• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PERDATA. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kuliah. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) Dosen Pengampu: Dwi Nur Fauziah A, S.H, M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM PERDATA. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kuliah. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) Dosen Pengampu: Dwi Nur Fauziah A, S.H, M."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERDATA

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kuliah Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dosen Pengampu: Dwi Nur Fauziah A, S.H, M.H

Disusun oleh:

Agung Saputra : 1574201051 Andi Barata : 1574201033 Siti Mahrifah Yunani : 1574201049 M. Rizky Eka Putra : 1574201055 Fitriyana Sihotang : 1574201075 Adzhari J : 1274201086

Kelas : A.1.1

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2015

(2)

DAFTAR ISI

Hal Daftar Isi ……… i Bab I Pendahuluan……….. 1 1. Latar belakang ……….…….. 1 2. Rumusan masalah ……….. 2 3. Tujuan ……….... 2 Bab II Pembahasan……….. 3

1. Sejarah perkembangan hukum perdata Indonesia ……….………... 3

2. Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata …….….………. 6

2.1. Hukum Perorangan ……….... 6

2.2. Hukum Keluarga ………... 6

2.3. Hukum Kekayaan ……….. 8

2.4. Sistematika Hukum Perdata ……….. 7

3. Contoh masalah Hukum Perdata di Indonesia ...………... 11

Bab III Kesimpulan………... 15

3.1 Simpulan ……….. 15

3.2 Saran ……… 15

Daftar Pustaka ……… 16

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Sumber pokok Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah kitab Undang-Undang Hukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), disingkat KUHS (B.W.).

KUHS sebagian besar adalah hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon Tahun 1811 – 1838, akibat pendudukan Perancis di Belanda, berlaku di Negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunannya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa Perancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga unsur-unsur Hukum Kanoniek (Hukum Agama Katholik) dan hukum kebiasaan setempat yang mempengaruhinya.

Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi, tidak dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah Code de Commerce.

Setelah pendudukan Perancis berakhir, oleh pemerintah Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar “Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum Belanda kuno.

Meskipun penyusunan tersebut sudah selesai sebelumnya (5 Juli 1830) tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada Tahun itu dikeluarkan :

1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil)

2. Wetboek van Koophandel (KUH Dagang)

Berdasarkan asas konkordinasi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropah di Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada 1 Mei 1848 di Indonesia.

(4)

2.

Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Apa itu Hukum Perdata dan Sejarah perkembangan Hukum Perdata di Indonesia? 2. Bagaimana pembagian dan sistematika Hukum Perdata di Indonesia?

3. Contoh masalah Hukum Perdata di Indonesia.

3.

Tujuan Rumusan Masalah

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Hukum Perdata dan sejarah perkembangan Hukum Perdata di Indonesia 2. Pembagian dan sistematika Hukum Perdata di Indonesia.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

1.

Sejarah perkembangan Hukum Perdata di Indonesia

Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.). KUHS itu terdiri atas 4 buku, yaitu:

1. Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;

2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;

3. Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu;

4. Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Liwat Waktu (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

(6)

Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu:

1. Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain: a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum;

b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.

2. Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:

a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri;

b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua – Ouderlijke macht);

c. Perwalian (Voogdij); d. Pengampunan (Curatele).

3. Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hubungan Harta Kekayaan meliputi:

a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;

b. Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.

4. Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia(mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).

Hukum perdata di Indonesia bersumber dari:

1. Undang-undang. Ini adalah sumber sangat penting dari hukum perdata di Indonesia, yang antara lain terdiri dari:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sebagai sumber utama). b. Berbagai Undang-Undang lainnya, seperti:

(7)

1. Undang-Undang pokok Agraria. 2. Undang-Undang Perkawinan. 3. Undang-Undang Hak Tanggungan. 4. Undang-Undang Tenaga Kerja.

c. Berbagai peraturan perundang-undangan yang tingkatannya dibawah Undang-Undang, seperti:

1. Hukum Adat 2. Hukum Islam

3. Hukum Agama lain selain Islam. 4. Yurisprudensi.

5. Perjanjian yang dibuat antara para pihak. 6. Doktrin

7. Traktat (Khususnya yang berkenaan dengan perdata Internasional).

Hukum Perdata atau B.W Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum Perdata atau B.W Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia maka KUHP di Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hinda-Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia-Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan B.W Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oelh Mr. C.J Scholten Van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia-Belanda (Hoggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam ini tidak berhasil, sehingga tahun 1836

(8)

ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem.

