• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta Tahun 2015"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal

Kota Surakarta Tahun 2015

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kota Surakarta

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Partisipatif Kota Surakarta Tahun 2015 dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini merupakan hasil partisipasi stakeholder di bidang ekonomi yang menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi wilayah yang tercantum dalam rencana pembangunan nasional dari Bappenas. Strategi ini sangat cocok untuk mendukung ekonomi wilayah yang mandiri dan berkelanjutan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal. Pendekatan PEL menjadi bagian dari kebijakan ekonomi daerah Kota Surakarta dengan berbasis pada potensi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah.

Fokus laporan ini adalah pada proses penilaian/persepsi dari stakeholder terkait kondisi PEL Kota Surakarta dan menghasilkan beberapa isu penting yang dapat dijadikan acuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2016-2020.

Kajian PEL dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap, antara lain: mengevaluasi dokumen-dokumen terkait PEL Kota Surakarta yang sudah ada, pengumpulan pendapat stakeholder melalui kuesioner I dan II dari Bappenas, pengolahan data melalui RALED, perbandingan status PEL Tahun 2007 dan 2015, dan analisis program kegiatan PEL yang sudah dilakukan.

Selanjutnya, laporan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang dapat menjelaskan berbagai permasalahan dan penerapan kebijakan PEL, dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi pembangunan daerah. Laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, namun harapan kami. Selanjutnya dalam kesempatan ini, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini.

Surakarta Tahun 2015. Kepala Bappeda Kota Surakarta

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar ……… ii

Daftar Isi ...……….iii

Daftar Gambar ……….vi

Daftar Tabel ………...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Maksud dan Tujuan ... 3

I.3 Manfaat ... 4

I.4. Sasaran ……… .4

I.5 Alur Pikir ... 4

I.6. Keluaran/Output ………8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9

II.1 Pengertjan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) …..………... 9

II.2 Dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL ... 12

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN ...15

III.1 Metode Penelitian ... 15

III.2 Data Primer Dan Data Sekunder ...16

BAB IV ANALISIS FAKTOR PENGUNGKIT DAN STATUS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2015 ……….………. 17

IV.1 Dimensi Kelompok Sasaran ... 18

IV.2 Dimensi Faktor Lokasi ... 20

IV.3 Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan ... 23

IV.4 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ... 26

IV.5 Dimensi Tata Pemerintahan ... 29

IV.6 Dimensi Proses Manajemen ... 32

IV.7 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta ... 34

BAB V ANALISIS PEBANDINGAN PEL 2007 DAN PEL 2015 ….…... 36

V.1 Dimensi 1 – Kelompok Sasaran ... 36

(4)

V.1.2 Isu 2 : Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru …... 37

V.1.3 Isu 3 : Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha dan UKM ...39

V.1.4 Isu4: Kampanye peluang usaha ... 41

V.1.5 Isu 5 : Dukungan Pemerintah Kota Surakarta terhadap promosi produk UKM ……….…………... 41

V.2 Dimensi 2 – Faktor Lokasi ... 43

V.2.1 Isu 1 : Pelayanan Perijinan Satu Atap ... 44

V.2.2 Isu 2 : Fasilitas Umum dan Sosial ... 44

V.2.3 Isu 3 : Kualitas Lingkungan ... 44

V.2.4 Isu 4 : Kualitas Fasilitas Pendidikan ... 45

V.2.5 Isu 5 : Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 45

V.3 Dimensi 3 - Sinergi dan Fokus Kebijakan ... 48

V.3.1 Isu 1 : Kebijakan pembangunan kawasan industri ...49

V.3.2 Isu 2 : Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di pedesaan (agropolitan) dan perkotaan .. ... 49

V.4 Dimensi 4 – Pembangunan Berkelanjutan ... 50

V.4.1 Isu 1 : Kontribusi PEL terhadap Peningkatan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal ...51

V.4.2 Isu 2 : Pengembangan Industri Pendukung untuk Keberlanjutan Sistem Industri ……… 52

V.4.3 Isu 3 : Kebijakan Pemecahan Permasalahan Lingkungan ... 52

V.4.4 Isu 4 : Pengelolaan dan Pendaur-ulangan Limbah ... 53

V.5 Dimensi 5 – Tata Pemerintahan ... 54

V.5.1 Isu 1 : Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis... 55

Isu 2 : Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan insentif. ... 56

V.5.2 Isu 3 : Restrukturisasi organisasi pemerintah dengan mengadakan business forum ………,….. 56

V.6 Dimensi 6 – Proses Manajemen ...,... 56

V.6.1 Isu 1 : Sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalam perencanaan PEL.57 V.6.2 Isu 2 : Penggunaan hasil diagnosis sebagai dasar perencanaan PEL ... 57

(5)

BAB VI PENUTUP ... 59 VI.1 Kesimpulan ... 59 VI.2 Rekomendasi... 60

(6)

Daftar Gambar

Gambar I.1: Alur Pikir Kajian PEL……… 5 Gambar 2.1: Heksagonal PEL………12 Gambar 4.1 Indeks Dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta………….… 19 Gambar 4.2 Faktor Pengungkit Dimensi PEL Kelompok Sasaran di Kota

Surakarta ……….……….….20 Gambar 4.3 Nilai Indeks Dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta…….………21 Gambar 4.4. Faktor Pengungkit PEL dimensi Faktor Lokasi di kota Surakarta ..23 Gambar 4.5. Indeks Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota

Surakarta ……….……24 Gambar 4.6. Faktor Pengungkit Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota

Surakarta ……….…..26 Gambar 4.7 Nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutan di Kota

Surakarta ……….…..27 Gambar 4.8 Faktor Pengungkit Pembangunan Berkelanjutan di Kota Surakarta 29 Gambar 4.9. Nilai indeks dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta …….. 30 Gambar 4.10 Faktor Pengungkit dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta 31 Gambar 4. 11 Nilai indeks dimensi Proses Manajemen di Kota Surakarta...32 Gambar 4.12 Faktor Pengungkit dimensi proses manajemen di Kota Surakarta. 33 Gambar 4.13 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta…….…… 34

(7)

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Status PEL Kota Surakarta ……… 35 Tabel 5.1 Perbandingan faktor pengungkit kelompok sasaran PEL

2007 dan 2015 ………..36 Tabel 5.2 Perbandingan faktor pengungkit faktor lokasi PEL 2007 dan 2015… 43 Tabel 5.3 Perbandingan fokus dan sinergi kebijakan PEL 2007 dan 2015…….. 48 Tabel 5.4 Perbandingan pembangunan berkelanjutan PEL 2007 dan 2015…… .51 Tabel 5.5 Perbandingan tata pemerintahan PEL 2007 dan 2015………...55 Tabel 5.6 Perbandingan proses manajemen PEL Tahun 2007 dan 2015…… …57

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pencapaian keunggulan daya saing suatu daerah perlu diupayakan salah satunya melalui kajian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Dari kajian PEL ini diharapkan daerah mampu mengidentifikasi produk-produk unggulan, kebijakan-kebijakan yang menunjang untuk menciptakan iklim unggulan dan teridentifikasinya potensi ekonomi melalui pemetaan wilayah kecamatan yang ada di daerah. Informasi produk unggulan dan potensi ekonomi antar wilayah suatu daerah dapat untuk menciptakan sentra-sentra unggulan masing-masing wilayah atau suatu produk yang akhirnya menjadi produk unggulan. Produk unggulan hanya dapat dihasilkan oleh perusahaan/industri unggulan yaitu perusahaan/industri yang mampu mengatasi perubahan dan persaingan pasar, untuk memperbesar pangsa pasar, skala usaha dan keuntungan. Perusahaan/industri unggulan ini hanya dapat tercipta pada sentra unggulan yaitu kelompok usaha yang saling terkait yang menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sentra unggulan ini hanya dapat diciptakan pada daerah unggulan yaitu suatu daerah yang mampu memberikan iklim usaha yang paling kondusif bagi dunia usaha dan industri.

