• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang diperoleh serta pembahasan terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang dijabarkan pada bab I. Pertama, mengenai proses pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL). Kedua, hasil belajar berupa penguasaan konsep siswa dan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang meliputi keterampilan merencanakan percobaan dan keterampilan berkomunikasi siswa. A. Hasil Penelitian

1. Proses Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)

Gambaran mengenai keterlaksanaan dari proses pembelajaran model PBL yang telah dilakukan dapat diketahui dari aktivitas guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran yang diperoleh dari data hasil observasi. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) ditunjukkan pada Tabel 4.1. Pada tabel yang sama ditunjukkan tahap-tahap pembelajaran yang ditempuh untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa guna membangun pengetahuannya mengenai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

(2)

Tabel 4.1.Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Menggunakan Model PBL Tahap-Tahap Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah

Siswa diberi suatu masalah melalui sebuah artikel tentang kondisi air tanah yang ada di daerah Padalarang, dimana air tersebut mengandung ion Ca2+ dengan konsentrasi tertentu yang menyebabkan air tersebut bersifat sadah (Artikel lengkap terlampir pada lampiran A.2). Siswa merumuskan pokok permasalahan yaitu bagaimana cara untuk mengendapkan ion Ca2+ yang ada pada air tanah.

Tahap 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok. Siswa diarahkan melakukan diskusi kelompok untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dipaparkan, mulai dari merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dari tiap anggota kelompok berdasarkan artikel yang dibacanya, hingga mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut sebagai bentuk penyelesaian dari masalah yang muncul. Kemudian siswa diarahkan membuat prosedur percobaan (LKS).

Tahap 3 Membimbing

penyelidikan individu maupun

kelompok

Siswa diminta mengumpulkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penyelidikan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Siswa melakukan bimbingan prosedur percobaan (LKS) dengan guru di luar jam pelajaran/kelas. Prosedur percobaan (LKS) tersebut digunakan untuk menguji hipotesis dengan melakukan praktikum Siswa melakukan praktikum dengan menggunakan larutan Na2CO3 dan NaOH sebagai bahan untuk mengendapkan ion Ca2+ pada air. Volume kedua larutan yang ditambahkan ke dalam air yang mengandung ion Ca2+, disesuai dengan perhitungan yang mereka lakukan sebelum praktikum.

Tahap 4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Siswa diminta menyajikan laporan percobaan dalam bentuk poster, kemudian beberapa kelompok melakukan presentasi di depan kelas tentang hasil percobaan pengendapan ion Ca2+ pada air tanah yang telah mereka lakukan dan siswa menyimpulkan hasil percobaan.

Tahap 5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan

masalah

Guru membahas keterkaitan masalah dengan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru mengulas kembali apa yang telah dilakukan dari awal sampai akhir pertemuan. Siswa menyimpulkan konsep materi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.

(3)

Keterlaksanaan pembelajaran model PBL dengan lima tahap tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Orientasi Siswa

Tahap orientasi siswa merupakan tahap dimana guru mengarahkan dan memfokuskan siswa pada suatu masalah yang biasa siswa temukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum pembelajaran dengan model Problem Based Learning dilaksanakan guru terlebih dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan. Guru melakukan apersepsi tentang materi kelarutan sebagai prasyarat materi yang akan disampaikan. Selanjutnya, guru memberikan motivasi kepada siswa dengan bertujuan untuk menuntun, membangkitkan rasa ingin tahu, menyiapkan kesediaan dan meningkatkan antusiasme siswa dalam menghadapi pembelajaran. Kegiatan demonstrasi yang dilakukan ini selanjutnya akan menuntun dan membangun pemahaman siswa terhadap permasalahan utama yang akan diajukan pada tahap orientasi siswa. Pada kegiatan motivasi guru melakukan demostrasi yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. Demonstrasi tersebut berupa penambahan sabun kedalam air biasa dan air sadah dan kemudian dikocok. Perbedaan busa sabun yang ada pada air biasa (tabung A) dan air yang mengandung ion Ca2+ (tabung B) diharapkan dapat memotivasi dan mengaitkan pembelajaran yang akan dikembangkan dengan fenomena yang ada dalam kehidupan kesharian siswa.

(4)

Pada tahap orientasi, setiap siswa diberi permasalahan dalam bentuk artikel. Artikel yang diberikan berisi mengenai permasalahan yang dihadapi oleh warga daerah di Padalarang terkait dengan air yang mereka gunakan sehari-hari serta bagaimana membantu masyarakat di daerah padalarang mengendapkan ion Ca2+ dengan konsentrasi tertentu yang ada pada air tanah mereka yang menyebabkan kesadahan. Setelah siswa membaca artikel yang diberikan, dengan bimbingan guru siswa merumuskan masalah yang ada pada artikel tersebut. Rumusan masalah yang disepakati adalah bagaimana cara mengendapakan ion Ca2+ yang ada pada air tanah yang menyebabkan kesadahan ? Setelah itu, siswa diarahkan untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui diskusi dalam kelompoknya.

b. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Mengorganisasikan Siswa

Pada tahap mengorganisasikan siswa ini guru membagi siswa kedalam 8 kelompok kecil, dalam setiap kelompok terdiri dari 6-5 orang siswa. Dalam setiap kelompok terdiri dari siswa-siswa dengan kemampuan akademik yang heterogen. Dalam masing-masing kelompoknya, siswa diminta berdiskusi menentukan cara penyelesaian masalah yang ada pada artikel tersebut. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa diminta membaca buku-buku yang dibawanya dan literatur yang telah disediakan oleh guru.

Selama kegiatan diskusi guru berkeliling guna memantau jalannya diskusi dalam setiap kelompok Pada tahap ini guru membimbing siswa dalam mendefinisikan dan menjelaskan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan

(5)

penyelesaian masalah. Siswa diminta membuat kemungkinan pertanyaan-pertanyaan yang muncul setelah membaca artikel. Pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan yang dibuat kemudian harus dijawab dan diselidiki. Minimal muncul dua buah pertanyaan, yaitu :

1. Bahan-bahan apa saja yang dapat mengendapkan ion Ca2+ pada air tanah yang menyebabkan kesadahan?

2. Berapa jumlah bahan yang dibutuhkan untuk mengendapkan ion Ca2+ agar membentuk garamnya yang sukar larut?

Dalam membuat pertanyaan siswa mengalami kesulitan sehingga guru membimbing setiap kelompok dalam menuliskan pertanyaan-pertanyaan “penyelidikannya”. Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut siswa diarahkan untuk mencari jawabannya. Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada pada artikel. Pencarian informasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ditulis di lakukan di luar jam pelajaran.

c. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Membimbing Penyelidikan Individu maupun Kelompok

Pada tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, siswa diberikan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah secara berkelompok melalui praktikum berdasarkan prosedur percobaan (LKS) yang mereka buat pada saat diskusi kelompok dan telah dikonsultasikan dengan guru. Kegiatan diskusi kelompok dilakukan di luar jam pelajaran dengan rentang waktu 3 hari. Pada tahap diskusi terjadi brainstrorming (curahan gagasan) dari setiap anggota

(6)

kelompok terkait pengetahuan yang sudah dimiliki anggota tentang penyelesaian masalah.

Selama kegiatan diskusi setiap kelompok mengajukan berbagai cara untuk mengendapkan ion Ca2+ pada air diantaranya ada yang mengajukan dengan cara pemanasan saja, ada yang mengajukan dengan zeolit, resin penukar ion, dan ada yang mengajukan dengan pengendapan menggunakan Na2CO3 dan NaOH. Diskusi terhadap penggunaan berbagai teknik dan bahan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah penghilangan ion Ca2+ dari air tanah tersebut pada akhirnya mengerucut pada keputusan penggunaan Na2CO3 dan NaOH. Pemilihan kedua bahan tersebut untuk mengendapkan ion kalsium pada air sadah tersebut didasarkan pada pertimbangan berbagai kelebihan dan kekurangan dari bahan masing-masing cara pengendapan yang dikemukakan siswa. Pemilihan kedua zat tersebut didasarkan keterkaitannya dengan konsep yang akan dibelajarkan siswa, yakni kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru pun meminta setiap kelompok untuk menentukan berapa jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan digunakan agar ion Ca2+ yang ada pada air tanah itu mengendap.

