perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TUGAS AKHIR
PEMETAAN POTENSI DAN RESIKO KEBAKARAN
DI KOTA SURAKARTA
Oleh :
HANGGA ANDRIYANTO I0607008
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ABSTRAKSI
Kota Surakarta merupakan kota yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dimana dalam arahan tata ruangnya diarahkan pada pelayanan jasa dan permukiman. Perkembangan kota yang cukup pesat ini menajadikan Kota Surakarta sebagai magnet bagi masyarakat sekitar untuk beraktivitas serta berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Sebagai magnet, Kota Surakarta mengalami peningkatan diantaranya aktivitas masyarakat baik jumlah penduduk maupun bangunan yang terdapat di Kota Surakarta. Peningkatan ini juga seimbang dengan munculnya fenomena kebakaran di Kota Surakarta yang semakin meningkat dalam kurun waktu 3 tahun belakangan, yaitu 28 kejadian pada tahun 2010, 37 kejadian pada tahun 2011, dan 46 kejadian sampai bulan agustus tahun 2012, serta menempatkan Kota Surakarta pada rangking 26 nasional berdasarkan Indeks rawan Bencana Indonesia tahun 2011 oleh BNPB. Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang berpotensi terjadi di Kota Surakarta.
Munculnya potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta haruslah dilakukan pemantauan dengan melihat sebaran wilayah berpotensi kebakaran yang biasa terdapat pada Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangkan Kota Surakarta belum memilikinya. Ketiadaan sebaran wilayah dalam memantau munculnya kejadian kebakaran inilah yang kemudian mendorong pemikiran bahwa dibutuhkannya usaha dalam mengetahui sebaran wilayah berpotensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan 6 faktor pemicu terjadinya kebakaran yaitu pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, penduduk, bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat.
Mengacu pada tujuan tersebut, dalam mengetahui sebaran potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta dilakukan dengan metode deskriptif yang ditunjang dengan kuantitatif dengan pembobotan. Metode deskriptif ini untuk mengetahui faktor pemicu yang berpotensi dalam terjadinya kebakaran di Kota Surakarta, sedangkan metode kuantitaf dengan pembobotan untuk mengetahui tingkatan resiko kebakaran pada setiap wilayah di Kota Surakarta.
Potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor pemicu yang menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah faktor kepadatan penduduk, faktor proteksi terpasang dengan variabel keberadaan sarana proteksi dan variabel jumlah sarana proteksi, dan faktor kesiapan masyarakat dengan variabel program pencegahan kebakaran. sedangkan penilaian wilayah terhadap tingkatan resiko kebakaran di Kota Surakarta terdapat 7 kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi, 25 kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran sedang, dan 19 kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii ABSTRACT
Surakarta is a developed city which is directed to service and housing. An activity
citizen and population in this city are both increasing as long as its development. It
influences to increasing fire incident in last 3 years, such as 28 incidents in 2010, 37 incidents
in 2011 and 46 incidents in 2012 and it placed Surakarta as 26th national rank by Index
Disaster Proned Indonesia in 2011 by BNPB. It presents that fire incidents as one of potential
disaster in Surakarta.
By viewing at the distribution area of potential fire in Fire Master Plan (RIK),
potential fire incident can be monitored but Surakarta does not have it. It means that
Surakarta needs to know the distribution of potential areas and fire risk in Surakarta based
on 6 factors fires trigger the fire history, land-use, population, building, protection installed,
and community preparedness.
The descriptive method supported by quantitative weighting is used to find out the
distribution of the potential and risk of fire incident in Surakarta. This descriptive method to
determine the potential trigger factors in fire incidents in the city, while quantitatif methods
with weighting to determine the level of risk in every area.
Based on analysis result known that triggers factor for fire incidents in Surakarta are
factor of population density, protection factor attached to the variable being the means of
protection and a variable being the means of protection and a variable number of means of
protection and community readiness factors with variable fire prevention program. In
Surakarta, there are 7 villages whict have a high level of fire risk, 25 villages with a moderate
level of risk of fire, and 19 villages with a low level of fire risk. This is the result of fire risk in
Surakarta City.
Keyword : Surakarta City, fire, potential, fire risk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Tiada nikmat
terbaik dari Allah SWT selain karunia sehat, ketabahan, kesabaran dan kerja keras, sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Tak lupa kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
menjadi penuntun dan suri tauladan kepada kita semua.
Adapun tugas akhir ini diselesaikan dan diajukan sebagai syarat untuk mencapai jenjang
Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam laporan ini, penulis mencob utuk mengetahui potensi dan resiko kebakaran di Kota
Surakarta berdasarkan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Penelitian ini dilakukan sebagai
langkah dalam memetakan potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta, serta sebagai
upaya didalam melakukan pencegahan awal dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran
di Kota Surakarta.
Penyelesaian tugas akhir ini tidak dapat terlepas dari dukungan berbagai pihak. Orang –
orang luar biasa yang sedikit banyak telah memberikan warna didalam penyusunan laporan
akhir ini. Melalui inilah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala perhatian dan bantuan yang diberikan. Adapun ucapan terimakasih penulis tujukan
kepada :
1. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Dr.Ir.Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku
pembimbing akademik atas bimbingan dan saran yang diberikan selama proses
perkuliahan sampai pada penyusunan saat ini.
4. Ir. Kuswanto Nurhadi, MSP dan Ir. Widharyatmo, MSI selaku dosen pembimbing
tugas akhir, terima kasih atas semua masukan, kritik, saran, support dan kesabaran
dalam membimbing penyusunan tugas akhir sampai selesai. Terima kasih banyak
bapak.
5. Ir.Soedwiwahjono, MT dan Ana Hardiana, MT selaku dosen penguji, atas setiap kritik
commit to user
iv
6. Kedua orangtuaku, Papa Warsiyanto S.Sos dan Mama Ainul Suhariani yang telah
memberikan restu dan dukungan baik secara moril maupun materiil serta doa yang tak
habis-habisnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kalian adalah motivator terbesar
dalam hidupku. Terima kasih atas segala dukungan juga kesabarannya. Ini untuk
mama juga papa.