Pengembangan Ekonomi Lokal didefinisikan sebagai usaha mengoptimalkan sumber daya lokal dengan melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Tujuan dari pelaksanaan PEL adalah bahwa nantinya daerah memiliki perencanaan strategi dan agenda program PEL yang terinternalisasi ke dalam kebijakan dan strategi daerah dan RPJMD. Selain itu tujuan akhirnya adalah bahwa daerah nantinya dapat mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan dalam rangka Pengembangan Ekonomi Lokal.

PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif serta menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam suatu wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan kepada

(9)

seluruh komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta, organisasi non profit dan masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama memperbaiki perekonomian lokal. Jadi pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan pendekatan yang terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1). Perencanaan (strategi dan program) Pengembangan Ekonomi Lokal yang terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang lebih luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi stakeholder, 3). Keterpaduan dalam sektor-multi sektor.

PEL diharapkan tidak hanya mampu memecahkan permasalahan ekonomi, tetapi juga aspek pembangunan lainnya yaitu peningkatan kualitas pembangunan dan perbaikan pada komunitas lokal dalam bentuk pengurangan tingkat kemiskinan, peningkatan kemandirian dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta peningkatan daya saing daerah Oleh karena itu sangat penting untuk menyusun rancangan awal strategi dan program PEL sebagai dasar pelaksanaan kegiatan PEL dalam jangka menengah. Hasil dari kajian PEL ini berupa teridentifikasinya produk-produk unggulan, berbagai kebijakan yang telah disusun dan dijalankan serta inventarisasi potensi ekonomi masing-masing wilayah kecamatan di Kota Surakarta.

Landasan hukum pelaksanaan kajian dan pemetaan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah:

Sesuai Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 47 Tahun 2014 Tentang Pedoman Umum Forum Economic Development and Employment Promotion pasal 1 ayat 7 menugaskan SKPD Provinsi Jawa Tengah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mendukung pelaksanaan Program Pengembangan Ekonomi Lokal melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pasal 8 menyebutkan Pengembangan Ekonomi Lokal yang selanjutnya disingkat PEL adalah forum kemitraan terlembaga bagi para pelaku ekonomi di daerah yang relevan yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi melalui usaha-usaha/kegiatan bersama berbasis potensi lokal.

Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Undang-Undang no 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat ditarik benang merah dari kedua undang-undang

(10)

tersebut bahwa urusan pemerintahan di bidang ekonomi (pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan,pertambangan, industri, pariwisata, dll) “secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.” Dalam hal ini Pemerintah Daerah dituntut untuk membuat keputusan lokal dalam mendesain dan menerapkan strategi (penetapan isu PEL dan rencana aksi) pembangunan ekonomi lokal (PEL).

PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif serta menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam suatu wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan kepada seluruh komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta, organisasi non profit dan masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama memperbaiki perekonomian lokal. Jadi pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan pendekatan yang terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1). Perencanaan (strategi dan program) Pengembangan Ekonomi Lokal yang terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang lebih

luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi stakeholder, 3). Keterpaduan dalam sektor-multi sektor.

PEL diharapkan tidak hanya mampu memecahkan permasalahan ekonomi, tetapi juga aspek pembangunan lainnya yaitu peningkatan kualitas pembangunan dan perbaikan pada komunitas lokal dalam bentuk pengurangan tingkat kemiskinan, peningkatan kemandirian dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta peningkatan daya saing daerah Oleh karena itu sangat penting untuk menyusun rancangan awal strategi dan program PEL sebagai dasar pelaksanaan kegiatan PEL dalam jangka menengah. Hasil dari kajian PEL ini berupa teridentifikasinya produk-produk unggulan, berbagai kebijakan yang telah disusun dan dijalankan serta inventarisasi potensi ekonomi masing-masing wilayah kecamatan di Kota Surakarta.

I.2. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

(11)

adalah : Untuk mencari faktor pengungkit baru dalam bidang ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi local.

2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan Kajian Pengembangan Ekonomi Lokal adalah : a. Mengidentifikasi laporan, aktivitas dan kebijakan pemerintah daerah

yang telah dilaksanakan dan dirasakan oleh stakeholder.

b. Mengumpulkan hasil penilaian kinerja Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) oleh stakeholder dan instansi terkait sebagai masukan penyusunan kebijakan dan strategi daerah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

I.3. Manfaat

1. Sebagai bahan masukan/referensi bagi para pengambil kebijakan di Kota Surakarta dalam upaya Pengembangan Ekonomi Lokal.

2. Sebagai upaya dalam memfokuskan arah kebijakan dan strategi Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta.

3. Sebagai upaya dalam mensinergikan dan mengintegrasikan keseluruhan program Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta.

I.4. Sasaran

1. Sebagai dokumen acuan Pemerintah Kota Surakarta dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta

2. Sebagai masukan penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kota Surakarta.

3. Mengidentifikasi potensi masalah, capaian dan tujuan PEL Kota Surakarta.

I.5. Alur Fikir

Adapun alur kerangka berfikir kajian Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

(12)

6 Pengembangan dan Penguatan Kemitraan Pengumpulan Data Analisis Data Pemetaan Status PEL PenetapanFa ktor Pengungkit PEL Identifikasi Stakeholder Penyusunan Rencana Tindak dan Pembiayaan Penyusunan Rencana Bisnis Pelaksanaan PEL Monitoring dan Evaluasi TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V RPJMD Adopsi dalam Dokumen Rencana Daerah RKPD APBD

Gambar I.1: Alur Pikir Kajian PEL

a. Tahap I. Pengembangan dan Penguatan Kemitraan Strategis PEL Langkah 1 Identifikasi Stakeholder

1) Tujuan:Mengindentifikasi stakeholder kunci yang berperan dalam mempengaruhi dan yang terkena dampak suatu kebijakan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

2) Output:Diketahuinya stakeholder kunci dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

3) Caranya: melalui forum KPEL (bila ada) atau Bappeda dan asosiasi/forum bisnis

Langkah 2 Pembentukan dan Pengembangan Forum Kemitraan PEL 1) Tujuan:Membangun kemitraan strategis antara pemerintah-dunia usaha

(13)

memperluas keanggotaan forum kemitraan PEL pada daerah yang sudah memiliki forum kemitraan PEL

2) Output:Dibentuk dan diperluasnya forum kemitraan PEL 3) Peran forum adalah;

– Membantu pemerintah dalam menyusun rencana dan anggaran yg berkaitan dengan PEL

– Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Lokal

– Memberi masukan dan saran kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan PEL

b. Tahap II Kajian Cepat Status PEL

Langkah 3 Pengumpulan Data

1) Tujuan:Mengumpulkan data dasar PEL maupun data yang sesuai dengan kuesioner

2) Output:Terkumpulnya data dan informasi tentang PEL 3) Caranya : melalui FGD mengisi instrumen tersedia.

Langkah 4 Analisis Data

1) Tujuan:Menganalisis data dengan menggunakan Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development (RALED)

2) Output:Hasil Analisis PEL

Langkah 5 Pemetaan Status PEL

1) Tujuan:Memetakan status PEL pada suatu wilayah ataupun status PEL suatu komoditi pada suatu wilayah

2) Output:Status PEL suatu wilayah ataupun status PEL suatu komoditi pada suatu wilayah

3) Hasilnya:

– Peta aspek PEL : < 50% buruk, 50-75% baik, > 75% sangat baik. – Peta status PEL komoditas/wilayah

(14)

Langkah 6 Identifikasi Faktor Pengungkit PEL

1) Tujuan: Mengidentifikasi faktor pengungkit dari setiap aspek/komponen dari Heksagonal PEL

2) Output: Faktor pengungkit dari setiap aspek/komponen Heksagonal PEL

c. Tahap III Penyusunan Rencana dan Anggaran

Langkah 7 Penyusunan Rencana Tindak dan Pembiayaan PEL

Tujuan: Menyusun rencana tindak PEL dan anggarannya berdasarkan faktor pengungkit PEL yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan melibatkan pemangku kepentingan lainnya secara partisipatif.

Output: Rencana tindak PEL dan anggaran partisipatif terutama faktor pengungkit menjadi prioritas.

Rencana tindak dimaksud: di sektor pemerintah setiap SKPD menyusun rencana tindak secara terpadu dengan SKPD lain dengan dikoordinasikan oleh Bappeda Kota Surakarta.