Pada saat menentukan jumlah volume kedua bahan, guru meminta jumlah volume kedua bahan tersebut sama. Dalam menentukan jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan digunakan, siswa mengalami kesulitan dalam perhitungannya. Sehingga disini guru memberikan arahan dan sumber buku kimia tambahan untuk mempermudah siswa ketika menghitung. Dari hasil pengamatan setiap kelompok memiliki penambahan jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang berbeda-beda. Untuk kelompok 1, 2, dan 3 menggunakan 75 ml Na2CO3 0,01 M

(7)

dan 75 ml NaOH 0,01 M untuk mengendapkan ion Ca2+. Untuk kelompok 4 menggunakan 25 ml Na2CO3 0,01 M dan 25ml NaOH 0,01 M untuk mengendapkan ion Ca2+. Untuk kelompok 5 menggunakan 100 ml Na2CO3 0,01 M dan 100 ml NaOH 0,01 M untuk mengendapkan ion Ca2+. Untuk kelompok 6 menggunakan 40 ml Na2CO3 0,01 M dan 40 ml NaOH 0,01 M untuk mengendapkan ion Ca2+. Untuk kelompok 7 dan 8 menggunakan 50 ml Na2CO3 0,01 M dan 50 ml NaOH 0,01 M untuk mengendapkan ion Ca2+.

Pada saat menghitung jumlah bahan yang akan digunakan ada beberapa kelompok salah dalam menghitung harga Quotion (Q) dari Ca(OH)2 ketika sejumlah tertentu larutan NaOH ditambahkan kedalam air yang mengandung ion kalsium dengan konsentrasi tertentu. Hal ini disebabkan mereka tidak mengalikan pangkat yang ada pada dua buah bilangan sehingga angka yang dihasilkan pun tidak tepat. Di sini guru memberikan koreksi pada setiap kelompok bagaimana cara menentukan besarnya harga Q reaksi.

Setelah guru memberikan koreksi kepada setiap kelompok, masing-masing kelompok mengeluhkan bahwa volume NaOH yang digunakan tidak akan membentuk endapan Ca(OH)2. Di sini guru menjelaskan kepada siswa bahwa selain diminta memprediksikan pengendapan, mereka pun membuktikan bahwa pengendapan tidak akan terjadi jika Q< Ksp meskipun senyawa yang terbentuk adalah senyawa yang sukar larut. Setelah siswa selesai menentukan jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan digunakan untuk penyelesaian masalah, siswa diminta mengujikan hipotesis yang mereka buat kedalam suatu

(8)

penyelidikan berupa kegiatan praktikum. Variasi hipotesis yang dikemukakan siswa ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Variasi Hipotesis dan Prosedur Percobaan Pembuktian Hipotesis

Kelompok Hipotesis Prosedur Percobaan

Pembuktian Hipotesis Kelompok 1 Penambahan 75 mL Na2CO3

akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 75 mL NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp • Siswa menentukan jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan ditambahkan • Siswa mengitung harga Q dari Na2CO3 dan NaOH • Siswa membandingkan harga Q dan Ksp dari Na2CO3 dan NaOH • Siswa melakukan

percobaan untuk membuktikan

hipotesis yang mereka buat

Kelompok 2 Penambahan 75 mL Na2CO3 akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 75 mL NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp

Kelompok 3 Penambahan 75 mL Na2CO3 akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 75 mL NaOH akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp

Kelompok 4 Penambahan 25 ml Na2CO3 akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 25 ml NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp

Kelompok 5 Penambahan 100 ml Na2CO3 akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 100 ml NaOH akan mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp

(9)

Lanjutan Tabel 4.2

Variasi Hipotesis dan Prosedur Percobaan Pembuktian Hipotesis

Kelompok Hipotesis Prosedur Percobaan

Pembuktian Hipotesis

Kelompok 6 Penambahan 40 ml

Na2CO3 akan

mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 40 ml NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp • Siswa menentukan jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan ditambahkan • Siswa mengitung harga Q dari Na2CO3 dan NaOH • Siswa membandingkan harga Q dan Ksp dari Na2CO3 dan NaOH • Siswa melakukan

percobaan untuk membuktikan

hipotesis yang mereka buat

Kelompok 7 Penambahan 50 mL

Na2CO3 akan

mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 50 mL NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp

Kelopmpok 8 Penambahan 50 mL

Na2CO3 akan

mengendapkan ion kalsium karena Q>Ksp dan 50 mL NaOH tidak akan mengendapkan ion kalsium karena Q<Ksp

Sebelum kegiatan praktikum dilakukan siswa diminta menentukan prosedur percobaan (LKS) meliputi tujuan percobaan, landasan teori, alat dan bahan, langkah kerja, dan table pengamatan. Pada saat membuat prosedur percobaan, siswa mengalami kesulitan dalam menentukan alat dan bahan yang akan digunakan serta menyusun langkah kerja yang akan dilakukan. Untuk memudahkan siswa, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa pada langkah kerja beserta alat dan bahan yang diperlukan.

(10)

Pada pembuatan langkah kerja hampir seluruh kelompok menuliskannya dengan tepat yaitu air yang mengandung ion Ca2+ ditambahkan sejumlah volume larutan Na2CO3 dan NaOH sehingga ion Ca2+ tersebut akan mengendap. Endapan tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan air hasil saringan kemudian diuji kembali dengan menggunakan air sabun untuk mengetahui apakah ion Ca2+ pada air sudah menghilang atau berkurang dengan membandingkan banyaknya busa sabun pada air yang mengandung ion Ca2+. Setelah siswa selesai membuat rencana percobaan, pada tahap selanjutnya siswa melakukan kegiatan praktikum

Sebelum melakukan praktikum, setiap kelompok terlebih dahulu menyerahkan prosedur percobaan (LKS) yang telah mereka buat kepada guru sebagai persyaratan untuk memulai praktikum. Sebelum memulai kegiatan praktikum, siswa diminta mengambil alat-alat praktikum yang akan digunakan. Banyak siswa yang masih bingung mengambil alat-alat yang akan digunakan, misalnya siswa masih bingung membedakan tabung reaksi dan gelas ukur. Pada kegiatan ini siswa secara berkelompok melakukan praktikum, menuliskan hasil pengamatan dari penyelidikannya, dan melakukan analisis dari hasil praktikum yang telah dilakukan. Setelah praktikum selesai, data yang diperoleh dari hasil praktikum dicatat untuk dianalisis dalam pembahasan. Selama kegiatan praktikum berlangsung siswa banyak berdiskusi mengenai percobaan yang dilakukan, namun ada juga siswa yang diam saja tidak membantu kelompok dalam penyelidikan. Adapun salah seorang siswa yang bertanya kepada guru tentang percobaan yang sedang dilakukan karena tidak mengerti.

