• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Ada beberapa definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang dikemukakan oleh para ahli. Mondy dan Noe (2010, p.4-5) menyebutkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dipandang sebagai utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi.

Berbeda pendapat dengan Dessler (2011, p.4) bahwa MSDM adalah kebijakan dan praktik di dalam menggerakan sumber daya manusia atau aspek-aspek terkait posisi manajemen di dalam sumber daya manusia yang mencakup kegiatan perekrutan, penyaringan, pelatihan, pemberian penghargaan dan penilaian.

Sementara itu, Mathis dan Jackson (2006, p.3) memberikan definisi sebagai berikut: "Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi".

2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sangat penting dalam sebuah organisasi. Hal ini disebabkan manusia yang menjalankan organisasi dan sumber daya terbesar dari organisasi adalah manusia. Dengan kata lain, tidak akan ada organisasi bila tidak ada manusia.

(2)

MSDM yang efektif memiliki sebuah sistem terintegrasi yang terdiri dari lima fungsi yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe (2010, p.5-8) yang terasosiasi dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Fungsi-fungsi MSDM Sumber: Mondy dan Noe (2010, p.5-8)

1) Staffing

Staffing adalah proses di dalam sebuah organisasi yang memastikan organisasi tersebut memiliki ketepatan jumlah karyawan dengan keahlian yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi.

2) Human Resource Development (HRD)

HRD adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang utama mencakup tidak hanya pelatihan dan pengembangan, tetapi perencanaan karir dan kegiatan pengembangan, pengembangan organisasi, dan manajemen kinerja dan penilaian.

(3)

3) Compensation and Benefits

Kompensasi dan benefit mengacu pada total dari semua penghargaan yang diberikan kepada karyawan atas jasa pelayanannya. Terdiri dari upah, gaji, komisi, bonus, tunjangan rekreasi, sakit, tunjangan hari libur, dan jaminan kesehatan.

4) Safety and Health

Safety mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari kecelakaan kerja, sedangkan Health mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari penyakit fisik dan emosional.

5) Employee and Labor Relation

Hubungan antara karyawan dan pekerja-pekerja lain ini dahulu dianggap sebagai jalan hidup banyak karyawan. Kebanyakan perusahaan akan lebih menginginkan sebuah lingkungan yang mempunyai hubungan kuat.

2.1.1.3 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia

Untuk mencapai tujuan organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia memainkan beberapa peran yang dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.2 Perbedaan Peran Manajemen SDM Sumber: Mathis dan Jackson (2006, p.51)

(4)

1) Peran Administratif

Meliputi aktivitas-aktivitas administrasi, seperti program bantuan karyawan, administrasi pensiun, pemeriksaan latar belakang atau surat keterangan, administrasi imbalan kerja, perencanaan dan administrasi kompensasi, dan penanganan persoalan cuti yang terkait dengan urusan keluarga.

2) Penasihat Karyawan

Profesional-profesional SDM sebagai surat atas persoalan-persoalan karyawanm biasanya dipandang sebagai petugas moral perusahaan. Profesional SDM banyak menghabiskan waktu untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan karyawan maupun masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. 3) Operasional

Peran operasional terdiri dari beberapa aktivitas SDM berikut ini: a. Pengadaan tenaga kerja (procurement)

Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah berupa usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam kaitan ini adalah penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan dan perekrutannnya, seleksi, dan penempatan.

b. Pengembangan (development)

Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu untuk prestasi kerja yang tepat. Kegiatan ini amat penting dan terus tumbuh karena perubahan-perubahan

(5)

teknologi, reorganisasi pekerjaan, tugas manajemen yang semakin rumit.

c. Kompensasi (compensation)

Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layar kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi.

d. Integrasi (integration)

Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat, dan organisasi.

e. Pemeliharaan (maintenance)

Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabaikan angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan mampu untuk bekerja. Terpeliharanya kemauan untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan, keadaan jasmani (fisik) karyawan, dan kesehatan serta keselamatan kerja.

f. Pemutusan hubungan kerja (separation)

Jika fungsi pertama manajemen personalia adalah untuk mendapatkan karyawan, adalah logis bahwa fungsi terakhir adalah memutuskan hubungan kerja dan mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin bahwa warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin.

(6)

4) Strategis

SDM harus berfokus pada implikasi jangka panjang dari persoalan SDM dan berperan sebagai rekan bisnis strategis perusahaan.

