• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, puisi berasal dari kata bahasa Yunani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, puisi berasal dari kata bahasa Yunani"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara etimologis, puisi berasal dari kata bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποι (poiéo/poió) atau I create, yang berarti seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya sebagai tambahan, atau selain arti semantiknya (www.wikipedia.org/wiki/Puisi). Dalam KBBI (2005:903), puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait atau gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.

Puisi dapat dikenali pula berdasarkan atas hakekat puisi, yaitu fungsi estetik, kepadatan, dan ketidaklangsungan ekspresi dan merupakan karya sastra yang mempunyai makna dengan mempergunakan medium bahasa. Dalam sistem ketandaan, Bahasa adalah sistem tanda tingkat pertama disebut arti (meaning), sedangkan berdasarkan konvensi masyarakat (sastra) merupakan sistem tanda tingkat kedua karena sastra merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya serta konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra maka timbullah arti baru yaitu arti sastra merupakan arti dari arti (meaning of meaning) atau disebut makna (Pradopo, 2010: 122).

(2)

Puisi (sajak) secara semiotik merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna ditentukan oleh konvensi maka untuk menganalisis puisi (sajak) adalah usaha menangkap makna puisi (sajak), yaitu arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan (Pradopo, 2010: 123). Oleh karena itu, pembaca dapat mengenali puisi kemudian pengenalan puisi dilanjutkan dengan pemberian makna pada puisi yang terikat oleh sistem, aturan, dan konvensi tertentu. Selain itu, pembaca harus menguasai tiga baik kode bahasa, kode sastranya maupun kode budaya yang khas (Teeuw, 1991: 15). Dengan demikian, untuk memaknai puisi harus menguasai konvensi bahasa dan konversi sastra serta merupakan tugas seorang pembaca puisi (Pradopo, 1997:107).

Menurut Riffaterre, puisi merupakan salah satu karya sastra tidak selalu bermakna seperti yang ditampilkan, tetapi ada makna yang lain di baliknya. Puisi merupakan ekspresi tidak langsung, tetapi mengungkapkan sesuatu dan berarti lain yang diakibatkan adanya tiga hal yaitu displacing, distorting, dan creating of the meaning (Riffaterre, 1978:2). Dengan kata lain, untuk memaknai sebuah karya sastra tidak terlepas dari sistem konvensi bahasa dan artinya, melainkan puisi mempunyai konvensi sendiri (konvensi sastra) di samping konvensi bahasa.

Sementara itu, Lirik Lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau pencipta Lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya

(3)

yang menjadikan sebuah karya seni populer yang bukan hanya menghibur, namun dapat menyentuh hati dan perasaan para pencinta lagu Kpop, terutama orang Asia khususnya di Indonesia. Dalam KBBI (2004:609), puisi dinyatakan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait, sedangkan lirikadalahsajak pendek dalam bentuk nyanyian atau cocok untuk dinyanyikan yang isinya melukiskan perasaan dan lagu adalah ragam suara yang berirama (bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya) (KBBI, 2008: 855, 933). Dalam puisi timbulnya irama karena perulangan bunyi berturut-turut dan variasi atau rima. Dengan demikian, rima adalah salah satu unsur pembentuk irama dan menyelidiki irama dalam puisi agak sulit dan tidak jelas seperti pada musik, disebabkan kata-kata yang jumlah suku kata serta tidak pasti (Pradopo, 2010: 42).

Hal ini menyebabkan aliran perasaan ataupun pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan adanya bayangan angan yang jelas dan hidup, pesona atau daya magis hingga melibatkan para pembaca atau pendengar ke dalam extase (bersatu diri dengan objeknya) dan berkontemplasi hingga sajak itu dan apa yang dikemukakan meresap dalam hati, jiwa si pembaca atau pendengar. Menurut Kusbini (dalam Pradopo, 2010: 46) melodi merupakan paduan susunan deret suara yang teratur dan berirama. Melodi itu timbul karena pergantian kata-kata dan tinggi rendah bunyi yang berturut-turut semakin kuat melodi nyanyian kian liris sajak itu. Dengan kata lain, bahwa lirik lagu bila dipisahkan dari unsur-unsur musiknya (melodi), maka lirik lagu dapat disebut puisi dan memiliki ciri-ciri yang sama karena bahasa pada lirik lagu sama seperti

(4)

puisi yang dibuat sebagai sarana estetika untuk memberikan tenaga ekspresif serta emotif dalam mengungkapkan gambaran suasana batin seorang pengarang.

