• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong,"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1 Pemasaran

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong, 2008:6). Sedangkan menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5) pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu aktivitas organisasi perusahaan, yang dilakukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui suatu proses pertukaran yang adil. Bagi perusahaan sendiri, tujuan perusahaan salah satunya adalah untuk mencapai laba, hal tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.

2.1.2 Manajemen Pemasaran

(2)

perusahaan baik berupa barang maupun jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu usaha. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan kegiatan perusahaan, dimana secara langsung berhubungan dengan konsumen, maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Kevin Lane yang diterjemahkan oleh Bob Sabran (2009:5) adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu perusahaan atau organisasi memilih pasar sasaran yang sesuai, yang dapat mendukung terciptanya tujuan perusahaan dan menjalin hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut.

2.1.3 Bauran Pemasaran

Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi yang disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran mempunyai peran yang sangat penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan keberhasilan pemasaran dalam memasarkan suatu produk baik barang maupun jasa yang ada di pasar.

(3)

bauran pemasaran. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan dalam komunikasinya dengan dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran.

Berikut ini merupakan variabel-variabel bauran pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2008:62) yang terdiri dari 4P, yaitu:

a. Product (produk)

Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran.

b. Price (harga)

Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk mendapatkan produk.

c. Place (tempat/saluran distribusi)

Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran .

d. Promotion (promosi)

Promosi adalah aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya..

Berikut ini definisi bauran pemasaran (marketing mix) menurut Kotler dan Amstrong (2008:62) menyatakan bahwa Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktif terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran.

(4)

mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi konsumen terhadap keputusan pembelian di pasar.

2.2 Ruang Lingkup Jasa 2.2.1 Pengertian jasa

Pemasaran pada mulanya berkembang dari penjualan produk fisik, sementara itu pertumbuhan jasa yang luar biasa mendorong timbulnya perhatian pada industri jasa. Beberapa definisi jasa menurut para pakar, menurut Phlip Kotler yang dikutip oleh Ratih Hurriyati (2010:27) jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan kepemilikan. Sedangkan menurut Valarie A. Zeithaml dan Mary Jo. Bitner yang dikutip dan dialih bahasa oleh Alma dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Manajemen Jasa (2007:243) jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud.

2.2.2 Karakteristik Jasa

Jasa memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari produk berupa barang dan berdampak pada strategi mengelola dan memasarkannya. Dalam

(5)

buku Kotler dan Amstrong (2008: 292-293), jasa memiliki karakteristik-karakteristik khusus yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan ketika merancang program pemasaran. Karateristik-karakteristik khusus jasa yaitu.

1. Tak Berwujud (Intangibility)

Tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli. Seseorang yang mengalami bedah kosmetik tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli, dan pasien di kantor psikiater tidak dapat mengetahui hasil pasti perawatannya. Perusahaan jasa dapat berusaha mendemonstrasikan kualitas jasa mereka melalui bukti fisik dan prestasi. Pemasar jasa harus dapat mentransformasikan jasa tak berwujud kedalam manfaat konkret dan pengalaman yang terdefinisi baik.

2. Tak Terpisahkan (Inserperability)

Sementara barang fisik dibuat, dimasukan dalam persediaan, didistribusikan melalui berbagai perantara, dan dikonsumsi kemudian, jasa pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. Seorang tukang cukur tidak dapat memotong rambut tanpa hadir ditempat. Jika seseorang memberikan jasa, maka penyedia menjadi bagian dari jasa itu.

3. Bervariasi (Variability)

Variabilitas jasa berarti bahwa kualitas jasa bisa sangat beragam, tergantung pada siapa yang menyediakan jasa itu dan kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu tersedia.

(6)

4. Daya Tahan (Perishability)

Jasa tidak dapat disimpan, jadi dapat musnahnya jasa bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi. Misalnya, perusahaan transportasi public harus memiliki peralatan yang jauh lebih banyak karena permintaan pada jam sibuk dan bukan untuk permintaan yang merata sepanjang hari.

