• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI MUSIK KERONCONG DAN AROMATERAPI LAVENDER ( LAVANDULA ANGUSTIFOLIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TERAPI MUSIK KERONCONG DAN AROMATERAPI LAVENDER ( LAVANDULA ANGUSTIFOLIA"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

WREDHA DHARMA BHAKTI KASIH

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Fefi Putri Novianty

NIM. S10014

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

(2)
(3)
(4)

iv

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Keroncong dan Aromaterapi Lavender (Lavandula Angustifolia) terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta”. Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak Skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, Msi, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku penguji yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns. M.Kep, selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ariyani, S.Kep,.Ns. M.Kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

v

6. Seluruh partisipan yang telah berperan dalam penelitian ini dan telah berkenan untuk menjadi partisipan yang tidak dapat disebutkan satu – persatu.

7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis.

8. Orang tua tercinta yang tak henti – hentinya mendoakan penulis dan selalu memberikan motivasi serta dukungan terbesar kepada penulis.

9. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 10. Teman – teman seperjuangan dan seangkatan yang tak pernah berhenti

memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta, 1 Juli 2014 Penulis

(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

SURAT PERNYATAAN...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

DAFTAR SINGKATAN ...xiv

ABSTRAK ...xv ABSTRACT ...xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1 1.2Rumusan Masalah ...5 1.3Tujuan ...5 1.4Manfaat Penelitian ...6 1.5Keaslian Penelitian ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Teori ...10

(7)

vii

4. Masalah pada Lansia ...12

2.1.2 Tidur ...12

1. Definisis Tidur ...12

2. Mekanisme Tidur ...13

3. Pola dan Kebutuhan Tidur Lansia ...14

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur ...15

5. Kualitas Tidur ...17

2.1.3 Terapi Musik ...21

1. Definisi Musik ...21

2. Jenis terapi Musik ...21

3. Manfaat Musik ...22

4. Prosedur terapi Musik ...23

5. Hal-Hal yang Perlu diperhatikan dalam terapi Musik ...24

6. Pemberian Terapi Musik ...24

7. Musik Keroncong ...25

2.1.4 Aromaterapi ...26

1. Definisi Aromaterapi ...26

2. Jenis-Jenis dan Khasiat Aromaterapi ...27

3. Cara Menggunakan Aromaterapi ...27

(8)

viii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian...31

3.2 Populasi dan Sampel...32

3.2.1 Populasi ...32

3.2.2 Sampel ...32

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ...33

3.4 Variabel, Definisi, dan Skala Pengukuran ...33

3.4.1 Variabel Penelitian ...33

3.4.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...34

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...36

3.5.1 Alat Penelitian ...36

3.5.2 Cara Pengumpulan Data ...37

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data...39

3.6.1 Teknik Pengolahan Data ...39

3.6.2 Analisa Data ...40

3.7 Etika Penelitian ...42

3.7.1 Informed Consent ...42

3.7.2 Anonymity ...43

(9)

ix

4.1.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis

Kelamin ...45 4.2Analisis Univariat...45

4.2.1 Kualitas Tidur Sebelum diberikan Terapi Musik

Keroncong dan Aromaterapi Lavender ...46 4.2.2 Kualitas Tidur Sesudah diberikan Terapi Musik

Keroncong dan Aromaterapi Lavender ...46 4.3Analisis Bivariat ...47

4.3.1 Pengaruh Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Musik Keroncong dan Aromaterapi Lavender

terhadap Kualitas Tidur ...47

BAB V PEMBAHASAN

5.1Karakteristik Responden ...48 5.2Analisis Univariat ...49

5.2.1 Kualitas Tidur Sebelum diberikan Terapi Musik

Keroncong dan Aromaterapi Lavender ...49 5.2.2 Kualitas Tidur Sesudah diberikan Terapi Musik

Keroncong dan Aromaterapi Lavender ...51 5.3Analisis Bivariat ...55 5.4Keterbatasan Penelitian ...58

(10)

x

6.2.1 Bagi Responden ...60 6.2.2 Bagi Panti Wredha ...60 6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ...61 DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

1.1 Keaslian Penelitian 7

3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala pengukuran 34 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia 45 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 45 4.3 Kualitas tidur sebelum diberikan terapi musik keroncong

dan aromaterapi lavender 46

4.4 Kualitas tidur sesudah diberikan terapi musik keroncong

dan aromaterapi lavender 46

4.5 Pengaruh sebelum dan sesudah pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap kualitas

(12)

xii

2.1 Kerangka Teori 29 2.2 Kerangka Konsep 30

(13)

xiii Lampiran 2 : F-1 Usulan topik penelitian Lampiran 3 : F-2 Pengajuan persutujuan judul Lampiran 4 : F-4 Pengajuan izin studi pendahuluan Lampiran 5 : F-5 Lembar Oponent

Lampiran 6 : F-6 Lembar Audience

Lampiran 7 : F-7 Pengajuan Izin Penelitian

Lampiran 8 : Surat Permohonan Studi Pendahuluan Lampiran 9 : Surat Balasan Studi Pendahuluan Lampiran 10 : Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 11 : Surat Balasan Izin Penelitian

Lampiran 12 : Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 13 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 14 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 15 : Foto Penelitian Lampiran 16 : Data Hasil Kuesioner Lampiran 17 : Hasil Uji Statistik Lampiran 18 : Lembar Konsultasi

(14)

xiv NREM : Non Rapid Eye Movement REM : Rapid Eye Movement

PSQI : Pittsburg Sleep Quality Index SAR : Sistem Aktivasi Retikular BSR : Bulbar Synchronizing Region

(15)

xv

Fefi Putri Novianty

Pengaruh Terapi Musik Keroncong dan Aromaterapi Lavender (Lavandula

Angustifolia) terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Panti Wredha

Dharma Bhakti Kasih Surakarta Abstrak

Peningkatan jumlah lansia akibat peningkatan harapan hidup akan menyebabkan masalah di bidang kesehatan salah satunya mengalami gangguan tidur berupa kualitas tidur buruk. Kualitas tidur buruk menyebabkan lansia mengalami kelelahan, sulit berkonsentrasi, sering mengantuk disiang hari dan merasa tidak segar saat bangun tidur di pagi hari. Hal ini dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan berupa terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan rancangan quasi eksperiment dengan desain penelitian pre and post test without control. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan sampel 20 responden di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta.

Hasil analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan p value sebesar 0,001 artinya ada pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.

Saran bagi lansia yang mengalami kualitas tidur buruk untuk dapat mengaplikasikan terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender dengan bantuan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas tidur lansia.