Permainan bahasa ini dapat berupa permainan vokal, gaya bahasa maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan pengarangnya (Awe, 2003, p.51). Definisi lirik atau syair Lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa. Bila, definisi lirik lagu dianggap sama dengan puisi, maka harus diketahui apa yang dimaksud dengan puisi. Puisi menurut Rachmat Djoko Pradopo (1990) merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang berkesan. Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Pada kondisi ini, lagu sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan dapat memiliki berbagai macam bentuk, baik lisan maupun tulisan. Lirik lagu memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat digunakan untukmenciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam. Dalam fungsinya sebagai media komunikasi, lagu juga sering digunakan sebagai sarana untuk mengajak bersimpati tentang realitas yang

(5)

sedang terjadi maupun atas cerita-cerita imajinatif. Dengan demikian lagu juga dapat digunakan untuk bebagai tujuan, misalnya menyatukan perbedaan, pengobar semangat seperti pada masa perjuangan, bahkan lagu dapat digunakan untuk memprovokasi atau sarana propaganda untuk mendapatkan dukungan serta mempermainkan emosi dan perasaan seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau nilai yang kemudian dapat dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan tepat. Propaganda melalui maupun tidak melalui lirik lagu tetap memiliki efek yang kompleks. http://daemoo.blogspot.com/2012/…/pengertian-lirik-lagu.html

Untuk memahami dan memaknai lirik lagu adalah berusaha mengetahui dan menemukan makna pada lirik lagu berarti berusaha memahami pesan yang disampaikan penyair melalui gaya kebahasaannya dan gaya bahasa dalam puisi (lirik lagu) merupakan wujud kekayaan bahasa seorang penyair dalam memperoleh efek-efek tertentu. Pada dasarnya puisi/lirik merupakan sebuah struktur yang bermakna dan didalamnya terdapat konvensi bahasa. Konvensi bahasa dalam puisi meliputi diksi berupa lambang, simbol, dan struktur sintaksisnya.

Di dalam kata-kata puisi/lirik, keberadaan simbol dan lambang diperlukan permaknaan yang lebih lanjut karena pengarang sering menggunakan bahasa kiasan untuk menyatakan suatu hal dengan pengertian yang lain. Oleh karena itu, untuk dapat mengungkapkan nuansa konkretisasi pengalamannya, pengarang lirik lagu memunculkan kata-kata yang penuh dengan kiasan dan berupaya menciptakan daya ekspresi tertentu dengan melakukan manipulasi bahasa yang berupa permainan vokal, gaya bahasa, dan penyimpangan makna kata. Lirik lagu

(6)

tersebut berciri puitis karena penggunaan kata-kata yang khas dan unsur-unsur sastra yang membuat lirik lagu terdengar seperti sebuah syair dan suasananya syarat dengan kepuitisan yang merupakan bagian dari linguistik berdasarkan konvensi sastra dalam hubungannya dengan konvensi bahasa yang lainnya.

Ada beberapa lagu Korea sebagai Ost Sountrack dalam serial film drama Korea yang pernah ditayangkan di televisi swasta Indonesia dengan penggunaan background musik (soundtrack lagu) yang mendukung, yaitu Boys Before Flowers, Becoming a Billioner, Coffee Prince, Endless Love, Full House, He’s Beautiful, Hello Miss, Hotelier, Let’s Go to School, Love in Paris, Princess Hours, Romance, Sad Love Song, Sassy Girl chun hyang, Style, Summer Scent, Winter Sonata, Wedding, Wonderful Life, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, lirik lagu OST serial drama Sassy Girl Chun Hyang yang dijadikan subjek penelitian. Sassy Girl Chun Hyang (SGCH) merupakan film drama yang bergenre komedi romantis asal Korea Selatan dan sukses menyatukan plot drama komedi dengan adegan yang menyentuh dan diiringi soundtrack lagu yang mendukung serta menjadikan karya seni populer yang bukan hanya menghibur, namun dapat menyentuh hati dan perasaan para pencinta film Korea di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang menarik untuk diteliti dan sampai saat ini belum ada yang meneliti dalam pemaknaan lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang dari segi kajian semiotika Riffaterre.

