BAB I PENGANTAR
Asam akrilat adalah senyawa organik dengan rumus molekul CH2CHCOOH, merupakan senyawa dengan gugus asam karboksilat. Senyawa ini
berbentuk cairan yang tidak berwarna namun memiliki bau yang sangan tajam. Asam akrilat telah diproduksi secara komersial sejak tahun 1847 melalui oksidasi akrolein dengan udara. Pada mulanya, akrolein dibuat dengan mengoksidasi propilen. Sampai saat ini, bahan baku propilen masih menjadi komoditas utama dalam pembuatan asam akrilat di dunia (Kirk-Othmer, 1979).
Oleh karena propilen adalah bahan baku yang tidak terbarukan, maka diperlukan bahan baku pengganti yang lebih ideal. Gliserol dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan akrolein dengan cara dehidrasi. Gliserol sangat melimpah di Indonesia. Harga komoditas ini juga relatif lebih murah dibanding propilen. Pertimbangan yang lebih penting lagi adalah gliserol merupakan bahan baku yang dapat diperbarukan.
Gliserol merupakan hasil samping pabrik biodiesel yang memiliki nilai guna. Karena merupakan produk samping, maka gliserol bisa diolah menjadi produk lain yang lebih bermanfaat dan nilai jualnya tinggi. Gliserol merupakan
alcohol trihidrat C3H5(OH)3 disebut juga 1,2,3-propanatriol. Dalam keadaan
murni gliserol merupakan cairan bening pada suhu ruang bersifat higroskopis, larut dengan air, namun tidak larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, karbon disulfida, dan benzen. Cairan gliserol tidak berbau namun memiliki rasa sedikit manis. Selain sebagai bahan baku pembuatan asam akrilat, gliserol juga dapat digunakan sebagai penyerap air (humektan) dan platicizer. Pada makanan, gliserol biasa digunakan sebagai pengatur kandungan air untuk mencegah kekeringan pada makanan. Kegunaan gliserol yang lainnya ialah sebagai sebagai bahan dasar sabun, resin sintetis, getah ester, obat-obatan, kosmetika, dan pasta gigi.
Asam akrilat banyak dimanfaatkan dalam bentuk polimer sebagai bahan pembuatan superabsorbent. Ester turunannya juga banyak manfaat, seperti etil
polimer berfungsi di antaranya sebagai pendispersi pigmen, promoter perekatan, atau penyedia percabangan silang sehingga untuk aplikasi komersial banyak dimanfaatkan dalam industri pelapisan kulit, pengkilap lantai (floor polisher), lapisan pelindung (protective coating), bahan perekat, dan cat (McKetta, 1977).
I. Pemilihan Proses
Ada beberapa proses dalam pembuatan asam akrilat, yaitu: 1. Proses Catalytic Oxidation
Bahan baku yang digunakan dalam proses ini adalah Propilen (C3H6). Propilen dioksidasi dengan oksigen membentuk akrolein (C3H4O)
dan air. Selanjutnya akrolein dioksidasi lebih lanjut membentuk asam akrilat (Kirk-Othmer, 1982). Reaksi yang terjadi adalah:
H2C=C2H4 + O2 → H2C=CHCHO + H2O (1-1)
H2C=CHCHO + ½O2 → H2C=CHCOOH (1-2)
Dalam prosesnya, produksi asam akrilat dengan metode ini melibatkan reaksi samping membentuk asam asetat. Dan karena oksidasi ini menggunakan bahan baku hidrokarbon, sangat sulit menghindari terbakarnya propilen membentuk flue gas berupa gas karbon dioksida dan uap air. Reaksi samping yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2C=C2H4 + 5/2O2 → CH3COOH + CO2 + H2O (1-3)
H2C=C2H4 + 9/2O2 → 3CO2 + 3H2O (1-4)
Reaksi oksidasi memerlukan katalis yang umumnya berupa campuran oksida logam seperti molibdenum, vanadium, Telurium, dan Niobium. Proses ini merupakan proses yang sudah lama dan hingga sekarang masih banyak dipilih sebagai proses pembuatan asam akrilat.
Bahan baku yang murah dan proses yang mudah menjadi alasan pelaku industri untuk tetap menggunakan proses ini. Namun bahan baku yang tidak dapat terbarukan menjadi tantangan terbesar dalam penggunaannya.