Pada tanggal 31 Oktober 1837, Mr. C.J. Scholten Van Ould Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A Van Vloten dan Mr. Meyer yang masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhinya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem lagi, tetapi anggotanta diganti yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. Van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHP Indonesia maka KUHP Belanda banyak menjiwai KUHP Indonesia karena, KUHP Belanda dicontoh untuk

kodifikasi KUHP Indonesia. Adapun B.W Hinda Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada

tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan melalui staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 mei 1848.

Setelah Indonesia merdeka, maka B.W Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku. Hal tersebut berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen yang berbunyi “segala badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Atau Pasal 1 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: “segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang ini”. Oleh karena itu, B.W Hindia Belnda ini disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia.

2.

Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata

Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Adapun pembagian lingkup Hukum Perdata sebagai berikut:

2.1.1 Hukum Perorangan

Hukum perkataan “orang” atau “person” berarti pembawa hak, yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut subyek hukum yang terdiri dari:

(9)

1. Manusia (naturlijke persoon), 2. Badan hokum (rechtspersoon).

Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum) ialah mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Hal itu diatur dalam KUHS pasal 2 ayat 1: “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, apabila kepentingan si anak menghendakinya. Dengan demikian seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya sudah dijamin untuk emndapat warisan jika ayahnya meninggal dunia. Selanjutnya pasal 2 ayat 2 KUHS menyatakan, bahwa apabila ia dilahirkan mati, maka ia dianggap tidak pernah ada. Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hokum dengan cara:

a. Didirikan dengan Akte Notaris.

b. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat.

c. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasarnya kepada Menteri Kehakiman. d. Diumumkan dalam berita Negara.

1.2.Hukum Keluarga

Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup kekeluargaan. Termasuk hukum keluarga antara lain adalah:

1. Kekuasaan orang tua (Ouderlijke macht: KUHS Pasal 198). Setiap anak wajib hormat dan patuh kepada orang tuanya, sebaliknya orang tua wajib memelihara dan member bimbingan anak-anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kekuasaan orang tua ini berlaku selama ayah dan ibunya masih hidup dalam perkawinan; mereka mempunyai hak menikmati hasil harta benda anak-anaknya. Kekuasaan orang tua itu berhenti apabila;

a. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21 tahun). b. Perkawinan orang tua putus.

(10)

d. Pembebasan dari kekuasaan orang tua, misalnya kelakuan si anak luar biasa sekali nakalnya hingga orang tuanya tidak berdaya lagi.

2. Perwalian (Voogdij; KUHS Pasal 331). Anak yaitm piatu atau anak-anak yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua memerlukan pemeliharaan dan bimbingan dan oleh karena itu harus ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulan-perkumpulan yang akan menyelengarakan keperluan-keperluan hidup anak tersebut. Wali ditetapkan oleh hakim atau dapat pula karena wasiat orang tua sebelum meninggal.

3. Pengampunan (Curatele; KUHS Pasal 433). Orang yang telah dewasa akan tetapi (1) sakit ingatan (2) pemboros (3) lemah daya (4) tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk diluar batas atau mengganggu keamanan, ememrlukan pengampunan. Oleh sebab itu diperlukan adanya Pengampu (Kurator); yang biasanya suami jadi pengampu atas istrinya atau sebaliknya, akan tetapi mungkin juga Hakim mengangkat orang lain atau perkumpulan-perkumpulan sedangkan sebagai Pengampu Pengawas ialah Balai Harta Peninggalan.

4. Hukum Perkawinan (KUHS Pasal 26). Hukum perkawinan ialah peraturan hukum yang mengatur perbuatan hukum serta akibat antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang. Syarat yang pokok yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perkawinan menurut Hukum Perdata Barat antara lain:

1. Pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin. 2. Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun.

3. Dilakukan dimuka Pegawai Catatan Sippil (Burgerlijke Stand). 4. Tidak ada pertalian darah yang terlarang.

5. Dengan kemauan yang bebas dan sebagainya. Adapun hak dan kewajiban suami istri yaitu:

1. Kekuasaan marital dari suami. 2. Wajib nafkah.

(11)

