• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG USAHA PRODUK HALAL DI PASAR GLOBAL PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM KONSUMSI MAKANAN HALAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELUANG USAHA PRODUK HALAL DI PASAR GLOBAL PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM KONSUMSI MAKANAN HALAL"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

DI PASAR GLOBAL

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM

KONSUMSI MAKANAN HALAL

Editor:

Endang S Soesilowati

PUSAT PENELITIAN EKONOMI

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009

(2)

Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)

KATALOG DALAM TERBITAN

PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI

Peluang Usaha Produk Halal di Pasar Global: Perilaku Konsumen Muslim Dalam Konsumsi Makanan Halal/editor Endang S. Soesilowati. - [Jakarta]: Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.

i-xiv + 148 hlm: 15 cm x 21 cm

338

ISBN : 978-602-8659-26-0

Penerbit: LIPI Press, anggota Ikapi

Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5

Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710

Telp: 021- 5207120

Fax: 021- 5262139

(3)

Sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas Islam, sangatlah ironis, bila harus mengimpor makanan halal dari Negara lain, terlebih dari Negara non Muslim. Di sisi lain, permintaan pasar global terhadap produk dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan trend yang terus meningkat. Untuk dapat meraih peluang pasar, maka pengetahuan tentang kebutuhan konsumen merupakan barometer yang sangat berharga.

Penelitian Perilaku Konsumen Masyarakat Muslim terhadap Konsumsi Makanan Halal merupakan penelitian awal dari serangkaian penelitian tentang Peluang Usaha Produk Halal di Pasar Global yang direncanakan akan dilakukan pada lima tahun ke depan. Penelitian ini tidak hanya penting untuk memberikan masukan atas kebijakan dalam penetapan sertifi kasi produk halal, tetapi juga merupakan pengembangan ilmu khususnya ekonomi Islam dan psikologi Islam.

(4)
(5)

Permintaan terhadap produk halal di pasar global menunjukkan suatu peningkatan, khususnya dalam beberapa tahun terakhir ini. Indonesia, dengan mayoritas penduduk beragama Islam, merupakan pasar yang diminati oleh para penyedia produk halal. Namun sangatlah ironis kiranya, bila pemenuhan produk halal ini, akhirnya lebih banyak dipenuhi oleh Negara-negara Non Muslim (minoritas Muslim). Sejauhmana Indonesia mengantisipasi peluang pasar global terhadap produk halal ini, kiranya perlu untuk dikaji. Di sisi lain, perilaku konsumen Muslim dalam konsumsi makanan sangatlah bervariasi. Walaupun agama diakui telah menjadi pedoman utama (pengontrol) dalam perilaku seseorang, termasuk perilaku konsumsi makanan, banyak faktor lain yang turut mempengaruhinya. Sejauhmana komunitas Muslim Indonesia mempertimbangkan kehalalan makanan yang dikonsumsinya dan apa yang menjadi kriteria kehalalan suatu produk belumlah diketahui. Sepanjang pengetahuan peneliti, studi tentang perilaku konsumen Muslim Indonesia terhadap makanan halal ini belum banyak yang melakukan, padahal pengetahuan tentang hal tersebut sangat lah diperlukan untuk menjadi acuan bagi pengembangan usaha produk halal dalam pemenuhan permintaan pasar domestik dan menuju peluang pasar global yang kini tengah digarap oleh negara-negara lain.

Dengan menggunakan metode kuantitatif, survey dilakukan terhadap Muslim dari kelompok pesantren dan non pesantren di Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria makanan halal bagi Muslim Banten tidak hanya terbatas pada halal dari

(6)

perolehan yang biasa dikenal dengan istilah Thoyyib. Sikap Muslim Banten sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumsi mereka terhadap makanan halal, dibandingkan dengan norma subyektif dan kontrol perilakunya. Latar belakang pendidikan pesantren menunjukkan tidak saja komitmen beragama, tetapi juga perilaku konsumsi yang lebih kuat dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Sebaliknya, kelompok sosial ekonomi kelas atas merupakan kelompok sosial yang paling longgar terhadap perilaku konsumsi makanan halal dari komunitas Muslim Banten

(7)

The demand of halal product in the global market has been constantly increased in the last several years. Indonesia, as a majority Muslim population country, is really apparently ironic, when the requirement of this halal product fi lled by Non Muslim countries (the minority of Muslim). To what extent Indonesia anticipated the global market opportunity over this halal product, apparently needed to be studied. On the other hand, to what extent the Indonesian Muslim community considered the halal food that are consumed by them and what are the criterion of halal product not known yet. Based on our knowledge, not many study done of the consumer behaviour of Indonesian Muslim towards this halal food yet, in fact this knowledge is really needed to be the reference for developing the strategy to take both the domestic and the global market opportunity that currently embraced by other countries.

By using the quantitative method, survey was carried out in Banten to both Muslim from the Islamic and the non Islamic schools background. Results of the research showed that the halal food criterion for Muslim Banten was not only limited in halal from this food kind, but also including the processing method and the receipt method that normally are known with the Thoyyib term. The attitude of Muslim Banten dominantly infl uencing the behaviour of their consumption towards halal food, compared with their subjective norm and perceived behavioural control. The background of Islamic

(8)

but also the behaviour of consumption that was stronger compared with them who had not experienced Islamic school education. On the other hand, the upper-class social economics group was the laxest group of carrying out their behaviour of consumption of halal food as compared to other groups of Banten Muslim community.

(9)

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM KONSUMSI MAKANAN HALAL: SUATU PENGANTAR... 1

Oleh : Endang S Soesilowati dkk Pendahuluan ... 1

Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 3

Landasan Konseptual ... 5

Hipotesa Penelitian ... 10

Metodologi Penelitian... 10

Pembabakan Penulisan ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 16

BAB 2 KRITERIA MAKANAN HALAL DALAM PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM BANTEN ... 19

Oleh : Diah Setiari Husodo Pendahuluan ... 19

Kriteria Makanan Halal dalam Islam ... 21

Persepsi Masyarakat Muslim Banten terhadap Kriteria Restoran Halal ... 41

(10)

PERILAKU KONSUMSI PRODUK MAKANAN HALAL ... 45

Oleh : Yani Mulyaningsih Pendahuluan ... 45

Determinasi Sosial Ekonomi (Pendapatan dan Pendidikan) : Tingkat Empiris ... 47

Analisis Determinasi Sosial Ekonomi (Pendapatan dan Pendidikan) terhadap Perilaku Konsumsi Produk Halal ... 53

Kesimpulan ... 68

BAB 4 PENGARUH KOMITMEN BERAGAMA DALAM PERILAKU KONSUMSI MAKANAN HALAL ... 71

Oleh : Jusmaliani Pendahuluan ... 71

Komitmen Beragama... 73

Komitmen Beragama terhadap Perilaku Konsumsi Makanan Halal ... 83

Komitmen Beragama dan Toleransi Harga Produk Halal... 87

Kesimpulan ... 91

BAB 5 ANALISIS FAKTOR DETERMINAN TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN HALAL ... 93

Oleh : Endang S Soesilowati Pendahuluan ... 93

Sikap ... 96

Norma Subyektif ... 99

Persepsi Kontrol Perilaku ... 101

Dominasi Faktor ... 104

Kesimpulan ... 112

(11)

LABELISASI PRODUK MAKANAN HALAL ... 117

Oleh : Umi Karomah Yaumidin

Pendahuluan ... 117 Dari Spesifi kasi Hingga Labelisasi ... 119

Perjalanan Panjang Rancangan Undang-Undang

Jaminan Produk Halal ... 125 Persepsi Konsumen terhadap Produk Berlabel Halal ... 131 Persepsi Pemenrintah dan Lembaga Independen terhadap Produk Halal ... 135

Persepsi Pedagang Ritel trhadap Sertifi kasi dan Labelisasi Produk Halal ... 141

Kesimpulan dan Rekomendasi ... 143 DAFTAR PUSTAKA ... 145

(12)
(13)

Tabel 2.1 Sekor rata-rata Responden atas Kriteria Utama dalam Memilih Makanan ... 33 Tabel 2.2 Sekor rata-rata Responden terhadap Kriteria Makanan

halal ... 35 Tabel 2.3 Kriteria Makanan Halal Menurut Latar Belakang

Pendidikan Keagamaan ... 36 Tabel 2.4 Kriteria Pemilihan Daging ... 38 Tabel 2.5 Kriteria Pemilihan Daging Menurut Latar Belakang

Pendidikan Keagamaan ... 39 Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Konsumsi Makanan

Halal ... 57 Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Konsumsi

Makanan Halal ... 59 Tabel 3.3 Data Statistik dan Interprestasi Nilai tentang Perilaku

Konsumsi Halal ... 60 Tabel 3.4 Korelasi Tingkat Pendidikan Umum Terhadap Perilaku

Konsumsi Produk Halal ... 63 Tabel 3.5 Korelasi Antara Latar Belakang Tingkat Pendidikan

Pesantren dan Perilaku Konsumsi Produk Halal ... 65 Tabel 3.6 Korelasi Antara Tingkat Pendapatan dan Perilaku

Konsumsi Produk Halal ... 67 Tabel 4.1 Aktivitas Agama menurut Kadar Komitmen Beragama

Responden ... 81 Tabel 4.2 Perilaku Konsumsi Makanan Halal dan Kadar komitmen

Beragama ... 87 Tabel 4.3 Komitmen Beragama dan Sebaran Toleransi Kenaikan

(14)