Langkah 8 Penyusunan Rencana Bisnis

1) Tujuan: Menyusun rencana bisnis berdasarkan faktor pengungkit PEL yang dilaksanakan oleh dunia usaha dan organisasi masyarakat madani 2) Output: Rencana bisnis PEL

Langkah 9 Integrasi ke dalam Dokumen Perencanaan Daerah 1) Tujuan: Memasukkan rencana tindak dan rencana bisnis ke dalam

dokumen perencanaan daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah

2) Output: Dokumen perencanaan daerah yang telah memuat rencana tindak dan rencana bisnis PEL.

(15)

Langkah 10 Pelaksanaan PEL

1) Tujuan: Melaksanakan rencana tindak dan rencana bisnis PEL yang telah disusun oleh seluruh pemangku kepentingan kunci sesuai dengan tugas pokok dan fungsi mereka

2) Output: Kebijakan yang mendukung PEL

d. Tahap V Monitoring dan Evaluasi PEL

Langkah 11 Monitoring dan Evaluasi PEL

1) Tujuan: Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PEL secara partisipatif oleh seluruh pemangku kepentingan kunci

2) Output: Pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan

I.6. Keluaran/output

Tersusunnya Dokumen Kajian analisis hasil penilaian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota Surakarta Tahun 2015.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)

a. World Bank:

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) sebagai proses yang dilakukan secara bersama oleh pemerintah, usahawan, dan organisasi non pemerintah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di tingkat lokal.

b. Blakely and Bradshaw:

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan

c. International Labour Organization (ILO):

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses partisipatif yang mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumberdaya lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi.

d. A. H. J. Helming:

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah suatu proses dimana kemitraan yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik.

e. Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) didefinisikan sebagai usaha mengoptimalkan sumber daya lokal dengan melibatkan pemerintah, dunia

(17)

usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Tujuan dari pelaksanaan PEL adalah bahwa nantinya daerah memiliki perencanaan strategi dan agenda program PEL yang terinternalisasi ke dalam kebijakan dan strategi daerah dan RPJMD. Selain itu tujuan akhirnya adalah bahwa daerah nantinya dapat mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan dalam rangka Pengembangan Ekonomi Lokal.

PEL merupakan pendekatan yang bersifat holistik dan komprehensif serta menekankan pada keterkaitan dan sinergi pembangunan yang ada dalam suatu wilayah tertentu. PEL menyediakan ruang dan membuka kesempatan kepada seluruh komponen dalam suatu komunitas baik pemerintah, swasta, organisasi non profit dan masyarakat sipil lokal untuk bekerja sama memperbaiki perekonomian lokal. Jadi pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan pendekatan yang terintegrasi/terpadu yang terdiri dari : 1). Perencanaan (strategi dan program) Pengembangan Ekonomi Lokal yang terintegrasi ke dalam kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang lebih luas, 2). Keterpaduan dalam stakeholder-multi stakeholder, 3). Keterpaduan dalam sektor-multi sektor.

Dari berbagai definisi di atas maka dapat didefinisikan PEL adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.

Fokus PEL

Definisi PEL tersebut memfokuskan kepada: 1) Peningkatan kandungan lokal;

2) Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis; 3) Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi;

4) Pembangunan berkelanjutan;

5) Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal; 6) Pengembangan usaha kecil dan menengah;

(18)

7) Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif;

8) Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia; 9) Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan

antar daerah;

10) Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. Batasan PEL

Batasan batasan PEL adalah sebagai berikut:

1) Pengertian lokal yang terdapat dalam definisi PEL tidak merujuk pada batasan wilayah administratif tetapi lebih pada peningkatan kandungan komponen lokal maupun optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal. 2) PEL sebagai inisiatif daerah yang dilakukan secara partisipatif.

3) PEL menekankan pada pendekatan pengembangan bisnis, bukan pada pendekatan bantuan sosial yang bersifat karikatif.

4) PEL bukan merupakan upaya penanggulangan kemiskinan secara langsung.

5) PEL diarahkan untuk mengisi dan mengoptimalkan kegiatan ekonomi yang dilakukan berdasarkan pengembangan wilayah, pewilayahan komoditas,tata ruang, atau regionalisasi ekonomi.

Tujuan dan sasaran PEL Tujuan dan sasaran meliputi :

1) Terlaksananya upaya percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal melalui pelibatan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi masyarakat madani dalam suatu proses yang partisipatif.

2) Terbangun dan berkembangnya kemitraan dan aliansi strategis dalam upaya percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal diantara stakeholder secara sinergis.

3) Terbangunnya sarana dan prasarana ekonomi yang mendukung upaya percepatan Pengembangan Ekonomi Lokal.

4) Terwujudnya pengembangan dan pertumbuhan UKM secara ekonomis dan berkelanjutan.

5) Terwujudnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

(19)

6) Terwujudnya peningkatan pendapatan masyarakat, berkurangnya pengangguran, menurunnya tingkat kemiskinan.

7) Terwujudnya peningkatan pemerataan antar kelompok masyarakat, antar sektor dan antar wilayah.

8) Terciptanya ketahanan dan kemandirian ekonomi masyarakat lokal.

II.2. Dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)

Terdapat enam dimensi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, keenam dimensi atau aspek dalam Hexagonal PEL, yaitu (1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi Faktor Lokasi, (3) Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan, (4) Dimensi Pembangunan Berkelanjutan, (5) Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi Proses Manajemen. Keenam dimensi ini digambarkan pada hegsagonal PEL sebagai berikut: 14

Heksagonal PEL

Faktor Lokasi Proses Manajemen Tata Kepemerintahan Pengembangan Ekonomi Wilayah Berkelanjutan Kesinergian dan Fokus Kebijakan Kelompok Sasaran Pembangunan Berkelanjutan

(20)

a. Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran ini terdidi dari:

1) Investor luar: Peraturan ttg kemudahan investasi, informasi prospek bisnis, kapasitas berusaha dan hukum, keamanan, kampanye, pusat pelayanan investasi

2) Pelaku Usaha Lokal : Modal, promosi, peningkatan teknologi, manajemen & kelembagaan

3) Pelaku Usaha Baru: Pelatihan kewirausahaan, pendampingan & monitoring, insentif, kecepatan ijin

b. Faktor Lokasi

Faktor lokasi meliputi:

1) Faktor lokasi terukur: Akses ke dan dari lokasi, akses ke pelabuhan laut dan udara, sarana transportasi, infrastruktur komunikasi, infrastruktur energi, ketersediaan air bersih, tenaga kerja trampil, Jumlah Lembaga Keuangan lokal,

2) Faktor lokasi tdk terukur untuk dunia usaha: Peluang kerjasama, Lembaga Penelitian

3) Faktor lokasi tidak terukur individual: Kualitas: pemukiman, lingkungan, fasilitas pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan, fasilitas sosial & fasilitas umum, etos kerja SDM

c. Keterkaitan dan fokos kebijakan

1) Perluasan Ekonomi: Kebijakan: investasi, promosi, persaingan usaha, peran Perusahaan Daerah, jaringan usaha, informasi tenaga kerja, pengembangan keahlian

2) Pemberdayaan Masyarakat. & Pengembangan Komunitas Kebijakan: Pemberdayaan Masyarakat berbasis kemitraan swasta, pengurangan kemiskinan

(21)

3) Pembangunan Wilayah : Kebijakan: kawasan industri, pusat pertumbuhan, pengembangan komunitas, kerjasama antar daerah, tata ruang PEL, jaringan usaha antar sentra, sistem industri berkelanjutan

d. Pembangunan Berkelanjutan

1) Ekonomi: Pengembangan Industri pendukung, perusahaan dengan Business Plan, perusahaan dengan inovasi

2) Sosial :Kontribusi terhadap kesejahteraan, PEL & adat/kelembagaan lokal 3) Lingkungan : - Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL), daur ulang, kebijakan Konservasi Sumber Daya Alam

e. Tata Pemerintahan

1) Kemitraan Pemerintah & dunia usaha: Kemitraan: infrastrukturdan supra struktur, promosi & perdagangan, pembiayaan

2) Reformasi Sektor Publik :Reformasi: sistem insentif, restrukturisasi organisasi pemerintahan, prosedur pelayanan publik

3) Pengembangan Organisasi: asosiasi industri: status, peran, manfaat

f. Proses Manajemen

1) Diagnosa secara partisipatif : Analisis & Pemetaan: potensi ekonomi, daya saing, kondisi politik lokal, serta identifikasi stakeholder

2) Perencanaan dan Implementasi secara partisipatif: Diagnosis vs perencanaan, jumlah stakeholder, sinkronisasi (sektoral dan spasial), implementasi vs perencanaan

3) Monev secara partisipatif : Keterlibatan stakeholder: indikator &

monitoring dan evaluasi (monev), frekuensi: monev & diskusi pemecahan masalah, hasil monev vs perencanaan yg akan datang

(22)

BAB III

METODE PELAKSANAAN

III.1. Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner tentang Penentuan Nilai Indikator Pengembangan Ekonomi Lokal yang diterbitkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional kepada pemangku kepentingan yang meliputi instansi terkait, kelompok pelaku usaha dan akademisi.

