• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN KAMPUNG BONTANG KUALA KOTA BONTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN KAMPUNG BONTANG KUALA KOTA BONTANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 24

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN

KAMPUNG BONTANG KUALA KOTA BONTANG

Puput Wahyu Budiman, Antariksa, Fadly Usman

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia, Telp./fax. 62-341-7051558

E-mail: poet_chundank@yahoo.com

ABSTRAK

Permukiman Bontang Kuala merupakan cikal bakal berdirinya Kota Bontang. Perkembangan zaman yang semakin maju mengakibatkan permukiman masyarakat Bontang Kuala mulai berkurang. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik pola permukiman masyarakat Kampung Bontang Kuala. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif. Hasil studi menunjukkan bahwa permukiman makro terbentuk akibat adanya pengaruh sosial budaya, fisik bangunan, guna lahan dan ruang–ruang budaya secara makro. Kegiatan sosial budaya dan religi masyarakat yang bersifat rutin dan menggunakan ruang yang bersifat tetap dapat membentuk suatu pola ruang dalam permukiman secara temporer yang di antaranya adalah ruang rumah, jalan, sungai atau laut, dan anjungan (open space). Dalam skala mikro, pola permukiman dipengaruhi oleh orientasi kosmologis bangunan yang menghadap arah matahari terbit (timur), jalan dan laut; struktur bangunan yang diidentifikasi melalui tipe atap dan pola ruang dalam dalam rumah; serta tata letak bangunan yang berkaitan dengan sistem kekerabatan. Topografi wilayah yang landai terdapat di sepanjang aliran muara sungai pengelompokan permukiman di wilayah ini. Kecenderungan perkembangan permukiman dari tahun ke tahun adalah linear mengikuti pertambahan jaringan jalan dan mendekati anjungan (open space).

Kata Kunci: Kampung Bontang Kuala, pelestarian, pola permukiman

ABSTRACT

Bontang Kuala settlements is the origin of Bontang City. The settlement of Bontang Kuala community has decreased nowadays. The objective of this study is to identify settlement pattern characteristics of Bontang Kuala community in Bontang Kuala Village. The method used is descriptive explorative. The result shows that macro settlement pattern is formed by socio cultural, building physically, land use and cultural spaces in a macro manner. Socio cultural and religion activity could form space pattern temporarily in the settlement, such as house, wooden road, river or sea and anjungan as open space. In micro scale, the settlements pattern was affected by cosmological orientation of building which face the sunrise (east) and the sea; the building structure indentified through roof type and space pattern inside building; also the layout of building related kinship system. Slope landscape is along south to north made the settlement located along the mouth of river. The settlement grows linearly along the road and more close with the anjungan as the open space

Key words: Bontang Kuala village, preservation, settlement pattern

Pendahuluan

Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat 1996:72)

Terbentuknya suatu pola permukiman sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat. Masyarakat dalam membentuk lingkungan huniannya yang baru di tempat yang berbeda dari tempat asalnya, akan selalu mengikuti kebudayaan dan sistem kepercayaan yang mereka pegang teguh di lingkungan hunian nereka yang lama. Hal ini dapat dilihat

(2)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 25

pada upaya masyarakat tersebut dalam memodifikasi lingkungan huniannya yang baru (Sumintardja 1999:353).

Lingkungan buatan merupakan bagian dari budaya. Lingkungan buatan memiliki berbagai macam fungsi, seperti fungsi untuk melindungi manusia itu sendiri dan juga kegiatan–kegiatanya (Nuraini 2004:11). Lingkungan buatan menyampaikan makna– makna, memberikan kerangka ruang dan waktu untuk tindakan manusia dan perilaku yang tepat (Rapoport 1969). Perubahan budaya juga berpengaruh terhadap rumah dan lingkungannya. Bentuk perubahan ini tidak berlangsung spontan dan menyeluruh, tetapi tergantung pada kedudukan elemen rumah dan lingkungannya dalam sistem budaya. Hal ini mengakibatkan ada elemen–elemen yang tidak berubah dan ada elemen–elemen yang mengikuti perkembangan zaman (Rapoport 1983).

Kampung Bontang Kuala merupakan salah satu Kampung di Kota Bontang yang kehidupannya masih dipengaruhi oleh adat istiadat asli Suku Bugis. Pengenalan Kampung Bontang Kuala ke dunia luar, mendatangkan banyak wisatawan untuk datang berkunjung dengan membawa tata cara kehidupannya. Pengembangan pariwisata ini juga pastinya akan meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang di Kampung Bontang Kuala. Dalam jangka waktu yang lama, pengaruh dari luar dapat mengikis adat istiadat masyarakat Bontang Kuala yang sudah ada sejak sangat lama.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana karakteristik pola permukiman masyarakat Kampung Bontang Kuala dan permasalahan apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan pelestarian pola permukiman. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik pola permukiman masyarakat Kampung Bontang Kuala dan mengetahui beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pelestarian.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah identifikasi pola permukiman masyarakat berdasarkan sosial budaya dengan analisis deskriptif eksploratif, analisis

behavior mapping, dan analisis family tree. Persepsi masyarakat dan permasalahan yang

mempengaruhi pelestarian dijelaskan secara deskriptif.