Responden ... 98 Tabel 5.2 Validitas, Reliabilitas, dan Sekor rata-rata Norma

Subyektif Responden ... 100 Tabel 5.3 Validitas, Reliabilitas, dan Sekor rata-rata Persepsi

Kontrol Perilaku Responden ... 103 Tabel 5.4 Perbandingan Nilai rata-rata (COP) antar Faktor

berdasarkan Segemen Responden ... 114 Tabel Lampiran 1 Tabulasi Silang Antara Tingkat Kepercayaan

Konsumen terhadap Produk Halal Berlaebel MUI dengan Intensitas Konsumen dalam Membeli Produk Halal Berlabel MUI .. ... 147 Tabel Lampiran 2 Korelasi Spearman Untuk Kesediaan Konsumen Membayar Lebih Tinggi Selisih Harga Produk Berlabel Halal ... 148

(15)

Gambar 1.1 Alur Produk Halal ... 6

Gambar 1.2 Kerangka konseptual Perilaku Konsumen ... 9

Gambar 2.1 Kriteria Utama dalam Memilih Makanan Menurut Latar Belakang Pendidikan Keagamaan ... 33

Gambar 2.2 Tempat Terbaik untuk Membeli Daging Halal ... 40

Gambar 2.3 Faktor Pertimbangan dalam Memilih Restoran ... 42

Gambar 2.4 Kriteria Restoran yang Halal ... 42

Gambar 3.1 Tingkat Pendidikan Umum Responden ... 48

Gambar 3.2 Pendidikan Responden ... 49

Gambar 3.3 Tingkat Pendidikan Pesantren Responden ... 51

Gambar 3.4 Tingkat Pengeluaran Responden ... 52

Gambar 3.5 Perilaku Konsumsi Makanan Halal Berdasarkan Jenjang Pendidikan Umum ... 62

Gambar 3.6 Perilaku Konsumsi Makanan Halal Berdasarkan Pendidikan ... 64

Gambar 3.7 Tingkat Pendapatan terhadap Perilaku Konsumsi Halal ... 66

Gambar 4.1 Sebaran Komitmen Beragama Responden... 80

Gambar 4.2 Kategori Aktivitas Agama menurut Kadar Komitmen Beragama ... 82

Gambar 4.3 Kesediaan Membayar Lebih Tinggi Untuk Produk Berlabel Halal MUI ... 88

Gambar 5.1 Perolehan sekor rata-rata responden terhadap tiga aspek pengaruh perilaku berdasarkan kelompok pendapatan ... 106

(16)

aspek pengaruh perilaku berdasarkan kelompok Jenis Pekerjaan ... 107 Gambar 5.3 Perolehan sekor rata-rata responden terhadap tiga

aspek pengaruh perilaku berdasarkan kelompok

umur... 108 Gambar 5.4 Perolehan sekor rata-rata responden terhadap tiga

aspek pengaruh perilaku berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 109 Gambar 5.5 Perolehan sekor rata-rata responden terhadap tiga

aspek pengaruh perilaku berdasarkan Jenis Kelamin .. 110 Gambar 5.6 Perolehan sekor rata-rata responden terhadap tiga

aspek pengaruh perilaku berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Pesantren ... 111 Gambar 6.1 Diagram Alir Proses Pemberian Sertifi kasi Halal ... 121 Gambar 6.2 Beragam Logo Halal yang tercantum Dalam Kemasan

Produk Makanan dan Minuman ... 129 Gambar 6.3 Korelasi Intensitas membeli produk berlabel MUI

dengan Tingkat Kepercayaan Konsumen terhadap

Label MUI ... 134 Gambar 6.4 Proporsi Konsumen dalam Mempertimbangkan

(17)

BAB 1

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM

KONSUMSI MAKANAN HALAL:

SUATU PENGANTAR

Endang S Soesilowati dkk.

Pendahuluan

Negara – negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam), saat ini mengembangkan gelombang baru, yang memberikan perhatian/tuntutan khusus terhadap halal product, halal treat, dan syariah system. Oleh karena itu, produk yang bersertifi kat halal memiliki peluang pasar yang besar, dengan perkiraan pemasaran produk halal di pasar global saat ini telah mencapai nilai lebih dari 600 miliar dolar1 Permintaan terhadap produk halal di pasar global diperkirakan akan meningkat terus, dengan pertumbuhan per tahun 20 - 30 persen2, Populasi pasar umat Islam mencapai sekitar 1,6 miliar orang, yang terdiri dari180 juta Muslim di Indonesia, 140 juta di India, 130 juta di Pakistan, 200 juta di Timur Tengah, 300 juta di Afrika, 14 juta di Malaysia dan lebih dari 8 juta di Amerika Utara3. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi produk halal ini, Negara Islam, bahkan sampai harus mengimpor produk dari luar, dan bahkan dari negeri non Muslim, seperti ditunjukkan oleh Negara Timur Tengah, yang mengimpor daging halal dari Negara non Muslim, terutama dari Australia dan Brazil (Irfan, 2007).

Untuk mengantisipasi kompetisi pasar global ini, maka Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim seyogyanya mampu meraih peluang besar tersebut. Kepala eksekutif Malaysia’s Halal Industry Development Corporation (HDC) Datuk Jamil Bidin mengharapkan Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, 1 Seperti dikemukakan oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Antara News, 17 Desember 2007

2 Disampaikan oleh Presiden SBY dalam acara Opening Ceremony of the 3rd World Islamic Economic Forum Islam and the Chal-lenge of Modernization Kuala Lumpur, Malaysia, 28 Mei 2007

(18)

Singapura, Thailand, Brunei dan Philippina bekerja sama dalam memasok produk halal, dan harus bekerja dengan jeli menangkap peluang pasar di Eropa, Timur Tengah, dan bahkan Amerika Serikat dan China (25 Januari 2008)4. Indonesia tidak disebutkan di situ, walaupun Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi menyatakan bahwa “Malay-sia, Indonesia and Thailand are well placed to capitalise on partnerships in the supply and marketing of halal products, particularly relating to food and herbal-based products…... By working together, the three countries would be able to accelerate the development of a regional halal supply

chain”.5 Seberapa jauh Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang

ditawarkan tersebut, dan bagaimana persiapan Indonesia dalam mere-spon peluang ini, kiranya sangat penting untuk diteliti. Terlebih lagi dengan semangat besar bahwa Indonesia akan menjadi pusat peng-hasil produk halal.

Sejalan dengan hal tersebut, mainstream baru dalam ilmu sosial dengan menggunakan pendekatan Islam, seperti Sosiologi Islam, Psikologi Islam, dan Ekonomi Islam, sejak tahun 1990an mulai menjadi perhatian di Indonesia. Khususnya Ekonomi Islam, kepedulian ini ditunjukkan tidak saja dalam kajian para ilmuwan, tapi juga bagi para pelaku usaha yang ditandai dengan maraknya usaha dengan embel-embel syariah (misalnya, Bank Syariah, Asuransi Syariah dlsb). Seiring dengan hal tersebut, gaya hidup Islami pun nampaknya menjadi semakin kentara yang ditandai dengan maraknya para wanita Muslim yang memakai jilbab (berkerudung). Namun demikian, gaya hidup Islami tentu saja tidak terbatas pada gaya berpakaian tetapi juga perilaku konsumsi, khususnya, dengan mengkonsumsi makanan halal sebagai salah satu hal terpenting dalam ukuran kadar keIslaman seseorang.

Di sisi lain, perilaku mengkonsumsi makanan halal belum tentu searah dengan banyaknya penduduk beragama Islam. Dalam arti, bahwa seseorang yang beragama Islam belum tentu bahwa ia akan 4 http://www.bernama.com.my/bernama/v3/news_lite.php

(19)

selalu berperilaku secara Islami, khususnya dalam mengkonsumsi makanan halal. Pemahaman dan pelaksanaan syariat Islam yang antara lain tercermin dalam perilaku konsumsi tentunya dipengaruhi juga oleh proses pembelajaran, baik melalui sosialisasi maupun sistem pendidikan formal dan informal.

Pola perilaku konsumen dalam berbelanja produk halal ini tentu saja akan menjadi barometer permintaan (demand side) terhadap produk tersebut. Dalam teori ekonomi dasar dapat dijelaskan bahwa peningkatan permintaan produk halal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan usaha penyedia (supply side) produk halal. Oleh karena itu, pengetahuan tentang demand side sangat bermanfaat dan sebagai prasyarat utama dalam melihat peluang usaha yang akan dikembangkan. Apabila Indonesia ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah dengan cara mendorong investasi dalam usaha penyedia produk halal, maka kajian tentang perilaku konsumen Muslim Indonesia sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas Muslim sangat perlu dilakukan. Sejauhmana Muslim di Indonesia concern terhadap makanan halal belumlah banyak diketahui6.

Tujuan dan Sasaran Penelitian

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian perilaku konsumen Muslim dalam konsumsi makanan halal ini adalah untuk menganalisis pola perilaku Muslim dalam mengkonsumsi makanan halal bagi komunitas Muslim di perkotaan. Secara khusus tujuan penelitian dapat dijabarkan sebagai

6 Sebagai salah satu Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia dipandang masih kontover-sial dalam menanggapi issue makanan halal. Hal ini ditunjukkan dengan memperbolehkan Negara-negara Barat untuk men-supply produk halal ke pasar Indonesia di satu pihak, sementara di pihak lain menarik be-berapa produk asal perusahaan Indonesia yang telah banyak dikonsumsi rumahtangga Muslim dan ternyata ditemukan mengandung babi. “The halal status is unclear...so when it doubt leave it out,” demikian dikemukakan Amidham dari MUI dalam pertemuan Halal Food Council di Kuala Lumpur 24 Juli 2002.