Kata Kunci : Kualitas Tidur Lansia, Terapi Musik Keroncong, Aromaterapi Lavender

(16)

xvi

Fefi Putri Novianty

The Effect Of Keroncong Music Therapy And Lavender (Lavandula

Angustifolia) Aromatherapy On The Improvement Of Sleep Quality

Of The Elderly At Dharma Bhakti Kasih Nursing Home Of Surakarta

Abstract

The increase number of elderly due to the increase in life expectancy will bring about problems in health field. One of them is sleep disorder that is poor sleep quality. The poor sleep quality will cause the elderly to experience fatigue, concentration difficulty, frequent drowsiness during the day, and no fresh feeling soon after getting up in the morning. Such problems may be dealt with pharmacological and non-pharmacological therapies. The latter can be done by utilizing keroncong music therapy and lavender aromatherapy.

The objective of this research is to investigate the effect of keroncong music therapy and lavender aromatherapy on the improvement of sleep quality of the elderly.

This research used the quasi experimental quantitative research method with pretest and posttest without control design. The samples of the research were taken by using the purposive sampling technique. They consisted of 20 elderly respondents at Dharma Bhakti Kasih Nursing Home of Surakarta.

The statistical analysis with the Wilcoxon Test shows that the value of p is 0.001, meaning that there is an effect of the administration of keroncong music therapy and lavender aromatherapy on the improvement of sleep quality of the elderly at Dharma Bhakti Kasih Nursing Home of Surakarta.

Thus, the elderly experiencing the poor sleep quality are suggested to apply keroncong music therapy and lavender aromatherapy with the aid of health practitioners as to improve their sleep quality.

Keywords: Sleep quality of elderly, keroncong music therapy and lavender aroma therapy.

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut usia (Anwar 2010). Jumlah penduduk lanjut usia di dunia pada tahun 2007 sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau International Data Base 2009). Jumlah penduduk lanjut usia di indonesia pada tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa atau 8,9% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 23,9 juta jiwa atau 9,77% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun (Badan Pusat Statistik 2010).

Peningkatan jumlah lanjut usia akibat peningkatan usia harapan hidup akan menyebabkan masalah di bidang kesehatan antara lain perasaan tidak berguna, mudah sedih, stres, depresi, ansietas, demensia, delirium dan mengalami gangguan tidur baik kualitas maupun kuantitasnya (Wayan 2006). Gangguan tidur yang dialami oleh lanjut usia antara lain sering terjaga pada malam hari, sering terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah pada siang hari (Davison dan Neale 2006). Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada lanjut usia antara lain perubahan lingkungan sosial, penggunaan obat-obatan yang meningkat,

(18)

penyakit dan perubahan aktivitas (Prayitno 2002). Prevalensi gangguan tidur pada lanjut usia cukup tinggi, dilaporkan 40-50% dari populasi lanjut usia di dunia menderita gangguan tidur (Sadock dan Sadock 2007).

Beberapa dampak dari gangguan tidur pada lanjut usia antara lain penurunan nafsu makan, kelemahan / kelelahan, peningkatan angka kejadian kecelakaan baik di rumah maupun di jalan, terjatuh, iritabilitas, menyebabkan emosi menjadi tidak stabil, sulit untuk berkonsentrasi, dan kesulitan dalam mengambil suatu keputusan (Wold 2004). Dampak tersebut lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari (Marcel dan Lumempouw 2009).

Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kualitas tidur terdiri dari terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi yang biasa digunakan dan dianggap paling efektif adalah obat tidur, dimana jika digunakan terus-menerus akan mengalami ketergantungan (Soemardini, Suharsono dan Kusuma 2013). Terapi nonfarmakologi untuk mengatasi gangguan tidur yaitu terapi pengaturan tidur, terapi psikologi, dan terapi relaksasi. Terapi pengaturan tidur ditujukan untuk mengatur jadwal tidur penderita mengikuti irama sirkadian tidur normal penderita dan penderita harus disipilin menjalankan waktu tidurnya. Terapi psikologi ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi relaksasi dapat dilakukan dengan cara relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif, latihan pasrah diri, terapi musik dan aromaterapi.

(19)

Relaksasi nafas dalalm dilakukan dengan menarik nafas dari hidung kemudian dikeluarkan lewat mulut untuk membuat lebih rileks dan nyaman. Relaksasi otot progresif adalah relaksasi yang dilakukan dengan cara melakukan peregangan otot dan mengistirahatkannya kembali secara bertahap dan teratur sehingga memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran (Sitralita 2010). Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan dzikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam dzikir (relaxation and repetitive prayer), dimana timbulnya respon relaksasi diharapkan mampu memperbaiki gejala stres sehingga menjadi rileks dan nyaman (Nurcahyo 2013).

Penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud memulihkan, merelaksasi, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual (Djohan 2006). Aromaterapi dapat diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa. Penyembuhan nonfarmakologi terhadap gangguan tidur sangat diperlukan untuk meminimalkan efek terapi farmakologi karena sifatnya yang tidak memberikan efek samping dan ketergantungan (Soemardini, Suharsono dan Kusuma 2013).

Penelitan yang berkaitan dengan kualitas tidur pada lanjut usia yaitu penelitian dengan judul perbedaan efektifitas terapi musik dengan relaksasi otot progresif terhadap peningkatan kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja didapatkan hasil sebelum diberikan terapi musik kualitas tidur lansia kurang yaitu sebesar 56,2% dan setelah diberikan terapi musik kualitas

(20)

tidur sedang memiliki proporsi yang paling banyak yaitu sebesar 68,8% (Widyastuti, Achjar dan Surasta 2011).

Penelitian dengan judul perbedaan tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah pemberian terapi musik keroncong di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tulungagung dengan jumlah sampel 28 responden didapatkan hasil ada perbedaan tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah pemberian terapi musik keroncong. Lansia dengan insomnia ringan sebanyak 18 responden (64%), tidak insomnia sebanyak 8 responden (29%) dan lansia dengan tetap mengalami tingkat insomnia sedang sebanyak 2 responden (7%) (Wijayanti 2012).

