KEBIJAKAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
KONSTRUKSI BIDANG PU
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
KECELAKAAN KERJA DI
BERBAGAI NEGARA
# Kecelakaan kerja fatal / 100,000 pekerja Perbandingan Tingkat Kecelakaan
Kerja Fatal tahun 2002
Country / Region Occupational Fatality Rate # Sweden 1.2 United Kingdom 1.3 Australia 2.0 USA (2000) 2.2 EU15 Average 2.5 Japan 2.6 Singapore (2004) 4.9 Taiwan (2001) 6.9 Hong Kong SAR 8.6 Malaysia 10.8 GENERAL FACTORIES 33% SHIP BUILDING AND SHIP REPAIRING 13% CONSTRUCTION 54%
3 INDUSTRI UTAMA YANG MENYUMBANG KECELAKAAN FATAL
TINGKAT KECELAKAAN KERJA DI
INDONESIA
49,460 54,949 61,048 68,585 75,360 84,410 90,730 83,714 94,736 96,314 98,711 99,491 101,010 135,000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PROPORSI INDUSTRI TERHADAP GDPGROWTH GDP (X10 T) ACCIDENT RATE
PERTAMBAN GAN 2% KEHUTANAN 4% TRANSPORTA SI 9% MANUFAKTUR 32% KONSTRUKSI 32% LAINNYA 21%
Proporsi kecelakaan kerja di industri konstruksi
paling tinggi dibandingkn industri lain (32%)
meskipun proporsinya hanya 10% dari GDP nasional
DATA KECELAKAAN KERJA
(2009 – 2013)
DAMPAK KECELAKAAN KERJA
LEVEL MAKRO:
• Competitiveness Index
• Biaya kecelakaan kerja 4% PDB 2013
LEVEL MESO:
• Performance Corporate
LEVEL MIKRO: • Project delay • Cost over run
• Human aspect: injury, fatality
COUNTRY RANGKING
KERENTANAN PROYEK
KONSTRUKSI
KERENTANAN
PROYEK KECELAKAAN KERJA PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI MANUSIA … … … MANDOR
KERENTANAN FAKTOR MANUSIA
1. Mobilisasi pekerja dalam jumlah besar dengan :
• unskill labor, tidak bersertifikasi
• pengalaman kerja yang sangat kurang
• umur pekerja di bawah ketentuan 2. Proses rekrutment dengan sistem mandor :
• Tidak ada kontrak kerja
• Sistem kontrak kerja harian
• Upah yang minim tanpa perlindungan/jamina kerja
3. Turn over labor yang cukup tinggi
Latar Belakang Pendidikan
Magister (S2) Sarjana(S1) Diploma (D3) SMA/sederaj at SMP/sederaj at SD/sederajat Keikutsertaan dalam Training Pernah Menigkuti Training Tidak Pernah
KERENTANAN FAKTOR PERALATAN
1. Penggunaan peralatan kerja berat (heavy
equipment) misalnya : Crane, scaffolding, bekesting/ platform, steiger/ladder. 2. Sistem pengadaan peralatan outsourcing, tanpa pengaturan tentang spesifikasi dalam perjanjian kerja. 3. Tidak dilakukan uji laik
fungsi alat.
4. SOP dan SOM
peralatan kerja yang kurang
KERENTANAN FAKTOR
ORGANISASI
1. > 80 % pekerjaan di serahkan ke sub-kontraktor menimbulkan
organisasi proyek yang kompleks. 2. Rantai pasok (supply chain) pada
dasarnya mendorong terjadinya perbedaan antara para pekerja (fragmentation of the workforce)
3. Safety culture yang masih kurang 4. Law enforcement: penalty system
KERENTANAN FAKTOR
MANAJEMEN
1. Metode the conventional on- site dengan penanganan secara
manual (manual handling)
2. Pengaturan kontrak keselamatan kerja tidak mengatur tanggung jawabkeselamatan kerja antara pemilik (owner), perancang
(designer) serta pelaksana (contractor).
3. Tidak adanya program pelatihan bagi pekerja;
4. Kurangnya prosedur keselamatan kerja
KERENTANAN FAKTOR
LINGKUNGAN
1. Lingkungan kerja bersifat
out
door/open
space
sangat
dipengaruhi
oleh
lingkungan
sekitarnya,
seperti cuaca.
2. Lokasi kerja banyak di
ketinggian.
PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
KEMENTERIAN PU-PERA
PAKET PEKERJAAN
INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN
PUPERA
Runtuhnya Plat Lantai Pada Proyek Ruko di
Samarinda (3 Juni 2014)
Hasil observasi
• Terdapat dua bangunan kembar yang membujur dari utara ke selatan, 17 petak ruko 3 lantai panjang 103 m, lebar 25 m
• Pembukaan bekisting pada tiang/kolom di lantai 2 pada kondisi masih basah dan dalam keadaan retak retak.