2.2.3 Klasifikasi Jasa

Implikasi dari adanya berbagai macam bauran antara barang dan jasa adalah sulit menggeneralisasikan jasa tanpa melakukan pembedaan lebih lanjut. Sejauh ini telah banyak pakar yang mengemukakan skema klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri. Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok menurut Lovelock (1987) yang dikutip oleh Tjiptono dan Chandra dalam bukunya Service, Quality & Satisfication (2007:13), yaitu:

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditunjukan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, catering, jasa tabungan, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultansi manajemen). Persamaan diantar kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa, baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional sama-sama melalui proses pengambilan

(7)

keputusan, meskipun faktor-faktor determinannya berbeda. Sedangkan perbedaan utama diantara kedua segmen tersebut terletak pada alas an dan kriteria spesifik dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan.

2. Tingkat Keberwujudan

Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam: a. Rented-goods services

Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap ditangan pihak perusahaan yang menyewakannya.

Contohnya: penyewaan mobil, video games, VCD/DVD, OHP (overhead projector), computer, villa, dan apartemen.

b. Owned-goods services

Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa seperti ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya: jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan taman, pencucian pakaian (laundry & dry cleaning), dan sebagainya.

(8)

c. Non-goods services

Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contoh penyedia jasa tipe ini antara lain supir, dosen, piñata rias, baby-sitter, dan lain-lain.

3. Keterampilan Penyedia Jasa

Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa. Pertama, professional services (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan hokum, pengacara, dokter, perawat) dan kedua non professional services (seperti jasa supir taksi, tukang parker, pengantar surat).

4. Tujuan Organisasi Jasa

Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi commercial services atau profit services (misalnya jasa penerbangan, bank, penyewaan mobil, biro iklan, dan hotel) dan non-profit services (seperti sekolah, yayasan dan bantuan, panti asuhana).

5. Regulasi

Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya jasa pialang, angkutan umum, media massa, dan perbankan) dan non-regulated services (seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, kantin sekolah).

6. Tingkat Intensitas Karyawan

(9)

dikelompokan menjadi dua macam: equipment-based services (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon interlokal dan internasional, mesin ATM) dan people-based services (seperti pelatih sepak bola, satpam, akutan, konsultan hukum).

7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dikelompokan menjadi high-contact sevices (seperti universitas, bank, dokter, penata rambut) dan low-contact services (seperti bioskop, jasa PLN, jasa telekomunikasi, dan jasa layanan pos.

2.2.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa

Di masa lalu, perusahaan jasa tertinggal dibelakang perusahaan manufaktur karena perusahaan jasa itu kecil, atau merupakan bisnis professional yang tidak menggunakan pemasaran, akan tetapi saat ini perusahaan jasa sudah bersaing dengan perusahaan manufaktur. Menurut Kotler & Keller (2008:48) yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran menyatakan bahwa pemasaran jasa membutuhkan pemasaran eksternal, internal, dan interaktif yang terdiri dari tiga aspek:

1. Pemasaran Eksternal

Menggambarkan pekerjaan persiapan, penetapan harga, distribusi, dan promosi normal sebuah jasa kepada pelanggan.

2. Pemasaran Internal

(10)

pelanggan dengan baik. 3. Pemasaran Interaktif

Menggambarkan keahlian karyawan dalam melayani klien. Klien menilai jasa tidak hanya berdasarkan kualitas teknisnya.

Skema jenis pemasaran dalam industri jasa menurut Kotler dan Keller (2008:9) dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1

Tiga Jenis Pemasaran Dalam Industri Jasa Perusahaan

Karyawan Pelanggan

Sumber: Kotler & Keller (2008:49)

Industri Jasa pembersihan/pe meliharaaan Jasa keuangan/perba nkan Pemasaran internal Pemasaran eksternal Pemasaran interaktif

(11)

2.3 Kualitas Jasa

2.3.1 Pengertian Kualitas dan Kualitas Jasa

Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingakat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Apabila pelanggan merasa kualitas dari suatu produk atau jasa tidak memuaskan, maka kemungkinan besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.

Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang berkulitas tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan.