2. Analisis Data

Melakukan perhitungan NILAI Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota Surakarta dan mencari faktor pengungkit dengan metode Analisis Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development (RALED). Dilakukan terhadap keenam dimensi atau aspek dalam Hexagonal PEL, yaitu (1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi Faktor Lokasi, (3) Dimensi Kesinergian danFokus Kebijakan, (4) Dimensi Pembangunan Berkelanjutan, (5) Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi Proses Manajemen.

3. Melakukan FGD

Dengan data dan faktor pengungkit dilanjutkan dengan analisis Faktor pengungkit PEL melalui Forum diskusi Kelompok (FGD) melibatkan pemangku kepentingan terhadap 6 dimensi faktor PEL tersebut

III.2. Data Primer dan Data Sekunder

1. Data primer

Data primer diambil dari para pemangku kepentingan yang terdiri dari pejabat dinas terkait, para pelaku usaha, akademisi dan kelompok sosial lainnya dengan menggunakan kuesioner tentang Penentuan Nilai Indikator Pengembangan Ekonomi Lokal yang diterbitkan Badan Perencanaan Pembangunan Nsional.

(23)

2. Data sekunder

data-data laporan yang terkait PEL termasuk data hasil analisis PEL Tahun 2007

(24)

BAB IV

ANALISIS FAKTOR PENGUNGKIT DAN STATUS

PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) DI KOTA

SURAKARTA TAHUN 2015

Dalam rancangan pembangunan Bappenas, Pengembangan Ekonomi Lokal atau yang dikenal PEL merupakan salah satu strategi yang telah diterapkan diseluruh kabupaten dan kota di Indonesia. PEL merupakan metode perencanaan pembangunan dengan pendekatan partisipatif seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Pendekatan ini melibatkan dan pemberdayaan aktor lokal sebagai subyek sekaligus obyek, sehingga keberhasilan dan keberlanjutan PEL diharapkan dapat tercapai.

Pada dasarnya upaya pengembangan ekonomi lokal partisipatif sudah diterapkan di Kota Surakarta. Upaya-upaya telah dilakukan dalam rangka mendukung PEL Kota Surakarta, antara lain dalam bentuk kajian status dan faktor pengungkit PEL yang dilakukan dengan model RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development). Raled menggunakan enam dimensi atau aspek dalam Hexagonal PEL untuk menganalisis faktor penggerak dan menentukan status ekonomi suatu daerah atau kota. Dimensi tersebut adalah (1) Dimensi Kelompok Sasaran, (2) Dimensi Faktor Lokasi, (3) Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan, (4) Dimensi Pembangunan Berkelanjutan, (5) Dimensi Tata Pemerintahan, dan (6) Dimensi Proses Manajemen

Pada Tahun 2007, Kota Surakarta pernah melakukan kajian status dan faktor pengungkit PEL. Tetapi dinamika yang terjadi selama implementasi PEL sedikit banyak telah mengubah status PEL dan permasalahan yang muncul ketika pelaksanaan pembangunan ekonomi di wilayah Kota Surakarta. Karena itu muncul kebutuhan kajian penentuan kondisi dan status PEL di Kata Surakarta saat ini. Hasil kajian ini selanjutnya menjadi alternatif masukan dalam

(25)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta yang berakhir pada Tahun 2015.

Kajian ini adalah bagian awal yang berisi review hasil pendapat stakeholder terhadap kondisi PEL Kota Surakarta dan hasil perhitungan Raled berupa status PEL dan faktor pengungkit dari keenam dimensi PEL.

Selanjutnya hasil kajian berupa status dan faktor pengungkit PEL akan publikasikan ke stakeholder. Lalu melalui kegiatan Workshop, Focus Group Discussion (FGD) para Stakeholder secara partisipatif akan menyepakati permasalahan dan usulan perbaikan berdasarkan informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Rekomendasi yang dihasilkan selanjutnya menjadi alternatif masukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tahun 2015-2020.

Berikut ini akan diuraikan secara singkat status dan faktor pengungkit dari masing-masing dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta disajikan sebagai berikut :

IV.I. Dimensi Kelompok Sasaran

Ditinjau dari dimensi kelompok sasaran, nilai indeks Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta menunjukkan nilai sebesar 72,59 Hasil ini jauh lebih baik dari pada hasil kajian Tahun 2007 sebesar 69,64. Hal ini berarti bahwa dimensi kelompok sasaran dalam program PEL di Kota Surakarta berada dalam kondisi Cukup Baik dan terjadi peningkatan status sebesar 2,95 point. Secara skematis nilai kelompok sasaran dapat dilihat pada gambar berikut 1.1

Ditinjau dari dimensi kelompok sasaran, nilai indeks Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta menunjukkan nilai sebesar 72,59 Hasil ini jauh lebih baik dari pada hasil kajian Tahun 2007 sebesar 69,64. Hal ini berarti bahwa dimensi kelompok sasaran dalam program PEL di Kota Surakarta berada dalam kondisi Cukup Baik dan terjadi peningkatan status

(26)

sebesar 2,95 point. Secara skematis nilai kelompok sasaran dapat dilihat pada gambar berikut 4.1

Gambar 4.1 Indeks Dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta

Faktor pengungkit (Leverage Factor) utama dari dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta agar kondisinya lebih baik lagi, apabila dilakukan beberapa program dan kegiatan. Menurut urutan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Pusat Layanan Investasi (2) Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru, (3) Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru, (4) Kampanye Peluang Berusaha dan (5) Promosi Produk UKM dari Pemerintah Kota. Faktor Pengungkit ini selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menyusun rencana tindak PEL di Kota Surakarta secara rinci dapat dilihat pada gambar 4.2. berikut ini.

Kelompok Sasaran 72,58908844 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(27)

Gambar 4.2 Faktor Pengungkit Dimensi PEL Kelompok Sasaran di Kota Surakarta

Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa kondisi yang dirasa oleh stakeholder yang menjadi responden adalah sudah cukup baik dan harus dipertahankan adalah Peraturan tentang Kemudahan Investasi, dan Insentif

Leverage of Kelompok Sasaran

1,305465695 1,97819518 2,032073925 2,417999317 2,634132394 3,762565668 1,996002195 2,61841584 2,455017138 3,31886285 2,849411077 1,425323496 1,753837601 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Peraturan tentang Kemudahan Investasi Informasi Prospek Bisnis Kepastian Berusaha dan Hukum Keamanan Kampanye Peluang Berusaha Pusat Layanan Investasi Upaya Fasilitasi Permodalan dari Pemda Promosi Produk UKM dari Pemda Upaya Pemda untuk Peningkatan Teknologi,

Manajemen dan Kelembagaan Lokal Fasilitasi Pelatihan Kewirausahaan bagi

Pelaku Usaha Baru

Pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru

Insentif pemda dalam bentuk pemberian dana stimulan, dan keringanan biaya perijinan Kecepatan pengurusan ijin bagi investasi baru

A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(28)

pemda dalam bentuk pemberian dana stimulan, dan keringanan biaya perijinan.

IV.2. Dimensi Faktor Lokasi

Hasil analisis RALED terhadap dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta menunjukkan nilai sebesar 86,32. Hal ini berarti dimensi Faktor Lokasi terjadi peningkatan status sebesar 27,20 poin jika dibandingkan dengan Tahun 2007 sebesar 57,12 poin. Nilai ini menunjukkan Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta dalam sangat baik. Secara Skematis nilai indeks dimensi Faktor Lokasi diperlihatkan pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Nilai Indeks Dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta Faktor Lokasi 86,31640625 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(29)

Faktor Pengungkit ( Laverage Factor) utama dari dimensi Faktor Lokasi di Kota Surakarta yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Tenaga kerja trampil (2) Lembaga penelitian dan (3) Kualitas pemukiman. Hasil analisis atribut pengungkit dimensi ini disajikan pada gambar 4.4

(30)

Gambar 4.4 Faktor Pengungkit PEL dimensi Faktor Lokasi di kota Surakarta

Dari gambar di atas, kondisi PEL yang dirasa oleh stakeholder yang sudah cukup baik dan harus dipertahankan adalah Etos kerja SDM dan Fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Leverage Faktor Lokasi

0,569648748 0,776214585 0,951568615 1,078765845 1,148162861 1,156906148 1,108757008 4,091980064 0,997749329 0,94727327 4,086608948 3,821830713 0,847885136 0,850112906 0,698036195 0,472671509 0,20908356 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

Akses dari dan ke lokasi Akses ke Pelabuhan Laut Akses ke Pelabuhan Udara Sarana Transportasi Infrastruktur Komunikasi Infrastruktur Energi ketersediaan air bersih Tenaga kerja trampil Jumlah Lembaga keuangan lokal Peluang kerjasama dalam industri sejenis

maupun industri hulu-hilir Lembaga penelitian Kualitas Pemukiman

Kualitas Lingkungan Kualitas dari fasilitas pendidikan Kualitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas umum dan fasilitas sosial Etos kerja SDM A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(31)

IV.3. Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan

Jika hasil analisis RALED terhadap dimensi Kesinergian dan Fakus Kebijakan pata Tahun 2007 menunjukkan nilai sebesar 51,47 atau dalam kondisi agak baik (nyaris buruk), maka hasil Tahun 2015 menujukkan kemajuan yang sangat pesat dengan poin sebesar 72,34 atau terjadi peningkatan sebesar 20,87 poin. Secara grafis nilai Kesinergian dan Fakus Kebijakan diperlihatkan pada gambar 4.5

Gambar 4.5 Indeks Dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota Surakarta

Kesinergian dan Fokus Kebijakan

72,34127045 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(32)

Faktor pengungkit utama dari dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan yang diurutkan berdasarkan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Kebijakan Pengembangan keahlian, (2) Kebijakan informasi bursa tenaga kerja, (3) Kebijakan pembangunan kawasan industri dan (4) Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di perdesaan (agropolitan) dan perkotaan. Hasil analisis atribut pengungkit dimensi ini disajikan pada gambar 4.6.

(33)

Gambar 4.6 Faktor Pengunkit dimensi Kesinergian dan Fokus Kebijakan di Kota Surakarta

Leverage Kesinergian dan Fokus Kebijakan

0,395256038 1,473808263 1,759933481 1,978790294 2,11215208 2,148521394 2,96569828 3,128601136 2,134147589 2,073814338 2,952758766 2,740608217 1,436820989 2,187919576 0,632759092 1,613105746 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan promosi daerah Kebijakan persaingan usaha Kebijakan pemberdayaan UKM Kebijakan peningkatan peran Perusahaan

Daerah

Kebijakan pengembangan jaringan usaha antar pelaku ekonomi

Kebijakan informasi bursa tenaga kerja Kebijakan Pengembangan keahlian Kebijakan pemberdayaan masyarakat berbasis kemitraan dengan dunia usaha Kebijakan pengurangan kemiskinan secara

partisipatif

Kebijakan pembangunan kawasan industri hinterland/ industri

Kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan di perdesaan (agropolitan) dan perkotaan

Kebijakan pengembangan komunitas sep:perbaikan lingkungan, perbaikan kampung

Kebijakan kerjasama antar daerah/pemda Kebijakan tata ruang PEL Kebijakan pengembangan jaringan usaha

antar sentra usaha

A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(34)

Kebijakan PEL yang dirasa oleh stakeholder yang sudah cukup baik dan harus dipertahankan adalah Kebijakan peningkatan investasi dan Kebijakan tata ruang PEL.

IV.4. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan

Hasil analisis dimensi Pembangunan Berkelanjutan dalam pengembangunan ekonomi lokal di Kota Surakarta Tahun 2015 menunjukkan nilai 65,16 dan ini berati tidak terjadi perubahan signifikan dari Tahun 2007 sebesar 65,15. Hal ini berarti bahwa dimensi Pembangunan Berkelanjutan di kota Surakarta berada dalam masih dalam kondisi cukup baik . Secara grafis nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutan dapat dilihat pada gambar 4.7

Gambar 4.7 Nilai indeks dimensi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Surakarta Pembangunan Berkelanjutan 65,1578064 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(35)

Faktor Pengungkit utama dari dimesi Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Kontribusi PEL terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal, (2) Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri, (3) Kebijakan pemecahan permasalahan lingkungan dan (4) Pengelolaan dan pendaur ulangan limbah. Hasil analisis atribut pengungkit (lavegare atributes) untuk dimensi Pembangunan berkelanjutan di Kota Surakarta secara rinci disajikan pada gambar 4.8

(36)

Gambar 4.8 Faktor Pengungkit dimensi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Surakarta.

IV.5. Dimensi Tata Pemerintahan

Jika pada Tahun 2007, status dimensi tata pemerintahan dalam kajian PEL di Kota Surakarta memiliki nilai indeks sebesar 56,10, maka pada Tahun 2015 meningkat sebesar 5,14 poin menjadi 61,24 poin. Hasil ini menunjukkan nilai tata pemerintahan berada dalam kondisi Cukup baik. Secara grafis nilai indeks Tata Pemerintahan disajikan pada gambar 4.9

Leverage Pembangunan Berkelanjutan

2,559192663 3,038673356 2,330535869 2,959442164 3,775642335 2,838909179 2,973526014 2,973526014 2,828201293 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Sistem industri yang berkelanjutan

Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri Jumlah perusahaan yang telah memiliki

Business plan

Jumlah perusahaan yang melakukan Inovasi pengembangan produk dan pasar Kontribusi PEL terhadap peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal PEL mempertimbangkan Keberadaan adat dan

kelembagaan lokal

Kebijakan pemecahan permasalahan lingkungan

Pengelolaan dan pendaur ulangan limbah Kebijakan konservasi sumber daya alam dalam

PEL A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(37)

Gambar 4.9 Nilai indeks dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta

Faktor Pengungkit (laverage factor) utama dari dimensi Tata Pemerintahan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Prosedur pelayanan administrasi publik (2) Status Asosiasi industri/komoditi/ Forum Bisnis, (3) Reformasi sistem insentif pengembangan SDM aparatur dan (4) Restrukturisasi organisasi pemerintah. Surakarta secara rinci disajikan pada gambar 4.10 Tata Pemerintahan 61,24059677 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(38)

Gambar 4.10 Faktor Pengungkit dimensi Tata Pemerintahan di Kota Surakarta.