(11)

Setelah semua kelompok selesai melakukan praktikum, kemudian siswa membereskan alat-alat praktikum yang telah digunakan. Siswa kembali duduk berdasarkan kelompoknya masing-masing, kemudian guru menugaskan siswa untuk membuat laporan dalam bentuk poster yang bagus dan menarik sekaligus membagikan media yang digunakan untuk membuat poster yaitu berupa kertas karton yang berwarna sama yaitu biru. Poster yang dibuat oleh masing-masing kelompok dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.

d. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Pengembangan dan Penyajian Hasil Penyelidikan

Tahap pengembangan dan penyajian hasil penyelidikan merupakan tahap dimana siswa mempresentasikan hasil percobaanya yang telah dilakukan sebelumnya di depan kelas. Kelompok yang telah siap dengan hasil karyanya mempresentasikan hasil percobaannya di depan kelompok lainnya. Dalam kegiatan ini, siswa cukup aktif bertanya kepada kelompok yang mempresentasikan hasil percobaannya. Ada pula siswa yang diam saja memperhatikan jalannya tanya jawab, selain itu masih ada siswa yang mengobrol ketika sesi tanya jawab berlangsung. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa, diantaranya:

1. Apakah hubungan dari kelarutan, Ksp, dan reaksi pengendapan dalam menyelesaikan masalah ini?

2. Mengapa hasil yang diperoleh bisa berbeda padahal volume larutan Na2CO3 dan NaOH yang digunakan untuk pengendapan ion Ca2+ pada air sama?

(12)

3. Mengapa busa pada air yang mengandung ion Ca2+ busanya lebih sedikit dibandingkan air yang tidak mengandung Ca2+?Apa yang menyebabkan hal tersebut?

Diskusi pun semakin lebih hidup, karena tiap kelompok ada yang memberi tanggapan, jawaban, bahkan kritikan sehingga adu argumen pun terjadi. Namun, ada juga siswa yang hanya diam dan tidak berpendapat. Dari hasil presentasi dan diskusi tersebut muncul suatu kesimpulan dari siswa bahwa untuk mengendapkan ion Ca2+ dapat menggunakan Na2CO3 dan NaOH dan jumlah zat yang ditambahkan harus memenuhi syarat pengendapan yaitu Qc > Ksp karena jika tidak memenuhi syarat tersebut meskipun senyawa yang dihasilkan adalah senyawa yang sukar larut maka senyawa tersebut tidak akan terbentuk. Selain itu, siswa menyimpulkan untuk mengetahui syarat pengendapan tersebut harus diketahui harga Ksp dari garam kalsiumnya. Setelah siswa menyimpulkan pembelajaran. guru memberi koreksi dan penguatan terhadap materi yang sedang dipelajari. Pada saat penguatan materi guru bertanya kepada siswa bahan yang lebih efektif mengendapkan ion Ca2+ pada air. Siswa pun menjawab Na2CO3 yang lebih efektif mengendapkan ion Ca2+ pada air karena garam CaCO3 yang terbentuk memiliki kelarutan yang lebih kecil dibandingkan garam Ca(OH)2 jika menggunakan NaOH. Guru pun menjelaskan bahwa dengan pengendapan sebenarnya tidak semua ion Ca2+ mengendap, jadi jika dalam skala industri dan rumah sebaiknya menggunakan zeolit atau resin penukar ion.

(13)

e. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Menganalisis dan Mengevaluasi Hasil Pemecahan Masalah

Pada tahap menganalisis hasil pemecahan masalah, siswa benar-benar diarahkan untuk untuk melihat kesesuaian hipotesisnya, apakah diterima atau ditolak, sehingga terjadi keterkaitan antara apa yang dipelajari dengan masalah yang diangkat yang kemudian diselidiki solusinya. Pada tahap ini, ada beberapa kelompok yang hipotesisnya tidak sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilakukan. Namun, tidak sedikit kelompok yang hipotesisnya sesuai dengan hasil praktikum. Tahap selanjutnya yaitu adalah mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Tahap mengevaluasi proses ini disebut juga tahap refleksi, pada tahap ini mencoba melihat atau mereview kembali apa yang telah dilakukan oleh siswa dari awal pembelajaran dan memaknai tujuan dari tahap-tahap pembelajaran yang telah dilakukan.

Untuk mengetahui penguasaan konsep siswa mengenai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan penguasaan konsep siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan model PBL dilakukan evaluasi hasil pemecahan masalah. Evaluasi ini diisi dengan pemberian postes yang berisi soal-soal kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam bentuk pilihan ganda beralasan. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dari nilai penguasaan konsep siswa saja, tetapi juga dengan menilai keterampilan proses siswa yang meliputi pembuatan prosedur percobaan (LKS) dan pembuatan hasil penyelidikan siswa yang berupa poster.

(14)

B. Penguasaan Konsep

1. Penguasaan Konsep Keseluruhan Siswa

Penguasaan konsep siswa secara keseluruhan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan melalui pembelajaran menggunakan model PBL ditunjukan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Pretes-Postes Keseluruhan Siswa

Berdasarkan data Tabel 4.3 terlihat bahwa nilai rata-rata pretes siswa adalah 29,26 % dengan rentang skor dari 0 sampai 14. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal atau sebelum pembelajaran tergolong kategori kurang dengan sebaran sebagian kecil siswa menguasai konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, sedangkan berdasarkan hasil postes terhadap jumlah dan subjek yang sama, nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 74,07 % dengan rentang skor dari 5 sampai 24. Hal ini menunjukkan bahwa setelah pembelajaran tergolong kategori baik dengan sebaran sebagian besar siswa telah menguasai konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penggolongan kategori tersebut berdasarkan skala kategori kemampuan menurut Arikunto (2003) yang dituangkan pada Tabel 3.8.

Parameter Rata-rata Pretes 29,26% Postes 74,07% Gain 44,81% N-Gain 0,63 Skor Terendah Pretes 0 Postes 5 Skor Tertinggi Pretes 14 Postes 24

(15)

29,26 74,07 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pretes Postes N il a i R a ta -r a ta ( % )

Dari perbandingan skor rata-rata pretes dan postes tersebut diperoleh nilai gain rata-rata sebesar 44,81 % yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan hampir separuh siswa mengalami peningkatan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Harga N-Gain rata-rata sebesar 0,63 menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep siswa tergolong ke dalam peningkatan yang sedang sesuai dengan tafsiran peningkatan N-Gain menurut Hake (1998). Peningkatan hasil belajar tersebut ditunjukkan oleh perbandingannilai pretes dan nilai postes yang diperoleh siswa. Hasil pretes dan postes yang diperoleh siswa secara keseluruhan digambarkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Perbandingan Nilai Rata-rata Pretes dan Postes Keseluruhan Siswa

b. Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Indikator

 Indikator pembelajaran (konsep) yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah menuliskan ungkapan Ksp senyawa garam atau basa yang sukar larut, menentukan kelarutan suatu senyawa garam atau basa yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya, menentukan urutan kelarutan senyawa

(16)

garam atau basa berdasarkan harga Ksp, dan memprediksi terjadinya endapan atau tidak berdasarkan harga Q dan Ksp. Indikator pembelajaran tersebut tertuang dalam tes tertulis sebagaimana pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kisi-kisi Indikator Pembelajaran dalam Tes Tertulis

No. Indikator Pembelajaran Nomor Soal

1 Menuliskan ungkapan Ksp senyawa garam atau

basa yang sukar larut 1, 2

2 Menentukan kelarutan suatu senyawa garam atau basa yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya

3, 4 3 Menentukan urutan kelarutan senyawa garam

atau basa berdasarkan harga Ksp

5, 6 4 Memprediksi terjadinya endapan atau tidak

berdasarkan harga Q dan Ksp

7, 8

Penguasaan konsep siswa pada setiap indikator pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. melalui pembelajaran menggunakan model PBL ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perbandingan Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-Gain pada Setiap Indikator Indikator Nomor Soal Nilai Rata-rata Pretes (%) Nilai Rata-rata Postes (%) N-Gain Indikator 1 1,2 51,48 87,41 0,36 Indikator 2 3,4 38,52 80,74 0,42 Indikator 3 5,6 22,59 75,19 0,53 Indikator 4 7,8 8,89 54,07 0,45

