• Tidak ada hasil yang ditemukan

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

UNIT PENGOLAHAN BERAS PRATANAK TERINTEGRASI

DENGAN PENGGILINGAN PADI KECIL

Parboiled Rice Processing Technology integrated with Small Rice Milling Unit

Rokhani Hasbullah1, Sutrisno Koswara2 dan Memen Surahman3

1

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor Email: rokhani@ipb.ac.id

2

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan - Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor

3

Departemen Agronomi dan Hortikultura - Fakultas – Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Pengolahan beras pratanak dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan menurunkan indeks glikemik dari beras sehingga cocok dikonsumsi bagi penderita diabetes dan obesitas. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengevaluasi kinerja unit pengolah beras pratanak terintegrasi dengan penggilingan padi kecil, dan (2) mengkaji pengaruh lama pengukusan gabah terhadap mutu fisik dan kimia beras pratanak. Tahapan pengolahan beras pratanak meliputi penyiapan gabah kering giling (GKG), perendaman gabah pada suhu 60 oC selama 4 jam, pengukusan, pengeringan dan penggilingan. Pengukusan dilakukan selama 20 menit, 30 menit dan kontrol (tanpa proses pratanak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa unit pengolahan beras pratanak telah dapat dipergunakan untuk mengolah beras pratanak dengan kapasitas 200 kg per batch. Konsumsi bahan bakar biomassa (serbuk gergaji) sebesar 31 kg/jam menghasilkan uap panas (steam) dengan laju sebesar 77.1 kg/jam dan suhu uap mencapai 100.6-101.0 °C. Suhu gabah selama proses pengukusan mencapai 99.5-99.7 oC. Butir utuh meningkat dari 42.2 % (kontrol) menjadi 64.3±4.2 % untuk pengukusan 20 menit dan 92.8±0.6 % untuk pengukusan 30 menit. Proses pratanak secara nyata menurunkan kadar karbohidrat, pati, amilopektin, namun meningkatkan kadar abu, lemak, protein, serat pangan, gula total, dan kadar amilosa. Proses pratanak menghasilkan rendemen giling sebesar 67.5-70.8 %, lebih tinggi dibandingan rendemen beras kontrol (65.4 %) meskipun tidak berbeda nyata.

Kata kunci: beras pratanak, unit pengolahan beras pratanak, lama pengukusan gabah, mutu fisik dan kimia.

ABSTRACT

Parboiled rice processing is intended to improve the quality and decrease the glycemic index, therefore the rice is suitable for people who suffer from diabetes and obesity. This study aims to (1) evaluate the performance of parboiled rice processing unit integrated with a small rice milling unit, and (2) assess the effect of steaming time to the physical and chemical quality of the parboiled rice. Parboiled rice processing stages include grain cleaning, soaking the grain at a

(2)

2 temperature of 60 °C for 4 hours, steaming, drying and milling. Steaming of the paddy was performed for 20 minutes, 30 minutes and control (no treatment). The results showed that the processing unit could be used to process parboiled rice with a capacity of 200 kg per batch. Fuel consumption of biomass (sawdust) of 31 kg/h, generating steam at a rate of 77.1 kg/h at a steam temperature of 100.6-101.0 ° C. Grain temperature during the steaming process reached 99.5-99.7 °C. The percentage of head rice of parboiled rice increased from 42.2 % (control) to 64.3 ± 4.2% for parboiled rice with steaming time of 20 minutes and 92.8 ± 0.6% for steaming time of 30 minutes. Parboiled process significantly decreased the levels of carbohydrates, starch, amylopectin content, but increased levels of ash, fat, protein, dietary fiber, total sugars, and amylose content. Milling yield of the parboiled rice reached 67.5-70.8 %, higher compared to control (65.4%) although not significantly different.