(Sumber pekerja Sunarto - tidak berani melapor kepada mandor karena takut. • Pekerja tidak dilengkapi APD dan
shelter
• Pada struktur tidak ada dilatasi
• Tidak ada Rambu-rambu maupun Alat Pengaman Kerja mis: pagar pengaman maupun jaring pengaman/safety net • PT. Varia Dwi Tunggal (penyedia jasa)
Robohnya Proyek Pembangunan Jembatan Penghubung Gedung Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah DKI- Jakarta
(3 November 2014) Hasil observasi
• Terdapat beberapa macam/jenis scafolding yang dipakai sebagai penyangga, kondisinya sudah tidak layak pakai:
• Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong;
• Scafolding yang terpasang di dekat jembatan roboh kondisinya banyak yang tidak
lurus/bengkok;
• Pemasangan Scafolding tidak dilengkapai dengan bracing, sehingga scafolding mudah bengkok/tidak stabil.
• Tidak seluruh area jembatan ditopang dengan scafolding, karena dibawah jembatan masih ada akses jalan untuk kendaraan roda empat yang melintas sesekali.
• Terlihat bekisting pada balok dan bekisting pada tiang/pilar belum dilepas.
Rangkaian scafolding terlihat bengkok dan
tanpa diperkuat dengan bracing Scafolding sudah tidak layak pakai (bolong)
Kecelakaan pada Pembangunan Drainase di Jalan
Alternatif Cibubur (9 November 2014)
Hasil observasi
• Lingkup pekerjaan: jacking sepanjang 1.771 m dengan
kedalaman 6-9 m, diperlukan 28 titik galian untuk manhole, termasuk normalisasi saluran sepanjang 400 m dengan menggunakan beton
precast;
• Tanggal kecelakaan: Sabtu tanggal 09 November 2014 pukul 05.20 WIB terjadi kecelakaan sepeda motor yang menabrak pagar pengaman dan masuk ke lubang galian
PIT/MH14 dari 28 PIT / MH yang sedang dikerjakan
• Tidak adanya rambuh pengaman, lampu rotary, signam man dan pagar pengaman yang cukup.
Robohnya Jembatan Kutai Kertanegara di
Kalimantan Timur (Nopember 2011)
Runtuhnya Kanopi Stadion Tenis di Riau
(September 2012)
Runtuhnya Plat Tangga Pada Proyek GOR Koja di
Jakarta (September 2013)
• Dari 192.911 orang yang mengalami kecelakaan kerja, sebanyak 34,43% penyebab kecelakaan kerja dikarenakan posisi tidak aman atau ergonomis dan sebanyak 32,12 persen pekerja tidak memakai peralatan yang safety (PT. Jamsostek, 2013)
• contoh kasus perilaku dan kondisi tidak aman
Pekerja di tempat ketinggian tanpa pengaman
(Pembangunan Gedung Penataan Ruang dan Fasilitas Penunjang Kampus Pekerjaan Umum di Komplek Kementerian Pekerjaan
TIDAK ADA PERHITUNGAN
BEBAN
FAKTOR KUNCI KEGAGALAN
PENERAPAN SMK3
• K3 tidak masuk dalam dokumen pelelangan dan kriteria evaluasi; • Tidak dipersyaratkan keterlibatan petugas/ahli K3; • RK3K tidak menjadi bagian dari kontrak • Tidak ada alokasibiaya SMK3 • Pengguna tidak paham SMK3; • RK3K tidak ada dalam kontrak; • Penyedia tidak
patuh aturan dan prosedur
keteknikan dan mutu;
• Tidak merekrut Ahli / Petugas K3 dalam konsultan pengawas, kontraktor. • Tidak dilakukan • Penyedia Jasa telah memiliki sertifikat SMK3 perusahaan akan tetapi dalam implementasinya belum optimal; • Pelaksanaan SMK3 Penyedia Jasa yang ber-KSO belum terintegrasi;
• Tidak ada uji laik fungsi alat dan prosedur SMK3 Konstruksi
• Tenaga kerja tidak
FAKTOR KUNCI KEGAGALAN
KONSTRUKSI DAN KECELAKAAN KERJA
• Identifikasi bahaya dan potensi bahaya K3 tidak dimuat dlama dokumen pelelangan;
• Rencana Mutu dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak menjadi bagian dari dokumen penawaran;
• Tidak direncanakan rekrutmen petugas/ahl K3;
• RK3K tidak menjadi bagian dari indikator evaluasi pelelangan dan bagian dari kontrak;
• Pokja tidak memiliki kemampuan untuk mengevaluasi SMK3 dalam dokumen penawaran;
FAKTOR KUNCI KEGAGALAN
KONSTRUKSI DAN KECELAKAAN KERJA
• Tidak dilakukan inspeksi SMM, SMK3L secara terintegrasi;
• Sertifikasi perusahaan (SMK3 dan SMM tidak menjamin penerapan sistem dalam setiap pelaksanaan proyek
• Tidak ada alokasi pembiayaan SMK3;
• Tidak patuh aturan (prosedur mutu, prosedur kerja, spesifikasi teknik, dll); • Tidak ada uji laik fungsi alat;
• Pekerja tidak kompeten/bersertifikasi;
• Tidak merekrut Ahli / Petugas K3 dalam organisasi konsultan pengawas, kontraktor;
PAKTA KOMITMEN MENTERI PU
BERSAMA MITRA KERJA
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Gedung Utama lt 10 Jl.Pattimura No.20, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan
Telp. +62-21-72797847 http://binakonstruksi.pu.go.id