Berdasarkan Tabel 4.5 ditunjukkan bahwa nilai rata-rata pretes siswa untuk indikator 1 adalah sebesar 51,48 %, untuk indikator 2 sebesar 38,52 %,

(17)

untuk indikator 3 sebesar 22,59 %, dan untuk indikator 4 sebesar 8,89%. Hal ini menujukkan bahwa pada awal atau sebelum pembelajaran PBL menurut Arikunto (2003) yang ditungakan pada Tabel 3.8, untuk penguasaan konsep siswa pada indikator 1 berada pada tingkat pemahaman yang cukup, sedangkan untuk penguasaan konsep siswa untuk indikator 2 dan 3 berada pada pada tingkat pemahaman yang kurang, dan untuk penguasaan konsep siswa untuk indikator 4 berada pada tingkat pemahaman yang sangat kurang,

Sementara dari data hasil postes berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata postes untuk indikator 1 sebesar 87,41%, nilai rata-rata postes untuk indikator 2 sebesar 80,74%, nilai rata-rata postes untuk indikator 3 sebesar 75,19%, dan untuk indikator 4 nilai rata-rata postesnya sebesar 54,07 %. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya pembelajaran PBL kemampuan penguasaan konsep pada indikator 1, 2, 3, dan 4 mengalami peningkatan. Berdasarkan kriteria peningkatan kemampuan menurut Arikunto (2003) yang dituangkan pada Tabel 3.8, menerangkan bahwa untuk penguasaan konsep siswa pada indikator 1 dikategorikan sangat baik, sedangkan untuk pengusaan konsep siswa pada indikator 2 dan 3 dikategorikan baik, dan untuk penguasaan konsep siswa pada indikator 4 dikategorikan cukup.

Dari Tabel 4.4 diperoleh harga N-Gain dari setiap indikator, diperoleh data bahwa untuk indikator 1 sebesar 0,36, untuk indikator 2 sebesar 0,42, untuk indikator 3 sebesar 0,53, dan untuk indikator 4 sebesar 0,45. Menurut tafsiran peningkatan N-Gain (Hake,1998), menerangkan bahwa peningkatan penguasaan konsep siswa pada setiap indikator 1, 2, 3, dan 4 setelah pembelajaran PBL

(18)

51,48 38,52 22,59 8,89 87,41 80,74 54,07 75,19 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4

N il ai R at a-ra ta ( % ) Pretes Postes

tergolong dalam peningkatan sedang. Perbandingan hasil pretes dan postes untuk setiap indikator ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Perbandingan Skor Tes Awal dan Tes Akhir untuk Setiap Indikator

3. Keterampilan Merencanakan Percobaan

Penilaian dari keterampilan merencanakan percobaan harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Kriteria Merencanakan Percobaan

No. Kriteria Merencanakan Percobaan % Jumlah Kelompok

1 Memberi judul 75

2 Menentukan tujuan percobaan 75

3 Menentukan landasan teori 50

4 Menentukan alat yang digunakan 100 5 Menentukan bahan yang digunakan 100

6 Menyusun langkah kerja 100

7 Menentukan data/fakta yang akan di amati

75

Berdasarkan Tabel 4.6, ditunjukkan bahwa sebagian (50 %) kelompok memenuhi aspek 3. Sebagian besar (75 %) kelompok memenuhi aspek 1, 2, dan 7, dan seluruh (100%) kelompok memenuhi aspek 4, 5, dan 6. Jadi jika

(19)

75 75 50 100 100 100 75 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7

Kriteria Merencanakan Percobaan

(% ) R at a-ra ta J u m la h K el o m p o k

dikategorikan berdasarkan kategori kemampuan, dengan jumlah % rata-rata seluruh kelompok sebesar 82,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh kelompok berada pada tingkat kemampuan sangat baik.Jika digambarkan ke dalam grafik maka kriteria merencanakan percobaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Sebaran Kelompok pada Setiap Aspek Keterampilan Merencanakan Percobaan

c. Keterampilan Mengkomunikasikan Percobaan

Penilaian terhadap keterampilan mengkomunikasikan percobaan dapat dilihat dari poster yang telah dibuat oleh siswa. Pembuatan poster ditugaskan kepada siswa sebagai bentuk dari laporan praktikum yang selanjutnya akan presentasikan di depan kelas. Aspek penilaian kriteria poster terdiri dari penilaian dari aspek fisik dan penilaian dari aspek isi .

1. Aspek Fisik

(20)

100 0 100 100 50 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5

Kriteria Aspek Fisik Poster

(% ) R at a-ra ta J u m la h K el o m p o k

Tabel 4.7. Kriteria Aspek Fisik Poster

No. Kriteria Poster % Jumlah

Kelompok 1 2 3 4 5 Aspek Fisik

Menggunakan kombinasi warna

Menggunakan skema/bagan daripada teks

Menyertakan gambar yang berhubungan dengan percobaan

Lay out poster dihias dan dibuat menarik

Proporsional ukuran poster dengan ukuran tulisan/gambar 100 0 100 100 50

Berdasarkan data pada Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa pada aspek fisik (kriteria 1-5), terlihat tidak terdapat (0 %) kelompok yang memenuhi kriteria 2, sebagian kelompok memenuhi kriteria 5, dan seluruh (100 %) kelompok memenuhi kriteria. Jika digambarkan ke dalam grafik maka kriteria merencanakan percobaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini .

(21)

100 100 100 75 100 75 62,5 0 20 40 60 80 100 120 6 7 8 9 10 11 12

Kriteria Aspek isi Poster

(% ) R at a-ra ta J u m la h K el o m p o k 2. Aspek Isi

Penilaian kriteria poster dari aspek isi dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Kriteria Aspek Isi Poster

No. Kriteria Poster % Jumlah

Kelompok 6 7 8 9 10 11 12 Aspek Isi:

Mencantumkan judul percobaan Mencantumkan tujuan percobaan Mencantumkan dasar teori

Mencantumkan prosedur percobaan Mencantumkan hasil percobaan Mencantumkan pembahasan Mencantumkan kesimpulan 100 100 100 75 100 75 62,5

Berdasarkan data pada Tabel 4.7, menunjukkan bahwa pada aspek isi (kriteria 6-12), dapat dilihat sebagian besar ( 75 %, 75 %, dan 62,5 %) kelompok memenuhi kriteria 9,11,dan 12 dan seluruh (100 %) kelompok memenuhi kriteria 6, 7, 8, dan 10. Jika digambarkan ke dalam grafik maka kriteria aspek isi poster ersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(22)

B. Pembahasan

1. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)

a. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Orientasi Siswa

Tahap orientasi siswa adalah tahap dimana siswa diberikan suatu masalah yang disajikan dengan bentuk artikel. Sebelum siswa diberikan masalah, siswa terlebih dahulu mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Sebagian siswa sudah tidak asing lagi dengan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru, namun sebagian lagi menganggap pembelajaran yang guru lakukan merupakan pembelajaran baru. Hal tersebut terlihat dari angket respon siswa dimana hampir sebagian siswa menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan merupakan pembelajaran baru dan sisanya menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan guru bukan merupakan pembelajaran baru. Setelah guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan kemudian guru memberikan apersepsi tentang materi kelarutan dan motivasi berupa demonstrasi sebelum pembelajaran dimulai. Selanjutnya, guru memberikan masalah berupa sebuah artikel mengenai bagaimana cara membantu masyarakat di daerah Padalarang mengendapkan ion Ca2+ yang ada pada air tanah mereka yang menyebabkan kesadahan?