Penelitian lain yang berjudul pengaruh aromaterapi bunga lavender terhadap kualitas tidur lansia di Panti Wredha Pangesti Lawang dengan jumlah sampel 42 orang mendapatkan hasil ada pengaruh aromaterapi terhadap peningkatan kualitas tidur pada lanjut usia namun pengaruh aromaterapi tersebut kurang maksimal terbukti terjadi peningkatan hanya 20 orang lansia dengan kualitas tidur baik dan 22 orang lansia masih pada kualitas tidur buruk(Soemardini, Suharsono dan Kusuma 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Kadipiro Banjarsari Surakarta didapatkan data terdapat 52 lansia yang dirawat di sana. Hasil wawancara dan observasi pada 52 orang lansia terdapat 20 orang lansia yang mengalami masalah gangguan tidur pada malam hari maupun siang hari. Lansia mengeluh sulit untuk tertidur pada malam hari, sering terbangun malam hari dan merasa tidur tidak nyeyak. Hal ini

(21)

dikarenakan adanya perubahan lingkungan sosial yaitu suara yang berisik dan teman sekamar yang mengganggu kenyamanan lanjut usia untuk tertidur. Hal yang dilakukan oleh lansia untuk mengatasi masalah gangguan tidur mereka dengan berdoa dan memejamkan mata sampai akhirnya mereka tertidur dengan sendirinya dan cara tersebut dianggap efektif untuk dapat tidur. Lanjut usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta belum mengetahui cara nonfarmakologis yang dapat digunakan dan penerapannya. Berdasarkan data tersebut diatas, peneliti ingin mengetahui pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta disamping ada yang dapat tidur nyenyak, masih ada lansia yang kurang kualitas tidurnya. Rumusan masalah dalam penilitian ini adalah “Adakah pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia

(22)

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan terapi musik dan aromaterapi

2. Mengetahui kualitas tidur pada lansia sesudah diberikan terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender

3. Mengetahui pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur lansia

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1.4.1 Bagi panti wredha

Dapat digunakan sebagai acuan informasi dan masukan untuk mengatasi gangguan tidur khususnya pada lanjut usia dengan pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender

1.4.2 Bagi pendidikan

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk penanganan gangguan tidur tentang pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia

(23)

1.4.3 Bagi peneliti lain

Dapat menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi peneliti yang selanjutnya mengenai terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan kualitas tidur

1.4.4 Bagi peneliti

Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian tentang pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia sehingga dapat memberikan terapi nonfarmakologi yang efektif untuk meningkatkan kualitas tidur lansia

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan tentang pengaruh terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansai adalah :

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul

Penelitian Metode Hasil Penelitian Aloysia Ispriantari (2010) Perbedaan Pengaruh Terapi Musik Keroncong dan Relaksasi Otot Progresif terhadap Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan Quasy Experiment dengan Ada perbedaan insomnia

pada lansia sebelum dan sesudah diberi terapi musik keroncong dan relaksasi otot progresif sedangkan pada kelompok kontrol

(24)

Penurunan Insomnia pada Lansia di Panti Pangesti Lawang pendekatan Nonequivalent Control Group Design tidak terdapat perbedaan. Pada kelompok perlakuan terjadi penurunan insomnia sebanyak 30%.

Pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan insomnia. Soemardini, Tony Suharsono dan Ari Mira Kusuma (2013) Pengaruh Aromaterapi Bunga Lavender terhadap Kualitas Tidur Lansia di Panti Werdha Pangesti Lawang Desain Penelitianini menggunakan rancangan penelitian metode Quasy Eksperiment dengan pendekatan pretest-posttest with control group design Ada pengaruh pemberian aromaterapi bunga lavender

terhadap kualitas tidur lansia. Terjadi

penurunan nilai kualitas tidur setelah diberikan aromaterapi pada kelompok eksperimen yang berarti termasuk dalam kategori kualitas tidur baik yaitu 7,76 dan terjadi penurunan pada kelompok kontrol yaitu 11,14 namun masih dalam kategori kualitas tidur buruk Sri Winarsih,

Lilik Supriati dan Fina Yuli Wijayanti (2012) Perbedaan tingkat Insomnia pada Lansia sebelum dan Penelitian ini menggunakan Pre eksperimental Design dengan

Ada perbedaan tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah pemberian terapi musik keroncong. Lansia

(25)

Sesudah Pemberian Terapi Musik Keroncong di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tulungagung pendekatan One Group Pretest- Posttest Design

dengan insomnia ringan sebanyak 18 responden (64%), tidak insomnia sebanyak

8 responden (29%) dan lansia dengan tetap mengalami tingkat insomnia sedang sebanyak 2 responden (7%)

(26)

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Lanjut usia 1. Definisi

Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia yang merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh keseluruhan, salah satu perubahan fisiologis yaitu kebutuhan tidur (Maryam dkk 2008). Seseorang memasuki usia lanjut ketika berusia 60 atau 65 tahun (Stanley 2007). Lansia adalah fase dimana menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup (Darmojo 2004). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan lansia adalah seseorang yang berusia diatas 60 tahun dengan penurunan fungsi fisik dan psikologi.

2. Klasifikasi lansia

Klasifikasi lanjut usia terbagi menjadi lima klasifikasi antara lain pralansia (prasenilis), lansia, lansia risiko tinggi, lansia potensial, dan lansia tidak potensial (Maryam 2008). Menurut

(27)

organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) lanjut usia terbagi dalam empat tahapan yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (ederly) 60–74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun, dan usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun (Nugroho 2008).

3. Perubahan pada lansia

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, mental maupun psikososial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Anwar 2010).

Perubahan fisik pada lanjut usia antara lain perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen, dan sistem muskuloskeletal. Perubahan mental pada lanjut usia antara lain mudah curiga, bertambah pelit atau tamak jika memiliki sesuatu dan egois. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yaitu keinginan berumur panjang, ingin tetap berwibawa dan dihormati (Stanley 2007).

Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia yaitu perubahan pada status sosial dan peranan di masyarakat. Ketika seseorang

(28)

mengalami pensiun, maka yang dirasakan adalah pendapatan berkurang, kehilangan status sosial, kehilangan relasi, kehilangan kegiatan, akibatya timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara hidup (Nugroho 2008). 4. Masalah pada lansia

Masalah yang dapat dialami oleh lansia antara lain mudah jatuh, mudah lelah, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik, nyeri pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan menurun, mengompol, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan tidur dan keluhan pusing (Bandiyah 2009). 2.1.2 Tidur

1. Definisi tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang dan dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan (Asmadi 2008). Tahap tidur terdiri dari empat tahap non-rapid eye movement (NREM) dan satu tahap rapid eye movement (REM) (Stanley 2007). Istirahat dan tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting dan harus terpenuhi. Tidur yang normal melibatkan 2 fase yaitu gerakan bola mata cepat atau rapid eye movement (REM) dan gerakan bola mata lambat atau non-rapid eye movement (NREM). Selama tahap NREM seseorang mengalami 4 tahapan siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan karakteristik tidur dangkal

(29)

dan seseorang lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam (Potter dan Perry 2006).

2. Mekanisme tidur

Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Siregar 2011). Tidur terjadi secara alami, dengan fungsi fisiologis dan psikologis yang melekat merupakan suatu proses perbaikan tubuh (Stanley 2007).