7. Adekku yang amat kusayang dan kucinta,Rindha Dwi Pradita dan Diva Ananda Asri
“Ndoo”. Kalian berdua adalah inspirasi dan semangat hidupku. Setiap senyum dan
tawa kalian itu adalah udara segar didalam semangatku menyelesaikan laporan ini.
8. Temanku, sahabatku, dan partner hidupku yang selalu mendorong dan
menyemangatiku sampai saat ini, Senny Pratiwi ST. Terima kasih banyak untuk
senyum, tawa, canda,dan bahagia yang telah mewarnai setiap hariku. Ini adalah
langkah awalku untuk menyusulmu. Buat aku untuk cepat memulai dan terus berlari
untuk meraih mimpi dan masa depan kita bersama.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas
Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan dan
bantuan sampai terselesaikannya tugas akhir ini. Ayoo kita ramaikan dunia ini
bersama - sama!!
10.Teman-teman PWK yang telah membantu dalam pengumpulan data Iqbal,dkk terima
kasih sudah dibantu, keberadaan kalian sangat membantu.
11.Teman – teman kosan yang telah menemani dalam begadang (Jeken, mas Bayu, Ucok)
dan spesial buat duo teman baikku Wisnu dan Petty. Makasih banyak teman....
12.Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kepentingan
praktis maupun akademis.Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam tulisan
ini.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
tulisan dan penelitian berikutnya.Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Akhir kata, Penulis
mengucapkan terima kasih banyak.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
v
MOTTO
“Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi
pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.”
(Nabi Muhammad Saw)
“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dansabar”
(Khalifah Umar)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang – orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edisson)
“Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan dan saya percaya
pada diri saya sendiri.”
( Muhammad Ali)
“Our greatest glory is not in never falling, but in rising every time we fall!!”
(Cuficius)
“Jika terlalu susah untuk difikirkan, maka lakukanlah” (Penulis)
“Baik atau buruk adalah sebuah penilaian, jangan berhenti untuk terus melangkah karena Setiap langkah adalah cara kita untuk membuat cerita dalam hidup”
(Penulis)
“Selalu dengar, ingat, dan lakukan nasehat orang tua. Karena mereka tau yang terbaik untuk kita”
commit to user
C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penelitian ... 3
1. Tujuan ... 3
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pemetaan ... 8
3. Klasifikasi Kebakaran... 11
4. Faktor Kebakaran ... 12
1. Teknik Pemadaman Kebakaran ... 21
2. Keberhasilan Pemadaman... 22
G. Perumusan Variabel ... 23
2. Teknik pengumpulan data ... 27
3. Teknik Pengolahan dan Penyajian data ... 30
4. Teknik Analisis Data ... 30
commit to user
vii
b. Analisis Skoring/Pembobotan untuk Menilai Kawasan
Rawan Bencana Kebakaran ... 31
5. Tahap Sintesis ... 35
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kota Surakarta ... 36
b. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR) ... 57
6. Jaringan Jalan ... 59
a. Jenis Permukaan ... 59
b. Kondisi Jalan ... 60
c. Jalur Evakusi ... 61
BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi terjadinya Kebakaran Berdasarkan faktor Pemicu di kota Surakarta ... 64
a. Keberadaan Sarana Proteksi ... 88
b. Jumlah Sarana Proteksi ... 90
c. Keterjangkauan Pos Pemadam ... 92
6. Kesiapan Masyarakat ... 97
B. Penilaian tingkat resiko kebakaran Di Kota Surakarta ... 99
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 110
B. Rekomendasi ... 111
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir ... 7
Gambar 2 Kerangka Teori ... 25
Gambar 3 Kerangka Analisis ... 35
Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ... 39
Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran... 41
Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 ... 50
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ... 12
Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk ... 15
Tabel 3 Variabel Penelitian ... 23
Tabel 4 Kebutuhan Data ... 29
Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ... 32
Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ... 34
Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta... 37
Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ... 39
Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ... 40
Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 ... 40
Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ... 44
Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan Kota Surakarta th. 2003 – 2010 ... 47
Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 48 Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun 2010 ... 49
Tabel 15 Kepadatan Bangunan ... 52
Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 ... 55
Tabel 17 Kondisi Hidran ... 56
Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 59
Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 59
Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 60
Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 60
Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 61
Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 61
Tabel 24 Jalur Evakuasi ... 61
Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ... 65
Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ... 71
Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ... 79
Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ... 82
Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta ... 86
Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ... 89
Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ... 91
Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... 92
Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat ... 97
Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan ... 101
Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan... 102
Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ... 103
Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ... 104
Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ... 105
commit to user
x
DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ... 5
Peta Administrasi Kota Surakarta ... 38
Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ... 42
Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ... 43
Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 ... 46
Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ... 51
Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ... 54
Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 ... 58
Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ... 63
Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ... 67
Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ... 73
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 ... 74
Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ... 75
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ... 76
Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ... 77
Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ... 80
Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 ... 84
Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ... 87
Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ... 94
Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ... 95
Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ... 96
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir ... 7
Gambar 2 Kerangka Teori ... 25
Gambar 3 Kerangka Analisis ... 35
Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ... 39
Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran... 41
Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 ... 50
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ... 12
Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk ... 15
Tabel 3 Variabel Penelitian ... 23
Tabel 4 Kebutuhan Data ... 29
Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ... 32
Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ... 34
Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta... 37
Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ... 39
Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ... 40
Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 ... 40
Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ... 44
Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan Kota Surakarta th. 2003 – 2010 ... 47
Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 48 Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun 2010 ... 49
Tabel 15 Kepadatan Bangunan ... 52
Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 ... 55
Tabel 17 Kondisi Hidran ... 56
Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 59
Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 59
Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 60
Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 60
Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 61
Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ... 61
Tabel 24 Jalur Evakuasi ... 61
Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ... 65
Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ... 71
Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ... 79
Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ... 82
Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta ... 86
Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ... 89
Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ... 91
Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... 92
Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat ... 97
Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan ... 101
Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan... 102
Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ... 103
Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ... 104
Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ... 105
commit to user
x
DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ... 5
Peta Administrasi Kota Surakarta ... 38
Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ... 42
Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ... 43
Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 ... 46
Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ... 51
Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ... 54
Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 ... 58
Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ... 63
Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ... 67
Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ... 73
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 ... 74
Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ... 75
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ... 76
Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ... 77
Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ... 80
Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 ... 84
Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ... 87
Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ... 94
Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ... 95
Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ... 96
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota adalah suatu permukiman yang padat dan permanen terdiri dari masyarakat yang
heterogen dari segi sosial namun mampu menciptakan ruang - ruang yang efektif melalui
pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu (Amos Rapoport).