3. Istri mengikuti kewarganegaraan suaminya.

4. Istri mengikuti tempat tinggal (domisili) suaminya.

5. Istri menjadi tidak cakap bertindak dalam segala perbuatan. 5. Hukum Perceraian

Perceraian adalah perpisahan (putusnya) hubungan suami-istri yang sah yang dilakukan oleh seorang suami kepada istri, atau pengajuan istri kepada suami untuk dilaksanakan perceraian melalui Kantor Urusan Agama (KUA).

a. Cerai Gugat

Yaitu cerai yang diajukan oleh penggugat (istri) kepada suami, karena beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi oleh sang suami pada sang istri, kemudian sang istri menuntutnya dan sang suami tidak mampu untuk melakukannya. Maka sang istri boleh mengajukan gugatan. Atau perkara lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau sang suami pergi tak kembali. Cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh penggugat di pengadilan agama tempat tinggal penggugat, Perceraian tipe ini masih jarang terjadi, karena kebanyakan istri tidak cukup berani untuk melakukan gugatan pada sang suami, dan istri cenderung pasrah menerima suaminya apa adanya.

b. Cerai talak

Cerai talak yaitu perceraian yang diajukan oleh suami pada istri. Kasus ini terjadi karena beberapa hal, seperti sang istri tidak bisa memuaskan jasmani suami, istri tidak menuruti suami hingga dalam hal baik, atau bias juga karena perselingkuhan yang dilakukan oleh istri. Banyak hal yang menyebabkan perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Karena normalnya manusia seperti apapun yang dia punya masih merasa kurang, punya satu ingin dua, punya dua ingin tiga dan seterusnya. Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan, sama halnya dengen perkawinan. Jika ada perkawinan, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian, perpisahan dan sejenisnya yang merusak ikatan suami istri.

2.1.3 Hukum Kekayaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hokum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlaj dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya

(12)

berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat yaitu:

- Hak seorang pengarang atas karangannya

- Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.

2.2.3 Sistematika Hukum Perdata

Sistem hukum Eropa Kontinental yang sering disebut sebagai “Civil Law” ini merupakan suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Sebenarnya, sistem hukum ini semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI sebelum masehi. Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan seperti: Jerman, Belanda, Prancis, dan Italia. Dan hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini, termasuk Indonesia. Dalam penerapannya, sistem hukum Eropa Kontinental ini memiliki kelebihan dan kelemahan seperti:

Kelebihan:

1. Sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi, sehingga ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHP yang sudah dikodifikasikan tersebut.

2. Prinsisp utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Komtinental itu adalah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistemik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.” Prinsip dasar ini dianut karena ingin mencapai tujuan hukum yaitu ”kepastian hukum.” Sehingga kepastiam hukum di sistem hukum Eropa Kontinental ini sangat diperhatikan dan dijamin.

(13)

3. Sumber hukum yang digunakan adalah undang-undang. Undang-undang ini dibentuk oleh kekuasaan legislatif yang disahkan eksekutif. Sehingga, ada kerja sama yang baik antar pemegang kekuasaan dalam pembentukan undang-undang.

4. Adanya penggolongan sistem hukum Eropa Kontinental dalam 2 bidang, yaitu hukum privat dan hukum publik. Sehingga lebih mudah untuk menyelesaikan sebuah perkara. Jika perkara antara masyarakat dan negara maka termasuk hukum publik. Dan jika pertentangan antar individu di masyarakat, maka termasuk dalam bidang hukum privat. 5. Adanya pembuatan undang-undang baru yang menyesuaikan perkembangan masyarakat.

Suatu contoh adalh undang-undang tipikor (tindak pidana korupsi) di Indonesia. Dengan adanya undang-undang yang baru akan lebih memudahkan penyelesaian perkara yang bersangkutan.

6. Penyelesaian sebuah perkara akan selalu berpegang teguh pada undang-undang. Sehingga putusan-putusan diharapkan bersifat obyektif.

Kelemahan:

1. Sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis, menyesuaikan perkembangan masyarakat

2. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja. Sehingga dalam penyelesaian perkara yang sama di lain waktu, seorang hakim harus menetapkan dan menafsirkan perundang-undaangan kembali.

Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunnya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin, sedangkan sistematika berdasarlam ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan

(14)

siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin-cari harta/nafkah – hidup/mati (terjadi pewarisan). Berlakunya Hukum Perdata artinya diterima untuk dilakasanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan Undang-Undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan Hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjahui larang yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak. Akibat Berlakunya Hukum Perdata. Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum

3.

