• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETAATAN KEPADA HUKUM TUHAN DAN FUNGSI P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETAATAN KEPADA HUKUM TUHAN DAN FUNGSI P"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KETAATAN KEPADA HUKUM TUHAN

DAN FUNGSI PROFETIK AGAMA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Islam Kompetensi Dasar 1 Tahun Pelajaran 2010 / 2011

Oleh:

1. Dewi Ermayanti K1510014

2. Dewi Mulyani K1510015

3. Dita Nugraheni Septyaningrum K1510018

4. Inayah Probowati K1510025

5. Lingga Pracna Paramita K1510028

6. Nurul Fathatun A. K1510034

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL / BANGUNAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu aspek penting dalam pengenalan kepada Allah sebenarnya adalah memahami kehendak-Nya. Secara umum kita bisa berkata bahwa semua kejadian dan pernak-perniknya yang disebut kehidupan adalah manifestasi-manifestasi dari Kehendak Allah SWT. Kehendak Allah karena itu merupakan aktualitas dari setiap hasrat ilahiyah yang menjadi peristiwa yang kemudian bisa dirasakan, baik dengan panca inderawi maupun dengan kehalusan citarasa. Dan karena itu pula, pengungkapan suatu kejadian sebagai Kehendak Allah harus disertai dengan pemahaman dan ilmu.

Kesederhanaan pengetahuan manusia tentang ketaatan kepada Allah lah yang menjadikan manusia lalai terhadap perannya. Apabila tidak diketahuinya dasar tersebut, semakin merebaknya ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah.

B. Rumusan Masalah

(3)

BAB II

KAJIAN TEORI

KONSEP KETAATAN KEPADA HUKUM TUHAN DAN FUNGSI PROFETIK AGAMA

A. Ketaatan Kepada Hukum Tuhan

Di dalam pembahasan tentang perintah Allah untuk taat kepada Rasul-Nya, Al-Baihaqi berkata : " Bahwa keterangan tentang ketaatan kepada Allah adalah dengan mentaati utusan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menetapi janjinya kepada Allah maka Allah akan

memberinya pahala yang besar". [Al-Fath : 10]

Dan firman-Nya.

"Artinya : Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati

Allah". [An-Nisaa : 80]

Imam Syafi'i berkata : " Dalam ayat ini Allah mengajarkan kepada mereka bahwa membai'at Rasulullah berarti sama dengan membai'at Allah dan taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah taat kepada Allah, maka Allah berfirman.

(4)

Imam Syafi'i mengatakan : "Ayat ini diturunkan pada seorang laki-laki yang bersengketa dengan Az-Zubair tentang hak penyiraman tanah kebun, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memutuskan bahwa penyiraman itu adalah milik Az-Zubair, dan ketetapan itu adalah Sunnah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mana dalam Al-Qur'an tidak ada suatu hukum yang menetapkan tentang perkara ini.

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Az-Zubair : Bahwa seorang laki-laki dari golongan Anshar bersengketa dengan Az-Zubair tentang tanah datar yang penuh bebatuan dan tempat mengalirnya air, yang mana air dari tempat itu digunakan untuk menyirami pohon kurma, laki-laki dari golongan Anshar itu berkata :"Biarkan air itu mengalir", lalu Zubair tidak memenuhi permintaan itu, maka kedua orang ini menyerahkan perkara itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,

maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Siramilah wahai Zubair kemudian alirkanlah air itu kepada tetangga".

Lalu laki-laki Anshar itu berkata : "Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam apakah keputusan itu didasari karena Az-Zubair adalah saudara sepupumu", maka berubahlah roman wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda.

"Artinya : Wahai Zubair siramlah kemudian bendunglah air itu hingga kembali

kepada dinding-dinding (pembatas)".

Kemudian Az-Zubair berkata : "Demi Allah sesungguhnya aku menduga bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal itu". Yakni ayat.

(5)

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka terhadapku maka ia telah durhaka terhadap Allah".

Dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : "Datang malaikat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau tidur, sebagian malaikat berkata bahwa beliau tidur dan sebagian lain berkata bahwa yang tidur adalah matanya namun hatinya jaga. Malaikat ini berkata : "Sesungguhnya sahabat kalian ini memiliki perumpamaan maka berilah perumpamaan baginya". Maka di antara malaikat ada yang berkata : "Sesungguhnya beliau tidur", sebagian lain berkata : "Sesungguhnya mata beliau tidur namun hatinya jaga", maka malaikat itu berkata : "Perumpamaannya adalah bagaikan seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah, di dalam rumah itu ia menyediakan meja yang di atasnya terdapat hidangan, lalu ia mengutus orang untuk mengundang. Adapun yang memenuhi undangan itu maka ia masuk ke dalam rumah itu dan memakan hidangan itu, sedangkan yang tidak memenuhi undangan tersebut, maka tidak masuk ke dalam rumah itu dan tidak memakan hidangan tersebut". Para malaikat itu berkata : "Ta'wilkanlah itu padanya sehingga dipahaminya". Maka di antara mereka ada yang berkata : "Sesungguhnya beliau sedang tidur", sebagian lainnya berkata : "Sesungguhnya matanya tertidur sedangkan hatinya jaga", maka berkata malaikat itu : "Rumah itu adalah Surga, sedang orang yang mengundang itu adalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Barangsiapa yang mentaati Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti ia taat kepada Allah, dan barangsiapa yang durhaka terhadap Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti ia telah durhaka terhadap Allah. Muhammad adalah (sosok) yang dapat membedakan manusia".

Dan telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

(6)

bertanya : 'Wahai Rasulullah siapakah yang tidak mau ?'. Beliau bersabda : 'Barangsiapa yang taat kepadaku maka ia masuk Surga dan barangsiapa yang tidak taat padaku maka

dialah yang tidak mau (masuk Surga)".

Berkata Imam Syafi'i : Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". [An-Nur : 63]

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Sufyan tentang firman Allah : "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul takut akan ditimpa cobaan". Ia (Sufyan) berkata : Maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menutup hati mereka untuk menerima segala sesuatu yang diberikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap mereka, maka Allah berfirman.

"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". [Al-Hasyr : 7].

(7)

itu telah disebutkan dalam Kitabullah", lalu Ummu Yaq'ub berkata : "Sesungguhnya saya telah membaca seluruh Al-Qur'an dan saya tidak mendapatkan tentang hal itu", Ibnu Mas'ud berkata : "Jika engkau telah membaca Al-Qur'an maka engkau telah mendapatkan

tentang itu, apakah engkau membaca firman Allah.

"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang

dilarangnya bagimu maka tinggalkan". [Al-Hasyr : 7]

Wanita itu menjawab : "Ya", Ibnu Mas'ud berkata : "Sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam telah melarang hal itu".

Berkata Imam Syafi'i : "Al-Qur'an juga telah menerangkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberi petunjuk pada jalan yang lurus, Allah berfirman.

"Artinya : Tetapi kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Yaitu) jalan Allah". [Asy-Syura : 52-53]

Berkata Imam Syafi'i : "Kewajiban bagi manusia yang hidup di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bagi manusia yang hidup setelah beliau adalah kewajiban yang sama, yaitu diwajibkan bagi tiap-tiap manusia untuk taat kepada

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kemudian Al-Baihaqi mengeluarkan suatu riwayat dengan sanadnya dari Maimun

bin Marhan tentang firman Allah.

(8)

Maksud "mengembalikan kepada Allah" dalam ayat ini adalah mengembalikan kepada kitab-Nya yaitu Al-Qur'an, sedangkan mengembalikan kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau telah wafat "adalah kembali kepada Sunnah beliau". Selanjutnya Al-Baihaqi menyebutkan suatu hadits riwayat Abu Daud dari Abu Rafi'i, ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam.

"Artinya : Sungguh aku akan dapatkan seseorang di antara kalian yang tengah bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya suatu perkara dariku yang aku perintahkan kepadanya atau aku larang baginya, lalu ia berkata: "Saya tidak tahu, apa yang kami temukan di dalam Kitabullah maka kami mengikutinya".