Keywords: parboiled rice, parboiled rice processing unit, paddy steaming time, physico-chemical quality

PENDAHULUAN

Konsumsi beras per kapita orang Indonesia per tahun mencapai 139 kg, konsumsi beras ini tercatat tertinggi di dunia.Konsumsi beras perkapita per tahun masyarakat Indonesia cukup tinggi mencapai 139 kg menurut data BPS, sementara data yang dikeluarkan Kementerian Pertanian menyebut angka 124 kg. Tingginya tingkat konsumsi beras memiliki pengaruh yang kurang baik bagi kesehatan, terutama penyakit diabetes dan obesitas. Rata-rata masyarakat Indonesia lebih menyukai beras yang tidak lembek atau beras dengan kandungan amilosa yang sangat rendah (20 %) namun memiliki indeks glikemik (IG) yang tinggi, berkisar atara 83 dan 93 (Yokohama 2004). Indeks glikemik adalah skala atau angka yang diberikan pada makanan tertentu berdasarkan seberapa cepat makanan tersebut meningkatkan kadar gula darahnya, skala yg digunakan adalah 0-100. Konsumsi pangan dengan IG tinggi berpotensi menyebabkan terjangkitnya penyakit diabetes. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi pascapanen untuk mengolah gabah sehingga dapat menurunkan nilai IG pada beras. Salah satu teknologi pascapanen tersebut adalah pengolahan beras pratanak (parboiled rice).

Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan dari gabah yang telah mengalami penanakan parsial melalui tahapan proses perendaman gabah dalam air dan pengukusan dengan uap panas kemudian dikeringkan sebelum digiling (Grist 1975, Tjiptadi dan Nasution 1985, Haryadi 2006). Tujuan dari pengolahan beras

(3)

3 pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen serta menurunkan nilai indeks glikemik dari beras yang dihasilkan.

Secara umum proses pengolahan beras pratanak terdiri dari tiga bagian, yaitu perendaman, pengukusan, dan pengeringan. Perendaman berfungsi untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm, dimana sebagian air tersebut nantinya akan diserap oleh sel-sel pati itu sendiri sampai pada tingkat tertentu dan cukup untuk proses gelatinisasi. Lama perendaman tergantung pada suhu air perendaman yang digunakan. Menurut Wimberly (1983), perendaman pada suhu lingkungan (20-30 oC) memerlukan waktu selama 36-48 jam, namun jika perendaman dilakukan pada suhu 60-65 oC hanya memerlukan waktu selama 2-4 jam.

Proses pengukusan dengan uap panas bertujuan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi adalah proses peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya panas yang tinggi menyebabkan penyebaran suhu relatif merata dan konstan, relatif mudah mengendalikan suhu gabah, waktu pengukusan relatif cepat dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi. Umumnya uap jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 pada suhu 100-150 oC selama 20-30 menit untuk tangki ukuran besar.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menguji kinerja unit pengolah beras pratanak terintegrasi dengan penggilingan padi, (2) mengkaji pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik dan kimia beras pratanak.

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat

Penelitian dilakukan selama delapan bulan dimulai bulan Mei-November 2015 di Penggilingan Padi PB Sinar Jati Desa Dukupuntang Cirebon dan Laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem IPB Bogor.

(4)

4 Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah kering giling (GKG) varietas Ciherang yang diperoleh dari petani di Kabupaten Cirebon. Peralatan yang digunakan meliputi unit pengolahan beras pratanak yang terdiri dari bak perendaman gabah, tangki pengukusan gabah, steam boiler, lantai penjemuran, mesin penggiling gabah (Kubota RD100 DI-2T), mesin penyosoh beras (ICHI Blower Rice Polisher model N70), cylinder separator (Satake Test

Rice Grader), timbangan digital dan Crown Moisture Tester serta peralatan lab

lainnya untuk analisis mutu beras.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pengujian kinerja unit

pengolah beras pratanak dan penelitian utama untuk mengkaji pengaruh kondisi proses pada mutu beras pratanak yang dihasilkan. Gabah dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran kemudian direndam dalam bak perendaman pada suhu 60 oC selama 4 jam. Setelah perendaman selanjutnya gabah dikukus pada suhu 90-100

o

C selama 20 menit, 30 menit dan kontrol. Setelah proses pengukusan selanjutnya gabah dikeringkan pada lantai jemur hingga mencapai kadar air 14 %. Gabah kemudian digiling dan dilakukan analisis rendemen giling dan mutu fisik/kimia beras pratanak. Sebagai kontrol adalah beras dari hasil penggilingan GKG tanpa proses pratanak.

Prosedur Analisis

Parameter yang dianalisis pada penelitian ini adalah mutu fisik beras pratanak yang meliputi rendemen giling, mutu fisik (beras kepala, beras patah, dan beras menir) dan kimia beras pratanak yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, energy, serat pangan, gula total, pati, amilosa dan amilopektin.