(20)

berikut:

1. Mengungkapkan pemahaman komunitas Muslim terhadap makanan halal

2. Menemukenali faktor-faktor yang menjadi pertimbangan utama komunitas Muslim dalam menentukan makanan halal.

3. Menganalisis pengaruh kadar komitmen beragama terhadap pola perilaku konsumsi makanan halal

4. Mengukur pengaruh latar belakang sosial-ekonomi dan psikologis terhadap pola konsumsi makanan halal

5. Mengkaji persepsi komunitas Muslim terhadap sertifi kasi produk halal

Sasaran penelitian

Penelitian ini merupakan studi awal dari suatu rangkaian penelitian yang direncanakan untuk dilanjutkan selama lima tahun ke depan (2009-2014). Pada dua tahun pertama studi difokuskan pada pengkajian tentang pola perilaku konsumen terhadap pemilihan produk halal (makanan, obat, kosmetik, dan lain-lain), di tahun ke tiga dipusatkan pada pengkajian tentang pola perilaku produsen untuk memproduksi produk halal. Setahun berikutnya, penelitian akan mem-pelajari tentang persaingan usaha produk halal di pasar global, semen-tara di tahun terakhir direncanakan untuk mempelajari upaya optimal-isasi perdagangan produk halal di pasar global interregional. Sasaran dua tahun pertama penelitian tentang perilaku konsumen diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan yang bersifat pengembangan teori tentang pengaruh religi –agama Islam– terhadap pola konsumsi makanan halal. Berbagai kriteria serta persyaratan sehubungan den-gan produk halal yang dipersepsikan oleh komunitas Muslim Indone-sia akan menjadi bahan rekomendasi bagi penerbit sertifi kasi halal dan

(21)

juga pelaku usaha yang bergerak dalam industri produk halal. Atas hasil penelitian tentang perilaku konsumen dan kemudian juga produsen, diharapkan akan menemukan suatu pendekatan baru dalam men-ganalisa perilaku konsumen dan produsen, sehingga akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu ekonomi Islam, maupun psikologi Islam. Sebagai sasaran akhir dari penelitian ini diharapkan da-pat merumuskan konsep dan strategi untuk meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di dalam negeri maupun di pasar global. Oleh karenanya, sasaran akhir dari penelitian tentang peluang usaha produk halal tentu saja diharapkan akan menjadi masukan yang berharga bagi para stakeholders dalam melihat prospek peluang usaha produk halal di pasar domestik yang dapat dijadikan acuan dalam mengantisipasi kebutuhan pasar global.

Landasan Konseptual

Kajian tentang peluang usaha produk halal dalam pasar global dapat dijelaskan melalui alur produksi dengan model pendekatan yang berpusat pada konsumen (lihat Gambar 1-1). Seperti lazimnya alur produksi dari industri makanan, tentu saja proses produksi dimulai dari penyediaan bahan baku, yang kemudian melalui proses produksi primer, maupun proses produksi sekunder (sebagai nilai tambah) akan dihasilkan suatu produk makanan siap untuk dipasarkan dan sampai pada konsumen pemakai produk makanan tersebut. Namun seba-liknya, perilaku konsumen sebagai barometer permintaan kebutuhan terhadap produk yang dipasarkan tentu saja harus menjadi pertimban-gan utama terhadap rencana produksi suatu barang/jasa.

(22)

Perilaku konsumen seperti juga perilaku lainnya dipengaruhi oleh aspek kultural, sosial, personal, dan karakteristik psikologis. Faktor kultural dianggap yang paling besar pengaruhnya terhadap keinginan dan perilaku seseorang. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa agama merupakan elemen kunci dalam kultur kehidupan yang mem-pengaruhi perilaku dan keputusan membeli (lihat Assadi 2003, Esso and Dibb Sally 2004, Delener 1994, Babakus et al 2004, Cornwell 2005). Seperti dikutip oleh Fam et al (2004) agama dapat dijelaskan sebagai “……the habitual expression of an interpretation of life, which deals with ultimate concerns and values. Institutional religion formalises these into a system which can be taught to each generation (Cloud 2000)”. Agama

Gambar 1.1 Alur Produk Halal

Alur Produk Halal Dari Sisi Permintaan

(23)

adalah merupakan ide dalam kehidupan yang akan direfl eksikan dalam nilai-nilai dan sikap seseorang dan masyarakat. Nilai dan sikap terse-but akan membentuk perilaku dan praktek-praktek suatu institusi dan anggota masyarakat dalam satu budaya. “Islam is more than a religion as it controls the ways of society and factors associated with family, dress, cleanliness and ethics” (Fam et al 2004). Orang yang religius mempunyai sistem nilai yang berbeda dengan mereka yang kurang atau tidak reli-gius. Sementara itu, komitmen beragama (religiousity) menurut John-son et al (2001) dalam Mokhlis (2006) merupakan “tingkat komitmen seseorang terhadap agama yang dianutnya”. Worthington (1988) men-defi nisikannya sebagai tingkat dimana seseorang terkait dengan nilai-nilai dan keyakinan agamanya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Religiousity sangat penting karena ia mampu mempenga-ruhi kognisi dan perilaku seseorang (Sitasari, 2008). Tentu saja, secara logis, tingkat religousity seseorang akan mempengaruhi perilakunya termasuk dalam perilaku konsumsi makanan halal.

Agama dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan perilaku pada umumnya (Delener 1994, Pettinger et al 2004), khususnya pada keputusan membeli bahan makanan dan kebiasaan makan (Bonne et al 2007). Sep-erti juga dikemukakan oleh Schiff man dan Kanuk (1997) yang menyatakan bahwa keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh identitas agama mere-ka (dikutip dari Shafi e & Othman, 2006). Pengaruh agama terhadap pola konsumsi makanan berhubungan dengan pembatasan terhadap jenis ma-kanan tertentu, seperti Orang Yahudi yang tidak memakan dagang babi, sementara orang beragama Hindu tidak memakan daging sapi. Bagi pen-ganut agama Islam, diharamkan untuk mengkonsumsi daging babi, darah, bangkai, dan daging hewan yang disembelih dengan tidak mengikuti sya-riah dan meminum minuman yang mengandung alkohol.

Sebagai orang Islam, diwajibkan untuk memakan makanan halal yang ditujukan untuk kebaikan manusia itu sendiri (Bonne et al 2007).

(24)

Mengkonsumsi makanan yang halal merupakan salah satu prinsip dasar dalam Islam. Dalam Islam, mengkonsumsi produk halal menjadi sebuah hal yang mutlaq dan tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagaimana Allah wahyukan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 88:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu

beriman kepada-Nya”.

Masalah halal-haram dalam pemilihan makanan merupakan masalah yang prinsipil dalam Islam, karena makanan akan berdampak pada pertumbuhan jasmani dan rohani seseorang dan keluarganya. Sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang menyatakan bahwa, ”tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari (makanan) yang haram, neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad). Yang dimaksud dengan Halal itu sendiri mencakup dari proses pemotongan, penyim-panan, penyajian, penyiapan, kesehatan dan kebersihan (Syafi e & Oth-man, 2006). Selain makanan halal, juga diwajibkan mengkonsumsi ma-kanan yang baik (Thoyib), seperti belum daluarsa, tidak mengandung pewarna pakaian, dlsb.

Dengan fokus kajian tentang perilaku konsumen Muslim dalam konsumsi makanan halal, maka landasan konseptual yang dipakai un-tuk menjelaskan alur pikir pemahaman, digunakan pendekatan teori perilaku yang biasa digunakan untuk menjelaskan perilaku konsumen. Penelitian ini mengadaptasi kerangka konsep teori Planned Behaviour (Ajzen 1991) bahwa ada tiga aspek yang sangat menentukan perilaku seseorang yaitu sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku (lihat Gam-bar 1-2).

(25)

Sikap yang dimaksudkan di sini adalah merupakan tendensi psi-kologis yang ditunjukkan dengan mengevaluasi suatu hal yang disukai atau tidak disukai. Norma subyektif merupakan tekanan sosial terhadap seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan (pe-rilaku). Di sinilah budaya masyarakat di mana seseorang tinggal (ber-domisili) akan memberikan pengaruh terhadap perilakunya. Semen-tara itu, persepsi kontrol perilaku merupakan suatu persepsi terhadap sejauhmana perilaku tertentu dapat dikontrol. Bagaimana seseorang memahami dan mengikuti aturan agamanya merupakan persepsi yang akan mengontrol perilakunya.

Gambar 1.2 Kerangka konseptual Perilaku Konsumen

Sumber: Diadaptasi dari Ajzen, I. (1991)

Ketiga aspek (sikap, norma subyektif, persepsi kontrol) tersebut akan menentukan niat seseorang untuk mengkonsumsi makanan ha-lal, dan ditunjukkan dalam perilaku konsumsi makanan halal tersebut. Niat (intention) merupakan faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Niat merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku konsumsi makanan halal.

Walaupun agama memberikan hukum yang sangat ketat dalam makanan, namun sejauhmana orang akan mengikuti hukum tersebut tentu saja akan sangat bervariasi (Bonne et al 2007) dan ditentukan

(26)

oleh ketiga aspek perilaku tersebut di atas. Kadar komitmen beragama seseorang akan mencerminkan identitas dirinya sebagai seorang Mus-lim. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim akan mempunyai sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilakunya dalam mempenga-ruhi niat (intention) seseorang untuk berperilaku dalam mengkonsumsi makanan halalnya. Kadar komitmen beragama seseorang melalui beberapa proses di atas akan sangat menentukan niatnya untuk ber-perilaku dalam konsumsi makanan halal. Namun demikian, seberapa jauh seseorang akan menampilkan perilakunya, juga tergantung pada beberapa faktor-faktor lain, seperti ketersediaan, kesempatan, penge-tahuan (misalnya, tentang sertifi kasi halal), dan sumber yang dimiliki (uang, misalnya).

