• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERNAAN RUMPUT SIGNAL (Brachiaria decumbens) YANG DITANAM DINAUNGAN PERKEBUNAN PISANG PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KECERNAAN RUMPUT SIGNAL (Brachiaria decumbens) YANG DITANAM DINAUNGAN PERKEBUNAN PISANG PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN RUMPUT SIGNAL (Brachiaria decumbens)

YANG DITANAM DINAUNGAN PERKEBUNAN PISANG

PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN

(Digestibility of Signalgrass (Brachiaria decumbens) Planted Under Banana

Plantation at Various Maturity Stages)

MANSYUR,H.DJUNED,N.P.INDRANI,ANA.R.TARMIDI danT.DHALIKA

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang km 21, Jatinangor 40600

ABSTRACT

The aim of this study was to investigate maturity of grass on dry and organic matter digestibility of signalgrass planted under banana plantation. The study used a completely randomized design with four kind of treatments. The treatments were harvesting times, namely 30 days, 40 days, 50 days, and 60 days after trimming. Variables were dry and organic matters digestibility of signalgrass planted under banana plantation. The Data were analyzed with analysis of variance. The mean was compared using Duncan Multiple Range Test. Dry matter and organic matter digestibility of signalgrass forage decreased as maturity increased. Highest dry matter and organic matter digestibility resulted from forage harvested at 30 day after trimming i.e: 44.61% and 46.01%, respectively. Higher dry matter digestibility production was from signalgras harvested at 40 day after trimming i.e. 186.62 kg/ha/harvest.

Key Words: Digestibility, Signalgrass, Banana Plantation, Maturity

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tingkat kedewasaan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput signal yang ditanam dibawah naungan perkebunan pisang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat macam perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah waktu pemanenan, yaitu 30 hari, 40 hari, 50 hari, dan 60 hari setelah penyeragaman. Peubah yang diamati meliputi kecernaan bahan kering dan bahan organik, dan jumlah produksi bahan kering tercerna. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian. Perbedaan diantara perlakuan dibandingkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecernaan bahan kering dan organik dari berbagai umur pemotongan dari hijauan rumput signal, dan tingkat kecernaan yang tertinggi ditunjukkan oleh umur pemotongan 30 hari, yaitu 44,61 dan 46,01% untuk kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik, berturut-turut. Jumlah produksi bahan kering tercerna tertinggi ditunjukkan oleh umur pemotongan 40 hari, yaitu 186,62 kg/ha/panen.

Kata Kunci: Kecernaan, Rumput Signal, Perkebunan Pisang, Kedewasaan

PENDAHULUAN

Pada saat tekanan yang sangat tinggi terhadap kebutuhan lahan, maka usaha optimalisasi penggunaan lahan merupakan langkah yang sangat efektif untuk meningkatkan produktivitas lahan. Selain itu, untuk membuat suatu sistem pertanian dapat berkelanjutan memadukan berbagai subsektor yang ada dalam pertanian sebagai suatu usaha yang terintegratif merupakan salah satu jawaban. Menurut DELGADO et al., (1999)

salah satu teknologi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak dengan melakukan sistem pertanian campuran atau integrasi ternak dengan tanaman. Potensi pemanfaatan integrasi ternak pada perkebunan sebenarnya dapat berupa a) memanfaatkan lahan diantara tanaman perkebunan untuk penamanan tanaman pakan atau untuk penggembalaan b) pemanfaatan limbah tanaman ataupun limbah dari pabrik (DIRJEN BINA PRODUKSI PERKEBUNAN, 2004).