1.2 Rumusan Masalah

(7)

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah makna puisi korea dalam lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang. Bagaimana tanda-tanda atau simbol-simbol tersebut berperan dalam pemaknaan puisi korea pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang berdasarkan pembacaan heuristik, pemaknaan hermeneutik, pencarian matriks, model, dan varian-varian serta hipogram untuk mendapatkan makna secara penuh.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis makna puisi berdasarkan kajian semiotik Riffatterre dan menganalisis hasil makna lirik lagu Korea pada dua lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang, yaitu haengbokkhagil barae..(행복하길바래..) dan saranghaeyo

(사랑해요) berdasarkan pembacaan heuristik, hermeneutik, pencarian matriks,

model, varian, dan hipogram.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dari penelitian, yaitu:

1. Manfaat teoretis: untuk memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang kesusastraan Korea berdasarkan kajian semiotik Riffatterre melalui dua lirik lagu Ost Sassy Girl Chung Hyang.

2. Manfaat praktis: penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi para peminat bahasa Korea untuk melakukan penelitian terhadap puisi

(8)

Korea dengan pendekatan yang lainnya sehingga tercipta penelitian mengenai puisi Korea yang semakin beragam.

1.5 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian mengenai puisi Korea yang telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya yang ditulis Marlina Anjarsari (2011) pernah melakukan penelitian tentang lagu nasional Korea yang terkenal, yaitu Arirang. Penelitian ini membandingkan dua jenis lagu arirang yang dianalisis dengan menggunakan kajian semiotika Riffaterre, yaitu pembacaan heuristik, hermeneutik, pencarianmatriks, model, varian, danhipogram dalam mencari makna dua jenis lagu arirang dan membandingkannya.

Penelitian lain yang menggunakan puisi sebagai objek penelitiannya adalah Febriani Elfida Trihtarani (2013) yang pernah melakukan penelitian mengenai Sajak-Sajak Kim Sowol, yaitu “Signifikansi Sajak jindallaekut, haegasanmaru-e jeomuereo-do, dan motsitjeo (진달래꽃, 해가산마루에 저물어도, dan 못잊어)

Karya Kim Sowol” dengan menggunakan kajian semiotika Riffaterre, yaitu pembacaan heuristik, hermeneutik, pencarian matriks, model, varian, dan hipogram dalam mencari makna yang terkandung di dalamnya.

Suwarsi (2013) pernah melakukan penelitian yang berjudul “Relasi makna Antar lirik-Lirik lagu Dalam Album Anniversary 20th “You Are So Beautiful” Karya Shing Seun Hoon, Analisis Semiotika Riffaterre”. Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai keterkaitan antara album Karya Shin Seun Hoon yang satu dengan yang lainnya menggunakan analisis semiotika Riffaterre dan memperoleh

(9)

hasil kesimpulan bahwa bahwa kumpulan lirik-lirik lagu karya Shin Seun Hoon memiliki tema besar, yaitu seseorang yang teringat akan kekasihnya, perpisahan, dan kehilangan yang menggambarkan rangkaian kehidupan perjalanan asmara seseorang yang semakin larut dalam kesedihan dengan hilangnya pujaan hatinya.