Permasalahan yang diangkat dalam model PBL merupakan masalah yang berhubungan dengan konteks dunia nyata agar siswa dapat termotivasi untuk belajar. Jika melihat permasalahan dalam artikel, masalah yang diangkat sangat

(23)

dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan karakteristik masalah yang diungkapkan Savery dan Duffy (1995) yang mengemukakan bahwa masalah yang diangkat merupakan permasalahan harus sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari dan masalah itu nyata ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. Siswa merasa tertarik jika konsep yang akan dipelajari diawali dengan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan menimbulkan semangat untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelusuran angket di mana sebagian besar siswa (73,3 %) memiliki respon positif terhadap pernyataan bahwa pembelajaran yang bersifat kontekstual atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari membuat siswa menjadi termotivasi untuk lebih aktif dalam pembelajaran.

b. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Mengorganisasikan Siswa

Pada tahap mengorganisasikan siswa, guru mulai membagi siswa kedalam 8 kelompok. Dalam setiap kelompok masing-masing siswa memiliki kemampuan yang heterogen dalam segi akademik. Pembagian kelompok ini berdasarkan nilai hasil Ulangan Tengah Semester (UTS) siswa. Dari hasil penelusuran angket, terlihat bahwa hampir sebagian besar siswa menyukai pembelajaran dalam bentuk kelompok dengan kondisi anggota kelompok yang heterogen dalam segi akademik. Pembagian kelompok ini bertujuan agar dapat membantu siswa dalam mempelajari materi yang diajarkan. Selain itu, dapat melatih siswa bagaimana bekerjasama, menjelaskan atau berbicara, dan melihat alternatif atau hipotesis

(24)

yang terkait dengan masalah yang sedang dihadapi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Tarhan dan Acar (2007) yang mengungkapkan bahwa bekerja kelompok dengan teman sebaya, mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial mereka seperti bertanggungjawab, mendengarkan, berbicara, bekerja sama, memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, dan mendorong pengujian ide-ide terhadap berbagai pandangan alternatif dan konteks. Setelah pembagian kelompok selesai, siswa secara berkelompok mulai berdiskusi mencari cara penyelesaian masalah yang ada pada artikel. Dalam diskusi kelompok, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri konsep-konsep yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang diajukan di awal. Hal ini sesuai dengan konsep belajar penemuan, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep dan fakta tentang fenomena ilmiah (Rustaman, 2005). Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa menggali konsep yang ada pada dirinya sambil membaca buku-buku yang dibawanya serta dari buku dan literatur yang disediakan oleh guru.

Pada saat diskusi kelompok guru meminta siswa membuat pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan digunakan sebagai jawaban pemecahan masalah. Selama diskusi tidak sedikit kelompok membutuhkan bimbingan guru dalam menentukan pertanyaan-pertanyaan yang harus mereka tulis. Setelah diarahkan oleh guru, sedikit demi sedikit siswa sudah mulai paham akan tugasnya yaitu dengan menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus dicari sehingga mereka berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing untuk mencari permasalahan yang lain jika ada dan mencari penyelesaiannya melalui sebuah

(25)

praktikum. Sebelum melakukan praktikum, masing-masing kelompok diberi tugas untuk membuat prosedur percobaan (LKS) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dari hasil penelusuran angket dan wawancara terlihat bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pembuatan prosedur percobaan (LKS) sendiri karena dapat menambah pengetahuan mereka dan mengajak mereka untuk berfikir. Namun, sebagian kecil siswa memiliki respon negatif karena belum terbiasa membuat prosedur percobaan (LKS) sendiri.

c. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Membimbing Penyelidikan Individu maupun Kelompok

Pada tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, siswa telah menyiapkan prosedur percobaan yang telah dibuat sebelumnya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Prosedur percobaan itu sebelumnya telah dikonsultasikan kepada guru sebelum diujicobakan dalam kegiatan praktikum. Konsultasi dilakukan di luar jam pelajaran dengan rentang waktu selama 3 hari. Selama kegiatan konsultasi berbagai cara bermunculan dari pemikiran siswa untuk mengendapkan ion Ca2+ pada air diantaranya ada yang mengajukan dengan cara pemanasan saja, ada yang mengajukan dengan zeolit, resin penukar ion, dan ada yang mengajukan dengan pengendapan menggunakan bahan kimia. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Duch (1995) bahwa masalah dalam PBL harus membuka semua kemungkinan, tidak terbatas untuk satu jawaban. Namun dalam masalah ini guru mengarahkan siswa menggunaan cara pengendapan menggunakan bahan kimia, agar siswa mendapatkan konsep

(26)

yang akan dipelajarinya. Bahan yang digunakan untuk penyelidikan adalah Na2CO3 dan NaOH dengan konsentrasi tertentu.

Guru meminta setiap kelompok untuk berhipotesis berapa jumlah volume Na2CO3 dan NaOH yang akan digunakan agar ion Ca2+ yang ada pada air tanah itu mengendap. Pada saat menentukan jumlah volume kedua bahan, guru meminta jumlah volume kedua bahan tersebut sama. Beragamnya jumlah volume yang diajukan oleh setiap kelompok menandakan bahwa setiap kelompok memiliki cara pandang yang berbeda-beda menyelesaikan masalah tersebut. Untuk kelompok yang menggunakan 100 mL dan 75 mL, mereka beralasan semakin banyak volume yang ditambahkan semakin banyak pula ion Ca2+ yang mengendap dalam air sehingga kesadahan air berkurang cukup banyak. Untuk kelompok yang menggunakan 50 mL dan 25 mL menganggap bahwa dengan volume yang sedikit tersebut sudah dapat mengendapkan ion Ca2+. Alasan ini muncul dikarenakan dibenak siswa hanya muncul bagaimana agar ion Ca2+ dalam air mengendap dan tidak berfikir apakah volume yang ditambahkannya dapat mengilangkan kesadahan dalam air. Dalam perhitungan memprediksi terjadinya endapan atau tidak dengan jumlah volume yang akan ditambahkan, siswa mengalami kesulitan dan ada beberapa kelompok yang salah dalam menghitungnya. Di sini peran guru sangat penting dalam memberikan pengarahan dan koreksi pada setiap kelompok. Untuk mengatasi hal ini guru mengarahkan sampai siswa menemukan hipotesis yang tepat sehingga konsep yang diterima oleh siswa tidak salah.

Pada kegiatan diskusi kelompok di luar kelas dari hasil pengamatan. tidak semua siswa ikut berpartisipasi dalam pencarian solusi bagi masalah yang

(27)

disajikan. Hal ini dikarenakan kebiasaan siswa yang selalu mengandalkan teman satu kelompoknya yang lebih pintar atau rajin. Sebaiknya untuk mengatasi hal ini, baik guru maupun ketua kelompok memberikan sanksi pada anggota kelompoknya yang tidak hadir waktu kerja kelompok. Hal ini diperkuat oleh pendapat Amir (2007) yang menyatakan bahwa kinerja dari masing-masing anggota kelompok sangat menentukan sukses tidaknya proses pembelajaran dengan model PBL .

Sebelum kegiatan percobaan dilakukan, siswa diminta membuat prosedur percobaan meliputi tujuan percobaan, landasan teori, alat dan bahan,langkah kerja dan tabel pengamatan. Saat membuat rencana percobaan siswa mengalami kesulitan dalam mentukan alat dan bahan serta langkah percobaan. Kesulitan dalam menentukan alat dan bahan serta menyusun langkah kerja (prosedur) percobaan menurut Rosbiono (dalam Damayanti, 2008) disebabkan karena diperlukan kemampuan menciptakan, memilih alat dan bahan yang tepat sesuai sasaran yang akan dituju sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dapat diuji saat siswa menentukan alat dan bahan serta langkah kerja yang akan dilakukan.

Setelah prosedur percobaan (LKS) itu disetujui oleh guru kemudian siswa secara berkelompok mulai menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan penyelidikan. Disini alat dan bahan yang digunakan disediakan oleh guru. Dalam menyiapkan alat-alat, siswa masih sulit membedakan antara tabung reaksi dan gelas ukur. Di sini guru memberikan penjelasan perbedaan antara tabung reaksi dan gelas ukur kepada siswa.