(2)

Sistem integrasi ternak-tanaman yang memungkinkan untuk dikembangkan di daerah Jawa Barat adalah integrasi ternak domba dengan perkebunan pisang rakyat, dimana lahan diantara tanaman pisang dapat ditanami hijauan pakan, dan limbah tanaman pisang dapat digunakan untuk sumber hijauan. Penelitian MANSYUR dan TIDI DHALIKA (2005) menunjukkan bahwa terdapat beberapa spesies tanaman pakan yang mampu hidup dibawah nuangan kebun pisang, dengan mengandalkan vegetasi alami yang hidup di kebun pisang sebagai sumber pakan ternak dimungkinkan untuk dapat dikembangkan ternak 1,62 satuan ternak atau setara dengan 11,3 ekor domba dewasa untuk setiap hektar kebun pisang. Selanjutnya, penelitian tersebut melaporkan bahwa dibawah naungan kebun pisang dapat tumbuh beberapa rumput unggul seperti Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput Signal (Brachiaria decumbens). Hal ini menandakan bahwa rumput-rumput tersebut dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan tersebut. Selanjutnya, MANSYUR et al. (2007a) melaporkan bahwa di bawah naungan kebun pisang dapat ditanami oleh beberapa rumput unggul seperti Rumput Gajah (P. purpureum) dan rumput Signal (B. decumbens), rumput Koronovia (B. humidicola), dan rumput Setaria (Setaria sphacelata). Rumput-rumput tersebut dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan dibawah naungan pisang dan dapat meningkatkan ketersediaan hijauan dengan kualitas yang lebih baik.

Pada ruminansia, produktivitas ternak yang tinggi harus didukung oleh kualitas hijauan yang baik. Pada peternakan tradisonal jarang atau bahkan tidak pernah rumput dipotong pada tingkat kualitas yang baik, karena mereka memotongnya sesuai dengan kebutuhan. Pada rerumputan perenial, kecernaan dan konsumsi hijauan menurun sangat cepat sejalan dengan umur tanaman. CHERNEY et al. (1993) melaporkan bahwa pengelolaan rumput perenial untuk mendapatkan hijauan yang berkualitas baik lebih susah dibandingkan dengan pengelolaan legum yang berkualitas. Salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi penggunaan dan kualitas hijauan adalah umur tanaman (ARTINGTON dan BROWN, 2005). Kualitas tanaman dapat dilihat dengan melihat kecernaan dari hijauan

tersebut. Kecernaan bahan kering (in vitro) merupakan alat untuk memperdiksi terbaik kecernaan in vivo (MARTEN dan BARNES, 1980). Rumput Signal merupakan salah satu rumput perenial dan dapat tumbuh dengan baik di bawah naungan tanaman pisang.

Oleh karena itu, penelitianini bertujuan untuk mengetahui kualitas hijauan ditinjau dari kecernan bahan kering dan bahan organik rumput Signal (B. decumbens) yang ditanam dibawah naungan perkebunan pisang dengan berbagai interval pemotongan yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini telah dilakukan di kebun pisang yang terdapat di Dusun Legor Desa Cijeruk Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat 800 meter diatas permukaan laut, dan mempunyai curah hujan tahun rata-rata sebanyak 2400 mm, dengan bulan basah (curah hujan diatas 100 mm) selama 10 bulan (September – Juni), dan bulan kering antara Juli dan Agustus. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2005 – Juni 2006.

Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan dari penelitian ini adalah umur pemotongan dari rumput Signal yang ditanam dibawah naungan perkebunan pisang, yang terdiri atas umur pemotongan 30 hari (p1), umur pemotongan 40 hari (p2), umur pemotongan 50 hari (p3), dan umur pemotongan 60 hari (p4).

Bahan tanam dari rumput Signal berasal dari sobekan rumpun. Jarak tanam rumput adalah 50 cm x 50 cm. Rumput ditanam sebagai tanaman sela di bawah naungan perkebunan. Jarak tanam antar tanaman pisang adalah 2,5 m x 4 m. Setiap rumpun tanaman pisang mempunyai 3 buah pohon, dengan berbagai umur untuk menjaga kontinuitas produksi pisang, anakan pisang yang tidak dikehendaki dibuang. Persiapan dan pengolahan lahan dimulai bulan Desember 2005, dan penanaman rumput signal dilakukan bulan Januari 2006, tanaman rumput dibiarkan tumbuh selama 2 bulan untuk memperkuat perakaran, setelah itu dilakukan penyeragaman, dan selanjutnya rumput dipotong berdasarkan perlakuan interval pemotongan.