Andani (2013), pernah melakukan penelitian terhadap tiga puisi yang judulnya mengandung unsur-unsur kkut (꽃) atau bunga karya Seong Jang Seob, kajian semiotika Riffatterre yang menghasilkan kesimpulan bahwa unsur alam bunga menggambarkan perempuan, cinta, dan hal-hal yang dapat mewakili perasaan melalui bunga.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian tentang puisi terutama lirik lagu Korea masih belum banyak dilakukan dan Penelitian ini akan mencari hasil pemaknaan puisi dari 2 sampel lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang dengan menggunakan kajian semiotika Riffaterre untuk mengungkap makna yang terkandung dalam puisi pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang yang dipilih, yaitu haengbokkhagil barae..(행복하길바래..) dan saranghaeyo (사랑해요) berdasarkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada didalamnya meliputi aspek-aspek ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan heuristik dan hermeneutik, matriks, model dan varian-varian serta hipogram secara penuh.

1.6 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, menggunakan teori kajian semiotika Riffaterre sebagai kerangka dasarnya untuk memahami pemaknaan dalam puisi pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang, yaitu haengbokkhagil barae.. (행복하길바래..)

(10)

dan saranghaeyo (사랑해요) berdasarkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada didalamnya. Michael Riffaterre merupakan salah satu ahli semiotika yang menggunakan istilah-istilah pinjaman dari linguistik dan menerapkan konsep semiotika pada puisi.

Poetry expresses concepts and things by indirection. To put it simply, a poem says one thing and means another.Inderection is produced by displacing, distorting, or creating meaning. Displacing, when the sign shifts from one meaning to another, when one word “stand for” another, as happens with metaphor and metonymy. Distorting, when textual space serves as a principle of organization for making signs out of linguistic items that may not be meaningful otherwise (for instance, symmetry, rhyme, or semantic equivalences between positional homologues a stanza). Among these three kinds of indirection signs,one factor recurs: all of them threaten the literary representation of reality, or mimesis or it may be distorted by a deviant grammar or lexicon (for instance, contradictory details), which i shall call ungrammaticality, else it may be cancelled altogether (for instance, nonsense)(Riffaterre, 1978: 2).

(Riffaterre, 1978:2), mengemukakan bahwa ada tiga hal terjadinya ketidaklangsungan ekspresi puisi, yaitu penggantian arti terjadi suatu tanda bergeser dari makna yang satu ke makna yang lain atau "berdiri untuk" sesuatu makna yang lain, seperti yang terjadi pada metafora dan metonimi;penyimpangan arti terjadi bila dalam sajak/puisi terdapat kontradiksi, ambiguitas, dan nonsense; penciptaan arti terjadi bila ruang (kosong) tekstual berfungsi sebagai suatu prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda diluar faktor ketatabahasaan yang secara linguistik mungkin tidak bermaknaseperti simetri, sajak, atau ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik) antara persamaan homolog atau posisi bait kemudian ketidaklangsungan ekspresi puisi diaplikasikan kedalam pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978: 2).

(11)

from abstract to figurations sign is expansion has another far-reaching effect upon poetic discourse, it transforms the more abstract language forms, especially gramatical connective into images.signs indicating the function the gramatical relationship between full-hedgedsememes. all these abstract in that they refer directly to structures and are context-free thus are convention like all sign but are more conspicuously arbitrary. these abstract words need show no connection between their physical-phonetic and graphemic-shape and their meaning.it substitutes for the symbols icons or “ideograms” that seem to explain or legitimate the relationships they symbolize by rewriting them in the code of the words linked by these relationships (Riffaterre, 1978: 53-54).

Dari simbol abstrak ke simbol kiasan adalah sebuah ekspansi yang memiliki efek lain jauh pada wacana puitis, melainkan mengubah bentuk bahasa yang lebih abstrak terutama keterikatan gramatikal ke dalam gambar. tanda-tanda yang menunjukkan fungsi hubungan antara gramatikal penuh dengan nilai sememes yang tersembunyi. simbol abstrak dalam puisi yang merujuk secara langsung kepada struktur/konteks bebas sehingga konvensi tanda/simbol yang secara menyeluruh lebih mencolok pada sewenang-wenang. kata-kata dalam simbolabstrakperlu atau tidak adanya yang menunjukkan hubungan antarafisik-fonetik dan bentuk-grafemis dalam penciptaan arti. Dalam penciptaan arti, pengganti ikon simbol atau "ideogram" yang tampaknya untuk menjelaskan atau sah hubungan fisik-fonetik dan bentuk-grafemis yang melambangkan kode dengan menulis kembali kata-kata yang terkait dengan hubungan ini (Riffaterre, 1978:53-54).