(28)

Setelah siswa menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, siswa secara berkelompok melakukan praktikum. Selama praktikum siswa mencatat data hasil praktikum dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Pada kegiatan praktikum guru hanyalah membimbing, mengarahkan dan memberi penjelasan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh siswa serta memotivasi siswa selama melakukan praktikum. Selama kegiatan praktikum berlangsung ada beberapa siswa yang mengeluhkan ada anggota kelompoknya hanya diam saja tanpa membantu sedikitpun, disini guru memotivasi siswa tersebut dan teman sekelompoknya agar bekerjasama untuk menyelesaikan percobaan tersebut. Berdasarkan hasil penelusuran wawancara, didapat informasi bahwa ada beberapa siswa yang kurang mengerti dengan materi praktikum yang dilakukan. Hal ini dikarenakan mereka tidak hadir saat kegiatan diskusi di luar kelas.

Ketika siswa telah selesai melakukan percobaan dan mendapatkan data yang mereka inginkan, kemudian siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk membuat pembahasan dari percobaan dan bertanya kepada guru apa yang masih belum mereka pahami. Bagi kelompok yang menuliskan hipotesisnya, mereka dapat menghubungkan kebenaran dari hipotesis yang mereka buat sebelumnya apakah hipotesis mereka sesuai atau tidak. Dari percobaan yang telah dilakukan tersebut, setiap kelompok memperoleh data bahwa jumlah bahan yang digunakan untuk mengendapkan ion Ca2+ pada air tanah harus sesuai dengan syarat pengendapan yaitu Q > Ksp meskipun senyawa yang terbentuk adalah senyawa yang sukar larut. Setelah kegiatan penyelidikan selesai, guru memberikan tugas

(29)

untuk membuat laporan praktikum dalam bentuk poster yang akan dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya.

d. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Pengembangan dan Penyajian Hasil Penyelidikan

Pada tahap pengembangan dan penyajian hasil penyelidikan, guru meminta siswa menyajikan hasil penelitiannya dengan pembuatan laporan. Pembuatan laporan merupakan salah satu cara mengkomunikasikan hasil percobaan. Mengkomunikasikan merupakan keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain. Keterampilan mengkomunikasikan mencakup kemampuan membuat grafik, diagram, bagan, tabel, karangan, laporan, serta memaparkan gagasan secara lisan (Firman, 2000)

Pada pembelajaran ini pembuatan laporan percobaan berupa poster hal ini bertujuan selain untuk melatih siswa mengkomunikasikan hasil penelitiannya di depan orang lain, tetapi juga siswa diajak berpikir kreatif agar laporan percobaannya menarik untuk dibaca dan dilihat oleh orang lain. Untuk membuat laporan tersebut, guru menyediakan media untuk membuat posternya yaitu sebuah karton. Ketika siswa diberi tugas membuat poster, siswa menanyakan hal-hal apa saja yang harus ditulis pada poster tersebut. Kemudian guru menjelaskan tentang bagian-bagian yang harus ditulis dalam poster.

Dari hasil penelusuran angket dan wawancara sebagian besar siswa menganggap membuat poster sangat menyenangkan, karena dengan membuat poster mereka bisa menyalurkan kreativitas mereka dalam memperindah poster sehingga poster menjadi kelihatan lebih menarik untuk dibaca oleh orang. Mereka

(30)

juga menganggap pembuatan poster lebih sederhana, menarik untuk dilihat, dan tidak terlalu monoton uraian seperti halnya makalah. Adapun kesulitan mereka saat membuat poster yaitu saat meletakkan tulisan-tulisan mereka di dalam poster yang ukuran kartonnya cukup kecil. Untuk mengatasi kesulitan tersebut ada beberapa kelompok yang menambah sendiri ukuran posternya agar tulisan-tulisan mereka bisa diletakkan dalam poster.

Kelompok yang telah siap dengan hasil karyanya mempresentasikan hasil percobaannya di depan kelompok lainnya. Setelah kelompok mempresentasikan hasil percobaannya diikuti sesi tanya jawab. Saat sesi tanya jawab, perwakilan dari masing-masing kelompok cukup aktif bertanya kepada kelompok yang presentasi. Pada saat presentasi disini guru kurang mampu mengkondisikan siswa di kelas, sehingga masih saja ada beberapa siswa yang asik mengobrol ketika siswa lainnya mempresentasikan hasil percobaannya di depan kelas. Dari hasil presentasi dan diskusi tersebut muncul suatu kesimpulan dari siswa bahwa untuk mengendapkan ion Ca2+ dapat menggunakan Na2CO3 dan NaOH dan jumlah zat yang ditambahkan harus memenuhi syarat pengendapan yaitu Qc > Ksp karena jika tidak memenuhi syarat tersebut meskipun senyawa yang dihasilkan adalah senyawa yang sukar larut maka senyawa tersebut tidak akan terbentuk. Selain itu, siswa menyimpulkan untuk mengetahui syarat pengendapan tersebut harus diketahui harga Ksp dari garam kalsiumnya.

(31)

e. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Tahap Menganalisis dan Mengevaluasi hasil Pemecahan Masalah

Pada tahap menganalisis hasil pemecahan masalah, siswa benar-benar diarahkan untuk untuk melihat kesesuaian hipotesisnya, apakah diterima atau ditolak, sehingga terjadi keterkaitan antara apa yang dipelajari dengan masalah yang diangkat yang kemudian diselidiki solusinya. Pada tahap ini, ada beberapa kelompok yang hipotesisnya tidak sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilakukan. Hal ini dikarenakan mereka salah dalam menuliskan hasil praktikumnya. Di sini kehati-hatian dalam mencatat hasil pengamatan praktikum perlu diperhatikan.

Tahap selanjutnya yaitu adalah mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Tahap mengevaluasi proses ini disebut juga tahap refleksi, pada tahap ini mencoba melihat atau mereview kembali apa yang telah dilakukan oleh siswa dari awal pembelajaran dan memaknai tujuan dari tahap-tahap pembelajaran yang telah dilakukan.

Untuk mengetahui hasil belajar siswa berupa penguasaan konsep terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dilakukan evaluasi hasil pemecahan masalah. Evaluasi ini diisi dengan pemberian postes yang berisi soal-soal kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam bentuk pilihan ganda beralasan yang bertujuan untuk mengukur penguasaan konsep siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan model PBL.

(32)

2. Penguasaan Konsep

a. Penguasaan Konsep Siswa Keseluruhan

Penguasaan konsep siswa secara keseluruhan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan menggunakan model PBL mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai N-Gain yang tergolong ke dalam kategori sedang (Hake, 1998). Nilai N-gain pada penelitian ini sebesar 0,63. Peningkatan ini terjadi karena pembelajaran yang dilakukan mempengaruhi siswa menjadi termotivasi untuk belajar. Hal ini terlihat dalam angket respon siswa terhadap pembelajaran di mana sebagian besar siswa mengaku bahwa pembelajaran yang telah dilakukan dapat membuat siswa termotivasi lagi untuk belajar. Selain itu, disebabkan materi yang disampaikan dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. Hal ini diperkuat pernyataan Blanchard (2002) (dalam Oktian, 2005) bahwa pembelajaran kontekstual dapat memotivasi siswa untuk membuat koreksi antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka sehari-hari karena format lingkungan belajar dipilih dan didesain dengan menyertakan banyak pengalaman yang berbeda bagi siswa. Faktor lain yang mungkin paling berpengaruh terhadap peningkatan tersebut yakni adanya proses penyelidikan dalam pembelajaran yang berupa percobaan dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Percobaan tersebut dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep yang dipelajari, karena konsep tersebut diperolehnya sendiri melalui percobaan yang dilakukan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rustaman, dkk (2003) yang menyatakan bahwa dengan melakukan percobaan siswa akan menjadi lebih yakin atas suatu hal daripada

(33)

hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Adapun menurut Arifin, dkk (2003) yang menyatakan bahwa melakukan percobaan dalam pembelajaran kimia merupakan metode yang menunjang kegiatan proses belajar mengajar untuk menemukan prinsip (konsep) tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan.