Contoh Masalah Hukum Perdata di Indonesia

Banyak diantara kita yang belum bisa membedakan mana kasus hukum perdata dengan kasus hukum pidana. Itu disebabkan karena memang di beberapa kasus terdapat kerancuan sehingga sulit bagi orang awam untuk membedakan mana kasus hukum perdata dan kasus pidana. Hukum perdata adalah ketentuan yan mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu- individu dalam masyarakat. Hukum perdata disebut juga sebagai hukum privat atau hukum sipil.

Adapun beberapa kasus mengenai sengketa atau masalah Hukum Perdata di Indonesia sebagai berikut:

1. Kasus sengketa tanah di Meruya

Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan

(15)

berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra. Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum.

Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra. Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional.

Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman. Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secara emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi sosial yang dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.

Adanya kasus penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap

(16)

mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang. Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;

1. Azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.

2. Azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.

3. Azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.

Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra. Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT. Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa

(17)

mempertimbangkan kelengkapan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan tanah semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga pemerintahan.

2. Kasus sengketa warisan

Seorang ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika ia kelak meninggal dunia tentunya akan menulis sebuah surat wasiat. Namun ketika ayah tersebut telah meninggal, di kemudian hari terjadi perselisihan diantara anak-anaknya sehingga dalam penyelesaiannya menggunakan hukum perdata.

(18)

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.). KUHS. Hukum Perdata atau B.W Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum Perdata atau B.W Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Adapun pembagian lingkup Hukum Perdata yaitu Hukum Perorangan & Hukum Keluarga. Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Berlakunya Hukum Perdata artinya diterima untuk dilakasanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan Undang-Undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan Hakim. Contoh kasus Hukum Perdata yaitu mengenai ahli waris, sengketa tanah, hak asuh anak dan lainnya.

2. Saran

Saran dari tim penyusun adalah semoga setelah melihat, membaca, dan mempelajari makalah ini kita semua dapat mengerti dan menjahui tindakan-tindakan dengan hukum yang berlaku, khusunya hukum yang ada di negara kita Indonesia. Penyusun juga berharap semoga masyarakat di Indonesia mengetahui apa saja yang termasuk lingkup kasus atau bagian dan

(19)

akibat apabila terlibat di dalam kasus Hukum Perdata. Penyusun juga berharap Pemerintah bias mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai Hukum Perdata.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Yahya, M. 2005. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Hidayah, Yayah. 2015. Contoh Kasus Perdata Sengketa Tanah Di Meruya. http://www. academia.edu/contoh_kasus_perdata_sengketa_tanah_di_meruya. Diunduh tanggal 09 Desember 2015.

Kansil, C.S.T. SH. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pyonk,Pyonk. 2015. Perbedaan Hukum Perdata dan Hukum. http://pyonk2pyonk.blogspot.co.id 2013/03/perbedaan-hukum-perdata-dan-hukum.html, Diunduh tanggal 08 Desember 2015.

Soeroso, R. 1992. Perbandingan Hukum Perdata. Bandung: Sinar Grafika.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

A number of studies have documented the efficacy of conventional treatment approaches such as pharmacotherapy, cognitive behavioral therapy (CBT) and exercise on managing

Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kurs Rp/US$ sebelum kenaikan BBM 1 Oktober 2005 dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober 20051. Nilai kurs

Laporan manual yang digunakan biasanya adalah dengan menggunakan buku atau kertas kerja, dengan menggunakan aplikasi sistem informasi pemantauan jajanan anak sekolah

5 Kontribusi Gaya Berpikir Terhadap Gaya Pemecahan Masalah Pada Usia!.

Berdasarkan data dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Perkebunan (BPSBTP) diketahui bahwa selama 2008-2013 potensi bibit yang dapat disediakan oleh penangkar

Pelaksanaan pembelajaran Aswaja pada kelas Intensive telah dilakukan pendidik sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat. pada tahap

Penggunaannya yang sangat besar dan sifat bahan bakar fosil sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga sangat dibutuhkan sekali untuk mengantikan bahan bakar

Penelitian ini berdasarkan lokasi sumber datanya termasuk kategori penelitian lapangan, dan ditinjau dari segi sifat-sifat data termasuk dalam penelitian kualitatif,