2. Proses Fermentative Route
Proses ini masih terbilang baru. Pada pengembangannya, proses ini terdiri dari 3 tahap. Awalnya gliserol dikonversikan menjadi 3-Hydroxypropionic acid (3HP) dan 1,3-Propanediol (3PDO) dengan bantuan mikroba Lactobacillus reuteri dalam keadaan anaerobik. Selanjutnya campuran dioksidasi secara aerobik menggunakan Gluconobacter oxydans membentuk 3HP. Setelah itu, hasilnya didehidrasi menggunakan TiO2 untuk kemudian menjadi asam akrilat (Dihisha dkk.,
2015).
Proses ini belum pernah digunakan secara komersial karena masih dalam tahap pengembangan. Karena melibatkan mikroba dalam proses fermentasinya, produksi dalam skala besar masih terbilang sulit. Reaksi fermentasi yang diperlukan juga terjadi lebih dari 2 tahap sehingga investasinya akan sangat besar dibanding 2 proses sebelumnya.
Proses ini memberikan yield yang rendah sehingga akan banyak komponen yang didaurulang. Akan tetapi limbah yang dihasilkan sangat sedikit sehingga proses pemisahan hasil akhir tidak terlalu sulit.
3. Proses Dehydration-Oxidation
Sama seperti proses sebelumnya, hasil antara pada proses ini berupa akrolein. Namun bahan baku yang digunakan berasal dari gliserol. Untuk membentuk akrolein dari gliserol, perlu adanya proses dehidrasi. Dehidrasi gliserol lebih dipilih pada fase gas karena yield yang diperoleh lebih besar daripada fase cair (French Patent FR695931).
Diketahui bahwa gliserol dapat terdehidarsi dengan keberadaan senyawa yang bersifat asam. Menurut Organic Synthesis I (1964), reaktor dengan katalis potassium hydrogen sulphate dan potassium sulphate pada suhu 190- 200o C di dapatkan yield akrolein 33 – 48%. Proses tersebut terjadi pada fase cair. Kelemahan dari proses ini adalah yield yang didapatkan kecil sehingga proses ini tidak cocok jika diterapkan pada skala industri. Pembuatan asam akrilat pada fase gas menurut French Patent
C. Katalis yang digunakan adalah garam yang terdiri atas 3 gugus asam untuk membentuk garam asam fosfor. Yield akrolein yang didapatkan sebesar 75 – 80%. Hasil samping yang didapatkan adalah asam asetat, asam akrilat, karbon dioksida dan asetaldehid (US Patent 814843,2008).
Pembentukan asam akrilat (C3H4O2) dari gliserol (C3H8O3) terjadi
dalam 2 tahap. Pertama, tahap dehidrasi gliserol menjadi akrolein dan kedua tahap oksidasi akrolein ke asam akrilat.
Reaksi yang terjadi adalah:
H5C3(OH)3 → H2C=CHCHO + 2H2O (1-5)
H2C=CHCHO + ½O2 → H2C=CHCOOH (1-6)
Reaksi pembentukan asam akrilat dari gliserol dapat terjadi pada fase gas dan cair, namun lebih disukai pada fase gas, karena pada fase gas dapat menggunakan berbagai macam teknologi proses, antara lain: fixed bed process, fluidizied bed process atau circulating fluidized bed process. Pada fixed process dan fliudized process, regenerasi katalis terpisah dari reaksi, sedangkan pada circulating fluidized bed katalis tersikulasi pada 2 kontainer, reaktor dan regenerator.
Kondisi eksperimental reaksi pembentukan asam akrilat dari gliserol berlangsung pada suhu 250 – 350o C dan pada tekanan 1- 5 bar. Untuk menghindari reaksi lanjutan dan terbentuknya hasil samping, maka waktu tinggal direaktor perlu dibatasi.
Gliserol terdapat dalam bentuk konsentrasi tinggi maupun larutan. Akan tetapi menguntungkan juga menggunakan gliserol dengan konsentrasi 10 – 50 % berat, dan biasanya lebih disukai pada konsentrasi 15 – 30 %. Tetapi jangan menggunakan gliserol yang terlalu encer karena akan mahal pada biaya penguapannya. Sebaiknya pada umpan rektor digunakan gliserol pada konsentrasi 40 – 100 %, lalu ditambahkan steam yang didapatkan dari recycle proses (US Patent 012353,2008)
Karena bahan baku gliserol dapat diperbarukan, proses ini sangat menjanjikan karena akan memberikan keuntungan tersendiri dan sustainable. Ketersediaan gliserol juga sangat melimpah di Indonesia.
II. Market Analysis (Penentuan Kapasitas Pabrik) Potensi Pasar yang Ada
Di Indonesia sudah terdapat pabrik asam akrilat milik perusahaan asal Jepang, PT Nippon Shokubai, dengan kapasitas produksi asam akrilat sebesar 60.000 ton/tahun. Akan tetapi sebagian besar produksinya diekspor ke luar negeri, sehingga kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi dengan cara impor dari luar negeri. Pada tahun 2013 hingga 2014, kebutuhan impor asam akrilat meningkat hingga mencapai 9.058,70 ton. Sampai pada tahun 2016, jumlah impor turun menjadi 8.327,09 ton. Kemungkinan pada tahun tersebut kebutuhan asam akrilat tidak lebih besar dibanding tahun sebelumnya atau karena kebutuhannya sudah terpenuhi dengan stok komoditas dari tahun sebelumnya. Hingga pada tahun 2017, jumlah impor kembali meningkat mencapai 9.850,83 ton. Besar kemungkinan bahwa kebutuhan asam akrilat di tahun-tahun berikutnya akan meningkat hingga mencapai di atas 10.000 ton per tahunnya mengingat pertumbuhan kebutuhan dunia sebesar 4.5%.
Asia merupakan konsumen asam akrilat terbesar seiring dengan meningkatnya industri konstruksi di negara seperti Cina, Korea Selatan dan India. Harga asam akrilat global tahun 2014 berkisar US$ 2,500.00. Melihat hal tersebut, perancangan pabrik asam akrilat memiliki prospek cukup menjanjikan, disamping untuk mengurangi impor asam akrilat dari negara lain, asam akrilat jual juga dapat diekspor untuk memenuhi permintaan pasar global yang terus meningkat.
Supply dan Demand Pasar
Pada akhir tahun 2011, konsumsi asam akrilat dunia sebesar 5,21 juta ton yang 63%-nya digunakan untuk memproduksi polimer penyerap super (SAP), cat and coating, dan perekat. Pada tahun 2012, permintaan asam akrilat mencapai 7,55 juta ton. Permintaan asam akrilat glasial (GAA) juga diperkirakan meningkat sebesar 5,4% per tahun.
Menurut Indonesian Oil Palm Research Institute, terdapat beberapa pabrik gliserol untuk bahan baku yang telah berdiri di Indonesia.
Tabel 1.1. Data Pabrik Gliserol yang telah Berdiri di Indonesia
Nama Pabrik Lokasi Kapasitas Produksi
(ton/tahun) PT. Sinar Oleochemical Int Medan 100.000
PT. Flora sawita Medan 60.000
PT. Cisadane Raya Chemical Tangerang 133.000
PT. Sumi Asih Bekasi 157.000
PT. Sayap Mas Utama Bekasi 170.000
PT. Bukit Perak Semarang 1.440
PT. Wings Surya Surabaya 3.500
PT. Unilever Indonesia Surabaya 8.450
Sedangkan beberapa pabrik asam akrilat di dunia dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Data Pabrik Asam Akrilat di Dunia
Nama Produsen Negara Asal Kapasitas (ton/tahun)
BASF SE Jerman 190.000
Dow Chemical Company Jerman 80.000
Arkema Amerika 80.000
Nippon Shokubai Jepang 780.000
Jiangsu Jurong Chemical Co., Ltd. China 365.000 Formosa Plastics Corporation Amerika (data tidak tersedia) Shanghai Huayi Acrylic Acid Co., Ltd. China 365.000 Mitsubishi Chemical Corporation Jepang 80.000
Berdasarkan uraian tersebut maka ditetapkan kapasitas prarancangan pabrik asam akrilat dari gliserol sebesar 20.000 ton/tahun. Hal ini didasarkan pada jumlah bahan baku gliserol yang tersedia serta asam akrilat yang dibutuhkan.