Menurut Geotsch dan Davis (1994) dalam buku karangan Tjiptono dan Chandra (2011:164) kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Philip Kotler (2007:180) kualitas adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

Jika jasa yang diterima melapaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

(12)

Menurut Wykof dalam Tjiptono (2006:59) menyatakan Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

2.3.2 Model Kualitas Jasa

Model kualitas jasa yaitu suatu model yang menyoroti kebutuhan utama untuk menghantarkan kualitas jasa yang tinggi. Parasuraman, A., et al. (1985) seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2008:147) mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Kelima gap tersebut adalah:

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen

Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. Contohnya manajemen restoran mungkin mengira para pelanggannya lebih mengutamakan rasa dari masakan yang ditawarkan oleh restoran, padahal konsumen mungkin lebih mengutamakan suasana dari restoran tersebut yang diharapkan memberi rasa nyaman tanpa mengesampingkan rasa dari masakan itu sendiri.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa

(13)

oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh, manajemen restoran meminta para pelayannya agar memberikan pelyanan secara ‘cepat’ tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melebihi batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula para karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadang kala saling bertentangan satu sama lain, misalnya pelayan restoran diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pelanggan, tetapi disisi lain mereka juga harus melayani para pelanggan lainnya dengan cepat.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya iklan suatu restoran di surat kabar menyatakan bahwa restoran tersebut memiliki suasana yang tenang layaknya di desa dengan pemandangan yang indah dan masakan yang enak dan nikmat, akan tetapi pada kenyataannya saat pelanggan datang

(14)

ke restoran tersebut, Susana restoran tersebut bising, pemandangan yang dijanjikan tidak terbukti dan rasa dari menu yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan konsumen yang telah memiliki harapan yang tinggi setelah melihat iklan tersebut.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnnya seorang pelayan restoran bisa saja terus berada didekat pelanggan yang sedang menikmati pesanannya untuk menunjukan ketanggapan bila pelanggan suatu waktu memerlukan sesuatu. Akan tetapi pelanggan menginterpretasikannya sebagai suatu perlakuan yang tidak menyenangkan karena dianggap mengganggu sehingga merasa risih untuk menikmati makanan yang dipesan dengan didampingi pelayan.

Skema berdasarkan penjelasan model kualitas jasa yang tertera diatas dapat dilihat pada Gambar 2.2

(15)

Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa KONSUMEN GAP 5 PEMASAR GAP 4 GAP 1 GAP 3 GAP 2 Sumber : Tjiptono (2008:147) Komunikasi Dari Mulut ke Mulut Kebutuhan Potensial Pengalaman Yang Lalu Jasa Yang Diharapkan Jasa Yang Dirasakan

Penyampaian Jasa Komunikasi

Eksternal

Penjabaran Spesifikasi

Persepsi Manajemen

(16)

2.3.3 Prinsip-prinsip Kualitas Jasa

Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi organisasi jasa untuk menyempurnakan kualitas, organisai bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun organisasi jasa. Keenam prinsip ini sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan.

Adapun keenam prinsip tersebut menurut Wolkins yang dikutip oleh Tjiptono dan Chandra dalam bukunya Service, Quality & Satisfication (2007:137) adalah:

1. Kepemimpinan

Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen pucak, usaha peningkatan kualitas hanya akan berdampak kecil.

2. Pendidikan

Semua karyawan perusahaan, mulai dari manjemen puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan

(17)

peranan eksekutif dalam implementasi startegi kualitas. 3. Perencanaan Strategik

Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.

4. Review

Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas.

5. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya (seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat sekitar, dan lain-lain.

6. Totlah Human Reward

Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga, dan rasa memiliki (sense of belongin) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada gilirannya berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.

(18)

2.3.4 Faktor Utama Dalam Menentukan Kualitas Jasa

Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kinerja perusahaan menyangkut beberapa faktor penentu kualitas jasa. Kualitas pelayanan jasa dalam suatu perusahaan jasa meliputi lima dimensi dimana kelima dimensi tersebut menurut Parasuraman (2010) meliputi:

1. Reliability (Keandalan)

Yaitu kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.

2. Responsiveness (Daya Tanggap)

Yaitu kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Assurance (Jaminan)

Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.

4. Empathy (Empati)

Yaitu kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus pada masing-masing pelanggan.

5. Tangible (Berwujud)

Yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan karyawan dan bahan komunikasi.

2.3.5 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk

(19)

yang bisa menyebabkan buruknya kualitas jasa. Tjiptono dan Chandra dalam bukunya Service, Quality & Satisfication (2007:175) mengemukakan beberapa faktor diantaranya:

1. Produksi dan konsumsi terjadi secara simultan

Salah satu karakteristik unik jasa adalah inserparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Hal ini kerap kali menimbulkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. Konsekuensinya, berbagai macam persoalan sehubungan dengan interaksi antara penyadia jasa dan pelanggan jasa bisa saja terjadi. Beberapa kelemahan yang mungkin ada pada karyawan jasa dan mungkin berdampak negative terhadap persepsi kualitas meliputi:

 Tidak terampil dalam melayani pelanggan.