Dalam model pembelajaran PBL siswa harus menemukan sendiri konsep-konsep yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan. Seperti pernyataan Bruner dalam Dahar (1996) bahwa dengan belajar penemuan, pengetahuan yang diperoleh akan lebih lama diingat oleh siswa. Dengan menemukan konsep sendiri, siswa akan lebih mudah mengingat konsep tersebut dan tidak mudah melupakannya. Hal ini akan berbeda jika siswa hanya sekadar mendengarkan penjelasan guru atau hanya membaca dari buku. .

Selain dapat meningkatkan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan kelarutan juga dapat meningkatkan penguasaan konsep pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (Sriyani, 2010) dan materi penerapan Ksp pada pengendapan (Damayanti, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Sriyani tersebut, nilai N-Gain yang diperoleh, yaitu sebesar 0,6 yang menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep siswa tergolong ke dalam peningkatan yang sedang. Untuk penelitian Damayanti, nilai N-Gain yang diperoleh sebesar 0,6 dengan kategori sedang. Hal ini sejalan dengan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang mempunyai nilai N-Gain sebesar 0,63 dengan kategori yang juga sedang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

(34)

pembelajaran dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.

b. Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Indikator

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditunjukkan melalui Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa penguasaan konsep secara keseluruhan pada setiap indikator mengalami peningkatan setelah dilakukannya pembelajaran dengan model PBL. Jika dilihat dari N-Gain pada setiap indikator yang ditunjukkan pada Tabel 4.4, menurut tafsiran peningkatan N-Gain (Hake, 1998) peningkatan pada indikator 1, 2, 3, dan 4 dikategorikan peningkatan sedang.

Dari hasil perbandingan nilai pretes dan postes, terlihat bahwa peningkatan yang tertinggi terjadi pada indikator 1, sedangkan peningkatan yang terendah terjadi pada indikator 4. Indikator 1 merupakan konsep bagaimana penulisan ungkapan Ksp untuk garam atau basa yang sukar larut, dalam menguasai konsep pada indikator 1 hampir seluruh siswa menguasainya. Hal ini terlihat dari nilai postes siswa secara keseluruhan dimana siswa menguasai 87,41 % konsep dari indikator 1. Indikator 4 merupakan konsep memprediksi terjadinya endapan atau tidak berdasarkan harga Q dan Ksp, indikator 4 ini berkaitan langsung dengan rencana percobaan siswa. Rendahnya peningkatan konsep pada indikator 4 ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran guru kurang memantau jalannya diskusi pada setiap kelompok di luar jam pelajaran. Bahkan dari hasil pengamatan langsung terlihat bahwa tanggung jawab anggota kelompok pada kelompoknya kurang, terlihat banyaknya siswa yang tidak hadir saat diskusi kelompok berlangsung. Selain itu, siswa menganggap konsep memprediksi terjadinya

(35)

endapan atau tidak berdasarkan harga Q dan Ksp merupakan yang paling sulit, terlihat dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang menyebutkan pada saat merencanakan percobaan bagian yang paling sulitnya adalah bagian perhitungan memprediksi terjadinya endapan atau tidak. Disini seharusnya guru lebih memantau kegiatan diskusi dari masing-masing kelompok dan lebih memotivasi siswa untuk terlibat dalam diskusi kelompok agar siswa memperoleh konsep yang utuh pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hal ini diperkuat menurut pendapat Amir (2007) yang menyatakan bahwa meskipun dalam proses PBL mengandalkan kemandirian siswa, baik dalam diskusi, mencari sumber pembelajaran, membuat laporan, dan mempresentasikannya, PBL yang baik tetap memerlukan dukungan pendidik.

3. Keterampilan Proses Sains

a. Kemampuan Merencanakan Percobaan

Keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa berdasarkan Gambar 4.3 tampak bahwa pada aspek menentukan landasan teori hanya sebagian (50 %) kelompok. Dari seluruh kelompok yang menentukan landasan teori hanya sebagian kelompok yang menuliskannya dengan tepat. Kelompok yang mencantumkan landasan teori tersebut menuliskan tentang air sadah beserta cara penghilangannya, yang kemudian dihubungkan dengan materi reaksi pengendapan dan ada juga kelompok yang hanya menuliskan tentang air sadah saja. Bagi kelompok yang kurang tepat dan tidak menuliskan landasan teori, diluruskan kemudian ditahap diskusi di pertemuan selanjutnya.

(36)

Beda halnya pada aspek 1, 2, dan 7 yaitu keterampilan menuliskan judul, tujuan percobaan dan data/ fakta yang akan diamati dipenuhi oleh sebagian besar (75 %) kelompok. Judul percobaan (aspek 1) berkaitan dengan pokok masalah yang diangkat ketika pembelajaran. Dari seluruh kelompok yang menuliskan judul percobaan hanya beberapa kelompok yang tanggap menuliskan dengan tepat. Kelompok tersebut menuliskan cara pengendapan ion Ca2+ pada air sadah, ada juga yang menulis pengendapan ion Ca2+ pada air tanah. Sedangkan kelompok lainnya lagi tidak menuliskan judul percobaan.

Untuk aspek menentukan tujuan percobaan sama halnya pada aspek 1 (menentukan judul percobaan), dari seluruh kelompok yang menuliskan tujuan percobaan hanya sebagian besar kelompok yang tanggap menuliskan tujuan percobaan berdasarkan masalah yang diangkat. Kelompok tersebut menuliskan cara mengendapkan ion Ca2+ pada air sadah dan ada juga yang menuliskan cara mengendapkan ion Ca2+ dengan menggunakan Na2CO3 dan NaOH. Sementara sebagian kecil kelompok lagi ada yang salah menentukan tujuan percobaan dan ada pula yang tidak mencantumkan tujuan percobaan, kelompok yang salah menentukan tujuan percobaan menuliskan untuk membuktikan adanya endapan kandungan ion Ca2+ yang ada di dalam air yang menyebabkan kesadahan. Hal ini berarti kelompok tesebut belum mengerti masalah yang diangkat dalam artikel yang diberikan. Pada aspek 7 yaitu menentukan data/ fakta yang akan diamati, dari seluruh kelompok yang menuliskan data/fakta yang akan diamati hanya sebagian besar kelompok yang mampu menuliskannya dengan benar. Sementara sebagian kecil kelompok lagi tidak menuliskan data/fakta yang akan diamati. Pada

(37)

aspek menentukan alat, bahan, dan menentukan langkah kerja, seluruh kelompok (100%) memenuhi aspek ini.

Dalam merencanakan percobaan ini, para siswa membagi-bagi tugas kepada teman kelompoknya berupa mencari informasi atau data-data yang sekiranya diperlukan, kemudian tugas tersebut dikumpulkan dan didiskusikan apakah sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk menyusun rencana percobaan. Hal ini sesuai dengan Bruner (Dahar, 1989) yang menganggap bahwa belajar penemuan dapat memfasilitasi pembentukan pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya akan memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Seperti tujuan utama dari PBL adalah pembelajaran untuk memiliki kemampuan dan bukan pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan. Secara keseluruhan, keterampilan merencanakan percobaan siswa termasuk dalam kategori kemampuan sangat baik (82,1 %).

b. Kemampuan Berkomunikasi

Keterampilan siswa dalam berkomunikasi yang digali melalui pembuatan laporan hasil percobaan dalam bentuk poster setelah diterapkannya pembelajaran model PBL. Aspek penilaian kriteria poster terdiri dari penilaian dari aspek fisik dan penilaian dari aspek isi

1. Aspek Fisik

Pada Gambar 4.4 dapat dilihat aspek fisik dari poster. Pada aspek fisik, diperoleh bahwa tidak ada satu pun (0 %) kelompok yang memenuhi kriteria 2

(38)

(menggunakan skema daripada teks). Skema diharapkan meuncul salah satunya pada pembuatan prosedur percobaan. Akan tetapi, semua kelompok menuliskan prosedur percobaan dalam bentuk uraian. Berdasarkan hasil wawancara, siswa lebih mudah memahami langkah kerja dalam bentuk uraian, sehingga siswa menuliskan prosedur sesuai dengan bentuk yang mereka pahami. Semua kelompok menuliskan prosedur percobaan dalam bentuk uraian atau poin-poin.