Menurut Marbun, kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah penduduk tinggi,
tempat bekerja penduduk yang intensitasnya tinggi, dan merupakan kawasan pelayanan
umum. Oleh karena itu keberadaan sebuah kota sangat menarik masyarakat untuk
mendatanginya, selain itu terciptanya kegiatan ekonomi sangat penting dalam sebuah kota
karena merupakan dasar agar kota tersebut dapat bertahan dan berkembang.
Perkembangan kota (urban development) menurut Hendarto adalah : perubahan secara
menyeluruh pada sebuah kota, baik meliputi fisik, sosial ekonomi, atau sosial budaya
(Kurokawa, 2010)
Perkembangan suatu kota selain memberikan dampak positif terutama dalam hal
peningkatan pendapatan daerah, mempunyai dampak negatif pula bagi kota itu sendiri.
Adapun dampak negatif dari perkembangan kota seperti peningkatan jumlah penduduk
dan bangunan, bertambahnya permukiman padat dan kumuh, serta meningkatnya
kepadatan lalu lintas. Dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan kota ini erat
kaitannya dengan bahaya kebakaran yang pada saat ini sedang terjadi peningkatan
terutama di kota – kota besar.
Menurut NFPA dalam building and plant institute dan Ditjen Binawas Depnaker 2005,
kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan yang
dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara, dan panas yang dapat berakibat
menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.
Kota Surakarta mengalami perkembangan yang cukup pesat, dimana hal ini dapat
terlihat dari mulai tumbuhnya pusat – pusat kegiatan lain dan meningkatnya aktivitas
masyarakat. Menurut RTRW Kota Surakarta Tahun 2011- 2031, pengembangan kota
Surakarta lebih diarahkan pada pelayanan jasa sedangkan dari segi spasial lebih diarahkan
pada permukiman yang mencapai 75% dari luas rencana penggunaan lahannya. Sebagai
pusat pelayanan, Kota Surakarta memiliki magnet yang menarik masyarakat sekitarnya
untuk beraktivitas dan berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Meskipun sebagai magnet
aktivitas, kepadatan penduduk berdasarkan data BPS pada tahun 2011 tercatat jumlah
commit to user
2
masih rendah yaitu 133 jiwa/ha (menurut SNI 03-2004 tentang rencana permukiman
perkotaan).
Fenomena kebakaran di Kota Surakarta mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3
tahun terakhir. Terjadi 28 kejadian kebakaran pada tahun 2010, 37 kejadian di tahun 2011,
dan 46 kejadian sepanjang bulan januari-agustus tahun 2012 (sumber : dinas pemadam
kebakaran Kota Surakarta, Agustus 2012). Kota Surakarta berdasarkan Indeks Rawan
Bencana Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nasional berada pada rangking 26 nasional dalam rawan bencana kebakaran.
Adanya peningkatan kejadian kebakaran dan rangking yang cukup tinggi secara nasional
ini menunjukan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang berpotensi
terjadi untuk Kota Surakarta.
Pemantauan perkembangan wilayah perkotaan terhadap bencana kebakaran dapat
dilakukan melalui pemetaan kawasan potensi kebakaran menurut kriteria pemicu
kebakaran. Menurut Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM, dalam konsep dan pendekatan
penyusunan rencana induk kebakaran untuk Kota / Kabupaten di Indonesia, setidaknya
terdapat 6 faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran, yaitu pertumbuhan kebakaran,
penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan
kesiapan masyarakat.
Sebaran kawasan potensi kebakaran menurut pemicu kebakaran ini biasanya terdapat
pada Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangakan Kota Surakarta sendiri belum
memilikinya. Untuk rencana rawan bencana sendiri, Kota Surakarta masih menggunakan
RTRW sebagai acuannya sehingga dimungkinkan belum rincinya pembahasan yang
dilakukan sedangkan menurut Kepmen PU No 20 tahun 2009 tentang pedoman teknis
manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan, diperlukan suatu pengaturan
manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan untuk mewujudkan bangunan
gedung, lingkungan, dan kota secara umum yang aman terhadap bahaya kebakaran
melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan
efisien.
Sedangkan dalam Permen PU no 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), terdapat dua manajemen penanganan
kebakaran yang ada di sebuah perkotaan yaitu manajemen pencegahan kebakaran (RSCK)
dan manajemen penanggulangan (RISPK). Menurut Permen ini pun dijelaskan bahwa
diperlukannya sebuah analisis resiko kebakaran untuk mewujudkan keselamatan dan
commit to user
3
Dengan berdasar pada kondisi Kota Surakarta yang seperti ini, dan belum adanya
kajian rinci mengenai kawasan potensi kebakaran maka diperlukan suatu kajian mengenai
kebakaran dan sebaran kawasan berpotensi kebakaran.
Penelitian ini sangat dibutuhkan dalam usaha mengetahui sebaran wilayah di Kota
Surakarta yang berpotensi terjadinya bencana kebakaran. Hal ini yang menjadikan
penelitian tentang pemetaan potensi resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta penting.
Agar wilayah yang berpotensi dan memiliki resiko kebakaran dapat terpetakan dan
sebagai langkah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di
Kota Surakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sebaran potensi dan resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau
dari pemicu terjadinya kebakaran?
C. TUJUAN, SASARAN, DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui sebaran wilayah berpotensi kebakaran di Kota Surakarta.
b. Untuk memberikan rekomendasi pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana
kebakaran di Kota Surakarta.
2. Sasaran
a. Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran di wilayah
Kota Surakarta
b. Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana kebakaran di Kota Surakarta
c. Terpetakannya kawasan rawan kebakaran di Kota Surakarta
d. Teridentifikasinya tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di
Kota Surakarta
3. Manfaat
a. Mengetahui tingkatan wilayah berpotensi bencana rawan kebakaran di Kota Surakarta.
b. Sebagai bahan masukan terhadap perumusan kebijkan teknis pada bidang pemadam
kebakaran Kota Surakarta.
commit to user
4
D. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada penelitian kali ini dibatasi pada tingkat kelurahan di Kota
Surakarta, yaitu sebanyak 51 Kelurahan yang tersebar dalam 5 Kecamatan diantaranya
Kecamatan Banjar Sari, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Laweyan, Kecamatan
Serengan, dan Kecamatan Jebres.
