• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja

Konsep diri merupakan suatu ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, dan

pendirian yang diketahui oleh individu dalam berhubungan dengan orang lain.

Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan

membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan

konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang

memberikan perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi

individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak-kontak sosial dan pengalaman

dengan orang lain

(http://www.scribd.com/doc/98046816/MAKALAH-KONSEP-DIRI).

Menurut George Herbert Mead dalam teorinya tentang interaksionisme

simbolikdalam George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2010: 280), ia

menyebutkan bahwa konsep diri (Self) pada dasarnya adalah kemampuan untuk

menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk

menjadi subjek maupun objek. Dalam bahasannya mengenai diri, Mead menolak

gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya

dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini, Mead mencoba

(2)

dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tak

hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri,

berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada

dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu menjadi objek untuk

dirinya sendiri” ( 1934/ 1962:139). Karena itu diri adalah aspek lain dari proses

sosial menyeluruh dimana individu adalah bagiannya.

Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau

kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan

bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu memeriksa diri

sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti dikatakan

Mead:

Mead, 1934/1962:134 menyatakan bahwa dengan cara merefleksikan - dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri - keseluruhannya proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu ( Ritzer,2010:281).

Dalam Doyle (1990:20), Mead juga membahas mengenai asal usul diri.

Mead merunut asal-usul diri melalui beberapa tahapan dalam perkembangan

konsep diri. Tahap- tahap tersebut meliputi:

(3)

prilaku orang itu sendiri menurut perspektif orang lain dalam suatu peran

yang berhubungan dengan itu.

2. Tahap pertandingan (game), tahap ini dapat dibedakan dari tahap bermain

dengan dengan adanya suatu tingkat organisasi sosial yang lebih tinggi. Para

peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran dari beberapa

orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan

yang lebih besar. Mereka menjangkau hubungannya dengan orang-orang lain

hanya sebagai individu-individu dan menghubungkan mereka dalam rangka

kegiatan bersama dimana mereka semua terlibat. Dalam situasi ini juga

terdapat peraturan- peraturan umum yang mengatur dan mengontrol tindakan-

tindakan mereka sendiri (atau berusaha untuk mengontrol) menurut pada

peraturan- peraturan yang bersifat impersonal.

3. Generalized Other. Konsep ini digunakan untuk menunjukkan harapan-

harapan dan standar-standar ini bisa meliputi kebiasaan- kebiasaan tertentu

pada pola- pola normatif atau ideal-ideal yang sangat abstrak serta nilai- nilai

dengan mana orang membatasi orientasi keseluruhannya serta tujuan- tujuan

hidup. Namun individu- individu tidak perlu menciptakan suatu warisan

budaya yang permanen untuk menyatakan generalized other. Bilamana

individu- individu itu menilai tindakan- tindakan atau kehidupannya sendiri

menurut nilai- nilai universal atau kindisi kemanusiaan yang umum, pada

(4)

Sehubungan dengan konsep diri, pada remaja konsep diri akan

berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri

remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan

lainnya. Perkembang pada masa remaja dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain: Pengetahuan tentang diri sendiri bertambah, harapan-harapan yang ingin

dicapai di masa depan, terjadi penilaian diri atas tingkah laku dan cara mengisi

kehidupan.

Masa remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja juga merupakan masa-masa dimana terjadi

berbagai perubahan bagi setiap individu, baik perubahan secara fisik, mental,

sosial, maupun cara berfikir. Masa remaja dianggap adalah masa yang paling

indah karena pada masa ini anak-anak mengalami yang disebut pubertasi, yaitu

keadaan dimana individu mengenal lawan jenisnya.

Sebelum memasuki masa dewasa seorang individu mengalami tahap – tahap masa remaja yangdigolongkan menjadi 3 tahap yaitu :

1. Masa pra remaja : 12 – 14 tahun

Yaitu periode sekitar kurang lebih 2 tahun sebelum terjadinya pemasakan sek

sual yang sesungguhnya tetapi sudah terjadi perkembangan fisiologi yang ber

hubungan dengan pemasakan beberapa kelenjar endokrin.

2. Masa remaja awal : 14 – 17 tahun

(5)

3. Masa remaja akhir : 17 – 21 tahun

Berarti tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosion

al, sosial dan fisik (Hurlock, Elizabeth B. 1999 : 206).

Pada remaja juga mengalami berbagai perubahan yang di ciri – cirikan pada hal-hal berikut:

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat

dibandingkan dengan masa anak – anak dan masa dewasa.