(3)

Pada setiap pemanenan, rumput ditimbang untuk mengetahui produksi segarnya, Pada setiap unit perlakuan dipilih secara acak untuk ditentukan proporsi hijauan, kandungan bahan kering dan analisis kualitas hijauan. Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 65oC selama 72 jam. Untuk menentukan kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunkan TILLEY dan TERRY (1963). Untuk menentukkan jumlah bahan kering dapat tercerna diperoleh dari tingkat kecernaan dikalikan dengan produksi bahan kering hijauan. Data yang diperoleh dianalisis dengan prosedur analisis varian. Untuk melihat perbedaan diantara rataan perlakuan ditentukan dengan menggunakan uji Jarak Berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan bahan kering dan bahan organik dari rumput signal

Kecernaan bahan kering dan bahan organik dari rumput Signal dapat dilihat pada Gambar 1. Kecernaan bahan kering tertinggi diperlihatkan oleh umur pemotongan 30 hari, dan kecernaan terendah diperlihatkan oleh umur pemotongan 60 hari setelah penyeragaman. Pada kecernaan bahan organik juga mempunyai kecenderungan yang sama. Kecernaan bahan

kering dan bahan organik menurun sejalan dengan meningkatnya umur pemotongan.

Hasil analisis ragam menunjukkan terlihat ada pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) umur pemotongan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput signal. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering rumput umur panen 30 hari tidak berbeda nyata dengan kecernaan rumput umur pemotongan 40 hari, dan berbeda nyata dengan umur pemotongan sama umur pemotonngan 50 hari dan 60 hari, dan keduanya tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk kecernaan bahan organik menunjukkan umur pemotongan 30 hari berbeda dengan umur pemotongan lainnya, dan umur pemotongan 50 hari dengan umur pemotongan 60 hari menunjukkan tidak ada perbedaan.

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilaporkan oleh MANSYUR et al. (2005) dan KAMALAK et al. (2005) kecernaan bahan kering menurun sejalan dengan meningkatnya umur pemotongan. Begitu pula pada kecernaan bahan organik, kecernaannya menurun sejalan dengan meningkatnya umur pemotongan, sama seperti yang dilaporkan oleh MANSYUR et al (2005), dan ARTINGTON dan BROWN (2005).

Penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik ini mempunyai hubungan yang jelas dengan terjadinya peningkatan kandungan fraksi serat (NDF, neutral detergen fiber, dan ADF, acid detergen fiber) (WILSON et al.,

Gambar 1. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro) rumput Signal pada berbagai umur pemotongan 44,02 41,62 35,5 34,47 46,013 41,973 34,468 32,795 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 30 40 50 60

Umur panen (hari)

K ece rn aa n (%) KcBK KcBO

(4)

1991) dan meningkatnya proses lignifikasi, dan menurunnya perbandingan daun dan batang (HIDES et al, 1983) sejalan dengan meningkatnya kedewasaan tanaman. Bahwa lignifikasi merupakan penghalang utama bagi kecernaan hijauan dalam sel tanaman (JUNG dan DEETZ, 1993). Kandungan NDF dan ADF, dan Lignin pada rumput signal meningkat dengan nyata seiring dengan umur pemotongan (MANSYUR, et al, 2007b) dan begitupun pada imbangan antara daun dan batang pada rumput signal terjadi penurunan yang sangat nyata (MANSYUR, et al. 2007c).