Pengambilan sampel adalah rumah Panggong yang masih asli dengan jumlah 153 rumah, dengan pertimbangan rumah beratap Limasan dan Plembang, dengan pondasi kayu ulin, dinding kayu ulin atau meranti, berumur 50 tahun atau lebih serta fungsi bangunan adalah sebgai tempat tinggal.

Hasil dan Pembahasan

Pola permukiman masyarakat Kampung Nelayan Bontang Kuala dapat diidentifikasi berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek sosial budaya, pola hunian tempat tinggal secara mikro, dan pola permukiman secara makro.

Elemen sosial budaya pembentuk permukiman

1. Riwayat terbentuknya kampung

Secara non fisik riwayat terbentuknya Kampung Bontang Kuala ditandai dengan sejarah masyarakat Bugis dan secara terbentuknya Kampung Bontang Kuala. Sejarah masyarakat Bontang Kuala berawal dari Ajipao sebagai salah seorang bangsawan Bugis yang melarikan diri dari Tanah Sulawesi akibat perang saudara dan konflik politik dengan pemerintah Kolonial Belanda sehingga menuju ke Kesultanan Kutai Kertanegara. Oleh Sultan Kutai Kertanegara, Ajipao diangkat menjadi kerabat Sultan dan diperintahkan mencari wilayah baru dan akhirnya Ajipao mendirikan perkampungan Bontang Kuala. Bukti fisik sejarah Kampung Bontang Kuala ialah masjid Al–Wahab yang di dalamnya

(3)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 26

terdapat makam Ajipao dan jalan kayu yang terdapat di sepanjang sungai Api–api yang menjadi permulaan berdirinya permukiman di Kampung Bontang Kuala.

2. Tokoh pendiri dan pelindung kampung

Secara fisik ditandai dengan makam Ajipao pada masjid Al-Wahab dan secara non fisik ditandai dengan cerita rakyat berupa manusia buaya putih yang masih keturunan ajipao sebagai penunggu laut (Karang) yang melindungi seisi kampung dari segala macam bencana (Gambar 1).

(a) (b)

Gambar 1. (a) makam Ajipao; dan (b) Pulau Karang yang disakralkan. 3. Kelompok masyarakat

Menurut Aliyah (2004:35) suatu permukiman dapat terbentuk akibat pengelompokan profesi. Secara non fisik permukiman di Kampung Bontang Kuala terbentuk dari kelompok–kelompok masyarakat yang berprofesi di bidang kesenian. Kelompok kesenian yang ada di antaranya adalah tari pesisir, kesenian hadrah, kelompok pengajian, kelompok kesenian musik tingkilan. Secara fisik keberadaan kelompok masyarakat ditandai dengan adanya rumah–rumah warga, rumah tetua adat, dan anjungan sebagai tempat latihan bersama (Gambar 2). Aktivitas kelompok masyarakat dapat membentuk pola pergerakan yang mengelompok pada masing–masing rumah tetua adat, anjungan dan rumah warga pada permukiman di Kampung Bontang Kuala.

Gambar 2. Peta lokasi kegiatan kelompok masyarakat. 4. Kegiatan mata pencaharian

Wilayah Kelurahan Bontang Kuala terdiri dari daratan dan perairan dan permukiman terletak di atas wilayah perairan yang disebut Kampung Bontang Kuala. mata pencaharian sebgian besar penduduk Kampung Bontang Kuala adalah nelayan. Masyarakat masih percaya terhadap penunggu laut yang terdapat di Karang yang melindungi kampung dari berbagai macam bencana. Dalam melakukan aktivitas melaut.

(4)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 27

Sebagai wujud penghormatan terhadap penunggu laut, maka dilakukan upacara melaut sebelum mencari ikan.

Beberapa kegiatan selamatan menggunakan ruang mikro berupa rumah untuk mempersiapkan keperluan selamatan dan ruang makro berupa anjungan untuk pelaksanaan selamatan. Oleh karena itu, anjungan merupakan salah satu ruang budaya bagi masyarakat Kampung Bontang Kuala. (Gambar 3)

Gambar 3. Penggunaan ruang pada aktivitas mata pencaharian.