2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi kajian yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada
faktor pemicu kebakaran berupa pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan
penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat yang akan
5
commit to user
6
E. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang studi, perumusan masalah, tujuan, sasaran dan
manfaat penelitian, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, sistematika
pembahasan dan kerangka pikir.
BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini berisikan mengenai teori dan pustaka apa saja yang digunakan guna
mendukung topik penelitian terutama mengenai kebakaran serta faktor pemicu
terjadinya kebakaran.
BAB III RANCANGAN PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
yang meliputi tahapan pencarian data, pembahasan dan analisis data, serta sintesis
data.
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini berisikan gambaran wilayah studi, yaitu Kota Surakarta. Dimana dijelaskan
data-data terkait kebakaran yang telah disesuaikan dengan analisis yang akan
dilakukan dalam mencapai sasaran penelitian.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini berisikan analisis dan pembahasan terhadap upaya pencapaian sasaran
penelitian. Melakukan analisis identifikasi pemicu terjadinya kebakaran dan analisis
pembobotan potensi resiko kebakaran dalam upaya mengetahui tingkatan potensi
resiko bencana dan diwujudkan dalam pemetaan potensi resiko bencana kebakaran.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
commit to user terkait yang mengacu pada Permen Pu no 20 tahun 2009
tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
Bagaimana sebaran potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau dari pemicu terjadinya kebakaran?
Teori, standar, dan peraturan Identifikasi
Kejadian Kebakaran
Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu yang berpotensi terjadinya bencana kebakaran di Kota
Surakarta
Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana kebakaran di Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kegiatan pemotretan yang dilakukan melalui udara yang didalam kegiatan tersebut bertujuan
dalam meningkatkan hasil pencitraan yang lebih baik tentang penggambaran suatu daerah.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Pemetaan juga memiliki pengertian lain yang mengartikan pemetaan adalah kegiatan
dalam pengelompokan suatu letak atau wilayah yang berkaitan atau berhubungan dengan
letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi, pegunungan, sumber daya dan potensi
penduduk yang berpengaruh terhadap sosial kultural dimana memilki ciri khas khusus dalam
penggunaan skala yang tepat. (Soekidjo,1994).
2. Fungsi dan Jenis
Secara umum fungsi peta dapat dikaitkan dengan berbagai macam kepentingan antara
lain: bidang pemerintahan, bidanghankam, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain.Adapun beberapa maksud dari kepemetaan, antara lain:
a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif yang hubungannya dengan lokasi asli
dipermukaan bumi.
b. Memperlihatkan ukuran.
c. Menyajikan dan memperlihatkan bentuk.
d. Mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikan diatas peta
dengan simbolisasi.
Sedangkan tujuan pembuatan peta yaitu:
a. Untuk komunikasi informasi ruang.
b. Media menyimpan informasi.
c. Membantu pekerjaan.
d. Membantu dalam desain.
e. Analisis data spatial
B.POTENSI
Potensi adalah bahan atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya, suatu potensi dapat juga diartikan sebagai
sumber daya yang ada disekeliling kita atau disekitar kita. (Kartasapoetra, 1987 : 56). Potensi
dalam penelitian ini adalah kemampuan wilayah dalam menimbulkan bencana kebakaran
sehingga diperlukan suatu antisipasi untuk pencegahan. Inilah yang merupakan potensi
berdasarkan penulis dalam penelitian ini. Potensi yang ada tersebut akan diukur melalui
kriteria mengenai kawasan rawan bencana.
C.KOTA
Kota secara umum dapat mengandung pengertian akan sifat fisik, sosial, ekonomi,
budaya yang melekat sebagai perwuudan kehidupan modern dan menjadi wewenang
pemerintah kota. Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah
mengartikan sebuah kota sebagai kawasan yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
Kota juga dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan yang ditandai dengan
kepadatan penduduk tinggi dan terdapatnya strata ekonomi yang heterogen. Sedangkan kota
menurut Max Weber memiliki arti suatu tempat dimana penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhannya di pasar lokal. (radonkey)
Beberapa pengertian kota menurut para ahli dan peraturan yang ada tersebut, terdapat
adanya kesamaan pernyataan tentang bagaimana suatu daerah tersebut dikatakan sebuah kota.
Kesamaan tersebut dapat dilihat bahwa dari pembahasan pengertian kota pasti mencakup
adanya suatu bentuk kehidupan manusia yang beragam dan berada pada suatu wilayah
tertentu.
Dapat disimpulkan menurut pengertian para ahli dan ditambah dengan kenyataan yang
tampak pada saat ini dalam sudut pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang
memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk relatif banyak, adanya
heterogenitas penduduk, sektor agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem
pemerintahan.
D.BENCANA
1. Pengertian
Menurut Undang – undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Sedangakan menurut Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana
atau International for Disaster Reduction (ISDR) Perserikatan Bangsa – Bangsa, bencana
adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (Siregar, 2011)
Rawan bencana juga memiliki pengertian suatu kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
pasa satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemapuan untuk mengagapi dampak buruk
bahaya tertentu.
2. Jenis Bencana
Jika ditinjau dari prosesnya, menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 bencana dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempabumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
b. Bencana non – alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
E.KEBAKARAN
1. Definisi Kebakaran
Terjadinya api yang tidak dikehendaki, tidak terkendali, dan merugikan dapat
didefinisikan sebagai kebakaran. Dari adanya definisi tersebut, maka terjadinya kebakaran
tidaklah selalu identik dengan muculnya suatu api yang besar. Kebakaran juga dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa munculnya suatu api oleh proses kimia yang
menimbulkan kerugian baik berupa harta benda ataupun cidera yang berujung kematian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awalterjadinya penyalaan
sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapafase tertentu seperti source energy,
initiation, growth, flashover, full firedan bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa kebakaran
seperti : back draft,penyebaran asap panas dan gas dll.
Tahapan - tahapan tersebut antara lain:
a. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada
sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak
terkendali.
b. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka
akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api/nyala yang
relatif kecil
c. Apabila pada periode awal lebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan
berkembang lebih besar sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya
d. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua arah secara
konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah
3-10 menit atau setelah temperatur mencapai 300ºC akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca
e. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran mantap
(Steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh dapat mencapai
600-1000ºC. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada temperatur
700ºC. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam
dianggap tidak layak lagi untuk digunakan
f. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut
berangsur-angsur akan padam yang disebutperiode surut.