Analisis Mutu Fisik Beras

Analisis ini mengacu pada SNI 01-6128:2008. Beras pratanak yang telah dihasilkan ditimbang sebanyak 100 g (Wo). Kemudian dipisahkan menjadi beras

kepala (>2/3), beras patah (1/3-2/3) dan beras menir (<1/3) menggunakan alat

cylinder separator (Satake Test Rice Grader). Bobot dari masing-masing beras

(5)

5 ditimbang. Persentase beras kepala (BK), beras patah (BP) dan beras menir (BM) ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

BK (%) = (1)

BP (%) = (3)

BM (%) = (4)

Analisis Kimia

Analisis kimia dilakukan dengan metode Gravimetri untuk kadar air dan kadar abu, metode Soxhlet untuk kadar lemak, metode Kjeldahl untuk kadar protein, metode by different untuk karbohidrat, metode kalkulasi untuk energi, metode enzimatik untuk serat pangan, metode titrasi untuk gula total, pati dan amilosa serta metode Spektro untuk amilopektin.

Analisis data

Rancangan perobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan lama pengukusan gabah (20 menit, 30 menit dan kontrol), percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan. Data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam (Anova) untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan apabila berpengaruh dilanjutkan dengan uji Duncan Multilple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Teknologi Pengolahan Beras Pratanak

Rancang bangun unit pengolahan beras pratanak harus memenuhi kriteria desain, yaitu mudah dalam perancangan dan pengoperasian. Unit pengolahan beras pratanak hasil rancang bangun diperlihatkan pada Gambar 1. Unit pengolahan beras pratanak terdiri atas beberapa bagian, antara lain: bak perendaman gabah, unit pengumpan bahan bakar biomassa, tungku, tangki uap, dan tangki pengukusan dan menara air.

(6)

6 Gambar 1. Unit pengolahan beras pratanak hasil rancang bangun

Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi perendaman (steeping), pengukusan (steaming), pengeringan (drying), penggilingan, sortasi dan pengemasan. Gabah GKG direndam pada air suhu 50-60 oC selama 4-6 jam yang bertujuan untuk meningkatkan kadar air gabah. Hasil perendaman menunjukkan bahwa kadar air gabah meningkat dari 14±1.4 % menjadi 30.1±0.1 %. Gambar 2 memperlihatkan proses perendaman gabah. Menurut Ali dan Ojha (1976) pada kadar air sekitar 30 % proses gelatinisasi pati dalam gabah dapat berlangsung pada saat dilakukan pengukusan.

Gambar 2. Proses perendaman gabah.

Setelah perendaman, proses selanjutnya adalah pengukusan gabah. Proses pengukusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari

(7)

7 Gambar 3. Tungku biomasa untuk memproduksi uap.

Setelah selesai pengukusan, gabah dari tangki pengukusan dikeluarkan dan ditampung dengan angkong (troley) untuk selanjutnya gabah dikeringkan dengan cara menjemur di lamporan (lantai jemur) hingga kadar air mencapai sekitar 14 persen. Pengeluaran gabah dari tangki pengukusan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses pengeluaran gabah hasil pengukusan.

Proses berikutnya adalah pengeringan gabah pratanak. Proses pengeringan dilakukan dengan cahaya matahari langsung. Gabah yang sedang dikeringkan dibolak-balik setiap jam menggunakan kayu dengan tujuan agar pengeringan berlangsung secara merata (Gambar 5). Setelah dua hari pengeringan, kadar air mencapai 12 % sehingga gabah sudah siap untuk digiling.

(8)

8 Gambar 5. Proses pengeringan gabah pratanak.

Berdasarkan uji kinerja diperoleh hasil bahwa pengumpan bahan bakar mampu mengalirkan bahan bakar sebesar 31 kg/jam pada bukaan hopper 50%. Bukaan hopper 50% menghasilkan aliran serbuk yang stabil dan kontinyu, serta tidak berceceran di bagian depan atau belakang tungku. Proses pemanasan air sebanyak 155 liter menggunakan tungku biomasa membutuhkan waktu selama 76 menit untuk mencapai suhu air 100°C. Laju uap air yang dihasilkan oleh steam

boiler yaitu 77.1 kg/jam dengan suhu uap terbentuk 100.6-101.0 °C.