5. Kegiatan budaya dan religi Kegiatan budaya

• Kegiatan budaya di Kampung Bontang Kuala tidak hanya terkait dengan kelompok masyarakat dan kegiatan mata pencaharian, namun juga terdapat beberapa kegiatan yang terkait dengan daur hidup dan keselamatan. Kegiatan yang terkait dengan daur hidup di antaranya adalah selamatan kehamilan (upacara menurunkan Ance, upacara menurunkan pisang), selamatan kelahiran (Naik Ayun); dan

• perkawinan (Walimahan). Pola pergerakan dan ruang yang digunakan dalam kegiatan selamatan daur hidup adalah sebagai berikut:

- Selamatan kehamilan terdiri dari upacara menurunkan ance dan upacara menurunkan pisang terdiri dari 5 tahapan. Kelima tahapan menghasilkan pola pergerakan yang memusat dalam rumah, dan menyebar. Pola pergerakan dan ruang yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 4).

(5)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 28

Gambar 4. Pola ruang dan pergerakan pada selamatan kehamilan.

- Selamatan kelahiran dibagi dalam 4 tahapan. Keempat tahapan tersebut menghasilkan pola pergerakan yang memusat di dalam rumah dan menyebar. - Upacara perkawinan (walimahan) dibagi menjadi tiga tahap, yaitu berisi –risik,

besorong, dan akad nikah. Jalan menjadi ruang yang makro dalam prosesi akad

nikah tersebut. Pengantin pria di arak keliling kampung sebelum menuju rumah mempelai wanita (Gambar 5).

0 1 0 0 2 5 0 m S U T B Hutan Bakau Muara Sungai Sungai Je mbatan Kayu Jalan Kayu Pe rsil Rumah terangan Laut Jalan Aspal

Gambar 5. Ruang makro pada kegiatan perkawinan.

Jalan digunakan sebagai tempat arak-arakan

(6)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 29

Kegiatan yang terkait dengan keselamatan, di antaranya:

a. Upacara Mejamu Karang

Adat Mejamu Karang merupakan upacara adat yang diadakan setahun sekali yang merupakan upacara terbesar di Kelurahan Bontang Kuala. Upacara ini dilatarbelakngi oleh keyakinan para nelayan bahwa karang laut itu ada penunggunya. Adat ini berfungsi sebagai penghormatan terhadap alam yang merupakan karunia Tuhan untuk selalu dijaga dan dipelihara kelestariannya. Menurut kepercayaan masa lampau masyarakat Kelurahan Bontang Kuala, bahwa karang di laut dihuni oleh makhluk halus dan oleh sebab itu perlu diberi jamuan makan (Gambar 6).

Hutan Bakau Muara Sungai Sungai Jembatan Kayu Jalan Kayu Persil Rumah Ke terangan Laut Jalan Aspal 0 1 0 0 2 50 m S U T B

Gambar 6. Ruang meso dan makro pada upacara Mejamu Karang.

b. Upacara Melabuh Perahu

Adat melabuh perahu merupakan upacara yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menghilangkan atau menjauhkan segala macam penyakit di dalam kampung. Salah satu keunikan acara ini ialah adanya prosesi membuang miniatur perahu yang berisi sesajen–sesajen. Jalan Aspal Laut Keterangan Persil Rumah Jalan Kayu Jembatan Kayu Sungai Muara Sungai Hutan Bakau Laut Laut

Gambar 7. Ruang makro pada kegiatan Melabuh Perahu.

Anjungan sebagai tempat melakukan ritual upacara

Jalan sebagai tempat arak – arakan sesajen

Sesajen dibuang ke laut dengan miniatur perahu Jalan digunakan sebagai tempat mengarak sesajen Darat Darat

(7)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 30

• Kegiatan religi

Mayoritas penduduk Kampung Bontang Kuala menganut agama Islam. Kegiatan religi yang dilakukan cukup banyak, namun terdapat beberapa kegiatan yang selalu dilakukan dan dirayakan secara meriah yang di antaranya adalah, Isra Mi’raj, Maulud Nabi, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha. Kegiatan religi tersebut merupakan acara yang melibatkan seluruh umat islam yang ada di Kampung Bontang Kuala, sehingga ruang yang digunakan adalah ruang makro, yaitu masjid atau Mushola. Di Kampung Bontang Kuala terdapat satu masjid dan tiga mushola, sehingga pola pergerakan kegiatan religi tersebut adalah memusat dari beberapa titik menuju satu titik di masjid atau Mushola (Gambar 8).