 Cara berpakaian karyawan tidak sesuai dengan konteks.  Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan.  Bau badan karyawan mengganggu kenyamanan pelanggan.  Karyawan selalu cemberut atau pasang tampang “angker” 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi

Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhinya antara lain: upah rendah (umumnya karyawan yang melayani atau berinteraksi langsung dengan

(20)

pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling rendah dalam sebuah perusahaan), pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi, dan lain-lain.

3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai

Karyawan front-line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa. Agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan SDM). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan (empowerment), baik menyangkut karyawan front-line maupun manajer.

4. Gap komunikasi

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalin kontak dan relasi dengan pelanggan. Bila terjadi gap komunikasi, maka busa timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Gap-gap komunikasi bisa berupa:

 Penyedia jasa memberikan janji berlebihan, sehingga tidak mampu memenuhinya.

 Penyedia jasa tidak selalu menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan

(21)

prosedur/aturan, perubahan susunan barang di rak panjang pasar swalayan, dan lain-lain.

 Pesan komunikasi penyedia jasa tidak dipahami pelanggan.

 Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan dan atau saran pelanggan.

5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama

Pelanggan merupakan individu unik dengan preferensi, perasaan, dan emosi masing-masing. Dalam hal interaksi penyedia jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam (standarized services). Sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang sifatnya personal dan berbeda dengan pelanggan lain. Hal ini memunculkan tantangan bagi penyedia jasa dalam hal kemampuan memahami kebutuhan spesifik pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka terima.

6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan

Disatu sisi, mengintroduksi jasa baru atau menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan pertumbuhan peluang bisnis dan menghindari terjadinya layanan yang buruk. Disisi lain, bila terlampau banyak jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapat belum tentu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan tumbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga bisa bingung membedakan

(22)

variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya.

7. Visi bisnis jangka pendek

Visi jangaka pendek (misalnya, orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya sebesar-besarnya, peningkatan produktivitas tahunan, penghematan sebesar-besarnya, dan lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan sebuah bank untuk menekan biaya dengan cara menutup sebagian kantor cabangnya akan mengurangi akses bagi para nasabahnya, yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan persepsi negatif terhadap kualitas jasa bank bersangkutan.

2.4 Kepuasan Konsumen

2.4.1 Pengertian Kepuasan Konsuen

Pelanggan dalam menggunakan jasa tertentu akan menghasilkan kepuasan tertentu. Dari service performance (pelayanan yang diberikan) tidak mungkin selalu sama (sesuai) dengan consumer expectation (harapan pelanggan).

Masalah kepuasan merupakan masalah yang sifatnya subyektif, karna kepuasan seseorang belum tentu sama dengan kepuasan yang dirasakan orang lain, walaupun jasa yang diberikannya mempunyai kualitas yang sama, karena itu kepuasan ini sangat sulit diukur secara kuantitatif.

(23)

kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan.

Menurut Umar (2010:50) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya. Konsumen yang merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa tertentu akan sangat besar kemungkinannya untuk menjadi konsumen dalam waktu yang lama.

Ada kesamaan di antara beberapa definisi diatas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.

2.4.2 Strategi Kepuasan Pelanggan

Strategi kepuasan pelanggan membuat para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Kepuasan konsumen merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Menurut Tjiptono (2008:40) ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu:

(24)

1. Strategi Relationship Marketing

Yaitu dimana transaksi penukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain dijalin satu kemitraan dengan pelanggan secara terus menerus, yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat business). Akan tetapi, dampak kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan dan pembelian ulang berbeda-beda untuk setiap perusahaan. Pelanggan yang loyal belum tentu berarti mereka puas, sebaliknya pelanggan yang puas cenderung untuk menjadi pelanggan yang loyal. Sebagai salah satu varian dari relationship marketing ini adalah Frequency Marketing, yaitu usaha untuk mengidentifikasi, memelihara, dan meningkatkan hasil dari pelanggan terbaik (best customers), melalui hubungan jangka panjang yang interaktif dan bernilai tambah.