2. Perkembangan seksual

Perkembangan ini dibedakan melalui beberapa karakteristik seks

sekunder seperti organ seksual, proporsi tubuh, berat badan, dan tinggi

badan. Pada perkembangan seksual mengalami perkembangan yang

kadang – kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, dan sebagainya.

3. Cara berfikir

Cara berpikir causatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat.

Misalnya remaja duduk didepan pintu, kemudian orang tua

melarangnya sambil berkata “pantang”. Andai yang dilarang itu anak

kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi remaja

yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh

duduk didepan pintu.

4. Emosi yang meluap luap

(6)

ngkatan ketegangan emosional yang dihasilkan dari perubahan fisik da

n hormonal. Pada masa ini emosi seringkali sangat intens, tidak terko

ntrol dan nampak irasional. Pada masa ini remaja lebih iri hati terhada

p mereka yang memiliki materi lebih, keadaan emosi remaja masih lab

il karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa

sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali.

5. Perubahan Sosial

Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik dan minat pada

lawan jenisnya meningkat dan mulai pacaran. Pada masa ini remaja pa

ling banyak menghabiskan waktu mereka di luar rumah bersama deng

an teman sebaya mereka.

6. Menarik perhatian lingkungan

Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya,

berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan

remaja di kampung – kampung.

7. Terikat dengan kelompok

Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok sebayanya

sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan

kelompoknya dinomor satukan.

(7)

Pada diri remaja proses perubahan itu merupakan hal yang harus terjadi

oleh karena dalam proses pematangan kepribadiannya remaja sedikit demi sedikit

memunculkan permukaan sifat-sifatnya yang sesungguhnya yang harus

berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar. Menurut Richmond dan

Sklansky (1984, hlm. 110-111) inti dari tugas perkembangan seorang pada

periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan.

Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas (yang oleh Alporrt

dinamakan “ unifying philosophy of life”) dalam periode itu belum menjadi

sasaran utama (Sarwono, 1989:74).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian

melalui pengaruhnya pada konsep diri

(http://www.academia.edu/3778904/Konsep_Diri_Seorang_Remaja).

Dari hal di atas sehingga dibutuhkan pihah- pihak dalam proses sosialisasi

disebut agen sosialisasi. Fuller dan Jacobs dalam Sunarto Kamanto (2004: 24),

mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain,

media masa, dan sistem pendidikan.

1. Keluarga, merupakan unit terkecil di masyarakat dan merupakan institusi

sosial setiap individu yang diperolehnya dari sejak ia dilahirkan. Di dalam

sebuah keluarga seorang individu pertama sekali mendapatkan dan

memainkan pran sebelum ia memainkan peran di masyarakat. Gertrude

(8)

ini, terutama orang tua, sangat penting. Arti penting agen sosialisasi pada

tahap pertama ini adalah agar seorang anak dapat berinteraksi dan berbahasa

dengan baik, karena dalam tahap ini anak mulai memasuki play stage dalam

pengambilan peran orang lain dimana ia mulai mengidentifikasikan diri

sebagai anak laki- laki atau anak perempuan. Jelas disini bahwa orang tua

sepenuhnya berpengaruh terhadap kontrol pada anak- anaknya. Dengan

kontrol yang diberikan, sang anak akan mendapatkan pengajaran yang baik

dan mendapatkan hukuman ketika melakukan kesalahan. Sebaliknya, jika

orang tua kurang peduli terhadap anak- anaknya, maka seorang anak akan

tumbuh menjadi individu yang kurang baik pula, baik dari bahasa dan

tindakannya.

2. Teman bermain, setelah seorang anak dapat mengambil peran orang lain,

maka ia akan mencari teman bermain agar ia dapat memainkan perannya.

Pada tahap ini agen sosialisasi adalah teman bermain. Biasanya teman

bermain terdiri atas kerabat atau pun tetangga dan teman sekolah. Pada tahap

ini, seorang anak memasuki game stage, dimana ia mulai mempelajari aturan

yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok

bermain pulalah seorang anak mulai belajar nilai- nilai keadilan ( Soenarto

Kamanto, 2004: 25). Pada tahap ini, orang tua tetap harus mengawasi dengan

siapa anak bermain. Karena jika kontrol orang tua kurang, anak bisa

terjerumus dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan salah satu

penyebab pernikahan dini, dimana orang tua terpaksa menikahkan anaknya

(9)

keadaan anaknya yang hamil tanpa suami dan agar keluarga laki- laki tidak

dipersalahkan akibat perbuatannya, terpaksa orang tua harus menikahkan

anaknya (dalam skripsi “ Dampak Sosial Pernikahan Dini”).