3. Klasifikasi Kebakaran
Terdapat beberapa klasifikasi kebakaran diantaranya aitu :
a. Klasifikasi kebakaran sebelum tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh Amerika
Utara, Australia, dan Afrika Selatan.
b. Klasifikasi kebakaran setelah tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh negara-negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Klasifikasi kebakaran menurut NFPA (USA), dan
d. Klasifikasi kebakaran menurut U.S. Coast-Guard (USA)
Klasifikasi di Negara Indonesia menggunakan klasifikasi standar dari NFPA (Nation
Protection Fire Association). Hal ini terlihat dari ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan alat pemadam api ringan dengan klasifikasi sebagai berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA
Kelas Klasifikasi Kebakaran
Kelas A Kebakaran yang terjadi pada benda-benda padat, kecuali logam.
kebakaran ini paling sering terjadi dikarenakan benda padat yang mudah terbakar yang menimbulkanarang/karbon (contoh : Kayu,
kertas,karton/kardus, kain, kulit,plastik)
Kelas B Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar (contoh :Bahan
bakar, bensin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner)
Kelas C Kebakaran pada benda yang menghasilkan listrik atau yangmengandung
unsur listrik
Kelas D Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh : Sodium, lithium,
potassium, seng, titanium, radium, uranium)
Sumber : NFPA 10 Tahun 1998 dalam Rijanto, B. Boedi. 2010
4. Faktor Kebakaran a. Pemicu Kebakaran
Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia.
Pemicu kebakaran adalah suatu kecenderungan terjadinya kebakaran, dimana ketika
terdapatnya suatu kecenderungan akan mengakibatkan munculnya suatu konsekuensi lanjutan
berupa terjadinya bencana kebakaran.
Potensi atau pemicu terjadinya kebakaran ini dipengaruhi oleh faktor :
1) Pertumbuhan Kebakaran (fire history)
Pertumbuhan Kebakaran merupakan suatu fenomena atau kejadian kebakaran yang
terdapat pada suatu wilayah berupa pertambahan atau peningkatan intensitas kejadian.
Kejadian kebakaran yang terjadi pada suatu wilayah akan dapat dilihat kecenderungan
akan kejadian kebakaran yang terjadi berdasarkan frekuensi kejadian kebakaran.
Tidak terdapat teori atau standar yang menyebutkan secara pasti berapa frekuensi
kejadian dikatakan rendah, sedang ataupun tinggi. Akan tetapi berdasarkan Indeks
Rawan Bencana Indonesia dapat menggambarkan berapa frekuensi yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pembagian kelasnya. Jadi dari intensitas atau frekuensi kejadian akan dapat
menggambarkan suatu wilayah dalam kecenderungan terjadinya bencana kebakaran.
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian
risiko Bencana menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu
rendah (<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%).
2) Penggunaan Lahan (Land use)
Penggunaan Lahan merupakan faktor kedua dimana setiap adanya penggunaan lahan
memiliki tingkat atau dapat menimbulkan adanya suatu bahaya terjadinya bencana
kebakaran. Hal seperti ini terjadi dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki angka
klasifikasi terhadap potensi terhadap resiko kebakaran yang ditimbulkan.
Penggunaan Lahan merupakan rancangan atau denah peruntukan lahan sebuah kota
yang berbentuk dua dimensi, dimana ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di
tempat – tempat sesuai fungsi bangunan tersebut. sebagai contoh, sebuah penggunaan
lahan industri akan terdapat berbagai bangunan industri (pabrik) atau dalam
penggunaan lahan perkantoran juga akan memiliki bangunan perkantoran. (Hafid
Shirvani dalam fariable, 2011).
Berdasarkan definisi tersebut, penggunaan lahan didefinisikan sebagai sekumpulan
bangunan dengan fungsi yang sama yang berada pada guna lahan dengan fungsi yang
sama pula.
Klasifikasi Daerah Resiko Kebakaran Berdasarkan Penggunaan Lahan daerah rawan
kebakaran dapat dikenali menurut penggunaan lahan berupa bangunannya, yaitu
penggunaan lahan untuk industri, perdagangan, jasa, perkantoran dan permukiman.
(Permen PU No. 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi
Kebakaran di Perkotaan). Adapun definisi masing – masing penggunaan lahan adalah
sebagai berikut.
Kawasan industri adalah lahan yang dipetak – petak sedemikian rupa yang
diperuntukkan bagi industri yang dirancang secara menyeluruh, dilengkapi
dengan jalan, kemudahan – kemudahan umum dengan atau tanpa bangunan
pabrik. (Unido, 1978 dalam Martopo, Aris, 2003).
Kawasan Industri juga memiliki arti sebagai kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
bangunan Industri. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan Industri merupakan
penggunaan lahan dengan bahaya kebakaran sangat tinggi, sehingga penggunaan
lahan haruslah diperhatikan pada penggunaan lahan ini. (Peraturan Menteri PU
No. 20 tahun 2009).
Kawasan perdagangan memiliki definisi sebagai kawasan yang terdiri dari
berbagai aktivitas bisnis yang menyatu untuk melayani masyarakat sesuai dengan
keinginan dan kebutuhannya.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan perdagangan adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan
perdagangan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan perdagangan merupakan
penggunaan lahan dengan resiko kebakaran tinggi. Angka klasifikasi ini termasuk
hunian dengan fungsi sebagai perdagangan bisa berupa pertokoan dan pasar.
(Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Jasa adalah sesuatu yang diartikan sebagai hal yang dihasilkan berupa benda –
benda berwujud ataupun tidak yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan.
(William J Stanton, 2004)
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan Jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan
yang bersifat pelayanan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan jasa memiliki
resiko sedang, dikarenakan dalam penggunaan lahan jenis ini memiliki kuantitas
atau bahan mudah terbakar sedang. Yang termasuk dalam klasifikasi ini bisa
berupa warung makan, bengkel, dan pergudangan. (Peraturan Menteri PU No. 20
tahun 2009).
Kantor adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat bekerja yang berkenaan
dengan kegiatan atau urusan administrasi. ( Drs. Kamisa, 1997).
Dimana didalam bangunan perkatoran memiliki pekerjaan utama berupa kegiatan
penanganan informasi dan kegiatan pembuatan maupun pengambilan keputusan
berdasarkan informasi yang telah terhimpun tersebut. (Erns Neufert, 1989).