Hal berbeda yang dikemukakan Dessler (2011, p.5) bahwa: "MSDM mempunyai peran penting bagi para manajer perusahaan untuk menghindari kesalahan-kesalahan di dalam mengelola perusahaan yang tidak diinginkan perusahaan". Kesalahan-kesalahan tersebut seperti:

1) Merekrut karyawan yang kriterianya tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

2) Turnover yang tinggi.

3) Karyawan yang tidak bekerja dengan kemampuan terbaik mereka. 4) Menghabiskan waktu dengan melakukan proses interview.

5) Perusahaan yang dituntut ke dalam pengadilan karena aksi diskriminasi. 6) Perusahaan yang terdaftar di dalam pelanggaran praktek kerja federal

yang membahayakan.

7) Karyawan yang merasa tidak puas dengan gajinya karena dianggap tidak sesuai dengan standar di perusahaan lain.

8) Kurangnya program pelatihan yang menyebabkan menurunnya efektivitas kerja.

9) Melakukan ketidakadilan di dalam praktek kerja.

2.1.2 Komitmen Organisasi

Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi

(7)

termasuk dalam komitmen organisasi. Robbins dan Coulter (2012, p.405) memberikan definisi sebagai berikut: "Komitmen organisasi berarti sebagai sebuah pernyataan dimana seorang karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan suatu organisasi dan tujuan serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut". Tingginya komitmen pada organisasi dapat diartikan bahwa pemihakan karyawan atau loyalitas pada organisasi yang memperkerjakannya adalah tinggi pula.

Luthans (2006, p.249) menyatakan bahwa, komitmen organisasi paling sering diartikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Sementara itu, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Mowday (1982) dalam Sopiah (2008, p.155) bahwa komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi.

2.1.2.1 Menciptakan Komitmen Organisasi

Menurut Martin dan Nicholss dalam Srimulyani (2009, p.15-17), ada tiga pilar besar dalam menciptakan komitmen organisasi, meliputi:

1) Perasaan memiliki kepada perusahaan (a sense of belonging to the organization)

Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat karyawan: a) mampu

(8)

mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi; b) merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut; c) merasa nyaman dengan organisasi tersebut; d) merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan); nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi).

2) Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job) Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: a) mengenali faktor-faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design); b) kualitas kepemimpinan; c) kemauan manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen karyawan bisa meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi karyawan dalam menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal.

3) Pentingnya rasa memiliki (ownership)

Rasa memiliki bisa muncul jika karyawan merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktik kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan karyawan. Jika karyawan merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika karyawan merasa ide-idenya didengar dan jika karyawan merasa memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka karyawan akan

(9)

cenderung menerima keputusan-keputusan atau perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan karyawan merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa.

2.1.2.2 Indikator Komitmen Organisasi

Gambaran yang lebih jelas mengenai komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Meyer dan Allen dalam Luthans (2006, p.249-250), bahwa:

"..commitment organizational is identified three types of commitment; affective commitment, continuance commitment, and normative commitment as a psychological state “that either characterizes the employee’s relationship with the organization or has the implications to affect whether the employee will continue with the organization".

Pendapat diatas menunjukkan bahwa komitmen organisasi dapat diartikan sebagai sejauh mana seseorang karyawan mengalami rasa kesatuan dengan organisasi mereka. Lebih lanjut lagi, Meyer dan Allen dalam Luthans (2006, p.249-250) diidentifikasi dan ditetapkan tiga komponen yang akan digunakan dalam penelitian komitmen organisasi, yaitu:

1) Komitmen afektif (affective commitment)

Adalah suatu pendekatan emosional dari individu dalam keterlibatan dengan organisasi, sehingga individu akan merasa dihubungkan dengan organisasi, berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi.

2) Komitmen keberlangsungan (continuance commitment)

Adalah hasrat yang dimiliki oleh individu didasarkan pada persepsi tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi, sehingga individu merasa membutuhkan untuk dihubungkan dengan

(10)

organisasi.