Imam Syafi'i berkata : "Dalam hadits ini terkandung berita dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau memberitahukan kepada umatnya bahwa mereka diharuskan mengikuti Sunnah Rasulullah walaupun tidak ada nashnya di dalam Al-Qur'an".

Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan suatu hadits yang diriwayatkan pula oleh Abu Daud dari Al-'Irbadh bin Syariyah, ia berkata : "Kami singgah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Khaibar dan bersama beliau ada para sahabat beliau, di antara penduduk Khaibar terdapat seorang laki-laki yang datang menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, laki-laki itu berkata : "Wahai Muhammad, apakah kalian akan menyembelih keledai-keledai kami, apakah kalian akan memakan buah-buahan kami, dan apakah kalian akan memukuli wanita-wanita kami .?, maka Nabi Shallallahu

'alaihi wa sallam marah dan beliau bersabda.

"Artinya : Wahai Ibnu Auf (seorang sahabat) naikilah kudamu, kemudian serukan panggilan agar mereka berkumpul untuk melaksanakan shalat".

Maka para sahabat berkumpul dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami

(9)
(10)

B. Fungsi Profetik Agama

Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah:

Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia sentiasanya memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).

Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.

Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.

(11)

Agama sebagai institusi keyakinan memiliki perangkat-perangkat yang memberikan penjelasan dan konsepsi pada Tuhan, manusia dan alam semesta. Dari—nya memberikan arah orientasi yang akan di capai oleh penganutnya untuk mewujudkan konsepsi ideal itu. Dalam pencapaian tujuan itu, kadang menumbuhkan sikap fundamentalisme dan radikalisme, sebagai konsekwensi menghadapi tantangan dan hambatan.

Sementara kekuasaan sebagai salah satu perangkat agama, sangat di tentukan oleh “siapa” yang menjalankan kekuasaan itu. Artinya untuk tegaknya hukum-hukum agama perlu di topang oleh kekuasaan yang pro—hukum agama. Walhasil pelaksanaan kekuasaan diwarnai oleh nilai-nilai kultural keagamaan. Sisi ini merupakan penyatuan agama dengan negara dalam pelasanaan kekuasaan, di samping sisi lain yakni pemisahan agama dan negara serta pengakuan negara terhadapap nilai-nilai keberagamaan atau

pluralisme dalam arti luas.

Agama Rakyat

Agama rakyat merupakan keyakinan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dan menjadi pendorong serta penggerak terjadinya perbaikan dan perubahan, yang kadang dipengaruhi faktor kekuasaan. Agama rakyat itu merupakan agama monoteisme yang melakukan perlawanan terhadap agama multiteisme. Agama multiteisme meniscayakan dirinya sebagai pendukung banyak kebenaran yang hakikatnya kebodohan dan kerusakan. Sebab kebenaran dan keadilan memiliki substansi pada suatu kausa prima yang teraktualkan oleh manusia melalui sikap dan tingkah lakunya.

Agama rakyat dalam realitasnya dalam kehidupan masyarakat selalu memiliki banyak sisi. Artinya realitas sosial selalu dipengaruhi oleh posisi agama. Olehnya itu, Zainuddin Maliki menuliskan bahwa tesis agama rakyat dengan melihat fungsi-fungsinya

dalam masyarakat, dapat di kemukakan berikut :

(12)

perekat yang menyatukan dan menjaga harmoni dalam masyarakat, meskipun menghadapi perubahan sosial dan kekacauan. Dari itu masyarakat memiliki keyakinan dan kesadaran kolektif yang berfungsi mempersatukan sistem sosial.

Klaim fungsional ini memang memiliki akibat, tetapi masih memerlukan kualifikasi tertentu, sebab meski agama rakyat dalam konteks Indonesia bergerak ke arah integrasi negara, agama rakyat ternyata secara simultan mengalami disfungsional, sehingga justru memberikan kontribusi yang kuat bagi timbulnya pengkotakan-pengkotan, yang di situ muncul kelompok tertentu yang menganggap agama rakyat tidak memiliki makna selain

retorika kosong dari elit politik.