Dalam kata lain, perkantoran dapat didefinisikan sebagai bangunan yang
digunakan untuk pekerjaan admnistrasi dan manajerial.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan perkantoran adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan kantor,
seperti pemerintahan, dan lain sebagainya. Hal ini berarti penggunaan lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
merupakan penggunaan lahan yang mirip untuk permukiman, yaitu perkantoran.
(Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang merupakan bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung. (UU No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan
permukiman).
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan permukiman adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan
bermukim / tempat tinggal beserta kelengkapan sarana dan prasarana. Hal ini
berarti penggunaan lahan kawasan permukiman memiliki resiko kebakaran relatif
rendah dimana penggunaan lahan jenis ini bisa merupakan permukiman,
kesehatan, pendidikan, peribadatan. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
3) Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa kecenderungan akan kerentanan
kebakaran dan resiko dampak kebakaran. Semakin tinggi kepadatan penduduk dalam
suatu wilayah akan membawa potensi terjadinya kebakaran pada suatu wilayah, begitu
juga semakin rendah kepadatan penduduk suatu wilayah, semakin rendah pula potensi
kebakaran yang dimiliki. Dalam SNI No. 3 tahun 2004 tentang perencanaan
lingkungan di perkotaan terdapat standar kepadatan penduduk dalam suatu wilayah.
Tabel 2
Klasifikasi kepadatan penduduk
Klasifikasi Kawasan
Kepadatan penduduk rendah <150jiwa/ha
kepadatan penduduk sedang 151-200jiwa/ha
kepadatan penduduk tinggi >200jiwa/ha
Sumber : SNI nomor 3 tahun 2004tentang perencanaan lingkungan di perkotaan
4) Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan akan membawa dampak lanjutan dari adanya kejadian kebakaran
dalam suatu wilayah. Kepadatan Bangunan dapat dilihat berdasarkan Koefisien Dasar
Bangunan pada suatu wilayah yang selanjutnya disebut sebagai KDB atau melihat luas
terbangun.
Kepadatan bangunan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
memiliki kepadatan bangunan yang tinggi atau KDB tinggi terjadi kebakaran, kejadian
kebakaran ini akan lebih cepat menyebar karena kondisi akan kepadatan bangunan
yang tinggi yang berdampak semakin meluasnya wilayah yang terkena dampak. Jadi,
semakin rendah kepadatan bangunan potensi penyebaran atau resiko kebakaran juga
akan semakin rendah.
PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 menetapkan KDB dalaam tingkatan rendah
(kurang dari 30%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%).
Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui :
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑥 100%𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛
5) Proteksi Terpasang
Proteksi terpasang merupakan suatu usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu
wilayah didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang
dimiliki bisa berupa sarana ataupun prasarana pencegahan kebakaran. Dalam hal ini
didasarkan pada sarana pencegahan kebakaran dimana dapat melihat proteksi yang
terpasang pada suatu wilayah dalam mencegah terjadinya kebakaran. Sarana tersebut
berupa hidran, pos pemadam kebakaran, dan jalur evakuasi.
a. Hydran
Salah satu unsur terpenting dalam pemadaman adalah tersedianya pasokan air
dengan debit yang mencukupi. Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran
diperoleh dari sumber alam seperti kolam air, danau, sungai, jeram, sumur dalam
dan saluran irigasi. Selain itu, pasokan air juga dapat diperoleh dari sumber buatan
seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air mancur, reservoir, mobil
tangki serta yang lebih penting adalah Fire hydrant.
Berdasarkan NFPA®1141 Standar for Fire Protection Infrastructure for Land
Development in Suburban and Rural Areas, 2008:22 Dimana hydran memiliki
jangkauan pelayanan 152 meter.
b. Pos Pemadam Kebakaran
Ketentuan berdasarkan Permen PU No 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
wilayah layanan pos pemadam kebakaran. Yaitu setiap pos pemadam kebakaran
memiliki jangkauan wilayah layanan dalam radius maksimal 2,5 km.
Jangkauan pos pemadam kebakaran ini menggambarkan seberapa cepat kejadian
ditangani oleh pos pemadam kebakaran dilihat dari jarak terdekatnya. Semakin
dekat dengan pos pemadam kebakaran, maka akan semakin cepat penanganannya.
Jadi ketidakterjangkauan wilayah terhadap pos pemadam kebakaran akan
menjadikan wilayah tersebut menjadi wilayah yang berpotensi terjadi kebakaran.
sehingga jangkauan pos pemadam merupakan pemicu terjadinya kebakaran karena
akan berpotensi terhadap resiko kebakaran yang besar pula.
c. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan prasarana proteksi yang ada didalam membantu masyarakat
dalam mencapai lokasi yang aman terhadap kejadian bencana. Jalur evakuasi juga
merupakan jalur yang digunakan oleh petugas didalam upaya pencapaian lokasi. Jalur
ini dipilih dikarenakan jalur evakuasi merupakan jalur yang baik dan cepat serta
merupakan jalur dengan jarak terdekat dalam menuju lokasi kejadian.
Jadi wilayah yang didalamnya terdapat jalur evakuasi dapat dikatakan sebagai wilayah
yang memiliki proteksi terhadap bencana atau dapat dikatakan sebagai kemampuan
yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam mengurangi resiko bencana yang terjadi,
begitu juga sebaliknya, sehingga ketiadaan jalur evakuasi akan menjadi pemicu
kebakaran dan resiko kebakaran yang lebih besar.
Tidak terdapat ketentuan secara umum terhadap jalur evakuasi. Akan tetapi dapat
didasarkan pada diberlakukannya jalur pada suatu daerah oleh peraturan terkait.
(dalam dokumen tata ruang RTRW Kota Surakarta 2011-2031)
6) Kesiapan Masyarakat
Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah didalam
upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap
terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi
penyelamatan (rescue) pada suatu wilayah. Upaya ini merupakan upaya penyelamatan
guna memperkecil resiko bencana kebakaran dalam bentuk pelayanan atau
pertolongan pertama terhadap kejadian kebakaran, serta sebagai upaya pencegahan
dengan melakukan kerjasama terhadap instansi terkait.