Tahapan tidur pada manusia melalui dua tahap yaitu tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement). Tidur NREM terbagi atas empat tahapan antara lain tahap 1, tahap 2, tahap 3 dan tahap 4. Tahap 1 merupakan tahap tidur paling dangkal, terjadi penurunan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme. Tahap ini terjadi beberapa menit dan seseorang akan mudah terbangun dengan stimulus sensori seperti suara. Tahap 2 merupakan tahap tidur dangkal, terjadi kemajuan relaksasi dan fungsi tubuh menjadi lamban. Pada tahap ini seseorang relatif mudah untuk dibangunkan dan berakhir 10 sampai 20 menit.

Tahap 3 merupakan tahap awal dari tidur yang dalam, otot-otot dalam keadaan santai dan tanda-tanda vital menurut tetapi tetap

(30)

teratur. Pada tahap ini seseorang akan sulit dibangunkan dan berakhir 15 hingga 30 menit. Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam, terjadi penurunan tanda-tanda vital secara bermakna. Pada tahap ini seseorang sangat sulit untuk dibangunkan dan berakhir kurang lebih 15 sampai 30 menit.

Tidur REM merupakan tahap yang terjadi sekitar 90 menit setelah mulai tidur. Hal ini dicirikan dengan respons otonom dari pergerakan mata yang cepat, peningkatan respirasi dan tekanan darah. Pada tahap ini seseorang sangat sulit sekali untuk dibangunkan. Durasi tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Siklus tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, lalu ke-2, diakhiri dengan periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur (Potter dan Perry 2006).

3. Pola dan kebutuhan tidur lansia

Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia, akan tetapi kualitas tidur menjadi berubah pada kebanyakan lanjut usia. Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, beberapa lansia hampir

(31)

tidak memiliki tahap 4 atau tidur yang dalam (Potter dan Perry 2006).

Pola tidur pada lanjut usia cenderung berubah-ubah. Hal ini berlangsung karena kemampuan fisik yang semakin menurun dan terjadi perubahan siklus sirkadian. Pada lanjut usia, jam biologik menjadi lebih pendek dan fase tidur lebih maju sehingga orang lanjut usia memulai tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula. Selain itu lanjut usia sering terbangun pada malam hari sehingga bangun pagi terasa tak segar, siang hari mengalami kelelahan dan lebih sering tertidur sejenak (Siregar 2011).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Ada 4 variabel utama yang mempengaruhi tidur antara lain irama sirkadian (circadian rythm), melatonin dan cahaya matahari, level aktivitas dan terjaga sebelumnya. Irama sirkadian adalah ritme atau irama suhu tubuh. Suhu tubuh akan berubah naik dan turun seiring bertambahnya jam dalam satu hari, perubahan tersebut terjadi sekitar 2 ºC dari suhu tubuh normal (37ºC). Saat suhu tubuh naik, seseorang menjadi lebih terjaga dan energik sedangkan saat suhu tubuh turun seseorang menjadi lebih lelah dan malas. Ritme suhu tubuh inilah penyebab seseorang merasa mengantuk dan terbangun pada jam yang sama setiap hari (Siregar 2011).

Melatonin adalah hormon yang dibentuk kelenjar pineal dan retina. Melatonin bertugas untuk membuat kita tertidur dan

(32)

mengembalikan energi fisik ketika kita tidur. Apabila melatonin tinggi, kita akan merasa mengantuk, lemah dan lesu. Level melatonin dalam tubuh sangat tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diterima mata pada suatu hari. Banyak cahaya matahari akan memperlambat proses pembentukan melatonin, sebaliknya kekurangan cahaya matahari akan membuat peningkatan secara cepat pada jumlah melatonin (Siregar 2011).

Level aktivitas dapat mempengaruhi tidur seseorang. Jika aktivitas yang dilakukan terlalu menumpuk dan berat akan menimbulkan gangguan tidur. Oleh karena itu level aktivitas harus diperhatikan agar tidak mengganggu kebutuhan tidur. Terjaga sebelumnya merupakan faktor yang berpengaruh pada tidur seseorang. Lebih lama terjaga sebelum tidur berarti dapat melakukan level aktivitas yang lebih tinggi dan lebih banyak bertemu cahaya matahari sehingga kebutuhan tidur akan terganggu.

Selain faktor di atas, ada faktor lain yang mempengaruhi tidur yaitu penyakit, lingkungan, alkohol dan obat-obatan. Keadaan sakit pada individu membuat terjadinya masalah tidur. Orang yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak sehingga mempengaruhi irama tidur dan bangun atau terjaga. Faktor lingkungan dapat mempercepat dan memperlambat tidur. Suara kebisingan, perubahan suhu lingkungan dan intensitas cahaya merupakan faktor yang memeperlambat tidur. Faktor lingkungan

(33)

yang mempercepat tidur yaitu suara musik dengan tempo dan alunan yang lamban dapat merangsang otak sehingga tubuh menjadi rileks dan mengantuk (Siregar 2011).

Alkohol atau minuman yang mengandung kafein akan menstimulasi saraf pusat sehingga mempengaruhi tidur. Orang yang meminum minuman beralkohol akan sulit untuk memiliki tidur REM. Dan seseorang yang telah toleran terhadap hal itu akan cenderung tidak mampu tidur dengan baik. Sedangkan obat-obatan tertentu yang dikonsumsi seseorang memiliki efek yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Beberapa obat seperti obat diuretik, beta bloker, antidepresan dan narkotika menyebabkan insomnia dan penurunan tahap tidur REM (Potter dan Perry 2006).

5. Kualitas tidur

Kualitas tidur mempengaruhi kesehatan manusia baik untuk hari itu maupun dalam jangka panjang. Kebugaran ketika bangun tidur ditentukan oleh kualitas tidur sepanjang malam. Kualitas tidur yang baik dapat membantu kita lebih segar di pagi hari (Sandjaya 2007).

Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa

(34)

faktor. Faktor psikologis, fisiologis dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas tidak bergantung pada kuantitasnya namun dipengaruhi oleh faktor yang sama. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya (Siregar 2011).

Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda – tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda – tanda keletihan. Sedangkan tanda – tanda psikologis antara lain menarik diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun, bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil keputusan menurun (Oktora 2013).

Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur antara lain terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat tidur. Obat tidur dapat membantu klien jika digunakan dengan benar. Tetapi penggunaan jangka panjang dapat mengganggu tidur dan

(35)

menyebabkan masalah yang lebih serius. Salah satu kelompok obat yang aman digunakan adalah benzodiazepin karena obat ini tidak menimbulkan depresi sistem saraf pusat seperti sedatif dan hipnotik. Benzodiazepin menimbulkan efek relaksasi, antiansietas dan hipnotik dengan memfasilitasi kerja neuron di sistem saraf pusat yang menekan responsivitas terhadap stimulus sehingga dapat mengurangi terjaga (Potter dan Perry 2006).

Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur adalah terapi pengaturan tidur, terapi psikologi, dan terapi relaksasi. Terapi pengaturan tidur ditujukan untuk mengatur jadwal tidur penderita mengikuti irama sirkadian tidur normal penderita dan penderita harus disipilin menjalankan waktu tidurnya. Terapi psikologi ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi relaksasi dapat dilakukan dengan cara relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif, latihan pasrah diri, terapi musik dan aromaterapi. Relaksasi nafas dalam dilakukan dengan menarik nafas dari hidung kemudian dikeluarkan lewat mulut untuk membuat lebih rileks dan nyaman. Relaksasi otot progresif adalah relaksasi yang dilakukan dengan cara melakukan peregangan otot dan mengistirahatkannya kembali secara bertahap dan teratur sehingga memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran (Sitralita 2010).

(36)

Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan dzikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam dzikir (relaxation and repetitive prayer), dimana timbulnya respons relaksasi diharapkan mampu memperbaiki gejala stres sehingga menjadi rileks dan nyaman (Nurcahyo 2013). Penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud memulihkan, merelaksasi, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual (Djohan 2006). Aromaterapi dapat diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa. Penyembuhan nonfarmakologi terhadap gangguan tidur sangat diperlukan untuk meminimalkan efek terapi farmakologi karena sifatnya yang tidak memberikan efek samping dan ketergantungan (Soemardini, Suharsono dan Kusuma 2013).

Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI). Alat ini merupakan alat untuk menilai kualitas tidur. Alat ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di dalam 7 kompenen nilai. 19 pertanyaan itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor lebih tinggi dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk (Buysse 1988).

(37)

2.1.3 Terapi Musik 1. Definisi

Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental (Djohan 2006). Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik di mana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang sehat, terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi stres dengan cara mendengarkan musik (Javasugar 2009).

2. Jenis terapi musik

Dalam Kongres Terapi Musik ke-9 di Washington tahun 1999 dipresentasikan lima model terapi musik, terapi musik tersebut adalah guide imagery and music dari Helen Bony, creatif music therapy dari Poul Nordoff dan Clive Robbins, behavioral music therapy dari Clifford K. Madsen dan improvisasi music therapy dari Juliette Alvin.

Guide imagery and music merupakan terapi yang disusun secara berurutan guna mendukung, membangkitkan, dan memperdalam pengalaman yang terkait dengan kebutuhan psikologis dan fisiologis. Sepanjang perjalanan musik yang didengar, klien

(38)

diberi kesempatan untuk menghayati berbagai aspek kehidupannya melalui perjalanan imajinatif. Creatif music therapy adalah terapi yang memposisikan klien dan terapis sebagai pusat pengalaman. Bermain musik adalah fokus dalam sesi terapi dan mulai dari awal terapi individu dan pengalaman musikal akan diserap melalui sesi-sesi yang berlangsung (Djohan 2006).

Behavioral music therapy merupakan terapi yang menggunakan musik sebagai kekuatan atau isyarat stimulus untuk meningkatkan atau memodifikasi perilaku adaptif dan menghilangkan perilaku mal-adaptif. Musik disini digunakan untuk membantu program memodifikasi perilaku. Improvisasi Music Therapy yaitu terapi musik yang didasarkan atas pemahaman suatu terapi musik akan berhasil jika klien dibebaskan untuk mengembangkan kreasinya, memainkan, atau memperlakukan alat musik sekehendak hati. Terapis sama sekali tidak memberikan intervensi, mencampuri atau ataupun memberikan peraturan, struktur, tema, ritme, maupun bentuk musik. Dalam arti, tanpa seorang terapis profesional pun terapi ini bisa dilaksanakan (Djohan 2006).

3. Manfaat musik

Penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual (Djohan

(39)

2006). Terapi musik dapat berupa menciptakan musik, bernyanyi, bergerak mengikuti musik, atau mendengarkan musik. Terapi musik bermanfaat bagi pasien yang menderita ketidakmampuan perkembangan, gangguan kesehatan jiwa, demensia dan nyeri (Stockslager dan Schaeffer 2008).

4. Prosedur terapi musik

Terapi musik tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, terapi musik dapat dilakukan dengan prosedur terapi musik yang terstandar. Prosedur yang digunakan yaitu peneliti dapat mendengarkan berbagai jenis musik sebelumnya untuk mempermudah penelitian. Ini berguna untuk mengetahui respon dari tubuh responden. Lalu anjurkan responden untuk duduk di lantai, dengan posisi tegak dan kaki bersilangan, ambil nafas dalam-dalam, tarik dan keluarkan perlahan-lahan melalui hidung. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya, seolah – olah pemainnya sedang ada di ruangan memainkan musik khusus untuk responden.

Peneliti bisa memilih tempat duduk lurus di depan speaker, atau bisa juga menggunakan headphone. Tapi yang terpenting biarkan suara musik mengalir keseluruh tubuh responden, bukan hanya bergaung di kepala. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan mengalir ke seluruh tubuh responden. Bukan hanya dirasakan secara fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa. Fokuskan di

(40)

tempat mana yang ingin peneliti sembuhkan, dan suara itu mengalir ke sana. Dengarkan, sembari responden membayangkan alunan musik itu mengalir melewati seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel-sel, melapisi tipis tubuh dan organ dalam responden.

Idealnya, peneliti dapat melakukan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika tidak memiliki cukup waktu maka terapi ini dapat dilakukan 10 menit, karena selama waktu 10 menit telah membantu pikiran responden beristirahat (Wijayanti 2012).

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik yaitu hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan hindari menutup gorden atau pintu, usahakan klien untuk tidak menganalisa musik dengan prinsip nikmati musik ke mana pun musik membawa dan gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang berirama lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak menggunakan jenis musik rock and roll, disco, metal dan sejenisnya. Karena jenis musik tersebut mempunyai karakter berlawanan dengan irama jantung manusia (Wijayanti 2012).

6. Pemberian terapi musik

Musik memiliki efek membantu untuk menenangkan otak dan mengatur sirkulasi darah. Musik bisa meredakan rasa sakit, mengurangi stres, menurunkan tekanan darah, memperbaiki mood,

(41)

serta menyembuhkan insomnia. Musik juga dapat mengaktifkan syaraf menjadi rileks (Tarigan 2010). Musik yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak, kemudian musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi. Gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas mental, gelombang tetha dikaitkan dengan situasi stres dan upaya kreatifitas, sedangkan gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Musik sebagai stimulus memasuki sistem limbik yang mengatur emosi, dari bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, degup jantung, sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun menjadi tenang (Stefanus 2011).