6. Hubungan kekerabatan

Pola kekerabatan di masyarakat Kampung Bontang Kuala adalah bilateral yang memperhitungkan kekerabatan dari pihak laki-laki maupun perempuan. Tradisi masyarakat Kampung Bontang Kuala dalam penentuan lokasi rumah untuk anak ialah berada di belakang rumah orang tua maupun di sebelahnya. Pada hubungan kekerabatan di masyarakat Kampung Bontang Kuala tidak membedakan antara anak laki-laki maupun anak perempuan. Apabila seseorang hendak membangunkan rumah untuk anaknya, maka orang tua tersebut akan membangunkan rumah untuk anaknya di belakang maupun di sampingnya. Bagi rumah warga yang memiliki usaha sampingan seperti Karamba maka rumah anaknya dianjurkan mengelilingi Karamba itu guna menjaga dan merawat Karamba tersebut. Namun, hal ini hanya berlaku untuk satu keturunan saja.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diperoleh dua sampel yang mewakili pola tempat tinggal masyarakat Bontang Kuala. Pola hunian yang pertama cenderung berorientasi pada jalan utama Kampung dan arah timur, dan membentuk suatu pola yang lurus ke samping kiri, yaitu rumah anak pertama terletak di sebelah kiri rumah orang tua, kemudian rumah anak kedua dan ketiga di sebelah kiri rumah anak pertama (Gambar 9). Pola hunian yang kedua membentuk pola mengumpul mengelilingi Karamba. Rumah orang tua dan anak pertama terletak di sebelah utara Karamba, rumah anak kedua dan ketiga terletak di sebelah timur karamba, rumah anak ke empat terletak di sebelah selatan

Karamba, dan rumah anak kelima dan keenam terletak di sebelah barat Karamba

(Gambar 10).

Ma s ya r a k a t m e n u ju m a s jid u n t u k m e la k s a n a k a n s h o la t Ie d d a n k e m u d ia n s a lin g b e r s ila t u r a h m i

(8)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 31 S U T B 0 1 2 5 2 5 0 m B i s s u P a s n a H i n d a r M u 'i m Mi s n u Afif Ra m l a Ja fa r Azizah Muin Sopian Kutibah Andin Sani Ani Pancong Hardanah Khalek Jafri Musta Inah Asrul Asidi Ijum Wirah Karnati Hosni Yusran S U T B 0 125 250 m

Gambar 9. Hubungan kekerabatan lokasi rumah memanjang ke kiri.

Gambar 10. Hubungan kekerabatan lokasi rumah mengumpul mengelilingi Karamba.

Pola hunian tempat tinggal secara mikro

1. Fisik bangunan

Rumah tradisional Kampung Nelayan Bontang Kuala berbentuk seperti Pangggung yang terletak di atas permukaan air sungai atau laut sehingga disebut Rumah

Panggong. Adanya semboyan Magdanakan yang berarti bersaudara dan semua sama

mencerminkan ciri kehidupan sosial di kampung Nelayan Bontang Kuala sehingga Bentuk dasar dan pengembangan bentuk rumah masyarakat nelayan Kampung Bontang Kuala tidak mengenal hirarki yang berkaitan erat dengan struktur sosial dalam masyarakat Kampung Bontang Kuala. Bentuk rumah Panggong dapat dikenali lewat bentuk atapnya yang terdiri dari 2 jenis, yaitu limasan dan plembang (Gambar 11 dan gambar 12).

Gambar 11. Rumah Panggong tipe

limasan melambangkan perlindungan.

Gambar 12. Rumah Panggong tipe

plembang melambangkan keseimbangan.

Rumah panggong tipe limasan melambangkan perlindungan, hal ini ditunjukkan dengan bentuk atap yang menyerupai limas/piramida yang menutup seluruh bangunan rumah yang memilki makna sebagai perlindungan bagi para penghuni rumah, sedangkan rumah panggong jenis plembang melambangkan keseimbangan yang dilambangkan dengan tihang sempayang yang terdapat pada atap bagian depan. (Gambar 13)

(9)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 32

Gambar 13. Rumah Panggong dengan bukaan pada setiap sisi.

Tampilan keseluruhan rumah Panggong dipengaruhi oleh anggapan masyarakat bahwa rumah yang baik adalah rumah yang menghadap arah datangnya sinar matahari. Mereka percaya sinar matahari memberikan kekuatan dan hasil yang melimpah dalam melaut. Hal ini tentunya memberikan kesan terbuka dengan jendela selain berada di depan juga terdapat di sisi samping rumah, selain sebagai usaha untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup, dimaksudkan agar sirkulasi udara yang masuk lancar mengingat daerah ini cukup panas dan kering. Selain bentuk penyesuaian terhadap alam sekitar, tampilan terbuka ini berkaitan dengan interaksi sosial masyarakat Bontang Kuala yang merupakan masyarakat nelayan yang selalu membutuhkan informasi satu dengan lainya sehingga bila ingin menanyakan informasi mengenai keadaan laut maka mereka tinggal berkomunikasi lewat jendela saja.