Leverage Tata Pemerintahan

1,212200171 2,239299762 2,478656738 3,081653567 2,989971087 3,854446415 3,557601908 1,033683795 0,275634766 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

Kemitraan di bidang infrastruktur Kemitraan di bidang promosi dan

perdagangan

Kemitraan di bidang pembiayaan usaha Reformasi sistem insentif pengembangan

SDM aparatur

Restrukturisasi organisasi pemerintah Prosedur pelayanan administrasi publik Status Asosiasi industri/ komoditi/ Forum Bisnis Peran Asosiasi industri/komoditi/ Forum

bisnis terhadap perbaikan kebijakan pemerintah di bidang PEL Manfaat asosiasi/organisasi bagi anggotanya

A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(39)

IV.6. Dimensi Proses Manajemen

Pada Tahun 2007, dimensi Proses Manajemen dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta berada pada kondisi buruk dengan skor nilai indeks sebasar 45,53 atau berada dibawah angka 50. Maka pada Tahun 2015 hasil penilaian dari para stakehoder saat ini terjadi sedikit peningkatan sebesar 7,72 atau pada pososi nilai indeks sebesar 53,25. Hal ini berarti bahwa dimensi Proses Manajemen terjadi peningkatan status kondisi cukup baik. Secara grafis nilai indeks Proses Manajemen disajikan pada gambar 6.1

Gambar 4.11 Nilai indeks dimensi Proses Manajemen di Kota Surakarta

Faktor Pengungkit (laverage factor) utama dari dimensi Proses Manajemen dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta yang diurutkan berdasarkan prioritasnya adalah sebagai berikut : (1) Analisis dan pemetaan potensi ekonomi, (2) Penggunaan hasil evaluasi dalam perbaikan

Proses Manajemen 53,2518425 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors

(40)

perencanaan, (3) frekuensi dilakukannya diskusi bagi proses pemecahanan masalah dan (4) Penilaian terhadap daya saing wilayah.

Gambar 4.12 Faktor Pengungkit dimensi Proses Manajemen di Kota Surakarta.

Leverage Proses Manajemen

0,580329892 0,31521988 0,097320557 0,028373718 0,073116302 0,097724914 0,140693668 0,202629089 0,075374603 0,075374603 0,096179961 0,357280724 0,457027435 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Analisis dan pemetaan potensi ekonomi Penilaian terhadap daya saing wilayah Pemetaan kondisi politik lokal Identifikasi stakeholder PEL Penggunaan hasil diagnosis sebagai dasar

perencanaan PEL

Jumlah stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan PEL

Sinkronisasi lintas sektoral dan spasial dalam perencanaan PEL

Kesesuaian implementasi dengan perencanaan

Keterlibatan Stakholder dalam proses penyusunan indikator evaluasi Keterlibatan stakeholder dalam proses

monitoring dan evaluasi Frekuensi dilakukan evaluasi mandiri (self

evaluation)

Frekuensi dilakukan diskusi bagi proses pemecahan permasalahan Penggunaan hasil evaluasi dalam perbaikan

perencanaan A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(41)

Proses manajemen yang dirasa oleh stakeholder yang sudah cukup baik dan harus dipertahankan adalah Identifikasi stakeholder PEL, Keterlibatan stakeholder dalam proses monitoring dan evaluasi dan Keterlibatan Stakeholder dalam proses penyusunan indikator evaluasi

IV.7. Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta

Gambar 4.13 Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta

Dari hasil analisis RALED yang didukung dengan diagram layang-layang, dapat disimpulkan bahwa lima dari enam dimensi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) di Kota Surakarta berada pada kondisi atau status cukup baik, ada satu dimensi memiliki nilai diatas 80 dan lima dimensi memiliki nilai atara 50 hingga 80. Berdasarkan data tersebut maka dalam rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Surakarta, dimensi Proses manajemen harus mendapatkan perhatian serius.

Status Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Surakarta 2015 53,25 61,24 65,16 72,34 86,32 72,59 0 20 40 60 80 100 Kelompok Sasaran Faktor Lokasi

Kesinergian dan Fokus Kebijakan

Pembangunan Berkelanjutan Tata Pemerintahan

(42)

Sedangkan status PEL Kota Surakarta adalah Cukup baik dengan nilai total (setelah dikalikan dengan bobot) sebesar 72,34. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 4.1. Status PEL Kota Surakarta

No ASPEK PEL Indek Aspek PEL Bobot Gabungan Jumlah

1 Kelompok Sasaran 72,59 0,372 27,04

2 Faktor Lokasi 86,32 0,262 22,60

3 Fokus dan Sinergi Kebijakan 72,34 0,046 3,32

4 Pembangunan Berkelanjutan 65,16 0,169 10,99

5 Tata Pemerintahan 61,24 0,055 3,34

6 Proses Manajemen 53,25 0,095 5,06

(43)

BAB V

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL PEL 2007 DAN PEL 2015

Berikut ini dijelaskan perbandingan prioritas faktor pengungkit Tahun 2007 dan 2015.

V.1. Dimensi 1 – Kelompok Sasaran

Terdapat kesamaan faktor pengungkit yang ada di Tahun 2007 dan 2015 yakni Pusat layanan investasi, Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru dan Kampanye peluang usaha. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga indikator tersebut tetap menjadi prioritas pemerintah kota Surakarta untuk meningkatkan ekonomi lokal.

Tabel 5.1 Perbandingan faktor pengungkit kelompok sasaran PEL Tahun 2007 dan 2015

Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator ini adalah :

2007 2015

1 Pusat layanan investasi Pusat Layanan Investasi

2 Keamanan Fasilitasi pelatihan kewirausahaan

bagi usaha baru

3 Promosi produk UKM dari Pemda Pendampingan dan monitoring

bisnis pelaku usaha baru, Produk UKM dari Pemda

4 Kampanye peluang usaha Kampanye Peluang Berusaha

5 Fasilitas pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru

Promosi Produk UKM dari Pemda Tahun

(44)

V.1.1 Isu 1: Pusat layanan investasi.

Pemerintah Kota Surakarta telah menyiapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau one stop service agar pelayanan izin investasi lebih cepat, sederhana, dan transparan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyederhanaan persayaratan, penyederhanaan prosedur dan sinergi informasi antara badan maupun dinas di Kota Surakarta maupun dengan pihak Propinsi Jawa Tengah. Keberaaan PTSP tidak selesai hanya berdirinya kantor layanan, tetapi juga dibaringi dengan evaluasi apakah betul-betul pelayanan sudah baik, standarnya yang digunakan terkait dengan biaya, ketepatan waktu itu harus terus dievaluasi dan hasil evaluasi dijadikan masukan perbaikan pelayanan.

Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BPTPM Kota Surakarta merupakan salah satu pionir pelayanan publik dan diharapkan BPMPT Kota Surakarta dapat menjadi PTSP percontohan bagi PTSP lain dalam melakukan berbagai inovasi pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinannya serta turut memajukan investasi di Provinsi Jawa Tengah. BPMPT Kota Surakarta sebagai salah satu PTSP yang merupakan PTSP Kota terbaik peringkat ketiga Tahun 2011 dan peringkat kedua pada Tahun 2014.

Jika dilihat dari program sudah berjalan dan stakeholder masih menyatakan isu pusat layanan masih menjadi masalah utama, maka kendala yang dirasakan adalah masyarakat belum banyak yang menyadari keberdaan dan manfaat dari pusat layanan investasi ini sehingga kedepan perlu adanya program sosialisasi atau promosi yang lebih baik.

V.1.2 Isu 2 : Fasilitasi pelatihan kewirausahaan bagi usaha baru

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta melalui APBD Pemerintah Kota Surakarta menyelenggarakan beberapa pendidikan dan pelatihan gratis dalam rangka program peningkatan kualitas dan produktivitas

(45)

tenaga kerja. Diantaranya pelatihan wira usaha boga bagi para pengusaha mikro dari beberapa kelurahan.. Setelah pelatihan selesai para peserta juga mendapatkan bantuan peralatan produksi dari Dinsosnakertrans Kota Surakarta secara gratis, sebagai motivasi untuk para peserta. Selain itu juga ada Pelatihan Teknisi komputer, pramuniaga, terapi refleksi dan menjahit garmen bagi masyarakat yang membutuhkan.

Kegiatan lain yang juga dilakukan adalah meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM). Karena BUMM ini masih bersifat baru maka lembaga ini membutuhkan bantuan untuk fasilitasi pendirian, pelatihan ketrampilan dan bantuan pembiayaan/modal. Pemerintah Kota Surakarta melalui SKPD terkait, telah menjalankan program peningkatkan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan BUMM dan Peningkatan Kualitas Kelembagaan UMKM. Kegiatan yang dilakukan berbentuk Pelatihan ketrampilan tata kelola/manajemen BUMM, Bantuan permodalan bagi BUMM untuk RT dan Bantuan permodalan bagi BUMM untuk kluster, sentra KUB dan UMKM. Di samping pelatihan dan memberikan data awal, BUMM juga mendapat pengawalan dalam berusaha dengan program Fasilitasi pendampingan BUMM oleh fasilitator.