3) Komitmen normatif (normative commitment)

Adalah perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi dan tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

Gambar 2.3 Types of Organizational Commitment Sumber: Meyer dan Allen dalam Zarvardi dan Zarvardi (2012)

2.1.3 Penilaian Kinerja

Sebelum menjelaskan tentang definisi penilaian kinerja, terlebih dahulu sebaiknya perlu untuk memahami tentang kinerja. Kata kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. The Scribner-Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979) yang dikutip oleh Sedarmayanti (2004, p.175-176) memberikan definisi sebagai berikut: "Kinerja (performance) dapat disimpulkan menjadi hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika".

(11)

Kinerja memiliki definisi yang sangat luas dan beragam. Sehubungan dengan hal itu, berbicara tentang kinerja erat kaitannya dengan suatu pendapat bahwa untuk mengetahui hasil kinerja yang dicapai anggota dalam suatu organisasi, maka hal pertama yang harus dilakukan organisasi adalah melaksanakan penilaian kinerja (performance appraisal). Pendapat yang dikemukakan oleh Rudianto (2006, p.311) bahwa penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam praktiknya, istilah penilaian kinerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Veithzal Rivai (2009, p.549) mengatakan: ”Penilaian kinerja adalah mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran”.

Dengan melakukan penilaian kinerja, niscaya setiap anggota pemangku jabatan akan selalu dapat menghasilkan kontribusi yang positif dalam melaksanakan pekerjaan yang terkait dengan kompetensi yang dimiliki, serta dapat berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dari waktu ke waktu.

Sedangkan menurut pendapat yang dikemukakan oleh Mejia, dkk (2004, p.222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:

1) Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.

(12)

2) Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja karyawan yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau membandingkan kinerja antar karyawan yang memiliki kesamaan tugas. 3) Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian

kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi karyawan di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja karyawannya.

2.1.3.1 Tujuan Penilaian Kinerja

Veithzal Rivai (2009, p.551) mengungkapkan bahwa suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan dua alasan pokok, yaitu:

1) Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang sumber daya manusia di masa yang akan datang, dan;

2) Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.

Adapun tujuan penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Malayu S P Hasibuan (2009, p.89) adalah:

(13)

a) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, penetapan besarnya balas jasa.

b) Untuk mengukur kinerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

c) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam perusahaan.

d) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi dan peralatan kerja.

2.1.3.2 Indikator Penilaian Kinerja

Menurut Veithzal Rivai (2009, p.563), faktor-faktor yang paling umum muncul dalam penilaian kinerja adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, peremcanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi dan organisasi. Dari aspek-aspek yang dinilai dari penilaian kinerja (performance appraisal) yang dikemukakan oleh Veithzal Rivai di atas, maka dapat dijadikan ukuran sebagai berikut:

1) Kemampuan Teknis

Kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

2) Kemampuan Konseptual

Kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut

(14)

memahami tugas dan fungsi tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.

3) Kemampuan Hubungan Interpersonal

Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, dan melakukan negoisasi.

2.1.4 Perencanaan Karir

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Simamora (2006, p.412), kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antara lain dari perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya. Sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Berdasarkan pendapat tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.

Kemudian Simamora (2006, p.422) menjelaskan, seorang individu merencanakan karir guna meningkatkan status dan kompensasi, memastikan keselamatan pekerjaan, serta mempertahankan kemampuan dalam pasar tenaga kerja yang berubah. Oleh karena itu, sebagai mana yang dikemukakan Amstrong (2001, p. 607-607) dalam Saleh (2012) rencana-rencana karir harus menyadari bahwa:

1) Anggota organisasi harus menerima pengakuan sebagai individu dengan kebutuhan, keinginan dan kemampuan yang unik;

(15)

kebutuhan mereka;

3) Individu dapat berkembang, berubah dan mencari petunjuk baru jika diberi kesempatan, dorongan, dan bimbingan yang tepat.

Menurut Bernardin (2003), perencanaan karir adalah proses dimana individu melakukan identifikasi mengenai tujuan-tujuan karirnya dan merencanakan usaha untuk mencapai tujuan karirnya tersebut. Hal berbeda namun serupa dengan apa yang dikemukakan Simamora (2006, p.422) bahwa pengertian perencanaan karir

(career planning) sebagai suatu proses dimana individu dapat mengidentifikasi dan

mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya.

Lain halnya dengan Armstrong (2001, p.595) dalam Saleh (2012) dalam mengutarakan pendapatnya bahwa perencanaan karir adalah serangkaian kebijakan dan praktek organisasi menggunakan untuk membentuk perkembangan individu di dalamnya, sesuai dengan penilaian kebutuhan organisasi dan kinerja, potensi dan keinginan individu anggota perusahaan.