Perubahan dalam rasio daun dan batang akan merubah komposisi kimia hijauan, daun mempunyai kandungan bahan makanan yang lebih mudah dicerna dibandingkan dengan bagian batang. Bagian batang merupakan bagian penunjang stuktural tanaman, sehingga mempunyai kandungan lignin yang lebih banyak. Pada saat awal pertumbuhan bahwa seluruh bagian tanaman, batang dan daun, mempunyai kecernaan yang cukup tinggi, tetapi sering dengan perpanjangan batang dan pembentukan bunga terjadi penurunan kecernaan bagian batang yang lebih cepat dibandingkan dengan bagian daun (TERRY dan TILLEY, 1964). Penurunan kecernaan ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kecernaan fraksi serat dengan cepat selama terjadinya perpanjangan bagian batang tanaman (SIMON dan PARK, 1985).

Prakiraan jumlah bahan kering dapat dicerna

Produksi bahan kering rumput meningkat dengan meningkatnya umur pemanenan. Produksi tertinggi dicapai pada saat umur pemotongan 60 hari, yaitu 524,86 kg BK/ha/ panen. Walaupun begitu hasil analisis menunjukkan bahwa produksi bahan kering umur pemotongan 60 hari tidak berbeda nyata dengan umur pemotongan 40 hari dan 50 hari, ketiga umur pemotongan tersebut berbeda nyata dengan umur pemotongan 30 hari.

Produktivitas tanaman pakan tidak hanya dilihat dari sudut produksi bahan keringnya saja, tetapi juga dilihat dari kualitas dan penggunaan hijauan yang dipanen. Maka pengelolaan pemanenan tanaman pakan tentunya harus dapat mempertemukan produksi bahan kering dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Umur kedewasaan tanaman sangat mempengaruhi kualitas dan penggunaan hijauan pakan (ATRINGTON dan BROWN, 2005). Kualitas dan penggunaan hijauan ini mecerminkan sejauhmana hijauan tersebut dapat dicerna oleh ternak dan selanjutnya dikonversi menjadi produk hasil ternak. Salah satu cara untuk melihat tingkat penggunaan hijauan adalah dengan cara memprakirakan jumlah bahan kering yang dapat dicerna, yang mana dihitung berdasarkan perkalian produksi bahan kering dengan tingkat kecernaan bahan kering.

Gambar 2. Produksi bahan kering dan jumlah bahan kering dapat dicerna dari rumput signal pada berbagai umur pemotongan 182,59 448,14 468,13 524,86 80,82 186,62 171,62 181,39 0 100 200 300 400 500 600 30 40 50 60

Umur panen (hari)

(kg/ha/pane

n

)

(5)

Jumlah bahan kering yang dapat tercerna tertinggi ditunjukkan oleh umur pemotongan 40 hari, yaitu 186,62 kg BK/ha/panen, dan jumlah terendah dihasilkan oleh umur pemotongan 30 hari, yaitu 80,82 kg BK/ha/panen. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun umur pemotongan 30 hari mempunyai tingkat kecernaan bahan kering yang tertinggi, tetapi potensi jumlah bahan kering yang dapat dicerna masih rendah. Sebaliknya juga pada umur pemotongan 60 hari, walaupun menghasilkan produksi bahan kering tertinggi, belum tentu mempunyai potensi jumlah bahan kering yang dapat dicerna lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat kecernaan bahan kering rumput tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah bahan kering yang dapat dicerna diantara perlakuan hanya berbeda pada umur pemotongan 30 hari saja, sedangkan yang lainnya tidak ada perbedaan. Hal ini menujukkan bahwa umur pemotonganan kurang dari 30 hari hanya memberikan kecernaan yang tinggi saja, tetapi potensi bahan kering yang dapat dicerna masih rendah. Pemotongan hijauan lebih dari 40 hari hanya akan memperpanjang umur saja tetapi tidak meningkatkan jumlah potensi bahan kering yang dapat dicerna. Seperti umumnya rumput tropik, rumput signal pun menunjukkan bahwa produksi bahan kering mempunyai korelasi dengan kualitas hijauan, dan bagaimanapun terlihat bahwa peningkatan produksi bahan kering mempunyai hubungan dengan penurunan kualitas hijauan (SKERMAN dan RIVEROS, 1990).