Gelatinisasi merupakan tujuan utama dari proses pratanak sehingga kandungan nutrisi masuk kedalam butir beras. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, tersebar merata, mudah dikendalikan dan pindah panas lebih cepat dibandingkan dengan media lain seperti air panas.

Pengukusan gabah dilakukan menggunakan dua buah tangki masing-masing berkapasitas 100 kg. Tangki pengukusan gabah dialiri uap panas (steam) melalui pipa yang diberi lubang-lubang untuk menyemburkan uap. Pengukusan dilakukan selama 20 menit dan 30 menit. Suhu uap pengukusan gabah pada penelitian ini rata-rata mencapai 100.8◦C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wimberly (1983) bahwa pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-150oC. Pengambilan data suhu gabah dilakukan setiap 1 menit. Suhu dan tekanan pada tangki pengukusan relatif konstan selama proses pengukusan.

(9)

9 Perkembangan suhu uap dan suhu gabah selama pengukusan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa suhu gabah awal 42.8±3.6oC kemudian meningkat secara signifikan mulai menit ke-8 hingga mencapai suhu 99.5 oC pada menit ke-14. Kemudian suhu gabah relatif konstan pada kisaran 99.5-99.7 oC hingga akhir pengukusan.

Gambar 6. Perkembangan suhu uap dan suhu gabah selama pengukusan.

b. Mutu Fisik Beras Pratanak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beras pratanak telah memenuhi persyaratan umum sesuai SNI 01-6128: 2008, yaitu (i) bebas hama dan penyakit, (ii) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, (iii) bebas dari campuran dedak dan bekatul, (iv) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Gambar visual beras dengan pengukusan selama 20 menit, 30 menit, dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Beras pratanak pada pengukusan selama 20 dan 30 menit dibandingkan dengan kontrol.

(10)

10 Proses pratanak menyebabkan pengerasan lapisan aleuron yang mencegah hilangnya nutrisi (protein, lemak, mineral, thiamin) pada saat penyosohan, hal ini menyebabkan derajat sosohnya menurun. Hal ini disebabkan karena pada saat pengukusan gabah terjadi proses pragelatinisasi yang menyebabkan bekatul (aleuron) hampir seluruhnya berubah menjadi pasta dan mengeras pada bagian endosperm. Sehingga bagian endosperm yang terkikis saat proses penyosohan akan semakin sedikit (Haryadi 2008). Dengan kata lain proses pratanak mampu mencegah hilangnya nutrisi pada saat penyosohan.

Proses pratanak meningkatkan persentase butir utuh dan menurunkan persentase butir kepala, butir patah dan menir (Tabel 1). Pengukusan selama 20-30 menit secara nyata mampu meningkatkan butir utuh dari 42.2 % (kontrol) menjadi 64.3±4.2 % untuk pengukusan selama 20 menit dan 92.8±0.6 % untuk pengukusan selama 30 menit. Pada proses pengukusan terjadi pragelatinisasi pati dimana pembesaran sel-sel pati pada bagian endosperm menyebabkan antar sel-sel pati tersebut saling berikatan, kemudian sel-sel menjadi lunak dan terjadi perubahan tekstur menjadi seperti pasta. Proses tersebut diduga menyebabkan hilangnya keretakan internal yang mungkin terdapat pada endosperm atau saling menyatu antar retakannya, sehingga setelah dilakukan pengeringan maka tekstur endosperm akan kembali mengeras seperti kondisi awal dan menghasilkan tekstur butir yang lebih kompak dan kokoh. Sifat butir yang kompak dan kokoh dari hasil proses pengukusan tersebut diduga dapat meningkatkan persentase butir kepala dan menurunkan persentase butir patah karena lebih tahan terhadap gesekan saat penggilingan.

Lama pengukusan berpengaruh terhadap persentase butir kepala, dimana semakin lama pengukusan akan semakin tinggi pula persentase butir kepala yang dihasilkan. Wani et al. (2012) menyatakan bahwa pati yang mengalami gelatinisasi antar sel-selnya akan berikatan kuat karena adanya interaksi antar ikatan hidrogen pati dengan ikatan hidrogen pada air. Semakin banyak sel pati yang tergelatinisasi maka semakin banyak sel yang berikatan. Selanjutnya apabila sejumlah air dikeluarkan (melalui proses pengeringan) maka akan terjadi rekristalisasi molekul pati yang akan mengubah tekstur pasta menjadi kristal. Fonseca et al. (2014) menambahkan perubahan fase tersebut akan menghasilkan

(11)

11 tekstur butir beras yang lebih kompak dan tidak mudah patah pada saat dilakukan proses penggilingan. Berdasarkan hal tersebut maka persentase beras kepala yang dihasilkan pada beras pratanak akan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Graham-Acquaah et al. (2015) yang melaporkan terjadi peningkatan persentase butir kepala pada beras pratanak.

