta

Besarnya variabilitas genetik suatu karakter yang timbul dalam suatu populasi tanaman yang diregenerasikan secara generatif akan dipengaruhi oleh konstitusi gen yang

menghambat pertumbuhan benih, cukup benih bisa tertutup oleh tanah saja sekitar 5 cm. Benih yang dimasukkan dalam lubang tanam cukup 2 biji saja. Waktu tanam yang baik adalah

Prasetyowati, A.T., 2002, Uji Aktivitas N-glikosidase Daun Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa L.) Bunga Merah dari Hasil Pemurnian dengan Kromatografi Kolom

Kejadian, keparahan penyakit dan akumulasi BCMV dari tanaman perlakuan lebih rendah, terutama perlakuan tanaman pinggir dan ekstrak daun pagoda secara kombinasi

Penelitian terdahulu dari daun bunga pagoda menunjukkan bahwa ekstrak air daun tumbuhan tersebut dapat menginduksi ketahanan sistemik dari tanaman cabai