Hipotesa Penelitian

Penelitian perilaku konsumen Muslim terhadap konumsi makanan halal ini mengajukan hipotesa berikut:

1. Adanya hubungan yang signifi kan antara komitmen beragama terhadap perilaku konsumsi makanan halal

2. Adanya pengaruh yang signifi kan dari tingkat sosial ekonomi terhadap intensitas perilaku konsumsi makanan halal

3. Adanya perbedaan intensitas psikologis terhadap perilaku konsumsi makanan halal

Metodologi Penelitian

Penelitian perilaku konsumen Muslim terhadap makanan halal dapat digolongkan menjadi penelitian dasar, karena penelitian ini akan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman teoritis ten-tang ”pengaruh agama” terhadap perilaku konsumen7. Pengembangan

7 Penelitian dasar mempunyai tujuan utama mengembangkan pengetahuan dan pemahaman teoritis ten-tang hubungan antar varabel penelitian (http://en.wikipedia.org/wiki/Research# Basic_research)

(27)

teoritis di sini, terutama untuk membuktikan bahwa pengaruh agama mempunyai derajat yang berbeda yang ditunjukkan dalam kadar pe-mahaman seseorang terhadap agama - Islam - tersebut. Pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bidang studi ekonomi pemasaran dan psikologi industri. Oleh karena penelitian ini akan men-guji hipotesa yang diajukan secara statistik, maka metode kuantitatif akan menjadi metode utama. Namun demikian, untuk memberikan pemahaman dan penjelasan atas temuan penelitian, metode kualita-tif akan digunakan sebagai pendukung studi. Kombinasi dua metode kuantitatif dan kualitatif dalam suatu penelitian biasa dikenal dengan triangulation method (Jick 1979; Creswell 2003)8.

Dengan tujuan utama penelitian yang bermaksud untuk menggambarkan dan menguji perbedaan perilaku konsumen terhadap makanan halal pada komunitas Muslim, maka penelitian ini dapat diklasifi kasikan sebagai penelitian deskriptif dan juga explanatory dengan menggunakan single cross-sectional design. Studi deskriptif biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena dalam konteks tertentu secara lengkap, sementara, explanatory ditujukan untuk menjawab atau menjelaskan bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi dan menjelaskan adanya hubungan sebab akibat dari suatu data (Yin 2003). Penelitian deskriptif juga sangat sesuai digunakan manakala tujuan penelitiannya bermaksud untuk menjelaskan karakteristik dari fenomena pemasaran dan menentukan tingkat keterkaitan antar variabel (Kinnear and Taylor 1996).

8 Data kuantitatif dan data kualitatif dapat disajikan secara terpisah, namun analisis dan interpretasi dengan mengkombi-nasikan kedua jenis data tersebut akan mampu memberikan hasil yang lebih lengkap dan utuh (Banister, Burman, Parker, Taylor, & Tindall 1994)

(28)

Teknik Pengumpulan Data

Desain Kuesioner

Metode pengumpulan data pada penelitian ini mengandalkan pada data primer dengan terutama menggunakan kuesioner terstruktur yang merupakan serangkaian pertanyaan dengan menyediakan pilihan jawaban yang tersedia. Skala Likert yang berupa self-report digunakan dalam penelitian ini, dimana responden ditanyai langsung tentang pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan perasaan mereka terhadap suatu objek atau aktivitas (Churchill 1995). Untuk mendapatkan pemahaman dan penjelasan terhadap temuan penelitian, maka data pendukung yang bersifat kualitatif digunakan melalui in-depth interview terhadap beberapa narasumber dari key person (tokoh masyarakat) di daerah penelitian.

Sampling •

Untuk mempertajam analisa kuantitatif tentang adanya hubungan antara aspek agama dengan perilaku konsumen, maka pengontrolan dilakukan dengan cara meminimalkan variasi aspek kultural. Untuk keperluan tersebut, populasi penelitian dibatasi pada komunitas Muslim Indonesia yang tinggal di perkotaan dengan basis sub-budaya Islam. Atas pertimbangan tersebut, maka pengamatan studi dipusatkan pada Muslim Banten yang tingal di perkotaan (urban & sub-urban) Banten. Teknik pemilihan responden digunakan metode snowball sampling dan accidental sampling dari para pengunjung warung makan/restoran, pasar tradisional maupun moderen. Selanjutnya, responden diminta kesediaannya untuk diwawancarai langsung di tempat tersebut, di tempat tingal, ataupun di lokasi kerja sesuai kesediaan waktu dan tempat yang diusulkan calon responden. Diperoleh jumlah responden sebanyak 100 orang (satu orang untuk satu rumah tangga).

(29)

Teknik Analisis Data

Perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk halal ini didasar-kan pada beberapa pertimbangan variabel penelitian. Variabel terse-but di antaranya adalah; tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan pesantren- non- pesantren, tingkat pemahaman terhadap produk halal, strata ekonomi ( pendapatan), dan gender. SPSS digunakan untuk data entry dan analisis data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner. Oleh karena kuesioner dengan skala Likert, (7 skala) telah digunakan, maka teknik pengolahan dan analisis data kuantitatif penelitian ini lebih ber-makna dengan melakukan perbandingan antar kelompok responden ataupun antar variabel pertanyaan. Untuk melakukan pembandingan, maka dihitung dengan menggunakan perbandingan nilai rata-rata yang diperoleh atau biasa dikenal dengan cut off point (COP).

Analisis deskriptif: berupa penyajian dalam grafi s dan tabel frekuensi juga digunakan untuk melihat sebaran responden. Sedangkan cross tabulation digunakan untuk melihat sejauhmana keterkaitan (korelasi) antar variabel. Sementara, data kualitatif yang diperoleh lewat in-depth interview dianalisa secara interpretatif.

Pembabakan Penulisan

Buku ini disusun dalam enam rangkaian bab. Bab 1 diberi judul Perilaku Konsumen Muslim terhadap Konsumsi Produk Makanan Ha-lal: Sebuah Pengantar. Layaknya sebuah pengantar Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran terutama tentang latar belakang pene-litian yang menjelaskan tentang pentingnya penepene-litian dilakukan serta metodologi yang telah digunakan dalam penelitian ini. Bab 2 Men-gungkapkan temuan penelitian tentang Kriteria Makanan Halal dalam Persepsi Komunitas Muslim Banten. Pada bab tersebut tergambarkan bagaimana persepsi responden masyarakat Muslim Banten terhadap

(30)

kriteria makanan halal baik makanan olahan secara umum maupun makanan khusus daging. Bahwa makanan halal dipersepsikan oleh konsumen Muslim Banten, tidak terbatas pada jenis makanannya saja, tetapi juga termasuk cara perolehan dan cara pengolahannya. Bab 3 buku ini menguji variasi determinansi tingkat Sosial-ekonomi terh-adap Perilaku Konsumsi Produk Halal . Tingkat sosial ekonomi pada bab tersebut secara khusus ditekankan pada aspek tingkat pendidikan dan pendapatan, juga dilengkapi dengan variasi dari latar belakang pen-didikan pesantren. Tulisan tersebut mengungkapkan bahwa latar bela-kang pendidikan pesantren berpengaruh terhadap perilaku konsumsi makanan halal bagi respoinden Muslim Banten. Bab selanjutnya, meng-gambarkan bahwa kadar komitmen beragama sampai tingkat tertentu memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumsi makanan halal. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi komitmen beragama seseorang, akan semakin kuat pula putusan untuk mengkonsumsi makanan ha-lal. Pada bab 4 tersebut juga ditunjukkan bahwa walaupun umumnya responden menyatakan diri sebagai Muslim dan menyatakan bahwa agama penting untuk kehidupannya, namun hal ini tidak serta merta tercerminkan dalam pelaksanaan ibadah keseharian dan komitmen beragamanya. Bab 5 buku ini mencoba untuk menyajikan analisa fak-tor yang paling dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumsi ma-kanan halal. Analisis pengaruh tersebut diukur melalui perbandingan antara tiga aspek yang berperan dalam proses perilaku (sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol). Secara jelas, ditunjukkan bahwa sikap responden Muslim Banten terhadap keinginan untuk mengkonsumsi makanan halal menunjukkan tingkatan yang tinggi, walaupun tekanan dari lingkungannya kurang memberikan tuntutan terhadap mereka untuk mengkonsumsi makanan halal sebagai cerminan dari pengaruh norma subyektif responden terhadap niat untuk berperilaku konsumsi makanan halal. Sementara itu, pengaruh aspek persepsi kontrol keliha-tan juga cukup mempunyai peranan terhadap niat responden untuk

(31)

berperilaku konsumsi makanan halal. Buku laporan penelitian ini ditu-tup dengan memaparkan secara lengkap tentang proses penerbitan sertifi kasi halal. Paparan ditutup dengan sajian tentang Tingkat keper-cayaan Muslim Banten terhadap sertifi kasi produk makanan halal, serta rekomendasi yang diberikan khususnya kepada pihak-pihak yang ber-wenang dalam sertifi kasi produk halal.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211. Di akses dari Value Based jmanagement. Net

Assadi Djamchid (2003). Do Religions Infl uence Customer Behavior? Confronting religious rules and marketing concepts. Cahiers du CEREN Volume: 5 Halaman: 2 - 13

Banister, P., Burman, E., Parker, I., Taylor, M., & Tindall, C. (1994). Qualitative Methods in Psychology: A Research Guide. Buckingham - Philadelphia: Open University Press.