2.1.4.1 Manfaat Perencanaan Karir

Martoyo (2007, p.83) mengemukakan bahwa terdapat tujuh manfaat atas dilakukannya perencanaan karir, antara lain:

a) Mengembangkan para karyawan yang dapat dipromosikan, dapat membantu suplai karyawan internal, terutama mereka yang cukup potensial.

b) Menurunkan perputaran karyawan, perhatian terhadap karir individual dalam perencanaan karir yang telah ditetapkan, akan meningkatkan loyalitas pada organisasi di mana mereka bekerja.

(16)

c) Mengungkap potensi karyawan, dengan adanya perencanaan karir yang jelas dan mantap akan mendorong karyawan secara individual maupun kelompok untuk menggali kemampuan potensial masing-masing untuk dapat mencapai sasaran-sasaran karir yang diinginkan.

d) Mendorong pertumbuhan, perencanaan karir yang baik akan mendorong semangat kerja karyawan untuk dapat tumbuh dan berkembang serta meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan oleh suatu jabatan.

e) Mengurangi penimbunan, perencanaan karir dapat mengangkat kembali para karyawan yang berkualifikasi untuk maju, sehingga tidak tertimbun tanpa harapan.

f) Memuaskan kebutuhan karyawan, dengan adanya perencanaan karir berarti adanya penghargaan terhadap individu karyawan yang berarti pula adanya pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi individu. g) Membantu pelaksanaan rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui,

yang berarti perencanaan karir dapat membantu para anggota kelompok agar siap untuk jabatan-jabatan yang lebih penting.

2.1.4.2 Indikator Perencanaan Karir

Bernardin (2003) telah mengatakan bahwa perencanaan karir adalah proses bagaimana individu merencanakan dan mengimplementasikan tujuan karir mereka sendiri. Pernyataan itu diperjelas dengan adanya indikator perencanaan karir sebagai berikut:

(17)

1) Pilihan jabatan

Dalam memilih jabatan atau pekerjaan yang akan digeluti, individu harus memiliki gambaran makro mengenai bidang kerjanya yang dihubungkan dengan tujuan jangka panjang karirnya. Gambaran itu harus memberikan keyakinan bahwa jabatan atau pekerjaan yang akan dilaksanakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan sehingga diharapkan ia akan dapat melaksanakannya secara efektif dan efisien.

2) Pilihan organisasional

Individu mengidentifikasi berbagai pilihan organisasi atau perusahaan yang tersedia di lingkungannya, kemudian menyeleksi organisasi atau perusahaan yang dianggap menawarkan jenis pekerjaan atau jabatan yang sesuai dengan kepribadian, minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan.

3) Pilihan penugasan pekerjaan

Individu mengidentifikasi jenis tugas yang sesuai dengan karakteristik diri yang dimilikinya. Individu perlu menilai seberapa jauh tingkat penguasaannya akan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan suatu tugas pekerjaan dan melakukan usaha tertentu agar dapat memenuhi persyaratan tersebut. 4) Pilihan pengembangan diri

Individu mengidentifikasi keterbatasan-keterbatasan diri yang dimilikinya yang dapat menghambat pelaksanaan pekerjaannya serta peluang untuk memperbaiki ataupun mengembangkan diri ke arah yang lebih baik, diantaranya dengan berpartisipasi dalam program pendidikan, kursus

(18)

keterampilan, seminar atau pelatihan, dan sebagainya.

2.1.5 Partisipasi Karyawan

Istilah partisipasi berasal dari bahasa asing yang artinya mengikutsertakan pihak lain. Abdur (2004, p.23) mengatakan bahwa partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua atau lebih pihak, di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak di masa depan. Ketika perencanaan diterapkan, partisipasi mengacu pada keterlibatan seseorang dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja. Hal yang berbeda namun serupa, Mikkelsen (2005, p.54) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan dalam pengembangan sumber daya manusia terhadap diri sendiri, kehidupan, dan lingkungan, atau keterlibatan sukarela diri sendiri dalam menentukan perubahan.

Partisipasi berarti terjadinya konsultasi, terbukanya kegiatan berbagi opini dan keputusan-keputusan karyawan. Partisipasi mengandung makna adanya keterlibatan para karyawan dalam aspek-aspek mental dan emosional yang mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Bentuk partisipasi ini sebenarnya merupakan proses komunikasi atau teknik mendapatkan dan memanfaatkan umpan balik dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Allport (Sastropoetro, 1998, p.12) dalam Anak Agung Sagung Kartika Dewi (2006), seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.