Dengan demikian, simbol abstrak ke simbol kiasan dalam penciptaan arti terdapat pengganti ikon simbol (private symbol)atau simbol khusus pada

(12)

puisi/lirik lagu dengan memunculkan kata-kata yang unik, kreatif, penuh dengan kiasan sebagai akibat dari pengalaman pengarang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dengan menunjukan suatu yang bersifat abstrak namun bisa dirasakan sehingga mampu menciptakan makna tambahan yang berlaku tidak secara umum dan dapat menimbulkan imajinasi bagi pembaca.

This first, heuristic reading is also where the interpretation takes place, since it is during this reading that meaning is apprehended. The reader’s input is his linguistic competence, which includes an assumption that language is referential. It is also includes the reader’s ability to perceive incompatibilities between words, to recognize that a word or phrase does not make literal sense, that it makes sense only if he performs semantic transfer. The reader input occurs only because the text is ungrammatical (Riffaterre, 1978:5).

Riffaterre (1978: 5), Pembacaan heuristik merupakan tahap pertama dalam menginterpretasikan pemaknaan puisi yang bergerak dari awal hingga akhir teks dengan mengutamakan peranan kemampuan pembaca untuk mengartikan setiap satuan linguistik yang digunakan baik berupa fakta, frase, maupun kalimat berdasarkan konvensi bahasa atau hanya terbatas arti bahasa yang berlaku.

The second stage is that of retroactive reading. This is the time for a second interpretation, for the truly hermeneutic reading. The reader remembers what he has just read and modifies his understanding of it in the light of what he is now decoding. The maximal effect of retroactive reading, the climax of its function as generator of significance, naturally comes at the end of the poem(Riffaterre, 1978:4).

Riffaterre (1978:4),mengemukakan bahwa setelah dilakukan pembacaan heuristik kemudian dilanjutkan pembacaam hermeneutik, dimana pembaca harus benar-benar membaca teks sastra yang dilakukan pembacaan ulang terhadap puisi

(13)

secara menyeluruh dan memodifikasi ulang atas pemahaman mengenai apa yang ia dapat dari pembacaan sebelumnya (pembacaan heuristik) yang terpencar-pencar. dalam hal ini, terjadi pembongkaran sastra secara alami (struktural) menurut asas makna puisi (significance-nya) berdasarkan konvensi sastra.

The poem results from the transformation of the matrix, a minimal and literal sentence, into a longer, complex, and nonliteral periphrasis. The matrix is hypothetical, being only the grammatical and lexical actualization of a structure. The matrix may be epitomized in one word and will not appear in the text. It is always actualized in successive variants; the form of these variants is governed by the first actualization which is the model (Riffaterre, 1978:19).

Riffaterre (1978:19), Matriks bersifat hipotetikal yang hanya diaktualisasikan dari struktur tata bahasa dan leksikal dari sebuah struktur. Matriks dapat dicontohkan dalam satu kata atau frase yang tidak akan tampil dalam teks. diaktualisasikan dalam varian berturut-turut dan bentuk varian ini diatur oleh aktualisasi pertama yang disebut model. Model dapat berupa kata atau kalimat tertentu dengan sifatnya yang puitis yang kemudian diaktualisasikan ke dalam varian-varian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matriks, model, dan varian merupakan satu struktur yang sama.

The text as locus of significance is generated by conversion and expansion. Conversion and expansion both establish equivalences between a word and a sequence of words: that is, between a lexeme and a syntagm. Expansion establishes this equivalence by transforming one sign into several. Conversion lays down the equivalence by transforming several signs into one “collective” sign, that is, by endowing the components of a sequence with the same characteristic features. Conversion particularly affects sequences generated by expansion (Riffaterre, 1978:47).