Bonne, Karijn et Wim Verbeke (2006). Muslim consumer’s motivations towards meat consumption in Belgium: qualitative exploratory insights from means-end chain analysis, http://aof.revues.org/document90. html

Babakus, Emin, T. Bettina Cornwell, Vince Mitchell, Bodo Schlegelmilch (2004). Reactions to unethical consumer behavior across six countries Journal of Consumer Marketing Volume: 21 Issue: 4 Halaman: 254 – 263

Churchill Jr., G.A. (1995). Marketing Research Methodological Foundations. The Dryden Press, Sixth Edition, Firth Worth.

Cornwell, Bettina, Charles Chi Cui, Vince Mitchell, Bodo Schlegelmilch, Anis Dzulkifl ee, Joseph Chan (2005). A cross-cultural study of the role of religion in consumers’ ethical positions. International Marketing Review Volume: 22 Issue: 5 Halaman: 531 - 546

(33)

Creswell, J. W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach (Second ed.). Thousand Oaks, London: Sage Publications.

Delener, Nejdet (1994). Religious Contrasts in Consumer Decision Behaviour Patterns: Their Dimensions and Marketing Implications (Abstract). European Journal of Marketing. 1994 Volume: 28 Issue: 5 Halaman: 36 – 53

Essoo, Nittin and Dibb, Sally (2004). Religious infl uences on shopping behaviour: an exploratory study. Journal of Marketing Management, 20 (7-8). Halaman:. 683-712. ISSN 0267-257X

Jick, T. D. (1979). Mixing Qualitative and Quantitative Methods: Triangulation in Action. Administrative Science Quarterly, 24(4), 602-612.

Kinnear, T.C. and Taylor, J.R. (1996). Marketing Research: An Applied Approach, 5 th edition, McGraw-Hill, Inc

---.(2006). Indonesia International Halal Exhibition - Halal Indonesia 2006 7 - 29 April 2006, Jakarta. Malaysian Science and Technology Information Centre Portal. http://www.mastic.gov.my/ servlets/sfs

Pettinger, C., Holdsworth, M., Gerber, M., 2004, “Psycho-social infl uences on food choice in Southern France and Central England.” Appetite, 42(3), 307-316.

Shafi e S, Othman N Md, (2006). “Halal Certifi cation: an international marketing issues and challenges”. http://www.ctw-congress. de/ifsam/download/track_13/ pap00226.pdf. diakses pada 14 November 2009.

(34)

Sitasari (2008). Preferensi Atribut dan Perilaku Konsumen Kartu Kredit Syariah. Laporan Tesis, PSTTI-UI

Sungkar, Irfan (2007). Livestock Asia 2007 Exhibition & Seminar Halal Hub Session; 25 October. Kuala Lumpur http://www.livestockasia. com/conference_paper/slide/ irfan.pdf

Yin, R. K. (2003). Applications of Case Study Research (Second ed.). Thousand Oaks, London: Sage Publications.

---(2007). “Deptan Dorong Kembangkan Kawasan Industri Produk Halal” Antara News. 17 Desember 2007

---(2007). Malaysia, Indonesia, and Thailand Can Capitalise on Halal Market. Goliath, Business Knowledge on Demand. dari Asia Pulse News. 07 Desember 2007

---(2007). Pidato Presiden SBY dalam acara Opening Ceremony of the 3rd World Islamic Economic Forum Islam and the Challenge of Modernization Kuala Lumpur, Malaysia, 28 Mei

---.(2008). Live Halal: Southeast Asian Countries Urged To Jointly Market Halal Products; January 25, 2008, http://www. bernama.com.my/ bernama/v3/news_lite.php

(35)

BAB 2

KRITERIA MAKANAN HALAL DALAM PERSEPSI

MASYARAKAT MUSLIM BANTEN

Diah Setiari Suhodo

Pendahuluan

Sebagai Negara berpenduduk mayoritas beragama Islam, istilah halal sudah tentu bukan lagi suatu ‘barang aneh’, pemahaman untuk mengkonsumsi hanya yang halal dalam persepsi sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia sudah di’sosialisasikan’ sejak dini, bahkan sejak anak-anak Indonesia memulai memakan makanan padat selepas masa bayinya. Pemahaman yang sudah tertanam sangat kuat ini menimbulkan implikasi yang menarik, di satu sisi edukasi mengenai makanan halal tentu saja tidak akan mengalami kesulitan yang berarti, dimana pemerintah, pemuka agama Islam dan pihak-pihak yang berwenang ‘menjaga’ umat Islam mengkonsumsi produk halal akan bisa menjalankan tugas mereka dengan baik. Tetapi di sisi yang lain, kondisi menjadi mayoritas membuat umat mengganggap persoalan makanan halal ini adalah hal yang mudah dan menjebak mereka untuk tidak lagi berhati-hati dalam memilih makanannya.

Karena umat Islam menjadi mayoritas di Indonesia, seolah-olah terdapat asumsi bahwa semua makanan yang ada menjadi halal dan boleh dikonsumsi, selama makanan itu tidak jelas-jelas berwujud haram seperti daging babi, misalnya. Padahal makanan halal tidak saja dilihat dari bentuk fi siknya, tetapi juga harus melihat proses yang menjadikan produk tersebut bisa dikonsumsi. Ayam goreng misalnya, secara fi sik daging ayam memang halal dikonsumsi, tetapi untuk menjadikannya ayam goreng sudah tentu terdapat berbagai macam

(36)

proses yang berpotensi menjadikan produk tersebut haram, apakah penyembelihan ayam tersebut menyebut nama Allah, apakah bumbu yang digunakan bebas arak/alkohol, apakah minyak yang digunakan untuk menggoreng bukan minyak babi, dsb.

Seiring perkembangan zaman dimana teknologi pengolahan makanan sudah demikian canggih, umat Islam harus semakin waspada terhadap makanan yang dikonsumsinya, terutama produk-produk olahan yang semakin banyak dewasa ini. Jika menghadapi produk-produk alami saja (seperti daging, sayur dan buah) kita akan bisa segera tahu mana produk yang halal dan mana yang haram, tetapi jika produk-produk makanan tersebut sudah mengalami proses pengolahan (seperti mi instan, sosis, es krim, margarin, permen, dsb) maka akan sangat sulit bagi kita untuk langsung memutuskan apakah produk tersebut halal atau tidak. Karena bisa jadi secara zat, makanan tersebut halal, tetapi secara proses dan bahan pencampur yang digunakan bisa menjadi haram. Kompleksnya proses pengolahan satu jenis makanan yang terkadang tidak dipahami -atau tidak diindahkan- oleh umat rentan membuat makanan yang secara zat tergolong halal menjadi haram karena adanya zat tambahan dalam proses pengolahannya. Sebagai contoh, daging ayam merupakan bahan makanan yang halal, tetapi jika diubah menjadi sosis ayam, apakah bahan pencampurnya halal? Bagaimana dengan selaput tipis pembungkus sosis yang berwarna merah, misalnya, apakah itu bukan terbuat dari selaput kulit babi? Apakah masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam sudah menyadari hal ini? Atau jangan-jangan karena berada di Negara mayoritas muslim, masyarakat lalu menganggap bahwa semua makanan yang ada di sekitarnya sudah secara otomatis menjadi halal, kecuali makanan yang secara zat memang haram (seperti daging babi, dsb). Oleh karena itu pembahasan mengenai kriteria makanan halal dan pemahaman masyarakat akan hal tersebut menjadi penting untuk dibahas.

(37)

Halal berarti ’lepas’ atau ’tidak terikat’, menurut istilah, halal berarti segala sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat membenarkan dan orang yang melakukannya tidak dikenai sanksi dari Allah Swt (Qardhawi, 2008). Haram berarti segala sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara’ (hukum Islam), jika perkara tersebut dilakukan akan menimbulkan dosa dan jika ditinggalkan akan berpahala.

Istilah halal dan haram banyak digunakan dalam perkara makanan (termasuk juga minuman), meskipun ada banyak perkara lain yang juga berhubungan dengan kedua istilah ini seperti dalam hal ekonomi, mencari rezeki, pergaulan, rumah tangga, dll. Allah Swt merupakan satu-satunya pihak yang paling berhak memutuskan mengenai status halal-haramnya sesuatu, tidak terkecuali dalam hal makanan dan minuman. Hal ini diatur secara jelas di dalam Al Qur’an dan Hadits, diantaranya:

”Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi makanan yang halal lagi baik.” (QS Al Baqarah: 168)

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas. Dan di antara keduanya ada hal-hal yang samar atau tidak jelas”. (HR. Bukhari).

Tulisan ini akan mengkaji secara khusus bagaimana Muslim Banten yang diwakili oleh seratus (100) responden perkotaan mempersepsikan kriteria makanan yang mereka anggap halal. Sebelumnya, penulis akan memaparkan hukum yang berlaku tentang kriteria kehalalan suatu makanan.