KESIMPULAN

Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik dipengaruhi oleh umur pemotongan. Kecernaan bahan kering dan organik tertinggi dari hijauan rumput signal ditunjukkan oleh umur pemotongan 30 hari, yaitu 44,02% dan 46,013%, berturut-turut. Prakiraan jumlah bahan kering yang tercerna merupakan kompromi dari produksi dan kualitas hijuan. Jumlah bahan kering yang dapat dicerna ditunjukkan oleh rumput signal yang dipotong pada umur pemotongan 40 hari, yaitu 186,62 kg/ha/panen.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan peneliti yang tergabung dalam kajian “Intergrasi Ternak Domba – Perkebunan Pisang” di Lembaga Studi Peternakan Indonesia atas segala bantuan dan kerjasamanya pada kegiatan ini. Data ini merupakan data kelompok peneliti hijauan dan nutrisi dalam serangkaian penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

ARTINGTON,J.D. and W.F.BROWN. 2005. Estimation of feeding value of four species at two stages maturity. J. Anim. Sci.83: 1726 – 1731. CHERNEY, D.J.R.,J.H. CHERNEY and R.F. LUCEY.

1993. In vitro digestion kinetic and quality of perennial grasses as influenced bt forage maturity. J. Dairy Sci. 76: 790 – 197.

DELGADO,C.,M.ROSEGRANT,H.STEINFELD,S.EHUI

and C. SOURBIUS. 1999. Livestock to 2020: The Next Food Revolution. Food, Agriculture, an Environment Discussion Paper 28. International Food Policy Research Institute. 72.

DIREKTUR JENDRAL BINA PRODUKSI PERKEBUNAN. 2004. Prospek pengembangan pola integrasi di kawasan perkebunan. Pros. Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Ternak – Tanaman. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslibang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN.

HIDES, D.I.I., J.A. LOVATT and M.W. HAYWARD. 1983 Influence of stage of maturity on the nutritive value of Italian ryegrasses. Grass Forage Science 38: 33 – 38.

JUNG, H.G. and D.A. DEETZ. 1993. Cell wall lignification and degradability. In: Forage Cell Wall Structure and Digestibility. JUNG,H.G.,

D.R.BUXTON, R.D.HATFIELD and J.RALPH. (Eds.). Am. Soc. Agron., Crop Sci. Soc. Am., and Soil Sci. Soc. Am., Madison, WI. p. 315. KAMALAK A,CANBOLAT O,GURBUZ Y,EROL A and

OZAY O 2005. Effect of maturity stage on the chemical composition, in Vitro and in Situ Degradation of tumbleweed Hay (Gundelia

tuonefortii L.). Small Ruminant Research 58:

149 – 156.

MANSYUR dan T.DHALIKA. 2005. Analisis vegetasi hijauan kebun pisang. J. Ilmu Ternak 5(2): 22 – 27.

(6)

MANSYUR, .T DHALIKA dan L. ABDULLAH. 2005. Pengaruh interval pemotongan rumput

Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick

terhadap kecernan bahan kering dan bahan organik. J. Protein. 12(2): 95 – 202.

MANSYUR, NYIMAS P.INDRANI,I.SUSILAWATI dan T. DHALIKA. 2007a. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan di bawah naungan perkebunan pisang. Pros. Lokakarya Teknologi dan Inovasi Sapi Perah. Balitnak, Ciawi, Bogor. November 2006. hlm. 99 – 106. MANSYUR, N.P. INDRANI, T. DHALIKA dan A.R TARMIDI. 2007b. Pengaruh tingkat kedewasaan terhadap isi sel, dan fraksi serat rumput signal yang ditanam di bawah naungan perkebunan pisang. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Perikanan: Peranan Sektor Peternakan – Perikanan dalam Rangka Meningkatkan Keamanan dan Ketahanan Pangan. Universitas Muhamadiyah Malang. 16 Juni 2007. hlm. 207 – 213.

