• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran B"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

Barang Milik Negara/Daerah

Aug/1630 0 LIKES

Dalam menunjang terlaksananya pelayanan terhadap masyarakat melalui program-program dan kegiatan yang menjadi tujuan pokok dan fungsi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan sarana dan prasarana yang seharusnya dapat digunakan secara optimal. Hal ini membutuhkan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan apa-apa saja yang diperlukan dalam menjalankan tujuan dan fungsi masing-masing. Membahas tentang aspek pemerintahan, maka tidak dapat kita lepaskan keterkaitan kebutuhan sarana yang diperlukan dengan ketersedian anggaran yang dialokasikan kepada pemerintah.

Barang Milik Negara/Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yakni perolehan dari hibah, pelaksanaan perjanjian/kontrak, ketentuan peraturan perundang-undangan, serta keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan amanat dari bab VII Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan regulasi yang terbaru saat ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Hierarki lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai panduan pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai acuan pengelolaan Barang Milik Daerah.

Pengelolaan BMN/BMD dilakukan dengan mengadopsi siklus pengelolaan aset tetap pada umumnya, yakni perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Kemudian apa yang menjadi bahasan kali ini akan menitik beratkan pada awal rangkaian siklus pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yaitu tahap perencanaan dan penganggaran dengan aturan yang ada saat ini.

(2)

dianggarkan dalam APBN/D. Terdapat dua jenis perencanaan kebutuhan dan penganggaran, yaitu:

1. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah

Disusun dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.

2. Perencanaan Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah

Disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja perangkat daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.

Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada adalah barang baik yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang dan berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan (standar sarana dan prasarana), dan standar harga.

Proses perencanaan yang baik dengan sendirinya akan berdampak baik pula pada proses pengelolaan secara keseluruhan, sementara perencanaan yang tidak tepat sudah pasti akan berdampak tidak baik pada proses pengelolaan selanjutnya, karena perencanaan kebutuhan merupakan langkah awal pengelolaan BMN yang berperan penting dan berpengaruh besar terhadap siklus pengelolaan BMN/D tahap berikutnya.

1. Pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga

Regulasi terkait pengelolaan Barang Milik Negara sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Milik Negara serta regulasi maupun kebijakan yang diatur oleh Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang Milik Negara, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan peraturan teknis mengenai perencanaan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.

Beberapa permasalahan yang seringkali timbul dalam perancanaan kebutuhan barang yaitu: 1. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang yang dibutuhkan oleh instansi atau bahkan masyarakat karena memang tidak ada ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya beberapa elit itu pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu. 2. Pada saat membuat perencanaan/penganggaran tidak terpikirkan biaya perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD.

(3)

Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni (rusak ringan) diusulkan untuk direnovasi/direhabilitasi

4. Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga atau Renstra SKPD tidak berorientasi kepada Standard Pelayanan Minimal (SPM).

5. Penyusunan rencana kebutuhan barang tidak didasarkan database BMN/D yang akurat sehingga masih banyak Satker K/L/D/I dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan dikatagorikan disclaimer.

Menteri Keuangan sebagai pengelola Barang Milik Negara dalam hal ini telah didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang merupakan salah satu unit eselon satu pada Kementerian Keuangan. Proses perencanaan kebutuhan selama ini dirumuskan sendiri oleh Pengguna Barang (dalam hal ini adalah Kementerian/Lembaga masing-masing), sementara persetujuan penganggaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam proses perencanaan kebutuhan, selama ini DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk menyentuhnya. Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja yang memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang dirumuskan sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan sebagai akibat dari tidak direncanakan dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya duplikasi barang di kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan tidak optimalnya pengelolaan BMN.

Atas dasar itu lah sudah seharusnya DJKN diberi kewenangan untuk masuk ke ranah perumusan perencanaan kebutuhan BMN yang selama ini menjadi otorisasi penuh Kementerian/Lembaga, guna mendukung terjadinya integrasi antara proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran itu. Harapannya jelas, rencana kebutuhan dirumuskan dengan benar dan tepat sesuai dengan apa yang nyata-nyata dibutuhkan dan penganggaran dilakukan sesuai dengan rencana kebutuhan itu. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara kini sudah dapat mengantisipasi permasalahan tesebut, yakni dalam Pasal 14 disampaikan bahwa penelitian atas Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMN) yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang harus mengikutsertakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) pada Kementerian/lembaga bersangkutan untuk melakukan reviu terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN, sehingga diharapkan pengelolaan Barang Milik Negara dalam tahap perencanaan dan penganggaran menjadi efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan riil instansi tersebut dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga tersebut.