Berdasarkan hasil survey pada 53 rumah asli, sebagian besar menggunakan atap

Limasan (53 %) dan plembang (47%). Untuk rumah-rumah yang sudah berubah, jenis

atap yang digunakan sebagian besar tidak mengikuti rumah panggong lagi dan bentuknya seperti bangunan modern pada umumnya.

Status kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu status kepemilikan rumah dan status kepemilikan tanah. Sebagian besar rumah yang ada adalah warisan dari orang tua (74,68%), sedangkan yang paling sedikit adalah rumah yang beli karena orang yang membeli rumah di Kampung Bontang Kuala umumnya adalah orang yang bukan asli dari Kampung Bontang Kuala.

Rumah-rumah yang terdapat di Kampung bontang kuala sebagian besar merupakan rumah yang usianya sudah tua. Berdasarkan hasil survey pada 153 rumah asli, prosentase paling besar (58,61 %) dibangun pada kurun waktu 1943 – 1950. Dilihat dari konstruksi rumah asli di bangunan rumah dibangun di atas pondasi berupa kayu ulin yang tahan dengan air laut dengan dinding dari kayu meranti dan atap sirap. Jarak antara lantai dengan laut sekitar 1- 4 meter. Fungsi bangunan pada semua rumah Panggong asli adalah untuk tempat tinggal.

Masyarakat Kampung Nelayan Bontang Kuala mempercayai arah hadap kosmologis rumah yang paling baik adalah menghadap arah matahari yaitu arah timur. Sinar matahari dianggap sebagai pertanda kapan harus memulai melaut dan kapan harus selesai. Mereka juga percaya bahwa dimana matahari timbul disitu pasti banyak ikan. Namun dibangunnya jalan-jalan baru, mengakibatkan rumah-rumah yang baru di bangun cenderung mengikuti dan menghadap jalan untuk mempermudah akses dan sirkulasi. (Gambar 14)

(10)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 33 B U S T Laut (a) (b) La u t S U T B La u t (c)

Gambar 14. (a) Orientasi rumah menghadap arah matahari terbit (timur);(b) arah rumah menghadap laut; (c) orientasi timur –barat.

2. Struktur ruang tempat tinggal dan tata bangunan

Jenis ruang di dalam rumah Panggong dapat dibedakan atas ruang utama dan beberapa ruang penunjang. Ruang utama yang terdapat pada rumah panggong terbagi menjadi tiga, yaitu Beranda, Balai, dan Dapo’. Ruang penunjang adalah ruangan yang tidak selalu ada di setiap rumah Panggong di antaranya disebut Dapo’ kanan dan Dapo’ kiriyang berfungsi sebagai gudang makanan dan kamar mandi (Gambar 15).

Berandah

Kanan

Kiri

Dapo'

Balai

Beranda

Gambar 15 Pola ruang dalam rumah panggong.

Dalam membangun rumah masyarakat Kampung Bontang Kuala mengedepankan semboyan magdanakan yang berarti bersaudara dan sama. Semboyan ini berlaku dalam mendirikan rumah maupun untuk rumahnya sendiri. Dalam mendirikan rumah masyarakat

(11)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 34

dilarang membangun lebih tinggi di depan rumah warga lain. Semua rumah harus memilki ketinggian yang sama. Hal ini dimaksudkan agar setiap rumah mendapatkan sinar matahari yang cukup. (Gambar 16)

(a) (b)

Gambar 16. (a) Masing–masing rumah dipisahkan oleh karamba; (b) setiap bangunan yang dipisahkan ruang untuk menambat perahu.

Antara unit rumah yang satu dengan yang lainya terdapat pemisah yaitu berupa ruang untuk menambat perahu dengan jarak masing–masing rumah sekitar 2 – 4 meter. Untuk keluarga nelayan yang memiliki mata pencaharian sampingan berupa budidaya udang maupun teripang, rumah–rumah yang masing dalam satu pekarangan tersebut mengelilingi Karamba sebagai tempat budidaya udang maupun teripang. (Gambar 17)

Gambar 17. Ketinggian antar rumah harus sama agar setiap rumah mendapatkan sinar matahari.

Pola permukiman makro

Pola permukiman Kampung Bontang Kuala dibagi menjadi beberapa bahasan di antaranya perkembangan permukiman, tipologi permukiman tradisional, guna lahan kampung pembentuk permukiman, dan elemen budaya pembentuk permukiman.