Kriteria Makanan Halal dalam Islam

Terdapat 3 jenis makanan berdasarkan kategori halal-haramnya, yakni:

1. Halal 2. Haram 3. Syubhat

(38)

Yang halal jelas diperbolehkan untuk dikonsumsi, yang haram jelas dilarang keras untuk dikonsumsi (kecuali pada kondisi-kondisi darurat), sedangkan syubhat merupakan kondisi yang berada diantara keduanya, dimana terdapat dalil yang tidak jelas mengenai halal-haramnya suatu makanan atau karena adanya perbedaan pendapat diantara para ahli fi qih dalam menetapkan suatu makanan. Dalam menyikapi hal-hal yang syubhat, Islam menekankan untuk mengambil sikap hati-hati (wara’) dan menjauhi makanan syubhat supaya tidak terjerumus kepada hal-hal yang haram. Hal ini termasuk ke dalam upaya mencegah sebelum terjadi kerusakan (akibat memakan makanan yang belum jelas kehalalannya) pada diri manusia (Al Asyhar, 2002).

Pada prinsipnya, dalam hal muamalah (hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia), terdapat kaidah bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah itu halal (boleh), tidak ada satupun yang haram selama tidak ada dalil yang sah dan tegas yang menyatakan hal tersebut haram. Hal ini berarti sesungguhnya semua makanan di atas bumi ini halal dan boleh dikonsumsi, selama tidak ada dalil (Al Qur’an dan Hadits) yang melarangnya untuk dikonsumsi. Jika ada dalil yang melarangnya untuk dikonsumsi, maka barulah makanan tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Dari dalil ini bisa diketahui bahwa sebenarnya, bahan-bahan makanan dan minuman yang diharamkan tidaklah banyak, tidak sebanding dengan bahan-bahan halal yang disediakan Allah untuk dikonsumsi manusia.

Kriteria makanan haram secara garis besar terbagi 2 (Hosen, 2007), yakni:

1. Haram li dzatihi, haram dalam substansinya (zat-nya) yang pada dasarnya memang dilarang oleh agama dan sudah jelas rambu-rambunya di dalam Al Qur’an;

2. Haram li ghairihi, suatu hal yang pada dasarnya (secara zat) tidak dilarang dalam agama, tetapi menjadi haram karena ada

(39)

hal-hal lain yang membuatnya menjadi haram, misalnya dalam cara mendapatkan suatu makanan dengan cara yang haram dan yang batil, seperti mencuri, suap, menipu, judi, dsb.

1. Haram dalam Substansi (Zat) atau Haram li dzatihi 1

Akan sangat mudah bagi masyarakat untuk mengenali dan men-ghindari produk-produk yang secara fi sik sudah tergolong haram, ter-lebih untuk produk-produk yang alami. Pemahaman keIslaman yang baik akan secara otomatis menyadarkan masyarakat untuk tidak meng-konsumsi produk haram, jangankan mengmeng-konsumsi, melihat wujudnya terkadang membuat umat ‘bergidik’. Terdapat dua jenis kriteria produk yang haram dikonsumsi, yakni yang berupa tumbuhan dan hewan. a. Tumbuhan

Semua jenis tumbuhan baik berupa sayur dan buah-buahan boleh dikonsumsi, kecuali yang mengandung racun, memabukkan atau bernajis baik secara langsung ataupun setelah melalui suatu proses. Jika mendatangkan bahaya, maka bahan nabati tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan, Islam sendiri tidak mengharamkan produk yang berasal dari tumbuhan ini, kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma, gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai kadar memabukkan maka produk tersebut haram.

b. Hewan

Allah Swt menyediakan banyak sekali jenis hewan yang boleh dikonsumsi manusia, secara garis besar, semua jenis hewan baik yang hidup di darat, di laut maupun di udara boleh disembelih dan dimakan, kecuali beberapa yang dilarang diantaranya adalah:

(40)

1. Babi dan produk turunannya 2. Hewan lainnya:

a. Hewan yang bertaring seperti gajah, harimau, dsb

b. Hewan yang memiliki cakar seperti kucing, burung hantu, burung elang, dsb

c. Hewan yang menjijikkan seperti kutu, lalat, cacing, belatung, biawak, dsb

d. Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh yakni ular,

kalajengking, tikus, cicak, anjing liar, burung gagak dan burung elang

e. Hewan yang dilarang untuk dibunuh yakni semut, lebah, katak, burung hud-hud dan burung pelatuk

f. Hewan yang beracun atau berbisa

g. Hewan yang memakan kotoran (hewan jalallah) 3. Bangkai

4. Darah

5. Hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah Swt

Bangkai hewan termasuk haram karena hewan tersebut mati tanpa disembelih secara sempurna, termasuk diantaranya hewan yang mati karena dicekik, dipukul oleh manusia, jatuh dari tempat yang tinggi, dimangsa oleh hewan lain yang buas sehingga menyisakan daging dan ditanduk atau diserang oleh hewan lain. Tetapi jika hewan seperti yang disebutkan di atas ditemui sebelum mati, masih bergerak kakinya, ekornya atau kerlingan matanya dan kemudian sempat disembelih secara benar maka hewan tersebut halal untuk dimakan. Termasuk diantara kategori bangkai adalah bagian tubuh hewan yang dipotong ketika hewan tersebut masih hidup. Sebagai contoh, di zaman Rasul, kaum kafi r Quraish biasa memotong punuk unta hidup. Meski demikian, terdapat dua jenis bangkai yang halal untuk dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Darah juga merupakan bagian tubuh hewan yang haram untuk dimakan, darah di sini adalah darah yang mengalir,

(41)

sedangkan untuk darah yang menggumpal seperti hati dan limpa, boleh dikonsumsi, demikian juga darah yang sedikit yang biasa ada pada tubuh hewan seperti yang berada di dalam tulang, yang memang sangat sulit untuk dibersihkan

Termasuk diantara yang haram dimakan adalah hewan yang memakan kotoran, baik itu kotoran hewan maupun kotoran manusia, seperti misalnya unta, sapi, kambing, ayam, dsb. yang diberi pakan kotoran.Tetapi jenis hewan seperti ini akan menjadi halal untuk dikonsumsi jika telah dikurung selama 3 hari dan diberi makan dengan pakan hewan. Sesungguhnya, makanan atau pangan yang halal dimakan adalah makanan yang halaalan, thayyiban ditambah mubaarakan dan tidak terdiri dari najis atau bercampur najis. Kenajisan makanan bisa bermula dari bahannya yang memang sudah najis atau karena dalam proses produksinya terkena atau tercampur (Ikhthilat) dengan benda najis atau haram. Penjelasan Nabi Muhammad SAW kalau yang terkena najis atau haram itu makanan yang berbentuk padat (keras), maka buanglah barang najis itu berikut makanan di sekitarnya, dan silahkan memakan sisanya. Sedangkan kalau yang terkena najis atau haram itu makanan yang berbentuk cair, maka seluruh makanan itu tidak boleh lagi dimakan (Mudhafi er, 2004).

2. Haram karena sebab lain atau Haram li ghairihi

Kriteria ini yang terkadang dilupakan oleh umat Islam karena tidak mudah untuk mengatakan suatu produk yang asalnya halal menjadi tidak halal karena sebab lain yang bermacam-macam. Tingkat pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat akan hal ini juga sangat beragam dan bergantung pada banyak hal, tidak saja pada pengetahuan keagamaan yang luas tetapi juga pengetahuan dan wawasan umum yang luas dan bahkan tingkat pendidikan. Terdapat banyak sebab sebuah produk yang secara substansi halal bisa menjadi haram, diantaranya karena

(42)

cara mendapatkannya, cara memanfaatkannya, cara memprosesnya, cara menyimpannya, cara menyajikannya dan proses pengolahannya. a. Cara mendapatkan

Produk yang secara zat halal dan boleh dikonsumsi bisa menjadi haram dimakan karena cara mendapatkannya melanggar aturan-aturan dalam Islam. Adapun cara mendapatkan makanan yang diharamkan antara lain didapat dari hasil mencuri, berjudi, riba, korupsi, jual beli produk haram dan suap menyuap.

b. Cara memanfaatkan

Selain cara mendapatkan sebuah produk yang berpotensi ‘menjerumuskan’ produk ke dalam kategori haram, cara memanfaatkan produk juga berpotensi menjadikan sebuah produk makanan menjadi haram. Misalnya daging kambing yang termasuk halal, bisa menjadi haram jika dimakan oleh penderita kolesterol tinggi, asam urat, dan penderita penyakit-penyakit lain yang memiliki pantangan memakan daging kambing. Keharaman di sini lebih dikarenakan pemanfaatan makanan yang menimbulkan kerusakan atau berbahaya bagi kesehatan.

c. Cara memproses

Binatang yang bisa dikonsumsi manusia tidak bisa langsung dimakan begitu saja, tetapi harus melewati suatu proses yakni penyembelihan, pengulitan, pembersihan dan pemasakan/pematangan. Ketika suatu jenis hewan yang ingin dikonsumsi sudah halal secara zat, maka proses-proses untuk menjadikannya bisa disantap juga harus memenuhi prinsip-prinsip kehalalan yang sudah diatur oleh Islam.