(14)

Riffaterre (1978:47), mengungkapkan bahwa teks merupakan pusat makna dihasilkan dari konversi dan ekspansi yang membangun ekuivalensi antara kata dan urutan kata-kata antara leksem dan sintagma. Ekspansi menetapkan kesetaraan ini dengan mengubah satu tanda menjadi beberapa. Konversi meletakkan kesetaraan dengan mengubah beberapa tanda-tanda menjadi satu "kolektif" tanda, yaitu komponen berurutan dengan ciri-ciri yang sama terutama mempengaruhi urutan yang dihasilkan oleh ekspansi. Jadi, matriks dalam sebuah puisi dapat ditemukan melalui ekspansi, konversi, maupun gabungan dari keduanya.

In either case the production of the poetic sign is determined by hypogrammatic derivation: a word or phrase is poeticized when it refers to a preexistent word group. thehypogram is already a system of signs comprising at least a predication, and it may be as large as a text. The hypogram may be potential, therefore observable in language, or actual, therefore observable in a previous text. The reader is forced to look elsewhere for a second, albeit simultaneous interpretation, and to read a pun into the word. The second interpretation is supplied by an intertext or by clichés and stereotypes(Riffaterre, 1978:93-94).

Riffaterre (1978:93-94), mengemukakan bahwa ada dua macam hipogram, yaitu hipogram potensial yang terdapat dalam teks secara implisit atau diabstraksikan dalam teks sebagai matriks yang ditemukan dalam bahasa sehari-hari, sedangkan hipogram aktual tampak pada teks sebelumnya dan tidak dapat diaktualisasikan dalam teks tetapi dilakukan dengan menjajarkan karya satu dengan karya yang lain merupakan suatu hubungan intertekstual untuk mencari unsur-unsurnya dan menemukan makna yang utuh.

(15)

Jadi, untuk menemukan makna puisi yang terkandung dalam puisi pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang, yaitu (행복하길바래..) haengbokkhagil barae..

dan (사랑해요) saranghaeyo berdasarkan dengan menggunakan kajian semiotika

Riffaterre meliputi pembacaan heuristik, pemaknaan hermeneutik, matriks, model dan varian-varian serta hipogram secara penuh.

1.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian semiotika Riffaterre sebagai kerangka dasarnya untuk mengungkap makna yang terkandung dalam puisi korea pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang berdasarkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada didalamnya secara penuh melalui beberapa tahap, sebagai berikut:

1.7.1 Persiapan Penelitian

Tahap pertama, yaitu pengumpulan data dengan mencari objek material dan objek formal penelitian. Objek formal diambil dari pergeseran bentuk dari kata di dalam bahasa Korea ke bahasa Indonesia, sedangkan objek material yang dianalisis, yaitu lirik lagu ost film serial drama komedi Sassy Girl Chun Hyang terdapat 5 lagu original soundtrack, yaitu haengbokkhagil barae..(행복학일 바래)

saranghaeyo (사랑해요), jayurowa II (자자자자 II), mianhan-geoni mianhaeya

haneun-geoni (미안한거니 미안해야 하는 거니), dan goo sokkae su (고속애수).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini memilih dan mengambil dua lirik lagu, yaitu

(16)

haengbokkhagil barae.. (행복학일 바래..) dan saranghaeyo (사랑해요) yang

dijadikan objek penelitian dan dimungkinkan dapat dianalisis sesuai dengan kajian semiotika Riffaterre agar lebih fokus dalam melakukan analisis penelitian.

Setelah objek penelitian ditentukan, selanjutnya adalah mengunduh objek bahan penelitian dan mencari teori-teori mengenai penerjemahan dan pergeseran bentuk dalam terjemahan serta mengatur rancangan penelitian yang mencakup mengapa penelitian tersebut dilakukan, apa masalah yang harus dipecahkan dalam penelitian tersebut, tujuan penelitian, dan lain sebagainya.