1. Perkembangan permukiman

Pada mulanya permukiman kampung Bontang Kuala memanjang dari arah selatan menuju utara mengikuti aliran muara Sungai Api–api. Jaringan jalan berupa kayu gelendongan yang berjumlah satu ruas saja yang memanjang searah dengan aliran muara Sungai Api–api.

Pada kurun waktu antara tahun 1850-an sampai tahun 1900-an, arus warga pendatang mulai berdatangan terutama yang berasal dari dataran Sulawesi, yaitu etnis Bone dan Singkang. Adanya anjungan di sebelah utara jalan utama mempengaruhi

(12)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 35

perkembangan permukiman selanjutnya. Dengan adanya aturan tidak boleh membangun rumah di sebelah utara anjungan menyebabkan dibangunnya ruas jalan baru di sebelah timur ruas jalan utama yang lama. Pembangunan ke arah barat tidak dapat dimungkinkan disebabkan di sebelah barat merupakan wilayah bakau dan masyarakat percaya membangun rumah di bakau akan mendatangkan bencana. Dengan adanya jalan–jalan baru di sebelah timur ruas jalan utama yang lama, maka bermunculan rumah–rumah penduduk di sebelah timur ruas jalan utama yang lama

Walaupun terdapat kecenderungan permukiman penduduk mengarah ke arah timur, namun jalan–jalan baru yang dibangun selalu berujung menuju anjungan. Hal ini disebabkan anjungan merupakan sebuah ruang terbuka (open space) yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan upacara–upacara adat skala makro seperti upacara

Mejamu Karang, upacara Melabuh Perahu, Bebalai dan lain sebagainya.

2. Tipologi permukiman

Menurut Asniawaty et al (2001), pola permukiman masyarakat pantai terdapat open

space yang dijadikan sebagai tempat beraktivitas, berkumpul dan pusat aktivitas budaya. Open space ini terhubung dengan berbagai simpul pergerakan di desa pantai tersebut

sekaligus menjadi pembatas bagi permukiman yang satu dengan yang lainya. Open

space yang lain juga berfungsi sebagai pemisah antar bangunan rumah. Dalam hal ini,

permukiman nelayan Kampung Bontang Kuala memiliki kecenderungan memanjang ke arah utara menuju anjungan sebagai tempat berkumpul dan pusat aktivitas budaya.

Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005:79), pola permukiman tradisional terdiri atas 5 kategori, yaitu pola permukiman memanjang mengikuti sungai, jalan dan garis pantai, pola melingkar, pola persegi panjang dan berbentuk kubus. Berdasarkan 5 kategori tersebut, maka wilayah Kampung Bontang Kuala termasuk kedalam pola permukiman memanjang mengikuti sungai, jalan dan garis pantai.

Menurut Citrayati et al (2008:7), pola permukiman masyarakat pantai cenderung linier mengikuti pantai dan ada juga yang mengelompok mengelilingi tambak garam. Dalam hal ini, permukiman Kampung Bontang Kuala memiliki pola mengumpul mengelilingi Karamba sebagai tempat bagi kegiatan mata pencaharian budidaya teripang.

0 1 0 0 2 5 0 40 0 5 0 0 m Legenda Persil Rumah Jalan Kayu Jembatan Kayu Sungai Muara Sungai Laut Laut S U T B (a) 0 1 0 0 2 5 0 4 0 0 5 0 0 m Lau t Lau t S U T B (b)

Gambar 19 (a) Pola permukiman linear sepanjang sungai dan jalan; (b) Pola permukiman mengumpul mengelilingi karamba.

Karamba

(13)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 36

3. Peruntukan lahan

Kondisi topografi wilayah Kelurahan Bontang Kuala adalah landai dan terletak di atas permukaan air. Batas fisik wilayah Kampung Bontang Kuala pada bagian utara ialah laut dan selatan berupa daratan. Pada bagian ini terdapat sungai yang memanjang dari arah selatan ke arah utara. Di atas sungai ini terdapat jalan utama yang pertama dibangun yang mengikuti alur sungai dan terdapat rumah–rumah di atasnya (Gambar 20).

Gambar 20. Transek barat – timur. .

Gambar 20 menjelaskan potongan melintang wilayah Kelurahan Bontang Kuala dari barat ke timur. Kondisi topografi pada bagian barat – timur juga tidak terlalu jauh berbeda dengan wilayah utara – selatan sebab wilayahnya juga landai. Pada guna lahan sebelah barat di dominasi oleh hutan mangrove (bakau) dan semakin ke arah timur didominasi oleh guna lahan permukiman dan karamba. (Gambar 21)

Gambar 21. Transek selatan – utara.

