BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sejak krisis ekonomi tahun 1997 hingga saat ini, perekonomian indonesia terus
mengalami pemulihan salah satu di bidang industri manufaktur asing. Pasar modal
mencatat ada sekitar 68 industri manufaktur asing dari 256 manufaktur yang terdaftar
di bursa efek Indonesia (BEI). Dalam industri manufaktur tersebut kelompokkan
menjadi beberapa sub kategori industri. Banyaknya perusahaan dalam industri, serta
kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar
perusahaan manufaktur.
Bursa Efek Indonesia mencatat Tahun 2011 perusahaan PMA manufaktur di
Indonesia terus mengalami peningkatan. Persaingan bisnis yang ketat antara perusahaan
emiten dan adanya permasalahan internal dalam perusahaan menyebabkan peralihan
kepemilikan perusahaan menjadi PMA dan juga adanya reaksi positif dari investor asing
untuk berinvestasi di Indonesia disebabkan perekonomian Indonesia makin membaik
dan hal ini akan menguntungkan para investor asing. Kondisi ini akan menambah
jajaran perusahaan PMA manufaktur. Pasar Bursa Efek Indonesia mencatat indeks
harga saham gabungan terus mengalami peningkatan sejak terjadi krisis hingga saat ini
dan diikuti dengan peningkatan nilai kapitalisasi pasar dan transaksi saham seperti
Tabel 1.1.
Sejak tahun 1997 kondisi pasar modal Indonesia mengalami penurunan yang
tahun 1998 menurun ke titik terendah 398,03 poin seperti pada Tabel 1.1.
Memburuknya kondisi perekonomian pada tahun 1997 dan 1998 telah membawa
dampak berupa penurunan kinerja pada pasar modal Indonesia. Penurunan kinerja
emiten telah membawa akibat berupa kerugian yang dialami oleh sejumlah investor,
sehingga banyak investor yang menarik kembali dananya dari pasar modal Indonesia.
Tabel 1.1
Kondisi Pasar Modal Indonesia (sebelum dan setelah krisis) Tahun Jumlah
Sepuluh tahun kemudian kondisi perekonomian terus mengalami pemulihan.
Pada tahun 2008 IHSG naik kelevel 1.355,03 dan terus meningkat sampai tahun 2011
IHSG naik ke level 3.935,12. Seiring penguatan IHSG, nilai kapitalisasi pasar saham
BEI juga mengalami peningkatan sebesar 60,63%, dari Rp 2.019,38 triliun pada akhir
tahun 2009 menjadi Rp 3.243,77 triliun pada akhir tahun 2010. Selain itu nilai transaksi
saham terus mengalami peningkatan sampai 1.795,42 triliun pada tahun 2011 (Tabel
1.1).
modal Indonesia membaik. Pada Tabel 1.1 tampak jelas PMA manufaktur terus
mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai tahun 2011. Tahun 2008 jumlah PMA
manufaktur berjumlah 60 dan terus menigkat sampai tahun 2011 sebanyak 70 emiten.
Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin
meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan
yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang
saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan sangat
penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi
investor terhadap perusahaan. Nilai perusahaan sering dikaitkan dengan harga saham,
dimana semakin tinggi harga saham maka nilai perusahaan dan kemakmuran para
pemegang saham pun juga meningkat.
Peningkatan nilai perusahaan ini dapat tercapai apabila ada kerja sama antara
manajemen perusahaan dengan pihak lain yang meliputi shareholder maupun
stakeholder dalam membuat keputusan-keputusan keuangan dengan tujuan
memaksimumkan modal kerja yang dimiliki. Apabila tindakan antara manajer dengan
pihak lain tersebut berjalan sesuai, maka masalah diantara kedua pihak tersebut tidak
akan terjadi. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tersebut sering
kali menimbulkan masalah. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham
disebut masalah agensi (agency problem). Dalam konsep theory of the firm (Jensen &
Meckling, 1976), adanya agency problem tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya
tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara
pihak luar dimana peran monitoring dan pengawasan yang baik akan mengarahkan
tujuan sebagaimana mestinya.