Tabel 1. Pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik beras pratanak Lama pengukusan Butir utuh (%) Butir kepala (%) Butir patah (%) Menir (%) 20 menit 64.3±4.2 b 4.6±1.7 b 17.3±2.7 b 12.9±2.3 a 30 menit 92.8±0.6 a 2.3±0.6 c 1.5±0.4 c 2.6±1.0 b Kontrol 42.2±0.8 c 14.6±1.7 a 25.1±0.1 a 12.5±0.7 a

Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.

Proses pratanak juga mampu meningkatkan rendemen giling dari 66.2±1.8 % (kontrol) menjadi 69.6±3.5 % untuk pengukusan selama 20 menit dan 70.5±3.0 untuk pengukusan selama 30 menit, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Widowati (2009), proses pratanak dapat meningkatkan rendemen giling sebesar 2-7 %.

c. Mutu Kimia Beras Pratanak

Hasil analisis proksimat dari beras pratanak pada berbagai lama pengukusan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang tersaji pada tersebut dapat diketahui bahwa proses pratanak mempengaruhi komposisi gizi dari beras pratanak. Proses pratanak dengan lama pengukusan 20-30 menit menurunkan kadar karbohidrat, kadar pati, kadar amilopektin, namun dapat meningkatkan kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, energi, kadar serat pangan, gula total, dan kadar amilosa. Hal ini disebabkan karena terjadi proses pragelatinisasi pada saat pengukusan gabah yang menyebabkan sejumlah nutrisi berdifusi ke dalam butir beras. Widowati et al. (2009) menyatakan bahwa difusi komponen dari dedak dan sebagian sekam ke dalam endosperm beras berpengaruh nyata meningkatkan kandungan serat pangan. Pengukusan selama 20 menit menghasilkan nilai kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat,

(12)

12 energi, kadar pati dan kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan pengukusan selama 30 menit.

Tabel 2. Nilai gizi beras pratanak pada gabah varietas Ciherang

Jenis analisis Kontrol Lama Pengukusan

20 mnt 30 mnt Kadar air (%) 12.90±0.14 a 13.50±0.14 b 13.95±0.78 c Kadar abu (%) 0.48±0.17 a 0.75±0.04 b 0.74±0.01 b Kadar lemak (%) 1.17±0.01 a 2.42±0.01 c 2.06±0.01 b Kadar protein (%) 7.33±0.01 a 7.71±0.02 c 7.49±0.00 b Kadar karbohidrat (%) 78.13±0.03 b 75.64±0.15 a 75.76±0.81 a Energi (Kkal/100 g) 352.31±0.15 b 355.10±0.74 c 351.54±3.10 a Serat pangan (%) 6.38±0.06 a 6.90±0.02 b 7.05±0.09 b Gula total (%) 0.49±0.11 a 2.45±0.11 c 1.87±0.06 b Pati (%) 72.43±0.43 b 70.91±0.46 a 70.14±0.10 a Amilosa (%) 21.78±0.28 a 23.55±0.09 c 22.57±0.10 b Amilopektin (%) 50.65±0.16 b 47.36±0.55 a 47.57±0.20 a

Beras pratanak yang dihasilkan dikemas dalam kemasan vakum dengan berat 1 kg dan diberi merk Nutri Rice. Gambar 8 memperlihatkan beras pratanak yang dihasilkan dari hasil uji coba produksi beras pratanak.

(13)

13

KESIMPULAN

Unit pengolahan beras pratanak berkapasitas 200 kg per batch terintegrasi dengan penggilingan padi telah berhasil dibuat, terdiri dari pengumpan bahan bakar biomassa, tungku biomasa untuk produksi uap panas (steam boiler), tangki pengukusan, bak perendaman dan gerobak gabah. Pengumpan bahan bakar serbuk gergaji dapat beroperasi dengan baik dengan aliran yang stabil dan kontinyu pada laju aliran 31 kg/jam. Proses pemanasan air sebanyak 155 liter membutuhkan waktu selama 76 menit untuk mencapai suhu air 100°C. Laju uap air yang dihasilkan oleh steam boiler yaitu 77.1 kg/jam dengan suhu uap terbentuk 100.6-101.0 °C. Suhu gabah selama proses pengukusan mencapai 99.5-99.7 oC.