Pada Gambar 21 menggambarkan potongan melintang wilayah Kelurahan Bontang Kuala dari arah selatan – utara. Pada wilayah selatan berupa daratan yang di dominasi oleh guna lahan makam, tambak, peribadatan, pendidikan, dan perkantoran. Untuk wilayah perairan pada wilayah utara didominasi oleh guna lahan permukiman dan

Karamba.

Berdasarkan potongan melintang dari wilayah Kampung Bontang Kuala saat ini berkembang dari arah barat menuju timur sehingga dapat disimpulkan bahwa pola struktur ruang dari wilayahnya adalah berpola linear sesuai dengan perkembangan jaringan jalan dan tumbuh mendekati suatu open space. (Gambar 22)

Barat

Selatan

Barat Muara sungai Laut

Darat

(14)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 37

U

S

T

B

a

b

c

Keterangan:

a : Pusat aktivitas budaya

yang terletak di sebelah utara kampung

b : Bagian tengah kampung yang didominasi oleh kegiatan perdagangan, permukiman, peribadatan dan aktivitas

karamba

c : Bagian selatan kampung sebagian berupa daratan terdapat beberapa fasiltas umum seperti perkantoran,

pendidikan dan makam : jalan kayu

Gambar 22. Struktur ruang kampung.

4. Ruang budaya

Keberadaan ruang-ruang budaya yang terdapat di Kampung Bontang Kuala dapat diidentifikasi berdasarkan sejarah lokasi, fungsi dan kepentingan ruang-ruang yang ada pada permukiman, dan determinasi budaya yang muncul pada ruang permukiman yang diperoleh dari hasil analisis behavior mapping kajian budaya dan religi. Ketiga faktor tersebut menentukan struktur ruang budaya yang dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas budaya yang terjadi dalam lingkup Kampung Bontang Kuala.

• Jalan

Jalan merupakan salah satu elemen permukiman yang mempunyai peranan sangat penting bagi masyarakat di Kampung Bontang Kuala. Jalan selain sebagai prasarana transportasi yang dapat memudahkan mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lain, jalan juga digunakan sebagai ruang budaya yang digunakan dalam beberapa acara kebudayaan. Acara ritual budaya seperti Melabuh Perahu, Mejamu Karang (Pesta Laut), Walimahan menggunakan ruang jalan utama sebagai tempat berlangsungnya arak-arakan dan berlangsungnya salah satu kegiatan pada ruang tersebut. Semua jalan yang terdapat di Kelurahan Bontang Kuala berakhir di Anjungan dan Jalan juga sebagai acuan perkembangan permukiman penduduk dan sebagai salah satu orientasi arah hadap bangunan rumah.

• Masjid

Masyarakat di Kampung Bontang Kuala mayoritas adalah umat Islam. Fasilitas peribadatan yang merupakan pendukung peribadatan masyarakat Islam adalah masjid. Di Kampung Bontang Kuala terdapat 2 yaitu masjid Al Wahab yang sudah ada sejak tahun 1800an dan masjid Al Misbah yang dibangun tahun 1955 . Dari letaknya masjid tersebut dibangun di bagian tengah permukiman masyarakat. Letak masjid yang berada di tengah permukiman ini memudahkan masyarakat dari berbagai sudut wilayah Kampung Bontang Kuala. Berbagai ritual keagamaan berlangsung di masjid seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi.

• Muara Sungai dan Laut

Muara sungai dan laut merupakan tempat permukiman warga Kampung Bontang Kuala berada dan mengelilingi permukiman tersebut. Muara sungai dan laut menjadi sumber matapencaharian warga Kampung Bontang Kuala. Sebagian besar aktivitas budaya warga Kampung Bontang Kuala dilakukan di atas permukaan laut atau sungai dan bertujuan untuk menghormati penghuni Laut maupun Sungai seperti upacara

(15)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 38

memberi Makan Laut, Upacara Mejamu Karang, Upacara Menurunkan Ance, Upacara Menurunkan Pisang dan lain sebagainya yang dalam prosesinya berupa pelarungan sesajen di muara sungai ataupun laut.

Berdasarkan hasil superimpose ruang-ruang budaya yang digunakan dalam kegiatan sosial budaya, maka diperoleh seluruh wilayah Kampung Bontang Kuala merupakan ruang budaya bagi masyarakat di Kampung Bontang Kuala. Peletakan elemen-elemen permukiman dapat membentuk suatu ruang yang sistematis (Gambar 23).

Gambar 23. Pola letak elemen permukiman.

Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat beberapa permasalahan-permasalahan dalam melestarikan sosial budaya yang ada. Permasalahan– permasalahan tersebut di antaranya:

1. Permasalahan ekonomi yang berupa keterbatasan dana yang di keluarkan untuk kegiatan-kegiatan adat sehingga terdapat beberapa kegiatan budaya yang tidak dilaksanakan dan keberadaannya bahan bangunan yang asli sudah sulit untuk dicari. 2. Permasalahan sosial yang pertama mempengaruhi perubahan pola permukiman di

Kampung Bontang Kuala adalah masuknya agama Islam yang merubah kepercayaan dan pandangan masyarakat, perkembangan zaman sangat berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat dan akulturasi budaya.

3. Permasalahan fisik, yaitu banyak rumah Panggong yang sudah berubah dan tidak sesuai dengan aturan adat yang ada.

4. Permasalahan hukum bertumpu pada pemerintah lokal maupun pemerintah kota yang kurang ada campur tangan dalam melestarikan pola permukiman, sehingga berpengaruh terhadap menurunnya kesadaran masyarakat dan terjadinya perubahan secara fisik.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian terhadap beberapa variabel sosial budaya yang berpengaruh terhadap pola permukiman, ditemukan keterkaitan antara sejarah, kegiatan sosial budaya, topografi dan sistem kekerabatan dengan pembentukan pola permukiman masyarakat secara makro.

Kecenderungan ruang yang digunakan dalam kegiatan budaya adalah rumah, jalan, masjid dan anjungan yang dalam pergerakan kegiatannya adalah membentuk suatu pola yang mengikuti pola permukiman yang ada. Pola permukiman terbentuk dari pola rumah, pola kekerabatan dan orientasi rumah dengan didukung dengan kondisi topografi wilayah di Kampung Bontang Kuala sehingga pola permukimannya cenderung mengelompok dan linier sepanjang jalan. Sifat-sifat kosmis dan sakral yang masih dipercaya oleh masyarakat dapat membentuk suatu ruang budaya yang teratur dan sistematis dalam ruang permukiman Kampung Bontang Kuala.

(16)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 39

Permasalahan pelestarian dalam upaya melestarikan permukiman Kampung Bontang Kuala ialah permasalahan ekonomi, sosial fisik dan hukum.

Daftar Pustaka

Aliyah, I. 2004. Identifikasi Kampung Kemlayan sebagai Kampung Tradisional Jawa di Pusat Kota. Jurnal Teknikl. XI (1): 33 – 40.

Asniawaty, Dharoko, A., & Wijono D. 2001. Pola Spasial Permukiman Desa Galesong, Teknosains. (2)1: 4213-233.

Citrayani, Antariksa & Titisari. 2008. Permukiman Masyarakat Petani Garam Desa Pinggir

Papas Kabupaten Sumenep. Arsitektur e Journal. 1 (1):1-14

Dwi Ari, I. R. & Antariksa. 2005. Studi Karakteristik Pola Permukiman di Kacamatan

Labang Madura. Jurnal ASPI .(2): 78-93.

Koentjaraningrat. 1996. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.

Nuraini, C. 2004. Permukiman Suku Batak Mandailing. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rapoport, A. (1969). House, Form and Culture. New York: Prentice Hall

Sumintardja, D. (1981) Kompedium Sejarah Arsitektur. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

Gambar

Gambar 1. (a) makam Ajipao; dan (b) Pulau Karang yang disakralkan.
Gambar  3. Penggunaan ruang pada aktivitas mata pencaharian.
Gambar 5.  Ruang makro pada kegiatan perkawinan.
Gambar 6. Ruang meso dan makro pada upacara Mejamu Karang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmu pengetahuan dengan topik kapasitas lembaga, dalam hal ini khususnya kegiatan

Di dalam sebuah laporan yang ditulis khusus untuk membantah klaim APA, tim dari “ National Association for Research and Therapy of Homosexuality” (NARTH) menunujukan bahwa studi

dilakukan bersama- sama oleh warga program studi dengan cara memberi arahan, makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi program studi.. (a)

Apabila siswa sering tidak hadir tanpa adanya pemberitahuan dan alasan yang benar, kepala sekolah akan memanggil orang tua untuk mendiskusikan langkah yang tepat. Surat keterangan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan skin lotion yang memiliki fungsi sebagai pelembab dan pelembut dengan bahan aktif dimethicone (silicone oil), menganalisis sifat

Pada pencelupan dengan zat warna poliester, yaitu zat warna bejana yang dipilih dan dirancang untuk pencelupan bahan campuran dari serat poliester kapas, bahan direndam peras

Upaya- upaya yang harus ditempuh dalam melestarikan lingkungan hidup adalah antara lain; memelihara dan melindungi hewan; menanam pohon dan penghijauan; menghidupkan

(saya cuman tukang tambal ban mas, tidak bisa memberi kebutuhan keluarga sepenuhnya, karena saya cuman lulusan SMP jadi ya, mau bekerja yang lainnya ya tidak bisa,