(43)

Kecuali ikan dan belalang, semua hewan yang halal dimakan harus melewati proses penyembelihan. Proses ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan tetapi memiliki beberapa syarat yang jika ditinjau dari segi kesehatan akan membawa manfaat yang sangat besar bagi kesehatan manusia. Beberapa persyaratan tersebut diantaranya seekor hewan harus disembelih oleh orang Islam, baligh, berakal dan mengeta-hui tata cara penyembelihan dalam Islam. Seorang penyembelih boleh saja bukan orang Islam tetapi dia haruslah ahli kitab2 dan menyembelih dengan tata cara Islam. Ketika akan menyembelih haruslah dibacakan Basmallah oleh si penyembelih. Binatang yang akan disembelih harus masih hidup, karena jika binatang yang akan disembelih sudah mati berarti sudah menjadi bangkai dan statusnya menjadi haram untuk di-konsumsi. Ketika akan disembelih, hewan dihadapkan ke kiblat, peny-embelihan dilakukan di daerah leher (urat tenggorokan) hingga darah hewan terpancar. Alat yang digunakan untuk menyembelih haruslah yang tajam, hal ini termasuk adab dalam memperlakukan binatang, karena jika alat penyembelih tumpul bisa menyiksa binatang sembe-lihan sebelum hewan tersebut mati. Setelah disembelih, hewan yang akan dikonsumsi tersebut akan dikuliti dan dibersihkan. Alat-alat yang digunakan dalam proses ini, seperti pisau, ember, baskom dsb haruslah suci, bersih dan halal, tidak digunakan untuk membersihkan daging yang haram. Air yang digunakan untuk mencuci juga harus air yang bersih dan suci mensucikan3. Proses ini harus dilakukan secara seksama, tidak boleh dicampur dengan bahan-bahan atau daging hewan yang haram dikonsumsi.

2 Ahli kitab adalah kaum beragama Nasrani (Kristen) dan Yahudi. Dinamakan demikian karena pada keduanya menurut ajaran Islam, Allah menurunkan Kitab Taurat melalui Nabi Musa dan Injil melalui Nabi Isa. Dengan kedatangan Nabi Muhammad dan diturunkannya Al-Quran, ahli kitab ini ada yang menerima dan ada yang menolak kerasulan Muhammad maupaun kebenaran Al-Quran dari Allah.

3 Disebut juga Air Muthlaq, yaitu air suci yang tidak tercampur air najis, yang bisa dipakai wudhu, mandi dan juga bisa dipakai keperluan rumah tangga seperti mencuci piring, dll. Contohnya air laut, air hujan atau air yang keluar dari perut bumi, air zam-zam, air yang berubah warnanya karena tidak mengalir.

(44)

d. Cara menyimpan dan menyajikan

Dalam menyimpan bahan makanan halal, hendaknya disimpan secara baik sehingga tidak terkena najis atau bersentuhan/bercampur dengan bahan makanan haram. Begitupula ketika menyajikan, alat-alat yang digunakan untuk menyajikan, seperti piring, mangkok, sendok, garpu, dsb, haruslah bersih dari najis, kotoran, dan percampuran dari bahan haram. Pakaian orang yang menyajikan juga harus bersih dan bebas dari najis sehingga kemungkinan najis tersebut menodai kehalalan makanan tidak ada.

Makanan Olahan

Berkembangnya teknologi pengolahan pangan menjadikan bahan-bahan makanan alami banyak ditransformasi ke dalam beraneka bentuk produk makanan. Bahkan sekarang ini bisa dikatakan bahwa produk makanan olahan memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibanding produk makanan alami. Biskuit, wafer, bolu, es krim, keju, nugget, sosis, bakso, mie, permen, chiki, jelly, krimer, susu instan, dan masih banyak lagi jenis-jenis produk olahan yang dalam proses pembuatannya tidak lagi hanya berisi bahan-bahan yang alami, tetapi sudah bercampur dengan bahan-bahan lain melalui proses kimiawi. Hal ini akan berimplikasi pada status kehalalan suatu produk makanan dimana tidak bisa langsung diputuskan produk itu halal atau haram hanya dengan melihat bentuk fi siknya saja, tetapi harus melalui suatu proses ’audit’ dengan mengikuti standar-standar tertentu. Penelusuran bahan makanan olahan dimulai dari bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi, proses pengemasan hingga bahan yang digunakan untuk mengemas. Penelusuran bahan baku tidak hanya sekedar berasal dari babi atau bukan, tetapi juga diselidiki mengenai cara penyembelihan, pembersihan, penyimpanan dan metode produksi. Jika bahan baku suatu produk berasal dari luar

(45)

negeri (impor) maka spesifi kasi bahan harus diketahui secara lengkap, jika bahan baku impor tersebut berasal dari hewan, harus diketahui secara pasti status kehalalannya.

Makanan olahan selalu memiliki bahan-bahan tambahan atau senyawa tertentu, meskipun jumlahnya tidak banyak. Senyawa tambahan ini biasa disebut food additive (zat aditif ) yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan, hewan maupun mikroba tetapi sudah melewati proses kimiawi tertentu. Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Zat aditif sudah termasuk pewarna, penyedap rasa, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, penggumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal. Zat aditif ada yang diberikan secara sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu seperti yang sudah disebutkan di atas, ada juga zat aditif yang muncul secara tidak sengaja sebagai akibat dari proses pengolahan makanan. Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif ada yang berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dsb, dan ada juga yang disintesis dari bahan-bahan kimia. Zat aditif dari bahan sintesis memiliki beberapa kelebihan seperti lebih pekat, lebih stabil dan harganya lebih murah, tetapi juga memiliki beberapa kelemahan seperti sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan dan sering bersifat karsinogen yang bisa merangsang terjadinya kanker. Zat aditif memiliki kemungkinan haram sehingga bila ditambahkan ke dalam suatu produk makanan yang asalnya halal akan menyebabkan status kehalalannya berubah menjadi haram. Beberapa contoh zat aditif yang biasa digunakan adalah emulsifi er, enzim, shortening dan gelatin. Dengan berbagai tambahan dalam memproses makanan halal, maka mejadi penting sertifi kat halal yang di autorisasi instansi setempat (akan dijelaskan lebih jauh pada bab terakhir buku ini).

(46)

Bahan Makanan Beracun dan Berbahaya bagi Kesehatan

Selain haram karena zat dan karena sebab lainnya, ada kategori makanan yang tidak boleh dikonsumsi karena mengandung bahaya seperti racun. Bahaya yang terdapat di beberapa jenis makanan ini tidak bersifat absolut, tetapi bisa menjadi berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah tertentu atau menjadi berbahaya bila dikonsumsi oleh orang-orang tertentu, misalnya oleh orang-orang-orang-orang yang memiliki penyakit khusus yang berpantangan mengkonsumsi jenis makanan tertentu dimana jika ia memakannya maka akan memperparah sakitnya, padahal jika dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat makanan tersebut tidak membawa bahaya, justru menyehatkan.

Pada bahan makanan, selain terdapat kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh, sering kali juga terdapat senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai nutrisi. Bahkan ada juga senyawa yang kehadirannya menyebabkan zat gizi lainnya tidak dapat diserap tubuh. Komponen ini sering disebut sebagai zat anti nutrisi. Beberapa contoh makanan segar yang mengandung bahaya diantaranya: kentang mengandung senyawa alkaloid solatinin yang bisa mempengaruhi transmisi impuls syaraf sehingga bisa menyebabkan gangguan pada syaraf manusia, kopi dan teh mengandung kafein yang bisa merangsang berbagai aktivitas biologis organ tubuh yang jika berlebihan akan berbahaya dalam jangka panjang, jengkol mengandung asam jengkolat yang bisa menyumbat saluran air seni, bengkuang mengandung pakrizida yang jika dikonsumsi secara terus menerus dapat menimbulkan kelumpuhan organ pernapasan hingga kematian, daging kambing yang berbahaya jika dikonsumsi penderita darah tinggi dan asam urat, dsb. Agama Islam secara tegas mengharamkan konsumsi makanan nabati dan hewani yang mengandung racun atau zat-zat membahayakan, sebagaimana Allah SWT berfi rman yang artinya “Janganlah kamu mencampakkan dirimu dalam kebinasaan” (QS Al Baqarah: 195), sehingga mengkonsumsi makanan yang menimbulkan

(47)

kerusakan di tubuh manusia juga menjadikan produk makanan tersebut haram.

Persepsi Muslim Banten terhadap Kehalalan Makanan

Dari keseluruhan proses pengumpulan data dan informasi yang dilakukan di daerah penelitian, secara umum bisa dikatakan bahwa pengetahuan mayarakat muslim Banten terhadap konsep dasar halal dan haram dalam makanan sudah sangat baik. Maraknya kajian-kajian ke-Islaman di daerah tersebut yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang beragam mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak hingga orang tua menjadi sarana awal bagi masyarakat untuk memahami konsep dasar halal dan haram dalam makanan yang dikonsumsi. Semangat masyarakat muslim Banten untuk mengkaji agama Islam ini bisa menjadi dasar pertama untuk awarness mengenai status kehalalan makanan yang mereka konsumsi.

Penelitian ini akan melihat persepsi masyarakat muslim Banten terhadap makanan halal yang terbagi ke dalam tiga kategori, pertama kehalalan konsumsi makanan pada umumnya, baik makanan yang diolah sendiri maupun makanan jadi di dalam kemasan; kedua kehalalan konsumsi daging yang terdiri dari daging yang biasa dikonsumsi masyarakat sehari-hari (daging ayam, sapi dan kambing); dan yang ketiga kehalalan makanan yang terdapat di restoran yang biasa dikunjungi oleh responden, dimana makanan tersebut tidak mereka olah sendiri, apakah awarness masyarakat terhadap kehalalan makanan yang mereka beli di restoran akan sama dengan awarness terhadap kehalalan makanan yang mereka olah sendiri.