Proses pratanak meningkatkan persentase butir utuh dan menurunkan persentase butir kepala, butir patah dan menir. Butir utuh meningkat dari 42.2 % (kontrol) menjadi 64.3±4.2 % untuk pengukusan 20 menit dan 92.8±0.6 % untuk pengukusan 30 menit.

Proses pratanak secara nyata menurunkan kadar karbohidrat, pati, amilopektin, namun meningkatkan kadar abu, lemak, protein, karbohidrat, serat pangan, gula total, dan kadar amilosa. Proses pratanak menghasilkan rendemen giling sebesar 67.5-70.8 %, lebih tinggi dibandingan rendemen beras kontrol (65.4 %) meskipun tidak berbeda nyata.

Ucapan Terima Kasih

Makalah ini adalah bagian dari pelaksanaan Penelitian Unggulan sesuai Mandat Pusat (PUP) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini didanai dari Program Hibah Penelitian BOPTN Tahun Anggaran 2015. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Ristek-Dikti dan LPPM IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

(14)

14

Daftar Pustaka

Childs NW. 2004. Production and Utilization of Rice. Minnesota (US) : American Association of Cereal Chemists.

Fonseca FA, Junior MSS, Bassinello PZ, Eifert EC, Garcia DM, Caliari M. 2014. Technological, physicochemical and sensory changes of upland rice in soaking step of the parboiling process. Acta Scientiarum Technology 36(4): 753-760.

Graham-Acquaah S, Manful JT, Ndindeng SA, Tchatcha DA. 2015. Effects of soaking and steaming regimes on the quality of artisanal parboiled rice.

Journal of Food Processing and Preservation. doi: 10.1111/jfpp.12474.

ISSN 1745-4549: 1-11.

Grist DH. 1975. Rice. 5th ed. London (GB) : Longmans.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Tjiptadi W dan Nasution MZ. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor (ID) : Agro Industri Press Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Wani AA, Singh P, Shah MA, Schweiggert-Weisz U, Gul K, Wani IA. 2012. Rice

starch diversity: effects on structural, morphological, thermal, and physicochemical properties – a review. Comprehensive Reviews in Food

Science and Food Safety 11: 417-436.

Widowati S, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar. 2009. Penurunan indeks glikemik berbagai varietas beras melalui proses pratanak. Jurnal

Pascapanen 6(1): 1-9.

Wimberly JE. 1983. Paddy Rice Postharvest Industry in Developing Countries. Manila (PH) : IRRI (International Rice Research Institute).

Yokoyama W. 2004. Nutritional Properties of Rice and Rice Brand. Minnesota (US) : American Association of Cereal Chemists.

Gambar

Gambar 1. Unit pengolahan beras pratanak hasil rancang bangun
Gambar 4.  Proses pengeluaran gabah hasil pengukusan.
Gambar 5.  Proses pengeringan gabah pratanak.
Gambar 6.  Perkembangan suhu uap dan suhu gabah selama pengukusan.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Unggah Surat Pernyataan Kegiatan Belajar Mengajar, Scan Surat Pernyataan KBM, simpan dengan format .pdf dengan nama : Nama_Instansi_Pernyataan KBM.pdf. Contoh : Hamid_SKB

Hasil olah data dengan menggunakan software stata mendapatkan hasil dengan probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi yang diharapkan

Sifat-sifat getaran yang ditimbulkan pada suatu mesin dapat menggambarkan kondisi gerakan-gerakan yang tidak diinginkan pada komponen-komponen mesin, sehingga pengukuran, dan

Proses pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di SDN 06 Batang Gasan kondisinya kurang sesuai karakteristik anak sekolah dasar, permainan- permainan kecil

Pendapat yang berbeda dari P3 yaitu lebih memilih untuk melakukan pengobatan di rumah sakit atau puskesmas karena lebih pasti. Namun ada beberapa penyakit

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai system hubungan yang memiliki unit dasar yang si sebut tanda dengan demikian