Kedua, legitimasi. Di sini agama rakyat di posisikan sebagai kekuatan legitimasi bagi penguasa dalam menjalankan otoritas dan kekuasaannya di tengah konflik sosial-politik dan ketidak-pastian. Antara pemimpin dan yang di pimpin merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan sistem sosial. Dalam hal ini karakteristik otoritas pemimpin akan menentukan legitimasi di hadapan yang di pimpin. Karakteristik itu bisa berasal dari sumber tradisonal, legal rasional dan kharisma pemimpin.

Legitimasi ini tidak hanya dalam hubungan penguasa dan yang dikuasai, melainkan juga menyangkut proses suatu sistem sosial dalam memberikan persetujuan masyarakat dan institusi yang ada di dalamnya. Bahwa agama rakyat merupakan fenomena episodik yang muncul tatkala keadaan menghadapi krisis, tetapi berubah kembali ketika keadaan telah normal kembali. Selanjutnya munculnya agama rakyat mirip dengan manuver kontrol sosial oleh elit politik dan bukan gerakan massa yang mencerminkan perjuangan rakyat dalam mencoba mencari instrumen makna bagi kehidupan masyarakat.

(13)

memperjuangan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, ketimbang mengkaitkan dengan

agama dan nilai moral.

Ketiga, Profetik. Fungsi profetik agama rakyat sebagai sumber penilaian profetik bagi sebuah bangsa. Ia memperlihatkan jarak antara potensi bangsa dan apa yang sedang dicapainya. Sistem keyakinan dalam hal ini dibutuhkan untuk menjamin moralitas kesatuan dalam suatu negara. Oleh karena itu diperlukan otoritas untuk menciptakan dan menjalankan hukum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Moralitas individu yang dibutuhkan, dengan meninggalkan egoisme dan lebih memberi simpati kepada

semua manusia atas penderitaan dan kenestapaan.

Agama rakyat memposisikan dirinya sebagai medium pembebasan atas segala kerusakan dan kebobrokan yang menimpa termasuk dilakukan oleh penguasa. Dalam hal ini jika penguasa merupakan pendukung status quo maka agama rakyat menjadi pendukung perubahan yang anti kemapanan dengan orientasi nilai-nilai humanis-transenden. Nilai-nilai profetik keagamaan menjadi orientasi ideal serta motivasi dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan. Walhasil terjadi di kotomi antara agama rakyat yang pro-perubahan dengan orientasi nilai-nilai humanis-transenden dengan

pendukung realitas sosial yang rusak dan bobrok.

Agama dan Perencanaan Sosial

Wacana agama dan perubahan sosial saat ini menjadi penggalan pendek sejarah peradaban. Hubungan tersebut di bangun dari rumusan pertanyaan dan ragam argumentasi mengenai letak agama dalam perubahan sosial. Merujuk pada Max Weber (1864-1920), agama-lah yang berjasa melahirkan perubahan sosial yang paling spektakuler dalam sejarah peradaban manusia. Dengan nilai-nilai keagamaan mendorong penganutnya untuk melakukan perubahan sosial dalam rangka melahirkan peradaban

yang lebih humanis.

(14)

kebutuhan seseorang, primordial, kebutuhan filosofis berdiri berhadapan dengan agama yang lahir dari kebodohan dan ketakutan. Pendikotomian itu berdasarkan nilai-nilai ke-agamaan yang terdapat pada setiap agama dan keyakinan. Bahwa di agama dan keyakinan itu selalu mengakui dan meng-orientasikan diri pada keadaan yang humanis-transenden.

Setiap kali Nabi diutus kepada agama monoteisme yang merupakan agama revolusioner, untuk bangkit dan melawan agama multiteisme, umat manusia di seru untuk mengikuti hukum alam yang mengatur jagad raya, perjalanan penciptaan yang merupakan kehendak Tuhan. Pada dasarnya, kewajiban agama monoteisme adalah pemberontakan, penolakan dan kata ‘tidak’ di hadapan kekuasaan yang lain.