(19)

Kemudian Anak Agung Sagung Kartika Dewi (2006) mengutip pendapat dari Davis (1995, p.179) yang mengemukakan bahwa dalam hasil psikologis karyawan dari manajemen partisipasi adalah partisipasi. Hal ini berarti bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.

2.1.5.1 Tujuan Partisipasi Karyawan

Tujuan partisipasi karyawan bagi organisasi pada awalnya hanya terbatas untuk mencapai produktivitas tinggi melalui tenaga kerja yang lebih berkomitmen pada organisasi. Kemudian, seiring berkembangnya teori perilaku, partisipasi dianggap dan diharapkan untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih kompleks, seperti mendorong untuk meningkatkan semangat kerja karyawan, hubungan industrial, motivasi dan komitmen, serta kualitas kehidupan kerja atau bahkan apa yang dikemukakan Abraham Maslow mengenai self-actualization (Sen, 2012).

Adapun tujuan dari partisipasi karyawan yang telah didefinisikan oleh Marchington et al. (2001) dalam Abdulkadir (2012) sebagai berikut:

a) Pernyataan ketidakpuasan individu

Untuk memperbaiki masalah dengan manajemen atau mencegah kerusakan hubungan;

b) Ekspresi organisasi kolektif

Untuk menyediakan sumber pengimbang kekuatan untuk manajemen; c) Kontribusi terhadap manajemen pengambilan keputusan

Untuk mencari perbaikan dalam pekerjaan organisasi, kualitas dan produktivitas, dan;

(20)

d) Demonstrasi kebersamaan dan hubungan kerja sama

Untuk mencapai kelangsungan hidup jangka panjang bagi organisasi dan karyawan.

2.1.5.2 Indikator Partisipasi Karyawan

Partisipasi karyawan memiliki tiga indikator penting yang dikemukakan oleh Anak Agung Sagung Kartika Dewi (2006), sebagai berikut:

1) Keterlibatan mental dan emosional atau inisiatif

Pertama dan yang paling utama, partisipasi berarti keterlibatan mental dan emosional daripada hanya berupa aktivitas fisik. Diri orang itu sendiri yang terlibat, bukan hanya keterampilannya. Keterlibatan ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang berpartisipasi berarti terlibat egonya daripada hanya terlibat tugas. Sebagian manajer keliru memandang keterlibatan dalam pelaksanaan tugas sebagai partisipasi yang sesungguhnya. Mereka mengadakan pertemuan, meminta pendapat, dan sebagainya.

2) Motivasi kontribusi

Hal yang penting dalam bentuk partisipasi ini adalah memotivasi orang-orang yang memberikan kontribusi. Mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, partisipasi berbeda dari “kesepakatan”. Partisipasi lebih dari sekadar upaya untuk memperoleh kesepakatan atas sesuatu yang telah diputuskan. Partisipasi sangat bernilai karena dapat meningkatkan motivasi dan membantu pegawai untuk memahami dan menjelaskan mereka mencapai tujuan.

(21)

3) Tanggung jawab

Bentuk partisipasi ini adalah dengan mendorong anggota untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok. Hal ini juga merupakan proses sosial yang melaluinya orang-orang menjadi terlibat sendiri dalam organisasi dan mau mewujudkan keberhasilannya. Pada saat orang-orang mau menerima tanggung jawab aktivitas kelompok, mereka melihat adanya peluang untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan, yaitu merasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Gagasan tentang upaya menimbulkan kerja tim dalam kelompok ini merupakan langkah utama mengembangkan kelompok untuk menjadi unit kerja yang berhasil.