2. Strategi Superior Customer Service

Yaitu menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior. Oleh karna itu, seringkali (tetapi tidak harus) perusahaan yang menawarkan customer service yang lebih baik akan membebankan harga yang lebih tinggi pada produk-produknya. Akan tetapi biasanya mereka akan memperoleh manfaat besar dari pelayanan yang lebih baik tersebut, yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang

(25)

cepat dan besarnya laba (gain) yang diperoleh. 3. Strategi Unconditional Guarantees

Strategi ini berinitikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Fungsi utama garansi adalah untuk mengurangi resiko pelanggan sebelum dan sesudah pembelian barang atau jasa, sekaligus memaksa perusahaan bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan. Garansi dapat dalam dua bentuk, yaitu:

a. Garansi internal, yaitu janji yang dibuat oleh suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya, yakni pemroses lebih lanjut dan setiap orang dalam perusahaan yang sama yang memanfaatkan hasi/jasa dari departemen tersebut.

b. Garansi eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan kepada pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang membeli dan menggunakan produk perusahaan.

4. Strategi Penanganan Keluhuan yang Efisien

Penaganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seseorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau bahkan menjadi ‘pelanggan abadi’).

(26)

5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan

Yaitu meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, public relations, kepada pihak manajemen dan karyawan, memasukan unsur kemampuasn untuk memuaskan pelanggan kedalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowerment yang lebih besar kepada karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

6. Menerapkan Quality Function Deployment (QFD)

Yaitu praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD merupakan konsep yang pertama kali dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang luas di negara-negara lain.

2.4.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler, et al. yang dikutip oleh Tjiptono (2008:34) ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan yaitu :

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada konsumen (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para konsumennya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa

(27)

digunakan meliputi kotak saran yang diletakan ditempat-tempat strategis (yang mudah diisi langsung maupun yang bisa dikirim via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines) dan lain-lain. Informasi yang dapat diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan sehingga memungkinkannya untuk memberikan respon secara tepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul.

2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)

Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan dan bersikap sebagai konsumen/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut itu para ghost shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan konsumen dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para kosumennya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya melakukan penilaian (misalnya, dengan cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan), karena bila hal ini terjadi, perilaku mereka akan sangat ‘manis’ dan penilaian akan menjadi bias.

(28)

3. Lost Customer Analysis

Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para konsumennya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penlitian mengenai kepuasan konsumen dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson,1992). Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatiannya kepada konsumen.

2.4.4 Faktor-faktor Timbulnya Ketidakpuasan Pelanggan

Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman belanja di masa lampau, opini teman atau kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Amstrong) yang dikutip Tjiptono (2006:150). Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks.

(29)

berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya, hal ini ditunjukan pelanggan setalah terjadi proses pembelian. Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukan besarnya kemungkinan untuk membeli kembali produk yang sama. Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada orang lain.

Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang merasa tidak puas. Pelanggan yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara ekstrim bahkan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan.

Tentu banyak sebab-sebab timbulnya ketidakpuasan tersebut, menurut Buchari Alma (2004:286) munculnya rasa tidak puas terhadap sesuatu antara lain:

1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan.

2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan. 3. Perilaku personil kurang memuaskan.

4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang

5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga tidak sesuai.

6. Promosi/iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kemyataan.

2.5 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Konsumen

Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa jasa adalah tidak nyata (intangible) dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, diraba, didengar atau diperbaharui sebelum dibeli. Dengan demikian konsumen akan mencari tanda/bukti dari kualitas

(30)

jasa (pelayanan) tersebut melalui orang lain, peralatan, dan harga yang mereka lihat. Dalam pembedaan antara pelayanan pembelian dengan jasa sukar dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan jasa-jasa tertentu (missal: toko TV) dan sebaliknya pembelian suatu jasa seringkali melihatkan barang-barang yang menyertainya (missal: restoran atau café).

Sudah menjadi tugas para penyedia jasa untuk “membuktikan” atau “menyatakan yang tidak nyata” sesuatu yang dapat memberikan bukti fisik dan citra dari penawaran abstrak mereka sehingga konsumen dapat merasakan jasa-jasa (pelayanan) yang diberikan perusahaan untuk kemudian dievaluasi oleh konsumen, apakah jasa tersebut sesuai dengan yag diharapkan, melebihi harapan mereka, ataukah berada dibawah harapan mereka.