3. Sekolah, agen sosialisasi yang biasanya dikenal dengan pendidikan formal.

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh melalui beberapa

jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, sampai ke Universitas.

Pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan seorang individu agar

mampu menguasai peran- peran baru disaat seseorang tidak tergantung lagi

dengan orang tuanya. Dimana seperti yang dikatakan Robert Dreeben (1968)

dalam Sunarto Kamanto (2004: 25), ia berpendapat bahwa yang dipelajari

anak di sekolah disamping membaca, menulis, dan berhitung, adalah aturan

mengenai kemandirian (independence). Tidak hanya itu, dengan sekolah juga

seorang anak mendapatkan pengajaran atas nilai dan norma serta berbagai

peraturan yang ada dalam sekolah yang akan diimplementasikannya pada

kehidupan sehari- hari. Kontrol seorang guru kepada murid sudah jelas terjadi

di sekolah, dimana ketika seorang siswa akan diberikan sanksi apabila

seorang anak melanggar peraturan. Dengan demikian seorang anak akan

mengerti tentang nilai dan norma yang ada.

4. Media masa, Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media

masa yang terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik

(radio, televisi, film, internet), merupakan bentuk komunikasi yang

menjangkau sejumlah besar orang. Media masa diidentifikasikan sebagai

(10)

Pesan- pesan yang ditayangkan melalui media elektronok dapat mengarahkan

khalayak ke arak perilaku prososial maupun antisosial. Penayangan adegan-

adegan yang menjurus ke pornografi di layar televisi sering dikaitkan dengan

perubahan moralitas serta meningkatkan pelanggaran susila dalam

masyarakat. Fuller dan Jacobs (1973), juga mengemukakan bahwa dampak

televisi sebagai agen sosialisasi belum diketahui dengan pasti.

Bronfenbrenner (1970), setelah mempelajari berbagai data penelitian terhadap

dampak televisi terhadap perilaku anak, merasa yakin bahwa media masa ini

memberikan sumbangan berarti bagi tumbuh dan dipertahankannya suatu

tingkat kekerasan tinggi dalam masyarakat Amerika.

2.2. Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosial

Pandangan terhadap penyimpangan sosial berangkat dari suatu kebudayaan

atau pandangan hidup setiap masyarakat. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat

perbedaan mengenai penyimpangan sosial dari satu peradaban dengan peradaban

lain. Walau demikian, jika di kaji kembali dengan standar penyimpangan sosial

yang dimiliki semua manusia, maka terdapat beberapa persamaan dalam beberapa

hal. Telah kita sepakati sejak dahulu bahwa tampaknya tindakan sekelompok

orang yang suka minum-minuman keras, penggunaan narkoba, pemerkosaan,

perilaku seks bebas, pencurian, kekerasan, perjudian, dan pembunuhan dapat kita

kategorikan pada suatu bentuk penyimpangan. Membahas tentang penyimpangan

(11)

menyimpang yang dilakukan oleh seseorang, maka tidak akan terjadi

penyimpangan di masyarakat.

Perilaku menyimpang adalah semua perilaku manusia yang dilakukan baik

secara individual maupun secara kelompok tidak sesuai dengan nilai dan norma

yang berlaku di dalam kelompok tersebut. (Setiadi, 2011: 188).

Terjadinya perilaku menyimpang dapat di bedakan menjadi dua, yaitu

penyimpangan primer (primary deviance) dan penyimpangan sekunder

(secondary deviance). Penyimpangan primer (primary deviance) yaitu perilaku

menyimpang yang bermula dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang

mungkin tidak disadari. Penyimpangan seperti ini terjadi pada seseorang

manakala ia belum mengetahui konsep dari suatu penyimpangan atau dengan

tidak disadari ia melakukan perilaku menyimpang. Sedangkan perilaku sekunder

(secondary deviance) yaitu tindakan menyimpang yang berkembang ketika

perilaku dari si penyimpang tersebut mendapat penguatan (reinforcement) dari

orang-orang atau sekelompok orang yang melakukan penyimpangan itu juga.