2.1.6 Penelitian Terdahulu

Terdapat berbagai peneletian yang telah dilakukan oleh peneliti akan hubungan serta pengaruh antara variabel penilaian kinerja, perencanaan karir, partisipasi karyawan, dan komitmen organisasi. Berikut ini adalah beberapa gambaran penelitian tersebut:

1) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Danlami Sani Abdulkadir, Sulu Babaita Isiaka, Salami Isaac Adedoyin (2012) yang berjudul "Effects of Strategic Performance Appraisal, Career Planning and Employee Participation on Organizational Commitment: in the Nigerian Banking Sector" menunjukkan bahwa penilaian kinerja, perencanaan karir dan partisipasi karyawan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi dan memperjelas bahwa tingkat komitmen organisasi karyawan di sektor perbankan Nigeria rendah. Hasil dalam penelitian menyatakan bahwa penilaian kinerja terhadap komitmen organisasi

(22)

memiliki pengaruh sebesar 57%, perencanaan karir terhadap komitmen organisasi memiliki pengaruh sebesar 59%, dan partisipasi karyawan terhadap komitmen organisasi memiliki pengaruh sebesar 63%.

2) Hasil penelitian yang telah dilakukan Dadan Hermawan, UNIKOM (2011) yang berjudul "Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dan Implikasinya Pada Komitmen Organisasi (Pada Dinas Perkebunan Jawa Barat)" menghasilkan kesimpulan bahwa Pelaksanaan Partisipasi Anggaran di Dinas Perkebunan Jawa Barat tergolong baik, karena cukup banyak pegawai yang terlibat walaupun tidak semua. Untuk Senjangan Anggaran yang terjadi di Dinas Perkebunan Jawa Barat tergolong baik, namun indikator subjektif menunjukan bahwa tidak semua informasi yang diberikan pegawai untuk kepentingan anggaran subjektif. Dan komitmen organisasi di Dinas Perkebunan Jawa Barat tergolong cukup baik, indikator kinerja menunjukan hampir semua pegawai berkontribusi bagi perkembangan instansi.

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan diatas, maka skema penelitian ini ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut:

(23)

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Sumber: Penulis (2013)

2.3 Hipotesis

Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2011, p.51) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dapat dikatakan sementara karena jawaban baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

(24)

Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan dari identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Untuk T-1

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penilaian kinerja (X1) terhadap komitmen organisasi (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara penilaian kinerja (X1) terhadap komitmen organisasi (Y).

2. Untuk T-2

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perencanaan karir (X2) terhadap komitmen organisasi (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara perencanaan karir (X2) terhadap komitmen organisasi (Y).

3. Untuk T-3

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara partisipasi karyawan (X3) terhadap komitmen organisasi (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara partisipasi karyawan (X3) terhadap komitmen organisasi (Y).

4. Untuk T-4

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penilaian kinerja (X1), perencanaan karir (X2), dan partisipasi karyawan (X3) terhadap komitmen organisasi (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara penilaian kinerja (X1), perencanaan karir (X2), dan partisipasi karyawan (X3) terhadap komitmen organisasi (Y).

Gambar

Gambar 2.1 Fungsi-fungsi MSDM  Sumber: Mondy dan Noe (2010, p.5-8)
Gambar 2.2 Perbedaan Peran Manajemen SDM  Sumber: Mathis dan Jackson (2006, p.51)
Gambar 2.3 Types of Organizational Commitment  Sumber: Meyer dan Allen dalam Zarvardi dan Zarvardi (2012)
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual  Sumber: Penulis (2013)

Referensi

Dokumen terkait

berkaitan dengan banyak orang, perlu dirumuskan secara bersama, sehingga hasilnya akan maksimal pula. Dengan demikian, maka pembelajaran pendidikan agama Islam adalah sebagai

Penelitian sebelumnya tentang penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan proses sains pada pokok bahasan gerak lurus

Tuhan pasti telah memperhitungkan Amal dan dosa yang telah kita perbuat Kemanakah lagi kita kan sembunyi Hanya kepadaNya kita kembali Tak ada yang bakal bisa menjawab Mari,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesesuaian antara penerapan akuntansi pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri Tbk Cabang Malang dengan PSAK No 105. 105

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh metode token economy terhadap aktifitas perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri di ruang

In addition, other members of Sinarmas Group may from time to time perform investment banking or other services (including acting as advisor, manager or lender) for, or

Untuk penelitian di Gamefield Hongkons Limited terdapat 2 variabel, yaitu komunikasi pemasaran dan juga Loyalitas Pelanggan.Untuk variabel Komunikasi Pemasaran dengan

Malam pukul 20.00 WIB, 22 Januari 2007, sebanyak 10 orang TNI AURI mendatangi rumah keluarga Bapak Rismanto ayah dari Tulus (anggota FMN) dengan membawa Cece (mencengkeram leher)