Sebaliknya, bertentangan dengan penyembahan Tuhan, ada penyembangan penguasa arogan yang memberontak melawan perintah-perintah Tuhan, yang menyeru manusia untuk melawan sistem kebenaran yang mengatur alam dan kehidupan manusia, menimbulkan perbudakan dan berbagai macam berhala yang mewakili berbagai

kekuasaan masyarakat.

Dari sini orang-orang tertindas membentuk suatu barisan perjuangan yang belum di selewengkan sehingga memungkinkan dilakukannya deduksi dari bagian-bagian kitab suci agama. Perlawanan itu ditujukan pada para aristokrat yang kaya, orang-orang serakah yang hidup dalam kemakmuran dan kemewahan, penguasa tanpa punya rasa tanggung jawab yang jelas-jelas atas namanya sendiri maupun dengan melindungi dirinya

di bawah legitimasi agama Tuhan dan rakyat.

Agama monoteisme mengumandangkan bahwa Tuhan adalah pendukung orang-orang yang tertindas dan tertekan. Ia menyeru rakyat untuk menegakkan keadilan. Agama monoteisme lahir dari kesadaran dan kebutuhan terhadap cinta, penyembahan dan kesadaran bagi rakyat. Lebih dari itu, ia berbentuk suatu gerakan kritik melawan sejarah

(15)
(16)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Agama sebagai bagian dari kebudayaan manusia tidak hanya dipandang sebagai bentuk ekspresi tapi juga isi. Ekspresi berupa tanda-tanda fisik sedangkan isi adalah fungsi (Umberto Eco, 1976). Dalam ranah kebudayaan, simbolisasi melalui kata, kalimat, teks, perilaku sampai peribadatan pertama-tama muncul sebagai representasi dari isi. Objek aktual di dunia ini akan bernilai guna jika ia ditandai dan fungsinya telah dikenali. Ketika manusia pertama kali menemukan suatu tumbuhan dan mengenali fungsinya untuk kesehatan, maka tumbuhan itu adalah obat (ekspresi) yang menjadi bagian dari kebudayaan manusia karena berguna untuk menyembuhkan suatu penyakit (isi-fungsi). Begitu pula dalam agama, ekspresi simbolik harus merepresentasikan isi dari keluhuran agama. Dalam skala kecil, ucapan salam, cara berpakaian, pola hubungan, dan bentuk peribadatan bukan sekadar ekspresi simbolik semata tapi isi yang dikontekstualisasikan.

B. Saran

Berkaitan dengan materi pembahasan di atas dapat disarankan sebagai berikut:

1. Agar manusia taat kepada hukum Allah, manusia memerlukan kesadaran bahwa Allah lah Sang Maha Pencipta.

Referensi

Dokumen terkait

Solusi Kegiatan nyata untuk mengatasi hal tersebut dilakukan dengan membuka pusat- pusat layanan rehabilitasi korban, memberikan pelatihan khusus kepada pencari kerja tentang

5) Pukul 03.20 WIB, Mualim II mencoba melakukan hubungan radio/VHF , namun tidak berhasil kemudian memerintahkan Juru Mudi Jaga untuk Cikar Kanan, kemudian Juru Mudi

Masyarakat juga tidak begitu mempermasalahkan tentang siapa pengelola Danau Linting dikarenakan masyarakat mengganggap hal yang terpenting adalah potensi yang terdapat

perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan

Segera setelah Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menerima surat Hadhrat ‘Umar (ra) ini, beliau mengutus sepuluh pemimpin pasukan ke Fihl, yang mana di antara mereka yang

Walaupun low –power dual wavelength dioda laser yang digunakan pada DVD readout dan CD readout divais telah menjadi sesuatu yang komersial, terdapat permintaan untuk meningkatkan

Bagaimanakah gambaran derajat keparahan ruptur perineum dengan melihat faktor berat lahir bayi pada primipara dan multipara..

melihat kumpulan orang, tidak pernah melihat seorang pribadi!” Dan pelancong Timur yang telah menjelajahi kota-kota Barat merasa ia hanya melihat pergolakan yang tak teratur,