7. Musik keroncong

Keroncong merupakan nama dari instrumen musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen musik keroncong, flute dan seorang penyanyi (Sutjaksono 2008).

Musik keroncong dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu keroncong tempo doeloe, keroncong abadi, dan keroncong modern.

(42)

Keroncong tempo doeloe memiliki cengkok dan irama yang lebih cepat dan lincah. Keroncong abadi memiliki irama yang lambat dan lemah gemulai. Keroncong modern memiliki beat yang cepat dan dipengaruhi oleh perkembangan musik pop. Musik keroncong khususnya keroncong abadi merupakan salah satu musik yang dapat digunakan dalam terapi musik, musik ini memiliki irama yang lembut dan alunan tempo yang lamban. Musik dengan tempo lamban memberikan rangsangan pada korteks serebri (korteks auditorius primer dan sekunder) sehingga dapat menyeimbangkan gelombang otak menuju gelombang otak alfa yang menandakan ketenangan (Wijayanti 2012).

2.1.4 Aromaterapi 1. Definisi

Aromaterapi berasal dari kata “aroma”, yang artinya bau yang menarik yang berasal dari tumbuhan (minyak essensial) atau rempah, dan berasal dari kata “terapi”, yang artinya suatu perawatan yang dirancang untuk pengobatan (Rifkia 2011).

Aromaterapi ialah istilah generik bagi salah satu jenis pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap, dikenal sebagai minyak esensial, dan senyawa aromatik lainnya dari tumbuhan yang bertujuan untuk memengaruhi suasana hati atau kesehatan seseorang, yang sering digabungkan dengan praktik pengobatan alternatif dan kepercayaan kebatinan. Minyak esensial berbeda susunan kimianya dari produk herbal

(43)

lainnya karena proses distilasi yang hanya memulihkan fitomolekul ringan (Wikipedia 2013).

2. Jenis – jenis dan khasiat aromaterapi

Beberapa jenis aromaterapi yaitu aromaterapi lavender (Lavandula Angustifolia), cendana (Santalum Album), rosemary (Rosemarinus Officinalis), Chamomile (Matricaria Chamomile) dan lemon (Citrus Lemon).

Aromaterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur yaitu aromaterapi lavender karena aromaterapi ini memiliki salah satu khasiat yaitu merilekskan. Aromaterapi ini berasal dari bagian bunga dan kelopak bunga yang berkhasiat untuk mengharmonisasikan, meredakan, menyeimbangkan, menyegarkan, merilekskan dan menenangkan. Minyak lavender digunakan untuk membantu dalam meringankan rasa mudah marah, gelisah, stres, meringankan otot pegal, gigitan, sengatan, sebagai antiseptik, menyembuhkan insomnia, sakit kepala dan dapat digunakan secara langsung pada rasa sakit dari luka bakar atau melepuh ringan (Sharma 2011).

3. Cara menggunakan aromaterapi

Aromaterapi dapat digunakan dengan berbagai cara, cara penggunaan aromaterapi sama untuk semua jenis aromanya. Beberapa cara yang dapat digunakan yaitu dihirup, dengan penyebar dan penguap, pijat atau urut dan kompres.

(44)

Cara penggunaan aromaterapi untuk mengatasi gangguan tidur salah satunya dengan penyebar atau menggunakan tungku pemanas. Alat untuk menyebarkan pada umumnya dibuat dari keramik atau tanah liat. Alat ini mempunyai rongga seperti gua untuk meletakkan lilin kecil atau lampu minyak dari tanah dan di bagian atas terdapat cekungan seperti cangkir untuk meletakkan sedikit air dan beberapa tetes minyak aromaterapi. Isi cekungan tersebut dengan air, tambahkan beberapa tetes minyak essensial tergantung pada minyak yang dipilih kemudian nyalakan lilin atau lampu. Setelah air dan minyak aromaterapi menjadi panas, penguapan terjadi dan seluruh ruangan akan terisi dengan bau aromatik (Sharma 2011).

4. Cara kerja aromaterapi

Mekanisme kerja aromaterapi terjadi melalui sistem penciuman. Aroma itu memasuki hidung dan berhubungan dengan silia, rambut-rambut halus di lapisan sebelah dalam hidung. Reseptor dalam silia berhubungan dengan tonjolan olfaktorius yang berada di ujung saraf penciuman. Ujung dari saluran penciuman itu berhubungan dengan otak. Bau diubah oleh silia menjadi impuls listrik yang di teruskan ke otak lewat sistem olfaktorius. Semua impuls mencapai sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian dari otak yang dikaitkan dengan suasana hati, emosi, memori, dan belajar kita. Semua bau yang mencapai sistem limbik memiliki pengaruh kimia langsung pada suasana hati kita (Sharma 2009).

(45)

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Potter dan Perry (2006), Prayitno (2002) Faktor penyebab gangguan tidur : 1. Lingkungan 2. Obat –obatan 3. Penyakit 4. Aktivitas Kualitas tidur

Cara mengatasi gangguan tidur 1. Farmakologi

- pemberian obat tidur seperti golongan obat

benzodiazepine 2. Nonfarmakologi

- terapi relaksasi nafas dalam - relaksasi otot progresif - latihan pasrah diri - terapi musik - aromaterapi Gangguan tidur Pemenuhan kebutuhan tidur berkurang

-Efek terapi musik yaitu menstimulasi otak yang

membangkitkan gelombang otak alfa sehingga dapat merelaksasi -Efek aromaterapi yaitu

menstimulasi otak dan impuls mencapai sistem limbik sehingga mempengaruhi suasana hati

(46)

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis dari penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia

H1 : Ada pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidurlansia

Kualitas Tidur - Terapi Musik

Keroncong - Aromaterapi

(47)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan quasi eksperiment. Quasi eksperiment adalah penelitian yang menguji coba suatu intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa kelompok pembanding namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol (Dharma 2011).

Desain penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan pre and post test without control. Pada desain penelitian ini, peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post test dengan pre test (Dharma 2011). Adapun skema desain pre and post test without control sebagai berikut:

Keterangan :

R : Responden penelitian

01 : Pre test sebelum diberikan terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender

X1 : Uji coba/ intervensi pada kelompok yaitu pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender

02 : Post test setelah diberikan terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender

(48)

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah setiap objek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam 2008). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2013). Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti Werdha Darma Bakti Kasih Kadipiro Banjarsari Surakarta sejumlah 52 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2013). Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : Kriteria Inklusi

1. Lansia yang berusia 60 tahun keatas (laki-laki ataupun perempuan) 2. Lansia dengan kualitas tidur buruk

3. Tidak pusing ketika diberi aromaterapi

4. Tidak menggunakan obat tidur atau obat penenang 5. Bersedia menjadi responden

(49)

Kriteria Eksklusi

1. Lansia dengan gangguan pendengaran dan penciuman 2. Lansia yang mengalami gangguan kesadaran

3. Lansia yang memiliki gangguan pernafasan 4. Lansia dengan demensia

Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 20 orang lansia dengan kualitas tidur buruk yang didapatkan dari hasil studi pendahuluan dengan menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburg Sleep Quality Index).

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Werdha Dharma Bhakti Kasih Kadipiro Banjarsari Surakarta pada tanggal 10- 23 Februari 2014.

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

3.5.1 Variabel penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent).

1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas merupakan variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam 2008). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender.

(50)

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada Tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam 2008). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kualitas tidur lansia.

3.5.2 Definisi operasional dan skala pengukuran

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Skala adalah bagian dari desain penilaian penomoran terhadap pendapat subjek mengenai hal-hal yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis subjek (Nursalam 2008). Definisi operasional dan skala pengukuran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel.

Tabel 3.1

Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur

Indikator Penilaian Skala Ukur Skor Independen Terapi Musik Sebuah terapi yang menggunakan musik keroncong untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan Speaker yang berisi musik keroncong dan timer - - -

(51)

sosial bagi seseorang dari berbagai usia Aromaterapi Minyak essensial yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan kesehatan dan mempengaruhi suasana hati Tungku pemanas dan minyak aromaterapi lavender - - - Dependen Peningkatan Kualitas Tidur suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun Kuisioner PSQI (Pittsburg Sleep Quality Index) yang terdiri dari tujuh komponen berupa kualitas tidur subjektif, tidur laten, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat tidur dan disfungsi siang hari Nilai 0 sampai dengan 3 sesuai dengan komponen pertanyaan Ordinal -Kualitas tidur baik = PSQI ≤ 5 -Kualitas tidur buruk = PSQI ≥ 5

(52)

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah speaker berisi lagu keroncong sebagai pemutar musik dan timer untuk terapi musik, tungku pemanas dan minyak aromaterapi lavender untuk pemberian aromaterapi. Sedangkan instrumen pengumpulan data nilai kualitas tidur berupa lembar kuisioner Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) serta alat dokumentasi (buku dan bolpoin). Kuesioner ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang terdiri dari 7 komponen nilai yaitu kualitas tidur subjektif, tidur laten, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat tidur dan disfungsi siang hari.

Komponen 1 yaitu kualitas tidur subjektif terdapat pada pertanyaan nomor 9 dengan pilihan jawaban sangat baik = 0, baik = 1, buruk = 2 dan sangat buruk = 3. Komponen 2 yaitu tidur laten terdapat pada pertanyaan nomor 2 dan 5.a dengan pilihan jawaban tidak pernah = 0, kurang dari seminggu = 1, sekali atau dua kali dalam seminggu = 2 dan tiga kali atau lebih dalam seminggu = 3. Komponen 3 yaitu lama tidur terdapat pada pertanyaan nomor 4 tanpa pilihan jawaban atau jawaban dari responden. Komponen 4 yaitu efisiensi tidur terdapat pada pertanyaan nomor 1 dan 3 dengan jawaban dari responden. Komponen nomor 5 yaitu gangguan tidur terdapat pada pertanyaan nomer 5.b sampai dengan 5.j dengan pilihan jawaban sama dengan pertanyaan nomor 5. Komponen 6 yaitu pemakaian obat tidur terdapat pada

(53)

pertanyaan nomor 6 dengan pilihan jawaban sama dengan pertanyaan nomor 5. Komponen 7 yaitu disfungsi siang hari terdapat pada pertanyaan nomor 7 dengan pilihan jawaban sama dengan pertanyaan nomor 5 dan pertanyaan nomor 8 dengan pilihan jawaban sama dengan pertanyaan nomor 9. Ketujuh komponen dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, kualitas tidur baik jika memiliki nilai PSQI ≤ 5 dan kualitas tidur buruk jika nilai PSQI ≥ 5 (Buysse 1988).

Alat ukur penelitian dengan kuesioner Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) yang telah diuji validitas dan reliabilitas oleh peneliti sebelumnya. Valid berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan hasil yang sama (Sugiyono 2013). Validitas kuesioner Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) menggunakan pearson product moment dengan hasil r = 0,484-0,778. Hasil tersebut telah melebihi nilai 0,444 maka kuesioner tersebut dinyatakan valid. Reliabilitas kuesioner ini menggunakan uji cronbach’s alpha dengan hasil 0,841. Nilai uji tersebut lebih besar dari 0,6 maka kuesioner ini dinyatakan reliabel untuk digunakan dalam penelitian (Oktavia 2012).

3.5.2 Cara pengumpulan data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi pendahuluan pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum

(54)

penelitian yaitu mempersiapkan prosedur-prosedur pengumpulan data. Prosedur pengumpulan data terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan yaitu mengajukan surat permohonan penelitian kepada Ketua Prodi S1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta, mengurus perijinan studi pendahuluan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta, melakukan studi pendahuluan dan konsultasi kepada pembimbing.

Tahap pelaksanaan yaitu dengan mengurus perijinan pelaksanaan penelitian di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta, menentukan sampel penelitian, peneliti melakukan pendekatan dengan calon responden untuk menjelaskan tujuan penelitian kemudian meminta responden menandatangani lembar permohonan dan persetujuan (informed concent) menjadi responden. Peneliti mengumpulkan data sekunder yaitu data umum lansia, melakukan pre test untuk kualitas tidur lansia, melakukan pemberian terapi musik dan aromaterapi kepada sampel dalam satu kelompok perlakuan. Pelaksanaan terapi musik dilakukan dengan memberikan musik keroncong pada lansia dengan menggunakan speaker. Pemberian aromaterapi menggunakan tungku pemanas dan dibagian atasnya terdapat cekungan seperti cangkir untuk meletakkan air sebanyak 10 ml dan 2-3 tetes minyak aromaterapi lavender. Kemudian lilin di dalam tungku dinyalakan dan diletakkan di sudut kamar masing – masing responden. Perlahan-lahan bau akan menyebar dan ruangan akan terisi

(55)

dengan aroma yang menenangkan. Pemberian terapi musik dan aromaterapi tersebut dilakukan secara bersamaan di kamar masing – masing responden yaitu satu kali sehari dalam waktu 30 menit selama 7 hari.