MANSYUR, T. DHALIKA dan A.R. TARMIDI. 2007. Produktivitas rumput Bede (Brachiaria

decumbens) di bawah naungan perkebunan

pisang. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. hlm. 70 – 76. MARTEN,G.C. and R.F.BARNES. 1980. Prediction of

energy digestibility of forages with in vitro rumen fermentation and fungal enzyme systems. Page 61 in Standardization of Analytical Methodology for Feeds.

SIMON, U. and B.H. PARK. 1985. A descriptive scheme for stages of development in perennial forage grasses. Proc. 15th Int. Grassl. Congr., Kyoto, Japan. Aug. 24 – 31, 1985. Sci. Counc. Jpn. and Jpn. Soc. Grassl. Sci., Nishi-nasuno, Tochigi-ken. Japan. p. 416.

SKERMAN, P.J. and F. RIVEROS. 1990. Tropical Grasses. Food and Agric. Org. United Nations; Plant Prod. Protect. No. 23, Rome, Italy.

STELL,G.D. and J.H.TORRIE. 1980. Principles and Procedures of Statistics. Mc Graw – Hill. Inc., Singapore.

TILLEY,J.M.A. and RATERRY. 1963. A two stage technique for in vitro digestion of forage crops. J. Bri. Grass. Soc.18: 108 – 111. TERRY, R.A. and J.M.A. TILLEY. 1964 The

digestibility of the leaves and stems of perennial ryegrass, cocksfoot, timothy, tall fescue, Lucerne and sainfoin, as measured by

an in vitro procedure. J. British Grassland

Society 19: 396 – 372.

WILSON, J.R.,H.DENIUM and E.M. ENGELS. 1991 Temperature effects on anatomy and digestibility of leaf and stem of tropical and temperate forage species. Netherlands J. Agricultural Sci. 39: 31 – 48.

Gambar

Gambar 1. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro) rumput Signal pada berbagai umur  pemotongan 44,02  41,62  35,5  34,47 46,013 41,973 34,468  32,795 0 5 10152025303540455030405060
Gambar 2.  Produksi bahan kering dan jumlah bahan kering dapat dicerna dari rumput signal pada berbagai  umur pemotongan 182,59  448,14 468,13 524,86 80,82 186,62171,62 181,39 0100 200 300 400 500 600 30 4050 60

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas hijauan yang terbaik dari penelitian ini diperoleh dari perlakuan ketiga yaitu tanaman kaliandra yang dipotong umur 12 minggu dengan frekuensi pemotongan sebanyak 4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi amonia dan asam lemak terbang dari hijauan yang dipotong dengan interval pemotongan 60 hari lebih tinggi dibandingkan

Tujuan penelitian adalah mengkaji kecernaan bahan kering dan bahan organik alfalfa akibat pemberian fosfat dan umur defoliasi pertama yang berbeda.. Penelitian dilakukan

Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian konsentrat PUFA yang ditambahkan temulawak dan ragi diharapkan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan

Berdasarkan pengujian in vitro dapat disimpulkan bahwa pelepah sawit menghasilkan tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik yang lebih tinggi dari

Multiple Range Test (DMRT) menunjukan kecernaan bahan kering yang tertinggi terdapat pelepah sawit yang difermentasi denganmikroorganisme lokal dari feses sapi (46,39%)

Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang diberi Pupuk Organik pada Berbagai Umur Pemotongan.. Skripsi :

Kuantitas hijauan yang terbaik dari penelitian ini diperoleh dari perlakuan keempat yaitu tanaman kaliandra yang dipotong umur 16 minggu dengan frekuensi pemotongan sebanyak 3