Kesiapan Masyarakat dapat dilihat dari dari keberadaan SATLAKAR serta upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
wilayah, dalam upaya menciptakan kemampuan dari adanya suatu pelatihan akan
tanggap bencana. (Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
b. Resiko Kebakaran
Dalam konteks kebakaran, resiko diartikan sebagai suatu kecenderungan akan
terjadinya kebakaran dari adanya konsekwensi atas potensi yang ditimbulkan dimana
merupakan pemicu atas penyebab terjadinya kebakaran. Sehingga kecenderungan ini diartikan
sebagai potensi terjadinya kebakaran atau kerawanan bencana.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan
rawan bencana adalah suatu kondisi atau keadaan atau karakteristik pada suatu wilayah baik
berupa keadaan geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, dsb
yang dalam jangka waktu tertentu dapat mengurangi kemampuan wilayah dalam menghadapi
bahaya atau dampak buruk tertentu.
Resiko Bencana ini merupakan potensi kerugian yang akan terjadi yang ditimbulkan
dari adanya suatu bencana, atau merupakan suatu akibat dari adanya bencana pada suatu
wilayah. Dimana dalam kurun waktu tertentu jika tidak segera dilakukan upaya penanganan
terhadap wilayah yang memiliki potensi resiko bencana dala kurun waktu tertentu dapat
membawa akibat berupa luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan,
gangguan kegiatan masyarakat, serta kematian.
Suatu kerawanan pada suatu wilayah dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya suatu
bencana. Adanya kemampuan suatu wilayah dalam menghadapi resiko bencana akan diuji
oleh adanya ancaman dan kerentanan bencana. Semakin besar suatu ancaman dan kerentanan
wilayah terhadap suatu bencana tanpa diimbangi oleh kemampuan wilayah dalam
menghadapi bencana, maka semakin tinggi resiko bencana pada wilayah tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Jadi dengan tidak terdapatnya suatu ancaman dan juga kerentanan bencana pada suatu
daerah, maka resiko wilayah tersebut dapat dikatakan rendah. Sedangkan sebaliknya, jika
suatu wilayah memiliki ancaman dan kerentanan yang tinggi tanpa danya kemampuan, maka
wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki resiko bencana tinggi.
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾)𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Sedangkan berdasarkan penyebab terjadinya bencana oleh Undang – Undang No. 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a. Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dll selanjutnya disebut bencana alam.
b. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa berupa gagal nya suatu
teknologi, modernisasi, epidemic dan wabah penyakit selanjutnya disebut bencana
non-alam.
c. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
bisa meliputi konflik sosial, teror yang selanjutnya disebut bencana sosial.
5. Suatu Ancaman (hazard)
Secara umum, bahaya diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
menimbulkan dampak buruk atau suatu kejadian yang dapat mengarah pada kehilangan
maupun kesakitan. Berdasarkan Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu
terjadinya bencana. Sedangkan dalam Peraturan Kepala BNPB nomor 4 tahun 2008 tentang
pedoman penyusunan rencana penangulangan bencana, menjelaskan akan suatu ancaman
dapat diartikan sebagai kejadian baik dari alam maupun ulah manusia yang dapat
menimbulkan ancaman akan dampak yang merugikan.
Sumber ancaman (dalam Putra, 2011) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bahaya yang disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus dan bencana lainnya disebut Natural Hazard.
b. Bahaya yang disebabkan oleh manusia baik secara langsung maupun tak langsung
disebut Man-made hazard.
c. Bahaya yang disebabkan oleh reaksi rekayasa teknologi disebut Technology Hazard.
Dengan melihat definisi dan klasifikasi yang disebutkan sebelumnya, penelitian ini
memiliki fokus pada bahaya yang disebabkan oleh ulah manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung, yaitu dengan melihat fire history dan penggunaan lahan yang terdapat
pada tata ruang wilayah Kota Surakarta dilihat dari faktor pemicu kebakaran.
6. Kerentanan
Kerentanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang dapat
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya
atau ancaman bencana. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, lingkungan sosial, dan
ekonomi. Beberapa hal yang dapat diartikan sebagai kerentanan diantaranya dapat berupa:
a. Ekonomi seperti penghasilan yang tidak mapan serta tidak ada fasilitas pinjaman atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Alam seperti ketergantungan pada sumberdaya alam yang terbatas.
c. Bangunan seperti rancang bangun gedung-gedung, lokasi rumah penduduk di tanah
yang miring.
d. Individu seperti terbatasnya keterampilan atau pengetahuan, kurang mendapat
kesempatan karena masalah gender, lanjut usia atau masih terlalu muda.
e. Sosial seperti komunitas yang terorganisir, terbagi-bagi atau kepemimpinan yang
kurang baik.
Davidson (dalam Putra,2011) berpendapat bahwa kerentanan dapat meliputi:
a. Bangunan yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar yang dapat dinyatakan dalam
persentase bangunan.
b. Kepadatan penduduk dimana akan menggambarkan tentang kemudahan tindakan
evakuasi.
c. Persentase penduduk berusia 0-4 dan 65+, penduduk sakit, cacat dan hamil.
Badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dalam arahan kebijakan mitigasi
bencana perkotaan di Indonesia tahun 2002 menyebutkan bahwa kerentanan bencana suatu
wilayah dipengaruhi oleh :
a. Kerentanaan fisik suatu wilayah yang menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan
terhadap fisik dari adanya bahaya tertentu.
b. Kerentanan sosial suatu wilayah dengan melihat perkiraan kerentanan sosial yang
mnyengkut keselamatan jiwa penduduk terhadap bahaya.
c. Kerentanan ekonomi suatu wilayah untuk melihat besarnya kerugian atas rusaknya
kegiatan perekonomian dari adanya bahaya.