Menurut Kotler-Keller (2008:66) salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan.

Pada saat proses konsumsi jasa terjadi, konsumen akan melakukan proses evaluasi pelayanan dalam hubungan dengan apa yang mereka cari dan harapkan, dengan apa yang mereka terima sehingga akhirnya mereka bersedia untuk membayarnya. Selama proses tersebut berlangsung, konsumen akan mengamati kemampuan perusahaan dalam memperhatikan dan menangani masalah-masalah mereka dan cara-cara perusahaan memberikan pelayanan di mana konsumen akan memperoleh kualitas

(31)

teknis dan fungsional yang dapat diterima oleh mereka. Apabila konsumen merasa puas, maka mereka akan melakukan konsumsi yang baru atau pemakaian jasa yang lebih besar lagi sehingga hubungan dengan konsumen yang bertahan lama dalam jangka panjang akan tercapai, di mana pada gilirannya kepuasan konsumen dapat mencapai kesetiaan/loyalitas pelanggan kepada perusahaan.

Akan tetapi apabila konsumen merasa tidak puas terhadap pelayanan yang ada, maka konsumen tersebut akan meninggalkan perusahaan untuk mencari dan mencoba jasa dari perusahaan lain dan kemudian membandingkannya atau mereka benar-benar pergi meniggalkan perusahaan dan tidak ingin kembali lagi. Sesuatu hal yang penting disini adalah jika para konsumen melepaskan diri karena mereka merasa tidak puas, maka mereka bisa jadi menyebarkan image buruk yang beredar dari mulut ke mulut tentang perusahaan dan lambat laun hal tersebut dapat merusak keberadaan suatu perusahaan (café). Oleh karena itu, kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen.

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian pada tahun 2013 penelitian yang dilakukan oleh M. Iqbal Tawakal dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Studi kasus pada Layanan Listrik Prabayar di PT. PLN Area Bandung”. Hasil penelitiannya menunjukan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 11,79 dan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,633 hal ini menunjukan bahwa nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari pada nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Ini berarti terdapat hubungan yang positif

(32)

antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen.

2. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yulia Muhairim (2014) dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Bandung Giri Gahana Golf & Resort”. Hasil penelitiannya menunjukan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (8,358>1,660), maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima, artinya kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.

3. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rizal Gunawan S pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Pencucian Mobil Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Clean 8 Bandung”. Hasil penelitiannya menunjukan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 20,20 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,663. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, yaitu jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan demikian jika kualitas pelayanan jasa baik, maka kepuasan konsumen pada Clean 8 meningkat.

Gambar

Gambar 2.2  Model Kualitas Jasa  KONSUMEN  GAP 5  PEMASAR    GAP 4  GAP 1  GAP 3  GAP 2  Sumber : Tjiptono (2008:147) Komunikasi  Dari Mulut ke Mulut  Kebutuhan Potensial  Pengalaman Yang Lalu Jasa Yang Diharapkan Jasa Yang Dirasakan

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Sebelum melakukan suatu investasi dalam suatu sekuritas, para investor perlu mengetahui prospek dari sebuah perusahaan.Untuk menilai prospek dari sebuah perusahaan, cara yang

Laju konstan diukur dalam kondisi pada suhu tunggal dan itu sesuai dalam rangkaian terkait erat seperti ini menganggap bahwa mekanisme yang sama yang beroperasi di seluruh dan yang ΔS

Bila dihadapkan pada data sekunder tentang masalah klinik, laboratorik, dan epidemiologik penyakit sistem special senses , mahasiswa tahap II yang telah menjalani

Data yang digunakan dalam penentuan persamaan regresi yang digunakan untuk menentukan waktu perawatan berupa gradien dari variabel yang berpengaruh. Hasil perhitungan yang

Agar penyeleksian karyawan dapat dilakukan dengan lebih efisien serta menghindari subyektifitas keputusan yang dihasilkan, diperlukan suatu Sistem Penunjang Keputusan

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga proposal tugas akhir dengan judul “Analisa Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Pada

Peningkatan ini juga membuktikan bahwa ingatan siswa tentang konsep-konsep ataupun pengetahuannya yang sudah pernah didapat tetap ada dalam ingatannya (tidak mudah