Separuh (50 %) kelompok memenuhi kriteria 5 (membuat ukuran tulisan/gambar yang proposional). Kelompok yang tidak memenuhi kriteria ini, menggunakan tulisan baik yang diketik ataupun yang ditulis tangan dengan ukuran font 12. Padahal jika dibuat lebih besar dari ukuran font 12 masih dapat dilakukan, karena ruang kosong dalam poster masih banyak. Dalam hal ini keterbacaan tulisan dari jarak yang lebih jauh kurang dapat diperhatikan siswa.

Aspek kombinasi warna, penyertaan gambar, dan lay out poster dihias dan dibuat menarik (kriteria 1, 3, dan 4) dipenuhi oleh seluruh (100 %) kelompok. Ketiga kriteria inilah yang disukai oleh siswa. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara ke beberapa siswa yang mengatakan bahwa bagian yang paling disukai dalam membuat poster adalah ketika menghias poster, memberi warna atau memberi gambar pada poster agar lebih menarik. Dalam pembuatan poster setiap kelompok berusaha mengias poster dengan sebaik-baiknya agar kelihatan menarik dan orang yang membacanya pun tidak jenuh. Salah satu alasan digunakan poster dalam pembuatan laporan adalah agar siswa dapat menuangkan daya kreatifitas sebanyak-banyaknya dalam pembuatan laporan, tanpa menyampingkan keterampilan berkomukasi yang akan diukur Menurut hasil

(39)

penelusuran melalui angket dan wawancara, siswa setuju jika poster dapat meningkatkan kreativitas mereka, karena melalui poster siswa bisa menuangkan ide-ide kreatifnya agar poster lebih menarik dan enak untuk dibaca.

2. Aspek Isi

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat aspek isi dari poster. Pada aspek isi, diperoleh bahwa seluruh (100 %) kelompok memenuhi kriteria 6 (menuliskan judul percobaan), 7 (menuliskan tujuan percobaan), 8 (mencantumkan dasar teori), dan 10 (mencantumkan hasil percobaan). Dari hasil penelusuran poster, pada penulisan judul percobaan setiap kelompok, menuliskan beberapa judul misalnya How to reduce ion Ca2+ in hard water dan cara menghilangkan ion Ca2+ pada air sadah atau metode penghilangan ion Ca2+ pada air tanah. Judul percobaan berkaitan dengan pokok masalah yang diangkat ketika pembelajaran, sehingga penulisan judul percobaan harus sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Dari hasil penelusuran poster, penulisan judul yang ditulis oleh setiap kelompok tidak melebihi 2 baris. Hal ini sesuai ketentuan penulisan judul poster yang diungkapkan oleh Purrington (2009).

Untuk kriteria menentukan tujuan dan menuliskan landasan teori (kriteria 7 dan 8) sebelumnya sudah diukur di perencanaan percobaan. Akan tetapi ada yang menjadi catatan dari data yang dihasilkan, bahwa ada peningkatan jumlah kelompok yang menentukan tujuan dan menuliskan landasan teori. Peningkatan dari 75 % menjadi 100 % terjadi pada kriteria menentukan tujuan. Ini berarti seluruh kelompok menuliskan tujuan percobaan. Peningkatan dari 50 % menjadi 100 % terjadi pada kriteria menuliskan landasan teori. Perubahan ini menunjukan

(40)

bahwa ada pengetahuan dan keterampilan yang bertambah pada siswa, yang tadinya melakukan menjadi melakukan. Untuk kriteria mencantumkan hasil percobaan (kriteria 10) beberapa kelompok menyajikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel pengamatan dengan menyertakan foto-foto hasil percobaan. Namun, ada beberapa kelompok yang hanya menyajikan dalam bentuk tabel pengamatan saja tanpa menyertakan foto-foto hasil percobaan. Alasan kelompok yang tidak menyertakan foto-foto hasil percobaan karena mereka lupa membawa kamera. Disini, kreatifitas berfikir siswa dilatih.

Pencantuman prosedur percobaan dan pembahasan dipenuhi oleh sebagian (75 %) kelompok. Padahal dalam pembuatan posedur percobaan (LKS) seluruh kelompok telah membuat prosedur percobaan yang sistematis dan jelas. Hal ini dapat disebabkan karena siswa terburu-buru dalam pembuatan poster sehingga ada beberapa kriteria yang terlupakan. Untuk kriteria mencantumkan pembahasan, dari hasil penelusuran poster sebagian besar kelompok kurang mampu mengaitkan data yang diperoleh dengan dasar teori yang telah dibuat dan tujuan percobaan. Hal ini bisa terjadi karena siswa belum mampu untuk mengomunikasikan ide dan gagasannya. Keluasan wawasan dan kemampuan mengkorelasikan siswa dilihat dari kriteria ini.

Pembuatan kesimpulan berdasarkan data percobaan (kriteria 12) dipenuhi oleh sebagian besar (62,5 %) kelompok. Pembuatan kesimpulan yang dibuat oleh sebagian besar kelompok tidak menjawab menjawab tujuan percobaan yang dibuatnya. Dari hasil tersebut siswa belum memahami cara pembuatan

(41)

kesimpulan dengan baik dan benar. Secara keseluruhan, keterampilan berkomunikasi siswa termasuk dalam kategori kemampuan baik (80,21 %).

Kemampuan merencanakan percobaan dan kemampuan mengkomunikasikan dalam penelitian ini mempunyai kategori yang sama dengan hasil penelitian Wisudawati (2006) dan Sriyani (2010), yaitu tergolong kategori sangat baik dan baik. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran model PBL dapat mengasah kemampuan merencanakan percobaan dan kemampuan mengkomunikasikan

Gambar

Tabel 4.1.Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Menggunakan Model PBL Tahap-Tahap  Pembelajaran  Kegiatan Pembelajaran  Tahap 1  Orientasi siswa  pada masalah
Tabel 4.2 Variasi Hipotesis dan Prosedur Percobaan Pembuktian Hipotesis
Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Pretes-Postes Keseluruhan Siswa
Gambar 4.1. Perbandingan Nilai Rata-rata Pretes dan Postes Keseluruhan  Siswa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Gagne, Wager, Goal, &amp; Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

I-2 : Citra CP Prima yang sedang menurun memang membutuhkan proses atau waktu yang tidak singkat untuk mengembalikannya seperti sebelumnya tetapi saya sangat yakin bahwa

Saragih (2001) menambahkan bahwa dasar pemikiran strategi pengembangan industri berbasis pertanian adalah sebagai berikut : (1) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar, baik

Melakukan berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan (daya tahan, kekuatan).. Melakukan pengukuran berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani

Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl.. Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia

▪ 4.11 Menyusun teks lisan dan tulis, untuk menyatakan dan menanyakan tentang tindakan/kegiatan/kejadian tanpa perlu menyebutkan pelakunya dalam teks ilmiah, dengan

Dengan demikian dapat diduga bahwa ekstrak bertingkat kulit buah dan biji durian juga dapat menunjukan aktivitas yang sama terhadap bakteri Gram positif lainnya yang