Badan Pusat Statistik dalam arahan pengelompokan usia rentan sebagai nilai
ketergantungan (Dependency Ratio). Dimana nilai ketergantungan memiliki arti bahwa setiap
jiwa produktif akan menanggung beban usia tidak produktif (0-14 dan 60+).Kemudian nilai
tersebut terbagi dalam tiga tingkatan. Ketiga tingkatan tersebut yaitu :
a. Kelompok usia rentan (dependency ratio) rendah ≤50
b. Kelompok usia rentan (dependency ratio) sedang 51-69
c. Kelompok usia rentan (dependency ratio) tinggi ≥70
𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Penelitian ini mengacu pada variabel yang ditentukan oleh suprapto seperti yang telah
disampaikan sebelumnya, sehingga dengan melihat beberapa uraian diatas dan dibawa ke
dalam faktor pemicu kebakaran penelitian memiliki fokus pada kepadatan pendudukan dan
kepadatan bangunan. Kepadatan penduduk ini diukur dengan indikator yang telah ditetapkan
oleh SNI nomor 3 tahun 2004, usia rentan dengan indikator yang diarahkan oleh Badan Pusat
Statistik dan kepadatan bangunan dengan indikator sesuai PP Nomor 36 tahun 2005 tentang
peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002.
7. Kemampuan
Dalam Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
dikatakan bahwa kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan suatu resiko terjadinya bencana dengan mengurangi adanya ancaman bencana
maupun adanya kerentanan yang kemudian disebut sebagai pencegahan bencana.
Kemampuan yang terdapat pada suatu wilayah tidak terlepas dari keberadaan kekuatan
yang dimiliki oleh pihak-pihak dan sarana yang ada didalamnya. Adanya suatu kemampuan
yang dimiliki oleh suatu daerah dapat menjadi alat yang dapat mengurangi terjadinya suatu
bencana. Dengan maksud bahwa suatu kemampuan merupakan potensi yang dimiliki suatu
wilayah untuk mencegah terjadinya bencana.
Dalam penelitian ini, kemampuan suatu wilayah dilihat dari adanya proteksi terpasang
yang dilihat berdasarkan indikator keberadaa hidran, pos pemadam kebakaran, jalur evakuasi,
serta kesiapan masyarakat dengan melihat keberadaan satlakar serta program pencegahan
yang terdapat pada suatu wilayah.
F. PEMADAMAN KEBAKARAN
1. Teknik pemadaman kebakaran
Kemampuan untuk mempergunakan alat dan perlengkapan kebakaran dengan sebaik –
baiknya disebut sebagai teknik pemadaman kebakaran.Taktik pemadaman kebakaran adalah
kemampuan untuk menganalisa situasi sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan
tepat tanpa menimbulkan korban maupun kerugian besar.
Berikut ini adalah 5 teori pemadaman api:
a. Cara pendinginan (cooling)
Salah satu cara dengan menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak
menimbulkan uap / gas kebakaran. Air adalah salah satu bahan pemadam yang
baik dalam menyerap panas. Pendinginan biasanya tidak efektif pada produk gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
karena itu media air tidak dianjurkan. Membasahi bahan – bahan yg mudah
terbakar merupakan cara efektifdalam mencegah terjadinya kebakaran pada bahan
yg belum terbakar. Akan memerlukan waktu cukup lama untuk bisa terbakar
karena air harus diuapkan terlebih dahulu.
b. Cara reduksi oksigen (smothering)
Dengan membatasi oksigen dalam proses kebakaran, api dapat padam. Proses ini
biasanya dengan menutup sumber api dengan karug goni basah (pemadaman
tradisional) ataupun dengan penyemprotan karbon dioksida yg dapat mengurangi
oksigen dalam kebakaran tersebut.
c. Pemindahan bahan bakar (starvation)
Ini cukup efektif tapi dalam prakteknya mungkin sulit. Sebagai contoh,
pemindahan bahan bakar yaitu dengan menutup / membuka kerangan, memompa
minyak ke tempat lain, memindahkan bahan yg mudah terbakar dll. Cara lain
dengan menyiram bahan bakar yang terbakar dengan air atau membuat busa yg
dapat menghentikan / memisahkan minyak dengan pembakaran.
d. Pemutusan rantai reaksi (Break Chain Reaction)
Pertama kali, para ahli menemukan bahwa reaki rantai bisa menghasilkan nyala
mengurangi konsentrasi dari setiap unsur pembentuk api (Heat, fuel, oxygen)
dengan memadukan keempat teori diatas.
2. Keberhasilan Pemadaman
Proses pemadaman dilakukan pada awal mula kehadian kebakaran, artinya sebelum
kebakaran menjadi besar. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam proses pemadaman
kebakaran. Karena pada umumnya, kejadian kebakaran besar selalu dimulai dari adanya
kebakaran kecil, sedang kebakaran kecil sekalipun pasti ada penyebabnya. (Rijanto, B. Boedi.
2010)
Keberhasilan didalam upaya pemadaman kebakaran ditujukan sebagai usaha/kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
a. Kecepatan dalam melakukan tindakan.
b. Peralatan yang digunakan.
c. Tipologi bangunan yang terbakar.
d. Kehandalan personel pemadam/masyarakat.
e. Kondisi lingkungan yang terbakar.
f. Komunikasi dan koordinasi.
G.PERUMUSAN VARIABEL
Tabel 3 Variabel Penelitian
No Faktor Variabel Definisi Operasional Indikator 1 Kejadian
Kebakaran
Frekuensi Kejadian
Semua kejadian kebakaran yang pernah terjadi pada suatu wilayah. Dimana kejadian kebakaran akan dapat terjadi kembali pada wilayah tersebut
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Terjadinya kejadian kebakaran atau tidak.Serta seberapa sering kejadian kebakaran tersebut
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian risiko Bencana menetapkan klasifikasi kejadian
Penggunaan Lahan merupakan adanya penggunaan lahan yang kurang sesuai akan dapat menimbulkan adanya suatu bahaya terjadinya bencana kebakaran.
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Klasifikasi penggunaan
lahan dengan
mengasumsikan
berdasarkan Permen PU nomor 20 tahun 2009. Permukiman, Perkantoran, Jasa, Perdagangan, Industri
3 Kepadatan
Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa kecenderungan akan kerentanan kebakaran dan resiko dampak kebakaran.
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Bagaimana Tingkat kepadatan penduduk serta turunannya berupa usia rentan peduduk.
SNI nomor 3 tahun 2004 SNI nomor 3 tahun 2004tentang perencanaan lingkungan di
Berdasaarkan arahan BPS. ≤50 rendah
Kepadatan bangunan suatu wilayah membawa pengaruh terhadap potensi rawan bencana kebakaran. Semakin rendah kepadatan bangunan potensi penyebaran atau kerentanan kejadian kebakaran juga akan semakin rendah.