1.7.2 Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian selesai dilakukan, hal selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis data, yaitu dua lirik lagu, yaitu haengbokkhagil barae.. (행복학일 바래..) dan saranghaeyo (사랑해요) dengan menulis objek

penelitian (teks) kembali kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kamus bahasa Korea-Indonesia dan www.naver.com. Objek penelitian yang telah selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kamus bahasa Korea-Indonesia dan www.naver.com kemudian tahap analisis dimulai pada tahap ini dengan kajian semiotik Riffatterre.

Metode analisis yang akan digunakan adalah semiotika Riffatterre melalui beberapa tahap. Aspek-aspek ketidaklangsungan puisi, yaitu penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti kemudian diaplikasikan pada pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978:2). Pembacaan heuristik merupakan tahap pertama

(17)

dengan mengartikan teks berdasarkan konvensi bahasa (arti kamus) yang kemudian diaplikasikan pada pembacaan hermeunetik (Riffaterre, 1978:5). Pembacaan hermeneutik merupakan tahap kedua yang dilakukan dengan pembongkaran teks berdasarkan konvensi sastra untuk mencari makna yang terdapat dalam teks (Riffaterre, 1978:4).Matriks dapat dicontohkan dalam satu kata atau frase yang tidak akan tampil dalam teks namun dapat diaktualisasikan dalam varian berturut-turut dan bentuk varian ini diatur oleh aktualisasi pertama, yaitu model yang dapat berupa kata atau kalimat tertentu dengan sifatnya yang puitis, kemudian diaktualisasikan kedalam varian-varian (Riffaterre, 1978:19). Ada dua jenis hipogram, yaitu hipogram potensial yang terdapat dalam teks secara implisit dan hipogram aktual dilakukan dengan menjajarkan karya satu dengan karya yang lain merupakan suatu hubungan intertekstual untuk mencari unsur-unsurnya dan menemukan makna pada lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang (Riffaterre, 1978:93-94).

1.7.3 Pelaporan Penelitian

Setelah dilakukan analisis data, tahap terakhir adalah menyusun penelitian tersebut ke dalam sebuah laporan. Kesimpulan yang berupa hasil dari analisis turut dicantumkan pada laporan penelitian.

1.8 Sistematika Penyajian

Secara keseluruhan, sistematika penyajian hasil penelitian ini disajikan oleh penulis dalam bentuk 3 bab. Bab 1 berisi tentang pendahuluan yang meliputi latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

(18)

landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian yang berdasarkan Kajian semiotika Riffaterre terhadap puisi Korea pada lirik lagu Ost My Sassy Girl Chun Hyang. Bab II berisi tentang analisis data dan pembahasan lirik lagu Ost Sassy Girl Chun Hyang yang meliputi pembacaan heuristik, pemaknaan hermeneutik, pencarian matriks, model, varian-varian, dan hipogram dengan menggunakan Kajian Semiotika Riffatterre. Bab III berisi tentang penutup dan kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian tersebut adalah mahasiswa yang menjadi responden yang sedang melaksanakan program kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Penyakit Saraf

Pembatasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada penelitian unsur-unsur pembangun, yaitu (1) struktur fisik lirik lagu meliputi diksi, imaji, kata kongkret,

Tranparency (kewajaran) terkait dengan masalah sejauh mana suatu terjemahan tampak bagi masyarakat bahasa sasaran benar-benar sebagai teks yang ditulis dalam bahasanya

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikaji oleh peneliti, maka tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk-bentuk dan fungsi deiksis sosial yang terdapat pada tuturan

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kritik sastra melalui alegori, terutama dalam studi alegori di dalam novel, sehingga

Dalam proses melahirkan kebijakan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalah yang dihadapi, tidak tertutup kemungkinan bahwa kebijakan yang akan dilahirkan nantinya akan

Pada penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan untuk memahami antara Ajaran Taoisme dan Mistisisme Islam adalah penelitian Kualitatif, sumber data yang akan

Pada penelitian ini difokuskan bagaim ana gaya bahasa lirik lagu (puisi) yang ditam pilkan oleh band Letto m elalui album nya berjudul Cinta...Bersabarlah. Pada perannya, gaya