Peneliti kemudian melakukan pengumpulan data primer yaitu melakukan pengukuran post test menggunakan kuesioner PSQI setelah tujuh hari terapi yaitu di hari kedelapan. Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada lansia dan peneliti melakukan observasi kepada lansia dengan bantuan dari perawat dan petugas di panti tersebut yang sebelumnya telah melakukan persamaan persepsi. Tindak lanjut dari pengumpulan data baik sekunder maupun primer adalah melakukan pengecekan data apakah data sudah sesuai. Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan komputer dan membuat laporan penelitian.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1 Teknik pengolahan data

Peneliti melakukan beberapa tahap dalam pengolahan data meliputi pengecekan data (editing), pemberian kode data (coding), pemprosesan data (entering), dan analisa data (analiting).

(56)

1. Pengecekan data (editing)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Pemberian kode data (coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

3. Pemprosesan data (entering)

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.

4. Analisa data (analiting)

Dalam melakukan analisis terhadap data penelitian menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang dianalisis. Data yang telah dikumpulkan pada saat penelitian kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat (Hidayat 2007). 3.6.2 Analisa data

Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik kuantitatif dengan menggunakan analisis unviariat dan bivariat. Pada

(57)

penelitian ini menggunakan sistem komputer dalam penghitungan data. Adapun analisa yang digunakan sebagai berikut :

1. Analisis univariat

Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data dianalisa menggunakan statistik deskriptif untuk disajikan dalam bentuk tabulasi, minimum, maksimum dan mean dengan cara memasukkan seluruh data kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melaporkan hasil dalam bentuk distribusi dari masing-masing variabel (Notoadmodjo 2005). Analisa univariat juga digunakan untuk menggambarkan nilai mean yang digunakan untuk data yang tidak dikelompokkan ataupun data yang sudah dikelompokkan, nilai median yang merupakan nilai yang berada di tengah dari suatu nilai atau pengamatan yang disusun, serta nilai modus yang digunakan untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi (Hidayat 2007). Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, dalam penelitian ini yaitu kualitas tidur.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal sehingga uji yang digunakan adalah uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon, dengan rumus sebagai berikut :

(58)

œൌ ܶ െሾሺ ൅ ͳሻȀͶሿ ඥሺ ൅ ͳሻሺʹ ൅ ͳሻ

ʹͶ Keterangan :

z = hasil uji Wilcoxon

T = total jenjang (selisih) terkecil antara nilai pre dengan post test pemberian musik keroncong dan aromaterapi lavender n = jumlah sampel

Uji tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah diberikan terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur. Interpretasi dari uji Wilcoxon yaitu dengan menggunakan taraf signifikan (α = 0,05). Kaidah keputusan analisa datanya yaitu apabila p value > 0,05 maka H0 diterima artinya tidak ada pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia dan sebaliknya bila p value ≤ 0,05 maka H0 ditolak artinya ada pengaruh pemberian terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidurlansia (Priyatno 2012).

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini antara lain : 3.7.1 Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

(59)

tersebut diberikan senelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menanda tangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

3.7.2 Anonymity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat 2007).

(60)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta yang terletak di Jalan Kalingga Utara V Bayan Kadipiro Surakarta. Panti tersebut berdiri sejak tanggal 19 November 2001 dan merupakan salah satu Yayasan Panti Katolik di Surakarta yang dikelola oleh pengurus yayasan dan pengurus panti termasuk perawat. Kegiatan yang rutin dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta ini adalah pembinaan hidup rohani setiap hari senin, kratifitas/kerajinan tangan setiap hari selasa, rekreasi setiap hari rabu, kerja bhakti setiap hari kamis, senam pagi setiap hari jumat dan perayaan syukur ekaristi atau misa setiap hari sabtu. Selain kegiatan tersebut beberapa lansia yang masih aktif biasanya melakukan kegiatan sehari-hari seperti membantu memasak dan membersihkan tempat tidur dan halaman sekitar panti.

Penelitian ini dilakukan selama 14 hari yaitu pada tanggal 10 februari hingga 23 februari 2014. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, lansia yang memenuhi kriteria inklusi adalah 20 orang responden. Semua responden tersebut diberi terapi musik keroncong dan aromaterapi lavender secara bersamaan di kamar masing – masing responden yaitu satu kali sehari dalam waktu 30 menit selama 7 hari. Adapun hasil penelitian ini adalah :

(61)

4.1 Karakteristik Responden

4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta tahun 2014 (n=20)

Usia Jumlah Persentase (%)

60-74 tahun (lanjut usia dini)

15 75

75-90 tahun (lanjut usia tua)

5 25

Total 20 100

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa usia responden terbanyak adalah usia 60-74 tahun sebanyak 15 (75%) orang dan usia 75-90 tahun sebanyak 5 orang (25%).

4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Panti wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta tahun 2014 (n=20)

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 7 35

Perempuan 13 65

Total 20 100

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding jenis kelamin laki-laki yaitu responden perempuan sebanyak 13 orang (65%) sedangkan responden laki-laki 7 orang (35%).

Gambar

Tabel 1.1  Keaslian Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel 4.1  Distribusi  frekuensi  karakteristik  responden  berdasarkan  usia  di  Panti  Wredha  Dharma  Bhakti  Kasih  Surakarta  tahun  2014  (n=20)
Tabel 4.3  Distribusi frekuensi kualitas tidur responden sebelum diberikan  terapi  musik  keroncong  dan  aromaterapi  lavender  di  Panti  Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta tahun 2014 (n=20)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diperoleh jumlah penerimaan dalam satu tahun, kemudian dihitung prosentase dasar alokasinya untuk masing-masing jenis biaya. Kemudian menentukan c ost driver serta menghitung

Berdasarkan uraian tentang analisis aktivitas guru dan siswa, serta analisis peningkatan hasil belajar dapat dikatakan bahwa terjadi perbaikan proses pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses reekspor yang dilakukan oleh freight forwarder PT Wira Servindo Kirana Abadi secara bertahap serta dampaknya

[r]

Pada bab ini menguji fungsi dan kinerja dari alat replika sistem atap otomatis untuk pelindung benda terhadap hujan yaitu sensor yang digunakan adalah sensor cahaya (LDR)

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Disimpulkan bahwa konsentrasi kefir grain 1 % dan lama simpan dalam refrigerator maksimal selama 21 hari masih menghasilkan kefir rendah lemak dengan kualitas yang

1) Mendapatkan konsep user/pelaku, program kegiatan, pada Graha Kesenian Anak di Surakarta sebagai wadah pengembangan kreativitas, sesuai modalitas belajar pada anak