Hasil analisi data menunjukkan semua responden yang menjadi obyek penelitian ini setuju bahwa mengkonsumsi makanan halal adalah penting, dimana dari skala 1-7 (1 yang paling negatif hingga 7

(48)

yang paling positif ) angka rata-rata dari jawaban pertanyaan ini sangat tinggi, yakni 6.93 yang hampir mendekati 7. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua responden sangat setuju dengan pernyataan bahwa mengkonsumsi makanan halal adalah penting, 94% responden bahkan menegaskan pentingnya hal ini dengan menyatakan bahwa memakan produk halal adalah sangat penting. Hal ini menandakan bahwa tingkat pemahaman masyarakat Banten akan kehalalan makanan yang mereka konsumsi sangat tinggi.

Persepsi Masyarakat Muslim Banten terhadap Kriteria

Makanan Halal

Dalam memilih makanan yang akan dikonsumsinya, masyarakat muslim Banten menempatkan faktor Halal sebagai kriteria utama ketika membeli makanan. Hal ini terlihat dari tingginya angka cut of point di kategori Halal yang mencapai angka 6.9 dimana berarti sebagian besar responden (96%) menyatakan bahwa kehalalan dalam makanan yang mereka beli adalah sangat penting, dan hanya sebagian kecil responden saja (4%) yang mengangap kehalalan makanan bukanlah faktor yang perlu dipertimbangkan ketika membeli makanan. Faktor-faktor lain yang juga penting menurut persepsi responden adalah bahan makanan segar dan berkualitas serta kebersihannya terjaga, sedangkan faktor harga tidak terlalu menjadi pertimbangan utama ketika membeli makanan.

(49)

Tabel 2.1 Sekor rata-rata Responden atas Kriteria Utama dalam Memilih Makanan

Urutan Kriteria Utama dalam Memilih Makanan Nilai

Rata-rata 1. 2. 3. 4. 5. Halal

Segar dan berkualitas Kebersihan

Nyaman dan praktis Harga murah 6.90 6.84 6.77 6.26 5.31

Sumber: Diolah dari data Primer P2E LIPI, 2009

Responden dengan latar belakang pendidikan pesantren dengan tegas menyatakan bahwa kehalalan makanan sangatlah penting, 100% responden lulusan pesantren menyetujui hal tersebut. Sedikit perbedaan terlihat pada pendapat responden yang berlatar belakang pendidikan non-pesantren dimana mereka terlihat sedikit “longgar” karena ada beberapa responden yang menyatakan bahwa kehalalan makanan bukanlah hal yang sangat penting dalam mengkonsumsi makanan.

Gambar 2.1 Kriteria Utama dalam Memilih Makanan Menurut Latar Belakang Pendidikan Keagamaan

(50)

Tidak adanya kandungan babi dalam makanan menempati prio-ritas tertinggi krtiteria makanan halal menurut persepsi masyarakat muslim Banten. Tidak ada responden yang tidak setuju bahwa makanan halal tidak boleh mengandung babi. Hal yang sama juga terjadi pada kriteria makanan halal selanjutnya, yakni tidak mengandung alkohol. Dari skala 1 hingga 7, rata-rata pilihan jawaban untuk kedua pertany-aan tersebut memiliki skor tertinggi, mendekati skor tertinggi 7, yakni 6.88 dan 6.87 untuk kriteria makanan halal tidak mengandung babi dan tidak mengandung alkohol (khamr). Responden juga setuju bahwa ma-kanan yang halal tidak boleh rusak atau kadaluarsa. Pendapat ini sesuai dengan prinsip makanan halal yang bukan hanya dilihat dari kehalalan zat-nya saja tetapi juga dari faktor lain, dalam hal ini faktor manfaatnya bagi kesehatan. Selain tidak boleh rusak atau kadaluarsa, faktor nan yang tidak mengandung racun juga dikategorikan ke dalam maka-nan halal. 80% responden menyatakan sangat setuju bahwa salah satu kriteria makanan halal seharusnya tidak mengandung racun.

Yang menarik, sebagian responden berpendapat bahwa adanya tulisan halal dan sertifi kasi dari MUI tidak menjadi kriteria kehalalan suatu makanan. Dari hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa terkadang mereka tidak terlalu memperhatikan adanya tulisan halal maupun sertifi kasi halal MUI. Meskipun tidak semua responden berlaku demikian, tetapi harus diakui bahwa awarness masyarakat ter-hadap legalisasi kehalalan suatu produk lewat tulisan halal maupun sertifi kasi MUI belum menjadi perhatian utama (lihat uraian lebih lanjut pada Bab 6 buku ini). Selanjutnya, ternyata masyarakat muslim Banten ada yang berpendapat bahwa cara mendapatkan makanan tidak term-asuk ke dalam kriteria makanan halal, beberapa responden menyata-kan ketidaksetujuannya bahwa mamenyata-kanan yang tidak ilegal tidak term-asuk ke dalam kriteria makanan halal. Meskipun demikian, responden yang setuju bahwa makanan ilegal tidak termasuk kategori halal cukup banyak. Hal ini menandakan bahwa pemahaman masyarakat muslim

(51)

Banten terhadap kriteria makanan halal terdiri dari dua hal, yakni halal karena zat dan halal karena sebab lain. Berikut urut-urutan kriteria ma-kanan halal menurut responden masyarakat muslim Banten:

Tabel 2.2 Sekor rata-rata Responden terhadap Kriteria Makanan halal

Urutan Kriteria Makanan Halal Nilai

Rata-rata

Tidak mengandung babi 6.88

Tidak mengandung alkohol (khamr) 6.87

Tidak mengandung racun 6.59

Tidak rusak atau kadaluarsa 6.57

Ada sertifi kasi dari MUI 6.40

Bukan barang illegal 6.29

Ada tulisan Halal 6.10

Sumber: Diolah dari data Primer P2E LIPI, 2009

Jika dilihat dari perspektif responden berdasarkan pendidikan agama mereka yang menggunakan indikator pendidikan pesantren dan non pesantren, terlihat bahwa perspektif responden pesantren relatif lebih ”ekstrim” dibandingkan perspektif responden non-pesantren. Penelitian ini mengasumsikan bahwa masyarakat yang memiliki pendidikan pesantren akan memiliki komitmen yang lebih kuat untuk mengkonsumsi makanan halal. Asumsi ini didasari pemikiran bahwa pendidikan pesantren akan membuat pengetahuan keagamaan seseorang menjadi lebih banyak dan lebih luas, sehingga komitmen mereka untuk menjalankan perintah agamapun menjadi lebih kuat. Komitmen menjalankan agama ini termasuk diantaranya mengkonsumsi makanan halal.

(52)

Tabel 2.3 Kriteria Makanan Halal Menurut Latar Belakang Pendidikan Keagamaan

Kriteria Makanan Halal Pendidikan Keagamaan Pesantren Non Pesantren

Tidak mengandung babi 6.98 6.78

Tidak mengandung alkohol 6.98 6.76

Tidak rusak atau

kadaluarsa 6.46 6.68

Tidak mengandung racun 6.56 6.62

Ada sertifi kasi dari MUI 6.56 6.24

Ada tulisan Halal 6.18 6.02

Bukan barang illegal 6.32 6.26

Sumber: Diolah dari data Primer P2E LIPI, 2009

Pasar tradisional atau warung merupakan tempat berbelanja makanan halal yang paling banyak dikunjungi oleh responden. Sebanyak 63% responden menyatakan sering, bahkan selalu berbelanja di pasar radisional atau warung. Pemilihan pasar tradisional atau warung ini bukanlah didasarkan pada banyaknya variasi makanan halal yang bisa didapat dibandingkan di tempat lain atau pada jaminan kepastian halalnya bahan makanan, tetapi lebih pada kebiasaan masyarakat muslim Banten dan kemudahan akses untuk menjangkau pasar tradisional atau warung.

Persepsi Masyarakat Muslim Banten terhadap Kriteria

Daging Halal

Meski sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan halal mudah mereka dapatkan di sekitar tempat tinggal mereka

Gambar

Tabel 2.1   Sekor rata-rata Responden atas Kriteria Utama dalam  Memilih Makanan ......................................................................
Gambar 1.1 Alur Produk Halal Alur Produk Halal Dari Sisi Permintaan
Gambar 2.1 Kriteria Utama dalam Memilih Makanan Menurut  Latar Belakang Pendidikan Keagamaan
Tabel 2.2 Sekor rata-rata Responden terhadap Kriteria Makanan halal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan Antara Bahasa pemrograman C dan C++ meskipun bahasa-bahasa tersebut menggunakan sintaks yang sama tetapi mereka memiliki perbedaan, C merupakan bahasa

Masyarakat yang melakukan perkawinan beda kasta di Banjar Dauhwaru secara umum disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal yang menyangkut tentang pribadi, dan perasaan

Distribusi pangan: menjaga stabilitas pasokan pangan dan harga, pengurangan impor dan peningkatan kemandirian pangan, serta peningkatan akses rumah tangga terhadap

Pada usia pendidikan dasar, 7–15 tahun, karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, banyaknya saudara kandung dalam keluarga, status anak sulung, pengeluaran per

Pertimbangan yang diajukan adalah (1) simbiosis antara karang dengan zooxanthellae memberikan konstribusi fenomenal dalam proses evolusi karang dan (2) kriteria

Scater plot hujan tahunan vs ketinggian stasiun HThn_rrt (sub-wilayah 1) Dari ke dua gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa ada korelasi positif antara jumlah hujan

Berdasarkan telaah atau penelusuran terdahulu diketahui bahwa penelitian yang diteliti oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa belum ada pembahasan mengenai “

Telah dilakukan penelitian tentang ³ Perbandingan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Dengan Metode Ceramah Pada Materi