Selain itu, terjadinya perilaku menyimpang sebagaimana juga terjadi

perilaku yang tidak menyimpang (conform), dipastikan selalu ada dalam setiap

kehidupan masyarakat. Sifat permisif (serba boleh atau control social yang sangat

longgar) juga berpengaruh pada perilaku menyimpang. Bagi masyarakat yang

sudah semakin modern dan gaya hidup masyarakat yang semakin kompleks

menjadikan nilai dan norma memudar. Sifat baik buruk, atau pun hina terpuji,

(12)

masyarakat pun kini bersifat relatif dan telah mengalami perubahan dari waktu ke

waktu. Yang dimaksud dengan relatif adalah nilai dan norma soaial yang berlaku

pada suatu kelompok tertentu belum pasti menjadi nilai dan norma pada kelompok

masyarakat lainnya. Dengan kata lain, hal yang dianggap baik belum tentu dinilai

baik oleh kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan

perubahan nilai dan norma sosial dari waktu ke waktu adalah adanya pergeseran

nilai dan norma terdahulu yang tidak berlaku lagi pada saat ini. Dalam arti lain

berbeda era berbeda pula hal-hal yang “sedang ngetrend” atau dengan istilah trendy.

Salah satunya adalah mengenai nilai dan norma tentang perilaku seks

bebas. Seks bebas sejak dahulu hingga sekarang dapat dikategorikan sebagai

penyimpangan sosial sebagai suatu perilaku yang menyimpang. Begitu pula dalam

ajaran agama yang ada di dunia, pasti setiap agama melarang dan melawan

perbuatan seks yang berlebihan. Tidak hanya itu, seharusnya ajaran tersebut juga

ada dan melekat pada diri setiap manusia. Namun kini ajaran tersebut tergeser dan

perilaku seks bebas yang menyimpang menjadi hal yang dianggap biasa terjadi

akibat pergaulan dan trendy masa kini, contohnya seperti kumpul kebo atau free

sex yang mendapat dukungan dari berbagai media luar (Barat) dan media- media

lain.

Di Indonesia, perbincangan mengenai perilaku seks bebas sudah menjadi

menu berita sehari-hari dalam berbagai media massa. Gejala-gejala ini secara

(13)

dari sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya adalah jika

seseorang hendak menjalin hubungan seks maka harus melalui beberapa

persyaratan dimana yang dibenarkan dalam norma susila, norma agama, dan

norma hukum.

Tidak berhenti sampai disitu saja, perilaku seks bebas kini mulai merambah

bagi para remaja khususnya para pelajar SMP Dan SMA. Secara umum di

Indonesia penyimpangan perilaku pada remaja disebut dengan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja ini dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang

masih tabu untuk membagi informasi tentang seks, sehingga membuat para remaja

terpaksa memperoleh pengetahuan seks dari media yang salah. Selain itu,

hubungan seks bebas juga di dorong oleh maraknya film-film porno yang dapat

dengan mudah diperoleh melalui situs porno di internet. Aksi ini menimbulkan

rasa penasaran di kalangan para remaja dan mulain ingin mencoba dan

melakukannya sendiri.

Trimingga dalam penelitiannya yang berjudul Penyesuaian Diri Pada

Pasangan Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah menyebutkan

bahwa pasangan yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Seberapa jauh tingkat penerimaan masyarakat, budaya setempat serta

orang-orang terdekat yang menjadi tokoh pentingnya seperti keluarga dan teman

(14)

b. Ada atau tidaknya kesenjangan antara nilai-nilai pribadi dengan perilaku

seksual yang dilakukan.

c. Dalam suasana yang bagaimana perilaku seksual tersebut dilakukan. Apakah

secara sukarela atau terpaksa, dalam suasana yang menyenangkan atau tidak,

aktivitas itu sendiri secara fisik mendatangkan kenikmatan atau justru

menyakitkan.

d. Apakah pengalaman melakukan hubungan seks tersebut dapat mendatangkan

kepuasan secara emosional atau justru menimbulkan perasaan fru stasi.

e. Pengalaman melakukan hubungan seksual sebelum menikah pertama kali

akan menimbulkan reaksi-reaksi negatif apabila tingkat penerimaan

masyarakat, budaya setempat dan tokoh panutan terhadap perilaku itu sendiri

sangat kuat bertentangan dengan nilai-nilai pribadi pelaku, apabila perilaku

tersebut dilakukan dengan terpaksa dalam suasana yang tidak menyenangkan

dan menimbulkan rasa sakit, serta apabila pada akhirnya keterlibatan dalam

perilaku tersebut menyebabkan furstasi dalam diri pelaku (Soesilo, 1998).

Dari hal tersebut, muncul lah berbagai kasus seperti pencabulan anak di

bawah umur. Tidak hanya itu, dampak hubungan seks pra nikah sangat jelas

terlihat, salah satunya yang paling banyak terjadi adalah menyebabkan kehamilan

pra nikah pada remaja. Sarwono (1989), mengemukakan bahwa kehamilan diluar

nikah bagi remaja akan menimbulkan masalah lain, seperti : dikeluarkannya

remaja tersebut dari sekolah, kemungkinan penguguran kandungan (aborsi) yang

tidak bertanggung jawab dan membahayakan, adanya masalah seksual yang dapat

(15)

pernikahan tersebut tidak memiliki fondasi yang baik. Penguguran kandungan

dapat menyebabkan timbulnya perasaan bersalah, depresi dan marah pada remaja

tersebut, lebih dari separuh mereka yang telah melakukan hubungan seks pranikah

ini mengalami stres emosi seperti shock, cemas, malu, takut diketahui orang lain

dan merasa bersalah.

Akibat lain dari perilaku ini, yaitu menyebabkan sebagian anggota

masyarakat menempatkan seks tidak lagi sebagai sesuatu yang suci, melainkan

semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan biologis yaitu hanya untuk kepuasan

akan hubungan seksual. Dengan mudahnya anggota masyarakat tersebut

melanggar etika dan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun suatu bangsa

mengakui suatu pernikahan, namun pernikahan bukan lagi suatu jalan yang

diambil bagi para pelaku seks bebas. Dengan tetap pemberlakuan dan

mempertahankan sistem pernikahan yang sah di suatu negara, ini dapat

mencerminkan bahwa nilai dan norma sebagai wujud dari kepribadian suatu

bangsa hanya mengakui hubungan seks anatara laki-laki dan perempuan dengan

disahkan oleh badan hukum, yaitu hukum pernikahan.

Oleh karenanya, maka diperlukan adanya norma sosial sebagai acuan atau

pedoman yang mengatur kehidupan bermasyarakat sebagai penentu baik buruknya

tindakan seorang individu maupun kelompok masyarakat. Agar suatu norma

tersebut tidak di langgar maka perlu adanya suatu sanksi tertentu yang diberikan

pada pelaku kejahatan tersebut. Dalam konteks sosiologi, sanksi sosial dapat

(16)

berperan sebagai pengendali perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari

agar setiap masyarakt tidak melakukan penyimpangan. Namun, kuat lemahnya

sanksi juga tergantung pada pemberlakuan sanksi tersebut di masyarakat. Dalam

buku Setiadi Elly M & Kolip Usman (2011:256) dikatakan ada tiga sanksi yang

dapat digunakan dalam usaha menciptakan ketertiban di masyarakat, yaitu:

1. Sanksi fisik, yaitu sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada

pihak yang terbebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara, diikat,

dijemur di panas matahari, tidak diberi makan, dihukum mati, dan

sebagainya.

2. Sanksi psikologis, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan

pada pihak yang terbebani sanksi dengan beban kejiwaan, seperti

dipermalukan di depan umum, diumumkannya kejahatan mereka di

berbagai media masa sehingga aibnya diketahui oleh khalayak, dicopot

kepangkatannya di suatu upacara, dan sebagainya.

3. Sanksi ekonomik, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan

kepada pelanggar norma berupa pengurangan benda dalam bentuk

penyitaan dan denda, membayar ganti rugi, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dalam kehidupan bemasyarakat, baik buruknya seseorang

di ukur dari perbuatannya. Bagi sebagian orang hal yang dianggap dapat

membahagiakan dirinya adalah suatu hal yang baik. Namun kesenangan

menjadikan seseorang melakukan segala hal yang di anggapnya menyenangkan

bagi dirinya tanpa memperdulikan norma yang ada. Apabila kesenangan tersebut

(17)

perbuatan apapun dengan sesuka hatinya walau pun perbuatan tersebut termasuk

perbuatan menyimpang.

Dalam teori penyimpangan sosial, kesadaran umum merupakan langkah

untuk mencegah penyimpangan itu. Kesadaran umum meliputi norma-norma atau

nilai-nilai yang mulia, hal tersebut harus dibangun ditengah-tengah masyarakat.

Membangun kesadaran umum akan nilai-nilai sosial yang mulia membutuhkan

keseriusan dari berbagai pihak.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu

yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut

terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak

setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini

menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan

demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Pada

perkembangan selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya

sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan

struktur kesempatan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial.

struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas menyebabkan adanya

perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak

meratanya sarana-sarana serta perbedaan peradaban struktur kesempatan) akan

menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan

dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan

penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam

(18)

lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau

kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.

2.3. Nilai Pendidikan Bagi Masyarakat Desa

Kemiskinan seringkali menjadi alasan penyebab anak putus sekolah, namun

sebenarnya tidak setiap anak putus sekolah disebabkan oleh perekonomian orang

tua yang rendah. Irzan Fachrizi mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian

tentang anak putus sekolah di kecamatan Jangka di Kab. Biren, Madura, dan

Sumsel (Alifiyanto, 2008) ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari

faktor demigrafi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Dan dari penelitian yang

dia lakukan diketahui bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh signifikan

terhadap anak putus sekolah di daerah Ciputat di tolak, dan menerima hipotesis

alternatif yang mengatakan faktor lingkungan tidak berpengaruh signifikan

terhadap anak putus sekolah. Tetapi faktor ini tidak berpengaruh signifikan dan

berdasarkan analisis data dari koesioner faktor lingkungan lebih berpengaruh

kepada motivasi belajar atau melakukan penyimpangan seperti bolos sekolah.

Sedangkan menurut Jejen Musfah faktor paradigma orang tua, perhatian guru, dan

kebijakan kepala sekolah, yang tidak memihak pada amat pentingnya pada

pendidikan anak. Menurutnya orang tua, guru, dan kepala sekolah abai terhadap

hak anak memperoleh pendidikan yang baik. Dari tingkat dasar hingga menengah,

apalagi perguruan tinggi. Dan berdasarkan penelitian oleh Tanti Citrasari

Wijayanti jumlah angka putus sekolah bagi anak usis wajib belajar di Jawa Timur

(19)

yaitu persentase laju pertumbuhan ekonomi, persentase guru (SD/MI dan SMP/

MTS) terhadap jumlah siswa, dan tingkat kesempatan kerja di Jawa Timur.

Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa tidak hanya partisipasi orang tua

sangat di butuhkan dalam proses pendidikan anak, peran guru juga diperlukan

yang di dapat melalui sekolah, dari itu pemerintah telah membuat berbagai

program untuk menunjang pendidikan, sebab selain sebagai indokator

pembangunan, pendidikan juga dapat berfungsi sebagai penghambat dan

memperlambat usia perkawinan di masyarakat, dimana dengan norma- norma

yang telah ada didalam sebuah institusi khususnya institusi pendidikan maka akan

memaksa seseorang untuk mematuhi norma yang terdapat didalamnya. Tak

berbeda dengan institusi lainnya, pada institusi pendidikan juga di kenal dengan

adanya sanksi bagi yang melanggarnya. Sehingga dengan adanya norma- norma

yang ada di sekolah, maka jika ada siswa atau pun siswi yang melakukan

pelanggaran maka ia juga akan mendapat sanksi. Oleh sebab itu, guru sebagai

pendidik juga harus mengajarkan norma- norma yang tidak jauh berbeda dengan

norma yang ada di masyarakat.

Dalam buku Sosiologi Pendidikan Nasution (2010: 68) dikatakan bahwa

norma- norma di sekolah juga harus memperhatikan apa yang diharapkan

masyarakat. Guru harus memanfaatkan harapan-harapan orang tua dan

menerapkannya dalam kelasnya dalam bentuk norma-norma. Sedapat mungkin

norma- norma yang dijalankan di sekolah jangan betentangan dengan norma yang

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, ambang juga dapat digunakan untuk menentukan debit air yang mengalir pada

Our first con- tribution is to provide a fast segmentation technique for dense and sparse point clouds to extract full objects from the scene by lever- aging the implicit range

dengannya ketika ia masih menjadi pengajar di Departemen Ilmu Politik, Universitas Chicago. Menjelang tahun 1940an, tepatnya tahun 1939, politik dunia kian memanas. Perang Dunia

The objectives of the Research are to describe the implementation and to find out to what extent the Use of Webtoon And KWL ( Know- Want- Learn) Strategy to Improve

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Bantul II yang berjumlah 407 orang berdasarkan

Dari hasil optimasi, diperoleh bahwa konsentrasi furfural cenderung meningkat pada saat temperatur dan waktu hidrolisa yang tinggi, karena adanya pembentukan asam

Kapasitas jangkauan media massa online amat luas (meliputi local, nasional, dan internasional), jumlah halaman web lebih beragam, dapat menampung naskah/ tulisan dalam jumlah

pada Dinas Kopenasi Perindustian dan Perd4angan Kota M4elang Tahun 2011, telah melakukan pertemuan dengan Peserta Pemilihan Penydia Barang, dalam nangka Addendum