Pemerintah Kota Surakarta juga mendorong perkembangan usaha melalui peningkatan peranan UKM yang kompetitif. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM yang dijalankan antara lain Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi/KUD dan Fasilitasi peningkatan kemitraan usaha bagi UMKMK.

Semenjak Tahun 2010, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta telah bekerja sama dengan Pusat pelatihan inkubator bisnis dan teknologi yang ada di Solo Techno Park (STP), untuk merekrut, memilih, melatih dan mendampingi para calon kewirausahaan baru. Diklat pendidikan dan pelatihan program inkubator ini dilakukan selama 6 bulan dengan

(46)

mengikuti fase-fase yang telah disusun oleh Tim Solo Techno Park. Fase-fase ini dimulai dari pengenalan sampai dengan expo. Selanjutnya Tim Solo Techno Park dan Disperindag Kota Surakarta akan bersama-sama melakukan pendampingan dan evaluasi selama dua Tahun bagi para peserta.

V.1.3 Isu 3: Pendampingan dan Monitoring Bisnis Pelaku Usaha

Program pendampingan pelaku usaha UKM dan monitoring oleh pemda bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pelaku usaha dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Berikut ini beberapa data informasi terkait kegiatan para stakeholder dalam membina UKM:

a. PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM di Surakarta telah Membina 2.989 usaha mikro kecil menengah atau UMKM di wilayah eks Karesidenan Surakarta dan Salatiga. Para pelaku UMKM itu tidak hanya diberi pinjaman modal saja, tapi juga pelatihan dan pendampingan hingga berhasil.

b. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mentargetkan menggarap pasar bisnis sebanyak 500.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dalamprogram "Small Medium Enterprise (SME) Indonesia Bangkitkan Inovasi dan Semangat Wirausaha (Bisa) pada 2014 secara nasional. Telkom sudah mengalokasikan berbagai macam pelatihan untuk UKM di Surakarta sesuai dengan kebutuhannya, setelahnya akan dimasukkan ke dalam Directory Service www.smartbisnis.co.id. Telkom mentargetkan 100 persen UKM yang ada di Surakarta dapat dimasukkan ke dalam directory service, dengan harapan akan memudahkan para pelaku bisnis yang sudah go online untuk menjalankan aktivitas bisnis dan siap untuk bersaing di pasar global. c. PNM Cabang Surakarta, secara aktif dan konsisten melaksanakan kegiatan

pemberdayaan UMKM di seluruh jaringan Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM), dengan memberikan pembekalan ilmu pemasaran, keterampilan berusaha, serta sikap optimis dalam membangun bisnis ke depan. Serta PNM Surakarta selalu menerapkan nilai-nilai modal spiritual kepada debitur dalam

(47)

berbisnis agar tetap menjunjung tinggi etika bisnis dan nilai-nilai budi pekerti yang luhur agar dapat memuaskan dalam pelayanan.

d. Terdapat pelatihan kejuruan/ketrampilan/vocational di bidang packaging dan handicraft, serta pelatihan di bidang manajerial koperasi simpan pinjam (KSP).Yang menjadi kendala dalam fasilitasi pelatihan tersebut adalah banyaknya jumlah UMKM di Surakarta, sehingga pelatihan yang diadakan belum dapat mencakup seluruh UMKM.

Selain pelatihan, pembinaan juga melalui program penguatan keuangan (akses permodalan) UMKM melalui:

a. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di Kota Surakarta dengan program secara terpadu lintas sektoral melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota Surakarta merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses permodalan ke Perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Pihak bank sentral juga akan mendorong pendirian perusahaan penjamin kredit daerah (PPKD). Termasuk bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) memacu ketahanan pangan untuk komoditas penyumbang inflasi. Program secara terpadu lintas sektoral melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota Surakarta merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses permodalan ke Perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

b. Program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi. Pemerintah terus menggalakkan program peningkatan kualitas SDM Koperasi dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah melalui pelatihan keterampilan teknis, vokasional serta keterampilan teknis dan manajerial. Terdapat 330 SDM koperasi dari Surakarta, Sragen dan Karanganyar yang mendapat peningkatan kapasitas sesuai disiplin ilmu yang menjadi fokus masing-masing peserta.

(48)

V.1.4 Isu 4 : Kampanye peluang usaha

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta adalah : a. Business meeting yang dilaksanakan 14 Mei 2014, Pemerintah Kota

Surakarta menawarkan peluang investasi pada pelaku usaha, dituangkan dalam MoU dengan Pemerintah Kota Batam. Dalam kesempatan itu Pemerintah Kota Surakarta menyampaikan berbagai potensi sektor jasa dan perdagangan, termasuk infrastruktur pendukung.

b. Memfasilitasi beberapa peserta untuk mengikuti pameran Inacraft, dalam rangka memperluas akses pasar pelaku usaha kecil dan menengah dari dalam dan luar negeri.

c. Program pelatihan dan pendampingan dari pemerintah daerah belum optimal menghasilkan wirausahawan dengan kompetensi yang baik, untuk itu perlu pengembangan program lebih lanjut dimasa mendatang.

V.1.5 Isu 5 : Dukungan Pemerintah Kota terhadap promosi produk UKM

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta diantaranya:

a. Memfasilitasi beberapa peserta untuk mengikuti pameran Inacraft, produk yang dipamerkan antara lain: batik, kerajinan tangan, berbagai produk olahan rempah, kerajinan berbahan baku lilin, furniture/meubel. b. Menyelenggarakan Pameran Nasional Perdagangan (Trade), Pariwisata

(Tourism) dan Investasi (Investment) The 9th Java Expo 2014 dengan mengangkat tema “Pakai Produk Dalam Negeri Wujud Kemandirian Negeri Yang Berdikari”. Pameran ini selain sebagai wahana promosi, diharapkan juga mampu menumbuhkembangkan sekaligus menggerakkan sektor industri kreatif, kampanye produk dalam negeri telah mensukseskan Tahun Kunjungan Wisata Indonesia 2014.The 9th Java Expo 2014 yang dikonsep dengan menyajikan pameran yang berbasiskan potensi-potensi produk unggulan daerah dan UKM (Trade, Tourism, Investment) secara bertahap dan berkelanjutan dikemas menjadi ajang

(49)

promosi, kreasi, apresiasi, edukasi dan konservasi yang bisa memberi nilai lebih secara ekonomi yang mampu bersaing di tingkat regional, nasional dan internasional.

c. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta menggelar ‘Expo Disabilitas’ di Graha Wisata Surakarta. Expo ini menggelar pameran produk pengusaha dengan disabilitas dan juga talkshow bertema “Pemberdayaan Disabilitas Sektor Ekonomi melalui Sinergitas Pelaku Bisnis dan Dunia Usaha, Pemerintah dan Masyarakat". Kota Surakarta merupakan kota yang telah dideklarasikan sebagai kota ramah disabilitas sehingga dianggap sangat tepat sebagai lokasi untuk penyelenggaraan kegiatan semacam ini.

d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta mendelegasikan empat pelaku usaha kecil menengah (UKM) ke dalam ajang pameran multi produk Trade Expo Indonesia 2014, yang dilangsungkan pada 8 hingga 12 Oktober 2014. Dari sejumlah produk yang diusung, produk batik masih menjadi primadona para pengunjung pameran.

Di Tahun 2007 terdapat satu indikator yang tidak muncul lagi di Tahun 2015 yakni keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah atau menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Adapun program yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki indikator prioritas tersebut adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surakarta menambah dua titik pos pengamanan di wilayah Kota Bengawan. Kedua titik pos tersebut berada di simpang empat Pasar Kembang dan Jl. Pakubuwono Gladak. Tambahan dua titik pos pengamanan melengkapi 14 titik pos pengamanan reguler di Surakarta yang telah ditentukan Pemerintah Kota sejak Mei 2014. Polisi dan TNI Surakarta juga menggiatkan patroli kota dan memperketat pengamanan wilayah untuk mengantisipasi aksi terorisme dan radikalisme.

(50)

Di Tahun 2015, terdapat indikator baru yang menjadi prioritas, yakni pendampingan dan monitoring bisnis pelaku usaha baru. Salah satu upaya yang dilakukan di Kota Surakarta dengan program secara terpadu lintas sektoral melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Kota Surakarta merupakan mediator/fasilitator UMKM yang akan mengakses permodalan ke Perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

V.2. Dimensi 2- Faktor Lokasi

Di Tahun 2007 terdapat beberapa indikator yang tidak muncul lagi di Tahun 2015 yakni pelayanan perijinan satu atap, fasilitas umum dan sosial, kualitas lingkungan, kualitas fasilitas pendidikan dan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah atau menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Perbandingan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.2 Perbandingan faktor pengungkit faktor lokasi PEL Tahun 2007 dan 2015

Adapun program yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki indikator prioritas tersebut adalah :

2007 2015

1 Kualitas pemukiman Tenaga kerja trampil

2 Pelayanan perijinan satu atap Lembaga penelitian

3 Fasilitas umum dan sosial Kualitas pemukiman

4 Kualitas lingkungan

5 Kualitas fasilitas pendidikan 6 Kualitas pelayanan kesehatan

(51)

V.2. 1 Isu 1 : Pelayanan Perijinan Satu Atap

Pelayanan perijinan satu pintu merupakan kebijakan yang dikeluarkan untuk memperbaiki sistem pelayanan perizinan di Surakarta dengan mengubah sistem pelayanan perizinan yang awalnya berbentuk satu atap menjadi satu pintu (One Stop Service) dan memberikan pelimpahan wewenang secara bertahap kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) (sekarang menjadi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT)

V.2.2 Isu 2 : Fasilitas Umum dan Sosial

Untuk memberikan pelahyanan umum dan sosial, Pemerintah Kota Surakarta telah melaksanakan bebearpa ketigatan antara lain:

a. Perbaikan Pasar Klewer yang mengalami kerusakan akibat peristiwa kebakaran

b. Pembuatan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)

V.2.3 Isu 3 : Kualitas Lingkungan

Kualitas lingkungan ditingkatkan melalui kegiatan antara lain Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Semanggi dan Mojosongo. IPAL Semanggi merupakan bagian dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta “Tirta Dharma”. Perbedaan dari dua tempat pengolahan ini adalah di Semanggi pengolahan dengan ruang tertutup sedangkan di Mojosongo pengolahan dengan ruang terbuka. IPAL Semanggi ini bekerja sama dengan Selfila dari Spanyol dan Bank Dunia yang dimana selalu diadakan peninjauan selfila dan Bank dunia untuk perbaikan kinerja IPAL yang ada di Semanggi ini.

(52)

V.2.4 Isu 4 : Kualitas Fasilitas Pendidikan

Peningkatan fasilitas dan pelayanan pendidikan, Pemerintah Kota Surakarta telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain:

a. Kota Surakarta telah memiliki fasilitas sekolah-sekolah dengan kualitas yang merata. Hasil dari program tersebut adalah tingkat melek huruf hingga 96,87% pada Tahun 2013. Nilai Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) pada Tahun yang sama juga mengalami peningkatan dan berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah dengan nilai 79,10 (sumber: Badan Pusat Statistik Nasional, 2013).

b. Misi Pemerintah Kota Surakarta untuk menyediakan fasilitas pengembangan iptek yang memadai dan representatif bagi masyarakat khususnya generasi muda. Karena itu Pemerintah Kota Surakarta mendorong peningkatan peranan Solo Techno Park untuk merintis dan memulai wahana peragaan yang dapat dijadikan embrio bagi pembangunan dan operasional Solo Science Center. Rintisan tersebut membuka jalan bagi upaya kerjasama dengan pihak terkait dan pengakuan terhadap pengelolaan hingga dapat menjadi potensi pengembangan strategis bagi pembangunan Solo Science Center.

V.2.5 Isu 5 : Kualitas Pelayanan Kesehatan

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat terus dilakukan melalui beberapa program sebagai berikut:

a. Program standarisasi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, dilakukan melalui sertifikasi ISO Puskesmas, On line Simkesda, pelayanan dokter spesialis anak, dan pelayanan dokter spesialis kandungan dan kebidanan. Jumlah Puskesmas di Kota Surakarta sebanyak 27 puskesmas (Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas Pembantu), yang bersertifikasi ISO 9001:2008 dari 7 (tujuh) menjadi 9 (sembilan) Puskesmas, yaitu Puskesmas Pajang, Puskesmas Penumping, Puskesmas Jayengan, Puskesmas Sangkrah, Puskesmas Ngoresan, Puskesmas Sibela, Puskesmas Nusukan, Puskesmas Manahan, dan Puskesmas Banyuanyar. Sistem

(53)

Informasi Kesehatan secara on line merupakan sistem peringatan dini bagi pengamatan penyakit, sehingga apabila terjadi kejadian luar biasa dapat segera diatasi.

b. Dalam rangka meningkatkan program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, telah dilakukan pemberian dana stimulan operasional Posyandu kepada 594 Posyandu Balita dan 324 Posyandu Lansia. Posyandu merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat paling dasar.

c. Upaya untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan rumah tangga, dan tatanan sekolah terutama terkait dengan perilaku merokok, telah dilakukan kampanye anti rokok bagi anak sekolah, PKK, LPMK, pembentukan 92 Kader Anti Asap Rokok (KAAR) dari unsur Karang Taruna, pendirian Klinik Berhenti Merokok (KBM) di 4 (empat) Puskesmas yaitu Puskesmas Penumping, Puskesmas Kratonan, Puskesmas Purwodiningratan, dan Puskesmas Nusukan.

d. Selain itu dalam rangka meningkatkan perilaku pemberian ASI eksklusif telah dikembangkan Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu) sebanyak 37 kelompok, yaitu model pembelajaran sebaya dari kelompok ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui.

Terdapat kesamaan faktor pengungkit yang ada di Tahun 2007 dan 2015 yakni Kualitas pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut tetap menjadi prioritas Pemerintah Kota Surakarta untuk meningkatkan ekonomi lokal. Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator ini adalah relokasi sebagai upaya untuk menata ruang publik. Lahan yang ada dikembalikan sesuai fungsinya serta memindahkan hunian dan bangunan liar ke lokasi yang sesuai dengan peruntukannya. Pemerintah Kota Surakarta melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk proses sertifikasi tanahnya. Proses relokasi dilaksanakan dengan memberdayakan masyarakat sesuai budaya gotong royong. Lokasi yang sudah berhasil ditangani dengan baik antara lain bantaran Bengawan Solo dan Kali Pepe, termasuk PKL Kalianyar di Terminal Tirtonadi.

Pemberdayaan masyarakat dalam relokasi dilaksanakan dengan membentuk kelompok kerja (Pokja) di tingkat masyarakat. Pokja ini menjadi forum diskusi untuk

Gambar

Gambar I.1: Alur Pikir Kajian PEL
Gambar 2.1: Heksagonal PEL
Gambar 4.1 Indeks Dimensi Kelompok Sasaran di Kota Surakarta
Gambar 4.2 Faktor Pengungkit Dimensi PEL  Kelompok Sasaran di Kota Surakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan ekonomi lokal dilakukan oleh para stakeholder (pemerintah lokal, swasta dan masyarakat lokal) dan menitikberatkan pada peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi

Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal

Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kerativitas atau daya tahan kegiatan ekonomi dunia usaha, adalah merupakan

Pengembangan Ekonomi Kreatif adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk penciptaan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan

Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat/petani untuk membangun ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal, melalui pengembangan sistem dan usaha

Upaya dalam pengembangan ekonomi lokal yaitu dengan melihat sektor potensial lokal seperti rumput laut dapat sebagai basis pengembangan dengan mengolah rumput laut

Dengan mengetahui secara spesifik komoditas apa saja yang menjadi potensi sumber daya lokal di masing-masing desa, maka dapat dijadikan sebagai masukan pengembangan

Berdasarkan hasil survey, dampak pengembangan pariwisata terhadap ekonomi masyarakat lokal di Desa Wisata Nglanggeran adalah seperti tabel berikut: Tabel 6 Tanggapan masyarakat