(4)

Pengguna Barang sebelum bulan Januari tahun anggaran sebelumnya, maka perencanaan kebutuhan barang yang disusun adalah kebutuhan yang akan dilakukan pengadaannya pada dua tahun anggaran berikutnya. Konsekuensinya adalah semua kementerian/lembaga harus bisa memprediksi kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan yang baru akan diadakan untuk dua tahun kedepan. Ilustrasinya sebagai berikut, sebuah kementerian/lembaga sebagai pengguna barang harus menyampaikan RKBMN kementerian/lembaga kepada pengelola barang yang disampaikan melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk Tahun Anggaran 2015 selambat-lambatnya bulan Januari Tahun 2014, maka periode penyusunan RKBMN oleh Kuasa Pengguna Barang adalah sebelum tahun 2013 berakhir. Permasalahan yang terjadi, adalah seringkali penyusunan rencana kebutuhan kurang mempertimbangkan aspek perkembangan teknologi yang berlangsung sangat cepat. Dikhawatirkan saat perencanaan kebutuhan barang tersebut direalisasikan, akan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi dengan belum diatur mengenai sanksi keterlambatan penyampaian RKBMN kepada pengelola barang yang menjadi indikator kinerja masing-masing pengguna barang. Kedepannya diharapkan kementerian Keuangan sebagai pengelola barang milik daerah mampu mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rangka merumuskan solusi untuk menciptakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang baik.

2. Pengelolaan BMD pada Pemerintah Daerah

Pengelolaan Barang Milik Daerah merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Seluruh kegiatan siklus pengelolaan Barang Milik Daerah dari mulai perencanaan kebutuhan dan penganggaran hingga pengawasan dan pengendalian merujuk pada peraturan ini, dan hingga kini belum ada aturan secara teknis yang mengatur lebih lanjut pada masing-masing tahapan pada siklus pengelolaan BMD tesebut. Hal ini menyebabkan kesulitan dari beberapa pemerintah daerah dalam menerapkan pengelolaan BMD dikarenakan ketidak seragaman prosedur yang dilaksanakan yang tidak diatur dalam aturan. Di beberapa Pemerintah Daerah, dibuat kebijakan/sisdur pengelolaan BMD untuk mengakomodir kebutuhan regulasi mengenai tata cara perencanaan dan penganggaran, penatausahaan hingga pelaporan Barang Milik Daerah. Perbedaan masing-masing kebijakan yang diterapkan di masing-masing daerah berimplikasi pada pemeriksaan oleh auditor atas manajemen aset di daerah, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tersebut dijadikan dasar/kriteria dalam pemeriksaan. Tidak semua pemerintah daerah memiliki penafsiran yang sama atas apa yang dimaksudkan dalam aturan ini (permendagri 17 Tahun 2007), sehingga terkadang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah sebagai sisdur atau aturan teknis pelaksanaan dalam siklus pengelolaan BMD ada yang kurang sesuai atau tidak sejalan dengan maksud yang diinginkan sebenarnya.

(5)

Anggaran oleh masing-masing satuan kerja daerah. Permasalahannya adalah perencanaan atas kebutuhan barang dan pemeliharaan yang disusun tidak lagi didasarkan pada standar Kebutuhan, standar harga dan standar barang, namun berdasarkan pagu anggaran sementara (PPAS). Akibatnya standar yang dipersyaratkan tidak terpenuhi dan akan berpengaruh pada sarana dan prasarana penunjang terlaksananya tujuan pokok dan fungsi dari Satuan Kerja di Pemerintah Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

LayananSPBE Pasl 43 (1): Bidang perencanaan, penganggaran, keuangan, pengadaan barang dan jasa, kepegawaian, kearsipan , pengelolaan barang milik negara, pengawasan,

Deskripsi data dimaksudkan untuk memperjelas atau memaparkan data hasil penelitian dalam ruang lingkup yang terbatas, dalam hal ini data hasil penelitian

Pada indikator evaluating subjek sudah bisa memeriksa kembali jawaban yang sudah dikerjakan dan memberikan kesimpulan, (2) proses metakognisisiswa FI dalam pemecahan

Semua hidromakrofita perlakuan mampu meningkatkan kualitas air lindi, yang ditandai dengan peningkatan nilai DO serta penurunan turbiditas, nitrat, ortofosfat, dan

Pada bagian kepala terdapat antena, mata, dan alat mulut pengisap (haustellate) dalam bentuk probosis yang berfungsi untuk menghisap nektar (Barth 1991; Busnia 2006)..

Jadi kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada perbandingan model everyone is a teacher dengan model student facilitator and explaining terhadap motivasi belajar peserta

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara besaran porsi dan citra tubuh dengan perubahan Body Mass Index (BMI) remaja putri usia 14 – 17 tahun di Pondok

Sebagai Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jungh Et De Vriese) Pada Metode Riil (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh,