perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EKSISTENSI REOG PONOROGO PADA MASYARAKAT
DESA SUMOROTO
(Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Kearifan Lokal pada Kesenian Tradisional
Reog Ponorogo di Desa Sumoroto Kec. Sumoroto Kab. Ponorogo)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana
Sosiologi Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Uinversitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Riza Wulandari
D0308013
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv MOTTO
Percayalah, Tuhan tidak akan tidur selama umatnya masih mau semangat,berusaha,dan berdoa (Riza ’08)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Kesederhanaan dari karyaku ini ku persembahkan kepada :
Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa selalu memberikan pelajaran dari sebuah karya yang indah sehingga menghasilkan
sesuatu yang berharga.
Kedua orangtuaku yang terhebat , Bp. Sapto Kuncoro dan Ibu Hari Mulyani yang senantiasa selalu
mendoakanku,membimbingku,menjagaku,dan menyemangatiku dengan doa dan kehangatan dalam keluarga
Oranglain yang telah ku anggap seperti orangtua keduaku, yang menghangatkanku dengan rasa optimis,percaya diri dan doa Bp.
Ulung Yudha Prakosa dan Ibu Erna Noorhayanti Semangatku,Angger Gedhe Prakosa yang selalu berada di
samping,belakang dalam setiap kelemahanku Sahabat-sahabatku Arimbi’s : Mbak Ind,Mbak Ay,Mbak
Ucy,Mbak May,Mbak Nan,Lilis,Gesta Sahabat almamaterku :
Tatas,putri,hurriah,dian,mami,gendut,retno,uky,dan semua yang tak bisa kusebutkan satu persatu. Terima kasih atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi ABSTRAK
Riza Wulandari, D0308013,2012. Eksistensi Reog Ponorogo pada Masyarakat Desa Sumoroto. Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang ada di Kota Ponorogo. Kesenian tradisional tersebut menjadi salah satu kebanggaan dari warga Ponorogo. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu dapat mengetahui cara masyarakat Desa Sumoroto mempertahankan Reog Ponorogo pada masa globalisasi dan modernisasi. Penulis ingin mengetahui bagaimana sejarah dari Reog Ponorogo serta bentuk kearifan lokal yang ada. Teori yang digunakan adalah Teori Interaksionisme Simbolik milik George Herbert Mead dan Tindakan Sosial milik Max Weber.
Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam kepada enam informan yang terdiri dari Sesepuh Reog Ponorogo, Pelaku Seni Reog Ponorogo, Pihak Pemerintah (DISBUDPARPORA) , dan kawula muda. Penelitian ini juga didukung oleh dokumen dan penelitian relevan yang telah melakukan penelitian tentang Reog Ponorogo. Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah Desa Sumoroto. Desa Sumoroto memiliki kearifan lokal seperti Grebeg Tutup Suro,Upacara Sesajen,Ziarah Makam, serta beberapa tradisi yang masih ajeg dilakukan di Desa Sumoroto.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi Reog Ponorogo pada masyarakat Desa Sumoroto dilakukan dengan cara Grebeg Tutup Suroan, pada kegiatan ini terdapat kearifan lokal di dalamnya. Kearifan lokal yang ada pada Desa Sumoroto juga beragam di antaranya seperti upacara sesajen ketika akan dimulai acara yang berkenaan dengan Reog Ponorogo,Ziarah Makam,tidak memakai baju warna hijau ketika acara Reog Ponorogo berlangsung dan masih mempertahankan tradisi yaitu tidak mengikat hubungan pernikahan dengan Desa Mirah demi keselamatan Desa Golan. Penulis menemukan cara mereka melalui peran pendidikan di mana pada setiap sekolah yang ada sudah memiliki ekstrakulikuler dan muatan lokal yang berhubungan dengan tari Reog Ponorogo. Penulis juga menemukan bahwa beberapa sanggar tari yang ada berperan untuk menumbuhkan generasi muda yang berkompeten dalam bidang seni tradisional ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii ABSTRACT
Riza Wulandari, D0308013,2012. The Existence of Reog Ponorogo in the Sumoroto Village Society. Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University. used in this study are Symbolic Interactionalism Theory of Goerge H. Mead and Social Action Theory from Max Weber.
In this study, the writer uses qualitative descriptive research methodology. Techniques of colleting data with observation, interviews with six informants, which consists of the elders of Reog Ponorogo, the actors of Reog Ponorogo, Government (DISBUDPARPORA), and the youth. This study is also supported by literature study and some relevant studies about Reog Ponorogo . The Located from research in Sumoroto Village. Sumoroto Village have a local wisdom such as Grebeg Tutup Suro, Ritual Ceremony, Ziarah Makam, and several constant tradition in Sumoroto.
The result of this study shows that the existence of Reog Ponorogo in Sumoroto village society is done by doing some routine activities, which relates to Reog Ponorogo, such as Grebeg Tutup Suroan, in this event there are local wisdoms too. There are kinds of local wisdom in Sumoroto village such as ritual ceremony which is held on proceeding of Reog Ponorogo, Ziarah Makam, not using green clothes when Reog Ponorogo are held, and still on tradition that is not married with Mirah Village for happiness of Golan Village. The writer finds their ways through the roles of education, where every school has had extracurricular program and local subjects related to Reog Ponorogo dances. The writer finds that some existing dancing workshops also have important role in creating youth generation, who are competent in this traditional art field.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberikan petunjuk,
bimbingan dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang
diberikan judul : Eksistensi Reog Ponorogo Pada Masyarakat Desa Sumoroto.
Shalawat dan Salam kehariban Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan
umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa
menuntut ilmu merupakan 3 kewajiban bagi setiap muslim.
Masalah-masalah yang ada pada sosial budaya membuat saya tergelitik
untuk mendalaminya lagi. Decak kagum dari budaya yang ada di Indonesia mulai
dari tarian, upacara adat, keindahan lantunan kesenian yang dimainkan, budaya
jawa yang ada sejak zaman leluhur menjadikan saya untuk membuka mata
lebar--lebar dengan tidak memiliki satu sudut pandang tentang budaya. Menarik halnya
jika berbicara tentang budaya, ketertarikan tersendiri membawa saya masuk ke
salah satu budaya yang saya miliki yaitu Reog Ponorogo. Berbagai pandangan
tentang Reog Ponorogo dapat menjadikan sebuah referensi yang relevan dalam
melakukan penelitian ini. Dengan adanya hal ini, dapat dikatakan bahwa ilmu
kebenaran pada pengetahuan tentang budaya memang harus dilihat dari berbagai
sudut pandang. Masing-masing harus bisa saling mengisi dan terisi. Proses-proses
yang ada harus didalami dengan meneliti, memahami, dan berdiskusi. Agar hasil
dari kegiatan intelektual tersebar luas dan sekaligus memberikan manfaat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Dalam laporan penelitian tentang eksistensi Reog Ponorogo pada
masyarakat Desa Sumoroto ini terdiri dari lima bagian. Di mana bagian yang
pertama merupakan bagian pendahuluan tentang latar belakang kenapa saya
memilih untuk meninjau permasalahan kebudayaan Reog Ponorogo yang dilihat
dari eksistensinya. Tujuan dan manfaat dari penelitian juga ikut dicantumkan
dalam bagian pertama. Kemudian pada bagian kedua diuraikan mengenai tinjauan
pustaka yang berisi tentang teori serta penelitian yang relevan yang berkaitan
dengan tema yang saya angkat. Defenisi konseptual juga melengkapi dari tinjuan
pustaka. Bagian ketiga berisi tentang metodologi penelitian. Bagian ini
menyajikan inti dari kegiatan penelitian yang berisi tentang metode apa yang akan
dipakai serta bagaimana teknik pengumpulan data seperti sampel, obervasi,
wawancara maupun studi pustaka yang diambil dari buku maupun internet.
Bagian keempat berisi analisis dan pembahasan dari apa yang didapat dari
penelitian yang telah saya lakukan. Pada bagian ini berdasarkan dari apa yang
saya dapat pada saat melakukan penelitian, dapat dikatakan bahwa eksistensi
mereka melalui grebeg tutup suro yang diisi dengan kearifan lokal dari Reog
Ponorogo , kemudian melalui cara peran pendidikan yang senantiasa mendukung
kesenian tradisional ini dengan memasukkan tarian Reog Ponorogo di
ekstrakulikuler maupun muatan lokal sekolah-sekolah yang ada. Tidak hanya hal
tersebut sanggar tari yang terdapat pada Desa Sumoroto juga berperan dalam
eksistensi dari Reog Ponorogo.
Dalam penelitian ini saya ingin menyatakan dan membuktikan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
alat untuk mempelajari. Penelitian ini juga menjadikan saya untuk tidak
berpresepsi pada satu sudut pandang saja di mana memojokkan kesenian
tradisional, kearifan lokal yang dibawa oleh leluhur sebagai sesuatu yang bersifat
musrik. Hal tersebut ada karena kita dituntun melalui kesenian-kesenian yang ada
untuk menghargai para leluhur dan menghormati apa yang telah mereka buat pada
masa lampau. Di sini juga tidak dituntut untuk menyembah bahkan untuk
menyekutukan Tuhan. Seperti halnya Reog Ponorogo yang pada zaman dahulu
sangat terkenal oleh kemisitisannya, di mana dahulunya juga terdapat susuk yang
digunakan oleh pembarong untuk memperkuat dan mengindahkan gerakannya,
namun saat ini hal-hal seperti itu sudah jarang dilakukan tetapi juga tidak
menyalahkan apa yang dilakukan oleh para leluhur. Pada pelaku seni saat ini
kebanyakan mereka melakukan rutinitas latihan yang ekstra agar apa yang mereka
tampilkan dapat membawa aura keindahan dan eksotisme dari tarian tersebut.
Kepada kawan-kawan seperjuanganku dari Sosiologi FISIP UNS seperti Putri,
Tatas, Dian, Huriah, Subuha, Mas Ahong yang senantiasa memberikan dukungan
moril serta spirit intelektual yang dibangun secara bersama. Kepada kawan-kawan
Kost Arimbi tercinta seperti Mbak Ucy, Mbak Ayu, Mbak Ind, Gesta, Desi, Lilis
yang senantiasa memberikan saya semangat untuk tetap menerjang badai yang
sedikit membuat goyah. Kepada Dr. Jefta Leibo SU yang telah membimbing dan
memotivasi saya untuk tetap semangat dibalik konsultasi mengenai laporan
penelitian ini.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya : Sapto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
yang selalu menjadikanku kuat disetiap langkah, selalu memberikan
lantunan-lantunan doa pada setiap kesabaranku. Begitu pula seseorang yang selalu
memotivasiku : Angger Gedhe Prakosa “Teruslah maju di saat badai di depan
kita, jika kita mundur dan diam di tempat kapan kita bisa maju”.
Akhirnya berbagai kesalahan bahasa, ejaan dan pengetikan serta masalah
teknis lain yang ditemukan perlu dikoreksi. Saya menyadari bahwa sepenuhnya
penulisan yang disajikan dalam buku ini masih terdapat kekurangan dan
kekhilafan, sehingga kritik dan saran perbaikan dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Semoga buku ini menjadi pendorong bagi saya untuk mendalami dan
mempelajari seluk-beluk tentang kesenian tradisional maupun kebudayaan agar
bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Surakarta, September 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN ABSTRAK... iv
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR MATRIK ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB I Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian... 11
BAB II Tinjauan Pustaka ... 12
A. Penelitian Relevan... 14
B. Definisi Konseptual... 28
C. Landasan Teori ... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III Metode Penelitian... 42
A. Lokasi Penelitian ... 42
B. Jenis Penelitian... 43
C. Teknik Pengumpulan Data ... 44
D. Sampel ... 46
E. Teknik Analisis Data ... 47
F. Jenis Data ... 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 50
A. Sejarah Ponorogo ... 63
B. Ponorogo Pada Zaman Pra Sejarah ... 72
C. Monumen Peringatan Ponorogo : Makam, Gapura dan Patung... 76
D. Sejarah Reog Ponorogo ... 80
E. Kearifan Lokal Reog Ponorogo... 90
F. Eksistensi Reog Pada Masyarakat Desa Sumoroto ... 92
1. Presepsi Masyarakat Desa Sumoroto Mengenai Reog Ponorogo ... 92
2. Grebeg Tutup Suro-suroan ... 102
3. Peran Pendidikan ... 107
4. Peran Sanggar Tari ... 112
G. Analisis Teori ... 117
BAB VI PENUTUP ... 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
1. Grebeg Tutup Suro ... 122
2. Peran Pendidikan ... 124
3. Peran Sanggar Tari ... 125
4. Kearifan Lokal Reog Ponorogo... 126
5. Sejarah Reog Ponorogo... 129
B. Implikasi... 130
a. Implikasi Teoritis... 130
b. Implikasi Empiris ... 133
c. Implikasi Metodologis... 135
C. Saran... 136
MATRIK ... 139
DAFTAR PUSTAKA ... 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR MATRIX
Matrik 1 Penelitian Relevan... 14
Matrik 2 Eksistensi Reog Ponorogo Pada Masyarakat Desa Sumoroto . 139 Matrik 3 Sejarah Reog Ponorogo... 139
Matrik 4 Kearifan Lokal Reog Ponorogo ... 140
Matrik 5 Peran Pendidikan... 141
Matrik 6 Peran Sanggar Tari... 142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi DAFTAR BAGAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam macam budaya yang mengapresiasikan
berbagai banyak seni yang dapat dilihat dari bahasa,tingkah
laku,tari-tarian,musik bahkan kepribadiaan masing-masing orang dapat dikatakan
sebagai sebuah seni dan budaya. Tidak hanya hal tersebut, berbagai tempat
wisata yang ada di Indonesia mampu menarik wisatawan asing maupun
domestik yang sekiranya terkagum oleh ketakjuban berbagai tempat wisata
yang ada di Indonesia. Budaya-budaya yang mengakar pada pribadi
masing-masing, mampu menampilkan karakteristik dari kepribadian seseorang.
Keindahan alam, gestur-gestur dari lekukan tubuh sang penari , lanunan
perpaduan musik yang fantastis, serta keelokan setiap sudut-sudut kota yang
memiliki seni yang eksotik bisa dijadikan sebuah kohesi dari sebuah kesatuan
kebudayaan yang ada di bumi ini. Pada dasarnya kebudayaan merupakan
seluruh pikir manusia yang tidak berasal dari nalurinya.(Yayuk Yulianti,MS :
49)
Indonesia tersebar luas dengan memiliki seni budaya masing-masing dan
kesenian merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan. Lebih dari itu,
kesenian adalah tempat di mana makna budaya ditafsirkan dan identitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dan tradisional kesenian memegang peran penting dalam kehidupan
masyarakatnya. Rosman dan Rubel menjelaskan sebagai berikut :
Hanya di dunia Barat suatu seni diciptakan untuk seni, untuk digantung di museum dan galeri atau dipertunjukkan di hadapan banyak penonton. Di dalam masyarakat yang biasanya diteliti oleh para antropolog, seni itu disertakan di dalam budaya setempat. Seni itu digunakan dalam pelaksanaan upacara dan ritual, dan makna yang disampaikannya berkenaan dengan makna ritual, dan mitologi yang berhubungan dengannya. ( Koentjaraningrat, 1986 :188 )
Seperti yang dijelaskan Koentjaraningrat, dalam kenyataannya masyarakat
kesenian dan kebudayaan fisik lainnya tidak terpisah dari sistem sosial dan
adat-istiadatnya.
Dengan demikian, secara serentak pelaksanaan kesenian dapat
mencerminkan dan memperkuat nilai-nilai, hierarki dan struktur
kebudayaan. Kesenian juga menjadi cara untuk menghubungkan diri
dengan masyarakat.
Wessing explained that this process has correlation with myth in West Java and how the participation in local Icon makes human as their society.
Because the physical culture become an ideas and cultures’ values, thought
and art’s recreation become one of process on art identity of creation .( Robert
Wessing, 2006 : 67).
Wessing menjelaskan proses ini berkaitan dengan mitos di Jawa Barat, dan bagaimana partisipasi dalam kisahan dan ikon lokal menjadikan seorang sebagai anggota masyarakat mereka. Oleh karena kebudayaan fisik menjadi perwujudan ide-ide dan nilai-nilai kebudayaan, penafsiran dan penciptaan ulang kesenian menjadi salah satu proses dalam penciptaan identitas budaya.( Robert Wessing, 2006 : 67 )
Mengacu pada Bowen, Steedley menjelaskan bagaimana dengan menggunakan
teori kebudayaan modern, para antropolog zaman ini cenderung mendekati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
penafsiran kesenian juga bervariasi dan tergantung pada anggota kebudayaan
sebagai orang individu
According to Steedly, the question about art that become central of
anthropologist is ‘How to exclaim the form of culture, how people changed
their thought and what is the most important aspect in their thought.
Menurut Steedley, pertanyaan mengenai kesenian yang menjadi fokus para antropolog zaman sekarang adalah bagaimana orang menafsirkan perwujudan budaya, bagaimana orang berubah tafsiran terlewati waktu, dan apa yang paling dipertaruhkannya dalam tafsirannya.( Steedley, Mary Margaret, 1999 :433)
Pada ciri-ciri dari kota yang memiliki kesenian yang mengacu pada
kebudayaan merupakan salah satu alasan mengapa kota tersebut sering
dikunjungi bahkan mampu menjadi obyek wisata. Seperti halnya Solo selalu
dengan Icon Batik. Ketika kita berbicara Bali, kita akan berpikir dan rindu
dengan Tari Pendet. Tidak hanya kota-kota besar yang mempunyai ciri khas
khasanah budaya tau kepariwisatan.Kota-kota kecil yang berada pada sudut
Indonesia juga mampu menarik wisatawan asing maupun domestik untuk
berkunjung menggeluti apa saja yang ada dalam kota tersebut. Bahkan bisa di
anulir beberapa kota kecil mempunyai khas kebudayaan yang mampu
mendatangkan devisa-devisa negara. Salah satunya adalah Kota Ponorogo.
Ponorogo merupakan lintas perbatasan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Lintas perbatasan itu dapat dijadikan sebuah matrik segitiga dan ponorogo
merupakan sebagai penghubung dua provinsi tersebut. (Pemerintah Kabupaten
Daerah Tingkat II,2004 : 14 )
Destinasi pariwisata tersebut akan berjalan dengan semestinya apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
bahkan sebaliknya. Tak hanya berkutik dengan kebudayaan saja. Ponorogo
mempunyai tiga potensi yang telah mengakar pada kota reog ini.
Kebudayaan,Industri serta minat khusus merupakan hal yang sangat berkaitan
dengan Ponorogo. Jika berbicara tentang bagaimana sejarah kota ponorogo,
terdapat beberapa cerita rakyat yang dapat dijadikan rujukan untuk melacak
sejarah Ponorogo. Cerita rakyat tersebut pada dasarnya dapat dipandang
sebagai oral history yang dapat memperkuat data primer (prasasti dan
benda-benda purbakala) Dapat diperkirakan pada zaman dahulu Ponorogo bernama
Wengker (Kerata basa dari wewengkon kang angker) yang berarti tempat yang
keramat, sebab merupakan hutan belantara. Masyarakat hidup secara
berkelompok dibawah pimpinan seorang warok. Secara historis kesenian reog
ponorogo erat kaitannya dengan tradisi dan kepercayaan pada zaman pra
hindu yakni animisme. Menurut perkiraannya dalam kepercayaan animisme
tersebut kebiasaan penyelenggaraan upacara untuk mendatangkan roh hewan
maupun roh manusia untuk menjaga keselamatan mereka. Apabila mereka
menghendaki datangnya roh hewan dan roh manusia tersebut, dalam upacara
itu orang harus menari-nari dengan menggunakan topeng kepala hewan
selama menunggu datangnya roh yang dimaksudkan.
Mengingat bahwa margasatwa yang hidup dalam hutan di wilayah
ponorogo beraneka ragam dari yang sangat buas sampai hewan yang cantik
dan anggun. Dan dalam hal itu , masyarakat setempat memandang harimau
sebagai binatang yang paling kuat dan paling berani. Itulah sebabnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
keselamatan. Adapun cara mengundang roh harimau dengan upacara dan
tarian-tarian mengenakan topeng kepala hariamau. Perkembangan selanjutnya
dihubungkan dengan hutan sekelilingnya, yakni merak. Masyarakat ponorogo
memandang bahwa burung merak sebagai simbol keindahan, sebagaimana
masyarakat Irian Jaya memandang burung cendrawasih.
Selain hal itu, masyarakat tradisional di ponorogo pada zaman dahulu
lebih mengutamakan ilmu kekebalan dan kesaktian. Paguron sebagai tempat
untuk mempelajari ilmu kesaktian,keprajuritan,kebatinan, dan kekebalan
terhadap senjata tajam. Berdasarkan motif kepahlawanan yang mendominasi
cerita-cerita rakyat dalam masyarakat ponorogo sebagai bukti bahwa mereka
meyakini ilmu diperoleh melalui laku. Setelah Islam masuk ke ponorogo,
paguron yang bernafaskan Islam pun menjadi sasaran untuk mempelajari ilmu
laku bagi generasi muda di daerah itu. Paguron yang bernafaskan islam itu
dikenal dengan istilah pesantren. Kebudayaan misalnya seperti Tari Reog
Ponorogo yang telah mendunia dan bahkan beberapa waktu yang lalu telah di
klaim dari negara lain yaitu malaysia. Bahkan hal tersebut menjadi buah bibir
oleh berbagai kalangan. Para petinggi negara,masyarakat, serta para pelaku
dari Tari Reog Ponorogo juga ikut merasa dilecehkan dengan hal tersebut.
Kemudian Industri, industri yang ada di kota ponorogo merupakan hal
sekelumit dari apa yang ada di Kota Reog tersebut. Industri tekstil, makanan,
bahkan banyak juga Home industri yang sudah berkiprah melalang buana
disana. Selain industri ada juga minat khusus yang melapuk pada kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Pondok Pesantren yang sudah berdiri pada sejak dahulu kala. Terdapat juga
salah satu masjid Tegalsari yang sering dikunjungi oleh para wisatawan
domestic maupun mancanegara. Dalam hal ini sebenarnya kota Ponorogo
mempunyai banyak potensi yang bisa digali terutama pada Kebudayaan yang
begitu menonjol di mata para pelaku yaitu kebudayaan lokal Reog Ponorogo.
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur
bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang
sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak,
dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah
satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang
berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat. Selain hal tersebut penanaman
nilai-nilai tradisi serta pengertian dari sejarah Reog Ponorogo yang setiap
pelaku seni tersebut mempunyai karkateristik yang kuat serta kepribadian
seorang tokoh yang mampu menjadi panutan. (Dr. Setya Yuwana Sudikan
MA, 2000 : 23)
Kepiawaian dari para pelaku seni Reog Ponorogo serta gelagat tubuh
yang memancarkan keeksotisan dari peran yang dimainkan tersebut menjadi
salah satu Icon Pariwisata dari Kota Ponorogo. Mulai dari wisatawan domestic
ataupun wisatawan macanegara seakan-akan tidak mau ketinggalan setiap
rentetan acara dan ritual-ritual mengenai seni budaya tersebut. Pemerintah
setiap tahunnya mengadakan yang berkenaan dengan seni budaya tersebut
yaitu Hari Jadi Kota Ponorogo yang biasanya bersamaan dengan Festival
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
yang diadakan setiap satu tahun sekali. Event tersebut juga dimanfaatkan
untuk menarik wistawan domestic maupun mancanegara untuk mengunjungi
Kota Ponorogo dan menikmati wisata yang ada di Kota Ponorogo. Tradisi ini
dilakukan setiap tahun oleh masyarakat ponorogo ataupun para petinggi di
Kota Ponorogo tersebut. Reog Ponorogo merupakan sebuah kesenian yang
dapat menuntut hak atas usianya yang tua dan kualitasnya yang kaya. Berbeda
dengan tarian keratonan yang dianggap puncaknya kebudayaan Jawa, Reog
adalah kesenian rakyat, dan peserta Reog, jauh dari merasa inferior atas
kesenian mereka yang terutama non-alus, senang dengan sifat kasarnya. Reog
merupakan fenomena se-kabupaten, dan dulu pada zaman Orde Baru
pemerintah kabupaten mewajibkan bahwa setiap desa harus memiliki
kelompok Reog. Sekarang, di antara 303 desa di kabupaten Ponorogo, Dinas
Pariwisata Ponorogo mengakui 154 kelompok yang siap berpentas. Jumlah ini
belum termasuk kelompok sekolah dan Universitas yang semakin banyak dan
semakin berperan dalam proses menetapkan standar Reog modern. Terdapat
perbedaan antara Reog yang dipertunjukkan di desa disebut Reog obyog yang
biasanya berpindah-pindah dari tempat ke tempat sekeliling desa, dan Reog
yang dipentaskan pada festival nasional yang dipertunjukkan di pentas
aloon-aloon kota. Reog festival kelompoknya harus lengkap sesuai dengan
pakem-pakem Reog dengan penari Jatilan, Warok, Pujangganom, Klana Sewandana
dan Singo Barong sekalian gamelan Reog - secara keseluruhan biasanya lebih
dari empat puluh orang. Sedangkan Reog obyog lebih bebas dan terkadang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
khususnya karena karena alat-alatnya harus dibawa dari tempat ke
tempat.Sampai saat ini keberadaan kesenian local Reog Ponorogo masih
menjadi suatu hal yang selalu dipertahankan Salah satu Kecamatan yang
masih mempertahankan nilai-nilai tradisi dan spiritual mengenai sejarah reog
ataupun hal-hal yang berhubungan dengan tersebut adalah Desa Sumoroto.
Sumoroto adalah salah satu desa yang ada di kabupaten ponorogo yang
terletak di daerah sebelah timur 10 km dari arah pusat kabupaten ponorogo.
Desa yang memiliki berbagai macam corak masyarakat dan pekerjaan ini
adalah desa paling tertua di kabupaten Ponorogo. Desa Sumoroto merupakan
salah satu kecamatan yang tertua yang ada di Kabupaten Ponorogo. Tidak
hanya hal tersebut ponorogo juga diperkirakan telah dihuni oleh manusia sejak
zaman neolitik. Hal ini terbukti dengan ditemukannya benda-benda purbakala
di Gua Lawa yang letaknya di Desa Sampung (Salah satu dari Kecamatan
Sumoroto). Masyarakat yang ada di desa ini sebagian besar adalah pelaku dari
seni Reog Ponorogo. Tidak hanya hal tersebut mereka juga mempunyai
industri mengenai pembuatan Reog Ponorogo. mulai dari kostum, ataupun
peralatan yang digunakan setiap pemain bahkan ada pula souvenir yang
diperuntukkan wisatawan asing mapun domestic untuk membawa buah tangan
dari kota ponorogo. Desa Sumoroto merupakan desa yang masih menanamkan
nilai-nilai tradisi dan spiritualnya. Masyarakat yang kental akan tradisi
tersebut menjujung tinggi pada khasanah kebudayaan local yang mereka
miliki. Tidak hanya hal tersebut tradisi yang ada sejak jaman dahulu sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Salah satunya adalah mereka masih menanamkan tradisi dan pesan dari
leluhur tentang sejarah Nggolan dan Mirah yang tidak dapat dipersatukan
karena terdapat sebuah aliran sungai. Sampai pada anak bahkan buyut mereka,
mereka tetap akan menanamkan dan mempertahankan bahwa generasi penerus
atau anak cucu yang bertempat tinggal di daerah Nggolan tersebut tidak
diperbolehkan untuk menikah dengan generasi penerus yang ada di salah satu
desa yang ada di Kecamatan Jetis. Sampai sekarang hal itu akan tetap
dipertahankan. Sejarah dari pertentangan itu terjadi ketika peperangan antara
Ki Ageng Mirah dengan Raja Bantarangin. Tidak hanya itu, banyak
penanaman-penanaman yang mereka tanamkan kepada generasi yang ada di
desa tersbut untuk tetap menjadikan reog adalah sebagaian dari jiwa mereka.
Dengan adanya hal tersebut, Reog Ponorogo masih mampu eksis dalam
ruang lingkup dalam negeri maupun luar negeri sampai saat ini. Mereka juga
mampu bertahan pada era globalisasi yang besar-besaran ini. Modernitas yang
masuk pada masyarakat ponorogo, akan tetap mereka mempertahankan
kebudayaan loka yang mengacu pada kearifan lokal dimana kearifan lokal
merupakan suatu gagasan dimana terdapat nilai-nilai adat dan budaya yang
masih kental dalam sebuah tradisi ataupun masyarakat yang mempunyai
tradisi kuat di dalamnya. yang mereka. Pada Desa Sumoroto inilah masih
ditemukan penananaman tradisi maupun nilai-nilai leluluhur yang sangat kuat
pada masyarakat setempat. Mengapa hal tersebut masih dilakukan pada
tradisi-tradisi kuat dan nilai-nilai leluhur pada Masyarakat disana dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang mereka miliki dan merupakan sebagai identitas diri mereka untuk
mengfapresiasikan dengan baik apa yang diberikan oleh para leluhur. Tidak
hanya hal tersebut, dapat dimungkinkan ada beberapa alasan lain yang
melatarbelakangi mengapa keberadaan reog ponorogo masih bertahan di Kota
Ponorogo. Dengan berdasarkan atas pengetahuan dari rasa ingin tahu yang
lebih dalam, peneliti akan mencari tahu tentang beberapa kajian mengapa
sampai saat ini Reog Ponorogo masih mampu mempertahankan kebudayaan
dan nilai-nilai tradisi serta spiritual pada era modern ini. Seperti apa cara
mereka mempertahankan serta makna dari Reog Ponorogo menurut
masyarakat kampung tersebut juga akan kita kaji lebih mendalam pada
penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
Bagaimana Cara masyarakat Desa Sumoroto mempertahankan eksistensi Reog
Ponorogo ditinjau dari kearifan lokal pada sejarah masa lalu dan sekarang ini ?
C. Tujuan Penelitian
1. Dapat mengetahui bagaimana cara masyarakat setempat yaitu Desa
Sumoroto mempertahankan kebudayaan lokal Reog Ponorogo sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Dapat mengetahui bagaimana mereka mempertahankan nilai-nilai pada
perspektif kearifan lokal yang menghantarkan mereka pada tradisi yang
dijalankan mereka.
3. Dapat mengetahui bagaimana sejarah dari Reog Ponorogo sebagai salah
satu Kesenian Tradisional yang mereka miliki dan patut untuk
dipertahankan khasanahnya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan menjadi tambahan dalam pustaka tentang kebudayaan
lokal di Indonesia dan khususnya adalah masyarakat kota ponorogo
bagaimana cara mempertahankan reog ponorogo sebagai asset yang mereka
miliki dan dalam sebuah modernitas yang terjadi saat ini. Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagaimana pentingnya Reog
Ponorogo sebagai kebudayaan lokal Kota Ponorogo yang harus tetap
dipertahankan nilai-nilai tradisi leluhur yang telah ada sejak zaman dahulu
tanpa mengacu pada era disentralisasi dan moderniasasi pada saat ini. Dan
dapat meberikan manfaat bagi masyarakat Desa Sumoroto sebagai pelaku seni
reog ponorogo untuk tetap mempertahankan dan menjalankan nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam mempetahankan sebuah kebudayaan lokal dengan mengarah pada
kearifan lokal yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisi yang merupakan
perihal yang tidak mudah dilakukan. Indonesia adalah salah satu negara yang
mempunyai beranekaragam kebudayaan lokal. Tidak berjalan semulus apa yang
kita inginkan, beberapa kebudayaan lokal yang dimiliki Indonesia juga telah
beberapa kali diambil dan diklaim oleh negara luar. Hal itu dimungkinkan karena
masyarakat Indonesia sendiri yang tidak mau menjaga apa yang mereka miliki
hingga pada akhirnya ketika kasus sebuah pengklaiman terjadi mereka baru
kelabakan untuk menarik lagi bahwa kebudayaan yang diklaim oleh negara lain
itu merupakan milik mereka.
Dalam suatu penelitian atau suatu karya ilmiah, kepustakaan merupakan
salah satu landasan yang paling penting dimana untuk menjadikan dasar atau
tempat berpijak bagi penelitian tersebut. Pada penelitian ini, penelliti akan
menggunakan beberapa literatur yang akan diambil dari beberapa media dan
literatur ini digunakan sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Penelitian ini juga menggunakan pustaka-pustaka yang terkait dengan topic
penelitian. Studi pustaka merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan teori
dan konsep pada sebuah penelitian. Sehingga pada penelitian nanti sebuah hasil
pencapaian dsari penelitian tersebut kan teruji kebenarannya. Studi pustaka dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
majalah yang berkaitan dengan topik penelitian. Buku dan referensi lain yang
didapat tentunya berhubungan dengan ilmu sosial khususnya adalah ilmu
sosiologi yang mendukung terhadap penelitian ini. Sedangkan buku-buku lainnya
hanya sebagai referensi tambahan pelengkap bagi peneliti.
Dalam hal penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti menggunakan
bantuan dari hasil penelitian terdahulu yang mempunyai tema yang sekiranya
sama yang telah dilakukan terlebih dahulu. Beberapa penelitian telah didapat oleh
peneliti, diantaranya adalah penelitian tentang Dengan adanya studi pustaka
tersebut akan membantu peneliti menemukan informasi yang lebih awal dari
sebuah penelitian. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang mempunyai
tema sama yaitu mengenai Reog Ponorogo adalah Kesenian Reog Ponorogo
sebagai sarana Agitasi Politik yang diteliti oleh Langgeng Budi Utomo Fakultas
Sastra dan Seni Rupa. Penelitian lainnya sepertiMistisme Warok Ponorogo yang
diteliti oleh Puspito Hadikemudian penelitian tentangKesenian Tradisional Reog
di Kabupaten Wonogiri pada TAHUN 1980-2005 yang diteliti oleh Handokodan
tema mengenai Reog Ponorogo juga telah diteliti oleh Magister Pendidikan yaitu
yang berjudul Reog sebagai kajian histori dan nilai edukatif oleh Uswatun
Hasanah. Dari hasil penelitian yang telah disebutkan tadi mempunyai tema yang
sama mengenai Kesenian tradisional Reog Ponorogo dan pada saat ini peneliti
akan melakukan penelitian yang mempunyai tema sama tetapi dengan
pembahasan yang berbeda yaitu mengenai Eksistensi Reog Ponorogo pada
A. Penelitian yang Relevan
Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode
Penelitian
disebabkan oleh letak geografis Wonogiri yang
menjadi perbatasan langsung dengan Kota
Ponorogo. Yang kedua adlah ketertarikan
individu-individu terhadap kesenian Reog yang
bermula dari ponorogo dirasa unik dan khas serta
mudah untuk dipelajari. Kemudian
perkembangan kesenian reog di Wonogiri mulai
bangkit kembali pada tahun 1969 setelah G 30S
PKI pada tahun 1965.
Dengan adanya hal tersebut kesenian ini
muncul kembali pada acara-acara tertentu sperti
pernikahan, khitanan dan kaulan secara
smabatan. Pada tahun 1075 kesenian reog di
wonogiri semakin meningkat dan pada akhirnya
dikomerisalkan. Pada tahun 1980 kesenian
tersebut meningkat dan pada akhirnya
dipengaruhi oleh munculnya usaha kerajinan
reog di Purwantoro. Pada sat itu masih tergolong
pesat sampai pada tahun 1990. Pada tahun yang
sama muncul cewrita yang dihubungkan dengan
sejarah kabupaten Wonogiri yaitu
Sambernyawan Wonogirien. Dan pada tahun
1995 terjadi perubahan yaitu yang pertama
munculnya penari jathil perempuan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kebiasaan warok memelihara
gemblakan. Kemudian yang kedua memasukkan
tarian Klono Sewandono dalam pementasan
Reog. Dan pada akhirnya pada tahun 2000-2005
kesenian ini mulai berkembang pesat di
Kabupaten Wonogiri hal tersebut dikarenakan
kegiatan Reog ini didominasi oleh kelompok
lain.
Pada era demokrasi terpimpin tahun
1959-1965. Kesenian Reog Ponorogo mengalami masa
keemasannya dengan memiliki 364 unit Reog
yang tersebar di Kabupaten Ponorogo. Kesenian
pada masa ini mempunyai fungsi sebagai sarana
hiburan,sarana mengumpulkan massa sebagai
sarana ritual. Hal ini memancing partai politik
untuk memanfaatkan sebagai aspek politik yaitu
dengan memanfaatkan kesenian Reog sebagai
media komunikasi dalam rangka propaganda dan
memasukkan ideologinya. Dalam hal ini pelaku
seni reog ponorogo tidak hanya dari seniman
tradisi tetapi juga para politisi dari partai
khususnya Partai Komunis Indonesia (PNI) ,
Partai Komunikasi Indonesia(PKI), dan
Nahdhatul Ulama(NU).
Kehidupan Warok Ponorogo yang diwarnai
oleh batin dan kejiwaan dengan hidup
berngelmu. Ngelmu merupakan pengetrapan
pelaku. Dalam mempertebal ajaran Warok
Ponorogo berlaku amalan-amalan atau lelaku
yang berhubungan dengan spiritualnya. Japa
Mantra, Tapa Brata, dan Bandha Donya hanya
sarana untuk mencapai kebenaran sejati.
Ujung-ujungnya adalah bisa memperoleh Emating mati
patitis, manunggaling kawula gusti,sangkan
Warok Esitoris dan
Spiritualisme
Ponorogo.
interpretasi,
historiografi
paraning dumadi yaitu yang berarti akhir
kehidupan yang penuh dengan kedamaian.
Mistisme Warok Ponorogo lebih menekankan
pada aspek hidup yang ideal(urip utomo). Unsur
yang terpenting dalam ajaran Mistisme Warok
Ponorogo adalah konsep “ Mangerang Gesang ”
yang mempunyai arti hidup seperti Tuhan pada
skala kecil. Hal ini dikarenakan menurut paham
mistik yang dianut pada dasarnya manusia ada
karena kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Mistik
pada warok ponorogo cenderung pada mistik
yang bersifat kejawen. Terdapat perbedaan
dalam mistik Warok Ponorogo diantarnya adalah
:
1. “ Ngelmu Kanoragan Berpangkal dari
syetan dan Roh”. Tujuannya adalah mencari
kepuasan hidup dan kebahagiaan pribadi.
Larangannya adalah melanggar ilmu. Ilmu
Kanorgan disebut juga sihir hitam.
2. “Ngelmu kautamaan berpangkal dari sukma
manusia yang tujuannya mencari
kebahagiaan hidup untuk bersama”.
Larangannya adalah wewaring bebrayan,
melanggar larangan ngelmu. Ngelmu
tersebut adalah ngelmu kautaman yang
berarti sihir putih.
3. “Ngelmu Kesempurnaan berbangkal dari
daya gaib Gusti ” yang tujuannya adalah
mendapatkan kebahagiaan kekal.
Larangannya adalah Wewaling bebrayan
dan pepacuhing pangeranyang mempunyai
tujuan akhir adalah bersatu dengan Sang
Pencipta.
Dalam zaman globalisasi dan era desentralisasi
politik ini, kebudayaan daerah di Indonesia
sedang mengalami perubahan akibat tekanan dari
berbagai sudut. Pada saat ikatan baru kepada
negara dan masuknya unsur-unsur dari luar
menantang kelangsungan identitas lokal,
namun desentralisasi politik di Indonesia dan
pemindahan kewenangan dalam bidang
pendidikan dan kebudayaan ke dalam tangan
Pemerintah Daerah mendorong pengembalian
kepada identitas budaya daerah. Interaksi
kekuatan ini mengakibatkan perubahan dalam
peran dan fungsi kesenian-kesenian Indonesia
dalam masyarakat. Di Indonesia modern
kebudayaan adalah milik daerah, dan orang
Indonesia kembali menganut tradisi-tradisi
daerah sebagai ekspresi jati diri. Melalui
wawancara dengan informan, peneliti
mempelajari bahwa Reog memegang beberapa
fungsi penting dalam kebudayaan Ponorogo dan
konstruksi identitas Ponorogo. Kasus Reog mirip
dengan kasus kesenian Indonesia lainnya, yaitu
kondisi dan situasi politik dan keberadaannya
tantangan dari luar yang lebih banyak
mengakibatkan penciptaan identitas budaya
yang lebih kuat, dan kesenian tradisionalnya
diangkat menjadi simbol identitas budaya
tersebut. Meskipun Reog masih dipraktekkan
sebagai hiburan, fungsi ini sudah mulai
dipudarkan oleh fungsi Reog sebagai simbol
budaya yang mewakili identitas Ponorogo.
Perubahan itu juga didorong pemindahan Reog
dari tempat tradisionalnya di desa kepada
sistem pendidikan, dimana proses sekularisasi
yang sedang terjadi mematahkan ikatan Reog
dengan unsur-unsur kebudayaan Ponorogo
lainnya. Pentingnya Reog sebagai satu-satunya
perwujudan kebudayaan khas Ponorogo menjadi
salah satu penyebab utama kehebohan mengenai
kontroversi pencurian Reog. Oleh karena orang
Ponorogo tidak mempunyai sarana lain untuk
mengekspresikan identitas Ponorogo mereka,
Reog di Ponorogo menjadi hal yang sensitif dan
dapat memicu tanggapan kuat dari masyarakat
jika diklaim orang lain. Meskipun kasus ini
menjadi bahan berita di seluruh Nusantara,
dalam konteks lokal Ponorogo kontroversi ini
harus dipahami sebagai isu lokal bagi
kebanyakan orang, khususnya bagi orang yang
tinggal di luar kota.
Dari analisis di atas dapat kita lihat
bahwa kontroversi ‘pencurian’ Reog Ponorogo
oleh Malaysia sebenarnya tidak perlu terjadi.
Selain dari sensitivitas orang Ponorogo terhadap
Reog, kontroversinya juga terjadi akibat dari
pendefinisian ulang status kesenian secara
hukum yang merupakan proses yang kompleks.
Sedangkan dulu kesenian dianggap sebagai milik
bersama, sekarang kepemilikan berbagai
kesenian diberikan kepada negara atau
pemerintah tingkat daerah, sesuai dengan hukum
hak cipta internasional yang dipegang UNESCO.
Akan tetapi sifat seni adalah bahwa ia tidak
terbatas oleh perbatasan negara atau pun
buku-buku pedoman dasar yang disusun pemerintah.
Seni adalah tempat ekspresi dan kreativitas,
sehingga upaya untuk membatasi kesenian atau
memperlakukannya dengan cara yang sama
seperti obyek fisik yang mempunyai pemilik
tertentu pasti akan menimbulkan masalah. Dalam
kasus ini, dimana kesenian yang dibicarakan
sudah lama berada di kedua negara akibat
migrasi selama jangka waktu panjang,
pembebanan paradigma dan hukum baru ini
mengakibatkan kesalahpahaman berkaitan
dengan status Reog yang menjadi kontroversi
berskala besar sebagai akibat dari paparan
media.
Margaret J. Kartomi Perfomance,Music
and Meaning of
Reyog Ponorogo
Mengetahui sejarah
dari Reyog
Ponorogo dan
aplikasi dari Reyog
Ponorogo pada
zaman dahulu mulai
dari apa yang
ditampilkan,music
yang digunakan dan
arti dari Reyog
Ponorogo itu sendiri
Deskriptif
Kulalitatif
Reyog Ponorogo dalam hal ini dilihat dari
bagaimana penampilan yang ditampilkan seperti
halnya juga diceritakan mengenai warok dan
gemblak , kemudian juga menceritakan
dahulunya Reog Ponorogo pada tahun 1971
berjalan dengan membawa gamelan beserta alat
kesenian music lainnya seperti
slompret,kenong,kempul,tipung,dan kendang
ponorogo dimana ritme music yang dimainkan
berbentuk seperti musical. Dalam penampilan
dari Reog Ponorogo menceritakan tentang
perjalanan dari Klono Sewandono.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dari penelitian relevan diatas dapat digunakan sebagai penunjang
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dimana dari penelitian yang
sudah dilakukan terlebih dahulu tersebut memiliki tema yang sama yaitu
mengenai Reog Ponorogo tetapi memiliki tinjauan dan fokus masing-masing
dari setiap penelitian. Dengan adanya hal tersebut dapat membantu peneliti
dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang Reog Ponorogo
yang dilihat dari Eksisntesinya dan ditinjau dari Kearifan Lokal dari Kesenian
Tradisional Reog Ponorogo. Maka dari itu peneliti dapat lebih cermat dalam
menganalisis penelitian yang terkait dengan penelitian relevan tersebut.
B. Definisi Konseptual
1. Eksistensi
Istilah eksistensi mengalami perluasan arti. Istilah eksistensi pada
mulanya menunjuk pada pengalaman akan kenyataan. Segala yang
bereksistensi dengan cara tertentu harus terdapat dalam ruang dan waktu,
dan harus merupakan objek cerapan indera (Kattsof, 1986:209).
Kemudian, istilah eksistensi menunjuk pada kesadaran manusia,
yang dalam moralitasnya, dapat mengekspresikan identitas dirinya. Istilah
eksistensi dalam pengertian yang pertama maupun kedua selalu mengarah
kepada manusia. Istilah eksistensi menjelaskan apa yang menentukan
pengertian manusia terhadap dirinya sendiri yang independen. Eksistensi
bukan hanya berarti keberadaan manusia,tetapi juga cara berada manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Hakikat manusia terletak dalam eksistensinya. Pemahaman
terhadap eksistensi manusia bertolak dari tiga aspek yang integral.
Pertama, manusia merupakan keberadaan jasmani yang tersusun dari
bahan material. Kedua, keberadaan manusia tampak sebagai sosok atau
organisme hidup yang menyatu dalam tampilan individu jasmani. Ketiga,
manusia mempunyai ciri kehidupan mentransendensi dan meneguhkan diri
sebagai eksisten (Dagun, 1990: 8).
Ekistensi manusia juga biasanya dikatakan sebagai kesadara
manusia yang artinya sebuah keadaan yang berkat kesadarannya, manusia
mampu melampaui situasi-situasi yang melingkarinya dan mampu
mengatasi apa yang faktum dan datum lingkupnya dalam proses yang
dsiebut trandensi.(Mudji, 2005 : 355)
2. Kebudayaaan
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat,
mempergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan.
Kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari
oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala
sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perliaku yang normative. Dalam hal
ini artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir , merasakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kata kebudayaan berasal dari ( bahasa sansekerta) buddhayah yang
merupakn bentuk jamak kata buddi. Yang berarti budi atau kekal.
Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi
atau akal”.
Kebudayaan juga mempunyai istilah lain yaitu kebudayaan adalah
salah satu hal yang berkaitan tetang topic ini. Kebudayaan adalah suatu
perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari budi
berupa : Cipta, karsa dan rasa (Koentjanaringrat, 1986 : 181)
Kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa dan karsa. Dengan
adanya hal tersebut kebudayaan ditempatkan kepada sesuatu yang sudah
terjadi, sudah terbentuk, sebagai hasil olahan cipta, karsa, dan rasa
masyarakat manusia. Koentjaraningat juga menyebutkan istilah lain
tentang kebudayaan adalah Culture. Dimana culture berasal dari colere
yang artinya : mengolah, mengerjakan yang diutamakan adalah mengolah
tanah dana bertani. Jadi maknanya adalah sebagai segala upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.
(Koentjaningrat , 1986 :180)
Dengan adanya hal diatas maka Koentjaraningrat merumuskan
budaya sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan melalui belajar. Menurut Edwar Taylor dalam buku
sosiologi pedesaan , kebudayaan adalah segala sesuatu yang termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
yang ada di masyarakat dan dilakukan oleh anggotanya. (YayukYulianti
MS, 1999 : 49)
Kebudayaan berkait dengan dimensi-dimensi manusia bisa dilihat
dalam dua sudut yaitu sebagai kata benda dan kata kerja. Kebudayaan
sebagai kata benda berarti kebudayaan dilihat dari hasil,produksi
kreativitas dengan cirinya sebagai sesuatu yang sudah jadi,beku,dan
mati(meskipun tetap merupakan hasil karya kesadaran,kegiatan kehendak
dan buah dimensi rohani dan jasmani manusia). Sedangkan kebudayaan
sebagai kata kerja berarti kebudayaan yang dilihat sebagai suatu proses
yang bertumbuh dan berkembang terus sebagai ekspresi tindakan sadar
manusia dalam mengolah lingkungannya. Dalam arti kebudayaan itu
bersifat dinamis dan aktif kreatif (Mudji, 2005 : 363)
Pada dasarnya segala perwujudan daya kreasi manusia baik spiritual,
mental, maupun material. Penempatan ke depan kebudayaan sebagai kata
kerja langsung membawa konsekuensi logis yaitu penempatan manusia
sebagai subjek sadar diri dan yang menjadi aktor dari
tindakan-tindakannya.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu
kebulatan yang bersifat kesatuan. Tujuan dari unsur kebudayaan yang
dianggap sebagai cultural universals yaitu sebagai berikut :
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Mata pencaharian hidup dan system ekonomi
(pertanian,peternakan,system produksi,system distribusi,dan
sebagainya)
c. Ssitem kemasyarakatan (system kekerabatan, organisasi politik, system
hukum, system perkawinan)
d. Bahasa (lisan maupun tertulis)
e. Kesenian ( seni rupa,seni suara,seni gerak,dan sebagainya)
f. Ssitem pengetahuan
g. Religi(system kepercayaan)
3. Kesenian
Kesenian merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan.
Lebih dari itu, kesenian adalah tempat di mana makna budaya ditafsirkan
dan identitas budaya diakui dan diperkuat, khususnya di masyarakat kecil.
Secara historis dan tradisional kesenian memegang peran penting dalam
kehidupan masyarakatnya. Rosman dan Rubel menjelaskan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Seperti yang dijelaskan Koentjaraningrat, dalam kenyataannya
masyarakat kesenian dan kebudayaan fisik lainnya tidak terpisah dari
sistem sosial dan adat-istiadatnya. Hal itu karena kebudayaan fisik
merupakan bagian dari lingkungan hidup masyarakat, yang makin lama
makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga
mempengaruhi pula cara berpikirnya. Dengan demikian, secara serentak
pelaksanaan kesenian dapat mencerminkan dan memperkuat nilai-nilai,
hierarki dan struktur kebudayaan. Kesenian juga menjadi cara untuk
menghubungkan diri dengan masyarakat. (Koentjaraningrat,1986 :188)
Pengertian hal lain mengenai kesenian adalah komponen
sosiokultural yang bersifat universal. Isinya berupa kesan atau
pengungkapan simbolik yang mempunyai nilai etis,emosional,atau
intelektual bagi anggota suatu masyarakat. Mangku Purnomo , (1999 : 81)
4. Kebudayaan Lokal
Kebudayaan lokal adalah hal-hal yang merupakan hasil dari cipta
rasa dan karsa yang tumbuh dan berkembang dalam suatu suku bangsa
yang ada di daerah tersebut. Kebudayaan lokal mengacu pada kesenian
tradisional yang didalamnya pasti terdapat sebuah kepercayaan dan hal
tersebut sudah mengakar pada kebudayaan tersebut sejak zaman dahulu.
Seperti halnya indonesia yang memiliki suku bangsa dan didalamnya
tetrdapat keanekaragaman budaya yang dianut daerah tersebut. Pengertian
dari kebudayaan l;okal juga berkenaan dengan kebudayaan yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Budaya tersbut akhirnya dikelola dan dilestarikan oleh daerah itu sendiri.
Bahkan beberapa daerah menganggap bahwa kebudayaan yang mereka
miliki adalah identitas yang ada pada diri mereka.
5. Kearifan Lokal
Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Geriya
dalam mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan
keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada
filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara
tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar
sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan
wisdom(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maknalocal
wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya
bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang
berulang-ulang dan mengalami penguatan. Apabila suatu tindakan tidak
dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Kearifan adat dipahami
sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta
dianggap baik oleh ketentuan agama.
Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai
landasan dalam pembentukan jatidiri bangsa secara nasional.
Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.
Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam
kesadaran masyarakat. Berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Kearifan lokal telah menjadi tradisi baik fisik maupun budaya, dan secara
turun-temurun menjadi dasar dalam membentuk bangunan dan
lingkungan. Di dalam permukiman tradisional, dapat ditemukan pola atau
tatanan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesakralannya atau
nilai-nilai adat dari suatu tempat tertentu. Hal tersebut memiliki pengaruh cukup
besar dalam pembentukan suatu lingkungan hunian atau perumahan
tradisional. Nilai-nilai adat yang terkandung dalam permukiman
tradisional menunjukkan nilai estetika serta local wisdomdari masyarakat
tersebut. Keanekaragaman sosial budaya masyarakat pada suatu daerah
tidak terbentuk dalam jangka waktu yang singkat. Dengan demikianlocal
wisdom (kearifan lokal/setempat): dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu :
1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya
berkaitan dengan upacara daur hidup, konsepkanda pat rate.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan
pemujaan pada pura Panji.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben
dan penyucian roh leluhur.
8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan
kekuasaanpatron client
Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah
keraifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat
pragmatisdan teknis.
Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan
hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan
lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok
masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok
masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak
sehari-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
hari. Proses sedimentasi ini membutuhkan waktu yang sangat panjang,
dari satu generasi ke generasi berikut.
C. Landasan Teori
Dalam penelitian yang akan dilaksanakan untuk mengkaji
permasalahan tentang Eksistensi Reog Ponorogo Pada Masyarakat Desa
Sumoroto peneliti akan menggunakan pendekatan teori sosiologi sebagai
landasannya. Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan yang
berbeda-beda pada setiap individu dan antar individu saling berinteraksi dan
saling berhubungan secara timbal balik.
Sosiologi sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial
dan proses sosial, termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antar unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah
sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok
serta lapisan-lapisan sosial (Soekanto,2000 : 20-21). Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang obyeknya adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang
timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Oleh karena penelitian ini berpijak pada disiplin ilmu sosiologi maka
penelitian ini menggunakan paradigma sosiologi. Paradigma itu sendiri adalah
suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum yang
merupakan suatu sumber nilai. Konsekuensinya hal itu merupakan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri. Menurut Thomas Khun,paradigma mengandung empat unsur, yaitu 1)
subject matter, 2) teori, 3) metode, dan 4) eksemplar atau prosedur ( Yulius
Slamet,2006:16).
Dalam penelitian in akan menggunakan Teori Tindakan Sosial milik
Max Weber dan Interaksionalisme simbolik milik George Herbert Mead.
1. Teori Tindakan Sosial Max Weber
Max Weber mengungkapkan bahwa dunia sebagaimana kita
saksikan terwujud karena tindakan social. Manusia melakukan sesuatu
karena mereka memutuskan untuk melakukan itu,untuk mencapai apa
yang mereka kehendaki. Setelah memilih sasaran,mereka
memperhitungkan keadaan,kemudian memilih tindakan. Bagi Max
Weber,struktur social adalah produk(hasil) dari tindakan itu,cara hidup
adalah produk dari pilihan yang dimotivasi. Memahami realitas social
yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan mengapa manusia
menentukan pilihan. Teori sosiologi bukanlah teori mengenai system
social yang memiliki dinamikanya sendiri,melainkan mengenai makna
dibalik tindakan individu. Max Weber menyebut metode yang
dikembangkan sebagai verstehen.
Inti dari tindakan sosial adalah tindakan yang penuh arti dari
individu yakni tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai
makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
tujuan dan motivasi pelaku,Weber juga yakni bahwa cara terbaik untuk
memahami berbagai masyarakat adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal
tindakan yang menjadi cirri khasnya dengan merekonstruksi makna dibalik
kejadian-kejadian sejarah yang menghasilkan struktur-struktur dan
bentukan-bentukan social. Menurut Max Weber, kita bisa membandingkan
struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa
warga masyarakat bertindak,kejadian-kejadian historis secara berurutan
yang mempengaruhi karakter mereka dan memahami tindakan pada
pelakunya yang hidup dimasa kini,akan tetapi walaupun demikian kita
tidak bisa menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur social.
Weber membuat klasifikasi mengenai perilaku social atau tindakan
menjadi 4 yaitu :
a. Tindakan Tradisional (Traditional Action) yakni tindakan social
murni,tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dalam
mengerjakan seseuatu masa lalu saja. Tindakan social juga didorong
dan berorientasi kepada suatu kebiasaan bertindak yang berkembang di
masa lampau(tradisi). Mekanisme tindakan semacam ini selalu
berlandaskan hukum-hukum normative yang telah ditetapkan secara
tegas oleh masyarakat.
b. Tindakan Afektif (Affectual Action) yakni tindakan yang
dibuat-buat,dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si pelaku.
Tindakan ini sulit dipahami,kurang atau tidak rasional. Tindakan social
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
emosional,seperti halnya ledakan amarah seseorang,ungkapan rasa
cinta,rasa belas kasihan,itu merupakan contoh dari tindakan afektif ini.
c. Tindakan berorientasi tujuan atau penggunaan rasionalitas instrumental
(Werktrational Action) yakni tindakan dimana pelaku menilai apakah
cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat untuk
mencapai tujuannya. Tindakan ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri.
Tindakan rasional,karena pilihan-pilihan terhadap cara-cara kiranya
sudah menentukkan tujuan yang diinginkan. Tindakan ini juga
memiliki nilai-nilai yang dijadikan sandaran ini bias nilai
etis,estetis,keagamaan,atau pula nilai-nilai lain.
d. Tindakan berorientasi nilai atau penggunaan rasionalitas nilai (Zwerk
Rational) yakni tindakan social murni,dalam tindakan ini pelaku tidak
hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya tapi
juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri.
2. Teori Interaksi Simbolik George Herbert Mead
Teori ini mendasarkan studi perilaku individu dan kelompok kecil
masyarakat melalui serangkaian pengamatan dan deskripsi. Metode ini
dilandaskan pada pengamatan atas apa yang diekspresikan orang meliputi
penampilannya, gerak-gerik perilakunya, dan bahasa simbolik yang
muncul dalam situasi sosial. Interaksionis simbolis mengetengahkan
dimensi-dimensi yang terabaikan (Subyektifitas atau interpretasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
manusia bersifat subyektif dan interpretatif. Paradigma interaksionalisme
simbolik mengatakan bahwa masyarakat atau struktur sosial dan proses
proses sosial berskala besar harus dipahami sebagai hasil dari intraksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan mengambil lokasi penelitian yaitu
salah satu desa yang ada di Ponorogo, Desa Sumoroto. Desa sumoroto
merupakan salah satu desa tertua yang ada di Ponorogo yang letaknya sebelah
barat dari arah menuju kota ponorogo. Dalam desa sumoroto terdapat wilayah
yang letaknya masih satu desa dengan Desa Sumoroto yaitu Bantarangin. Pada
daerah Bantarangin itulah peneliti akan melakukan penelitian. Peneliti
memilih lokasi penelitian di Bantarangin Desa Sumoroto dikarenakan wilayah
ini merupakan wilayah yang masih kental akan nilai-nailai spritiual dari para
lelulur kota ponorogo itu sendiri. Selain hal tersebut, Bantarangin sudah diakui
oleh banyak masyarakat luas yang ada di Ponorogo sebagai salah satu wilayah
yang ada di Desa Sumoroto yang masyarakatnya mempunyai beberapa
industri tentang kerajinan Reog Ponorogo dan juga sebagai pelaku seni
tradisional Reog Ponorogo. Tidak hanya hal tersebut, Kumpulan dari beberapa
pelaku seni Reog Ponorogo terdapat dalam wilayah tersebut. Kegiatan yang
mereka lakukan merupakan bentuk apresiasi serta eksistensi yang mereka
lakukan untuk mempertahankan kesenian yang mereka miliki serta penanaman