Moh’d (1998) menjelaskan bahwa pihak luar atau lebih dikenal sebagai
institusional investor merupakan bentuk distribusi saham antara pemegang saham dari
luar yaitu institusional investor dan shareholders dispersion yang dapat mengontrol
konflik kepentingan. Kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power)
dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.
Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain, akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Sehingga bisa dikatakan
bahwa struktur kepemilikan dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang
pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan nilai perusahaan, hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol
yang mereka miliki. Selain itu perusahaan yang telah go publik berarti telah
menjalankan proses penyaringan yang ketat melalui auditor publik dan Badan
Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM), serta investor publik dari luar perusahaan yang
dapat membantu mengawasi manajer demi kepentingan pemilik saham diluar
manajemen (Mahadwartha dan Jogiyanto, 2002).
Perbedaan kepentingan antara manajer dan pihak institusional dapat
mempengaruhi kebijakan perusahaan yang menuntut manajemen untuk lebih efektif dan
efisien dalam mengelola perusahaan guna meningkatkan nilai perusahaan. Optimalisasi
nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dicapai melalui pelaksanaan fungsi
mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan akhirnya berdampak pada nilai
perusahaan (Fama & French, 1998). Keputusan keuangan dalam hal ini meliputi
keputusan-keputusan yang bersifat jangka panjang seperti keputusan investasi maupun
pendanaan, dan jangka pendek seperti keputusan mengenai kebijakan dividen
perusahaan.
Agar manajer bekerja secara optimal, beberapa perusahaan memberikan
kesempatan bagi manajer untuk memiliki saham perusahaan (yang dinamakan insider
ownership atau kepemilikan manajerial). Kepemilikan manajerial memiliki dua sisi, sisi
baik dan sisi buruk. Sisi baiknya adalah bahwa manajer yang punyai saham perusahaan
akan memiliki kinerja tinggi karena manajer tersebut mempunyai rasa kepemilikan
perusahaan. Di lain sisi, kepemilikan manajerial dapat menyebabkan manajer
mengambil kebijakan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan sekaligus untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Nilai perusahaan dapat dilihat dari price book value (PBV) yang merupakan
perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per lembar saham (Ang, 1997).
Berdasarkan perbandingan tersebut, harga saham perusahaan dapat diketahui berada di
atas atau di bawah nilai bukunya. Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian ekuitas yang relatif tinggi akan memberikan harga saham lebih besar dari nilai buku apabila dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian yang rendah. Oleh karena itu, keberadaan PBV
sangat penting bagi para investor untuk menentukan strateginya (Artini dan
Puspaningsih (2011). Menurut Ahmed dan Sudhir (2004), bahwa hampir semua
keputusan investasi di pasar modal didasarkan pada perkembangan PBV. PBV yang
Maksimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi
manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan
mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan
(Fama & French, 1998). Manajemen keuangan dituntut dapat mengelola bidang
keuangan perusahaan dengan baik yang menyangkut tiga keputusan yaitu keputusan
pendanaan, keputusan investasi dan keputusan mengenai kebijakan dividen agar dapat
memaksimalkan nilai perusahaan. (Riyanto, 2001). Naik turunnya nilai perusahaan
dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Dalam penelitian ini Struktur kepemilikan
sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu
dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider
ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajemen
(management ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer
karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis
perusahaan sehari-hari (Jensen dan Meckling, 1976)
Menurut Brigham dan Gapenski (1996), nilai perusahaan dapat ditingkatkan
melalui kebijakan hutang. Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan adalah
suatu kebijakan yang berhubungan dengan struktur modal. Kebijakan hutang merupakan
penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam pembiayaan dan
pendanaan yang ditunjukkan oleh debt to equity ratio (DER) yaitu rasio jumlah hutang
terhadap jumlah modal sendiri.
Sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang
saham atau memaksimumkan nilai perusahaan, perlu diambil keputusan. keuangan yang
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Salah satu keputusan penting dalam
manajemen keuangan adalah keputusan pendanaan. Manajemen perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya tentu tidak akan terlepas dengan kebutuhan dana. Pemenuhan
kebutuhan dana perusahaan dapat diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri (internal
financing) dan dari luar perusahaan (external financing). Internal financing dapat
berupa laba ditahan dan penyusutan, sedangkan external financing berupa dana yang
berasal dari kredit bank serta tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham
baru. Myers & Majluf (1984) dalam Sujoko & Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa
perusahaan cenderung mempergunakan internal equity terlebih dahulu, dan apabila
memerlukan external financing, maka perusahaan akan mengeluarkan debt sebelum
menggunakan external equity.
Keputusan pendanaan akan berdampak pada kebijakan dividen yang diambil
oleh perusahaan. Keputusan mengenai kebijakan dividen adalah keputusan tentang
seberapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan
untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Kebijakan dividen dapat dipandang
sebagai substitusi dari utang dan mengurangi agency cost. Jadi keputusan pendanaan
(menyangkut komposisi struktur modal) sangat berpengaruh terhadap kebijakan dividen
(Agrawal dan Jayaraman, 1994). Mahadwarta dan Jogiyanto (2002) menyatakan bahwa
free cash flow hypothesis dapat digunakan untuk memprediksi hubungan
interdependensi antara keputusan pendanaan terutama tentang kebijakan utang dan
kebi-jakan dividen perusahaan.
Teori kandungan informasi (Sygnal Information) menyebutkan bahwa pasar
kinerja perusahaan saat ini maupun prospeknya di masa mendatang. Pembayaran atau
peningkatan dividen dapat dianggap sebagai sinyal keuntungan perusahaan.
Pembayaran dividen merupakan alat komunikasi perusahaan paling nyata kepada pasar
mengenai kondisi kesehatan internal perusahaan yang bersangkutan. Adanya sinyal baik
dari suatu perusahaan maka semakin meningkatkan minat para investor untuk
menanamkan dananya di perusahaan tersebut, akibatnya akan terjadi perubahan struktur
kepemilikan yang akan mempengaruhi penentuan keputusan pendanaan dan kebijakan
dividen yang berdampak pada peningkatan atau penurunan nilai perusahaan.
Dividen tidak selamanya dianggap sebagai sinyal positif oleh investor.
Sekelompok investor tertentu justru menganggap pembagian dividen sebagai sinyal
negatif. Investor beranggapan bahwa manajer perusahaan tidak mampu melihat
pe-luang-peluang investasi yang menguntungkan sehingga memilih membagikan
keuntungan perusahaan sebagai dividen. Anggapan investor ini akan mengakibatkan
nilai perusahaan menurun karena berkurangnya minat investor untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan tersebut. Rozeff (1982) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham
rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di
masa yang akan datang yang dibiayai dari sumber internal. Perubahan dividen
memberi-kan isyarat tentang keyakinan manajer dan juga prospek perusahaan di masa depan.
Pengurangan dividen atau penghilangan dividen umumnya mempunyai pengaruh
negatif yang signifikan terhadap harga saham perusahaan yang akan berpengaruh
Penelitian tentang pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
menimbulkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Santika dan Kusuma
(2002) menunjukkan bahwa kebijakan penggunaan hutang berpengaruh positif
signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Euis dan
Taswan (2002) memberikan hasil bahwa kebijakan penggunaan hutang berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur. Hasil yang
berbeda diperoleh dari hasil penelitian Said (2001) serta Sujoko dan Soebiantoro (2007),
dimana kebijakan hutang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Struktur kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan ditunjukkan oleh
The Efficient Monitoring Hypothesis. Hipotesis ini mengungkapkan bahwa investor
individual maupun insider dengan tingkat kepemilikan saham yang rendah (minoritas)
memiliki kecenderungan memanfaatkan atau meminjam kekuatan voting yang dimiliki
oleh pemegang saham institusional mayoritas untuk mengawasi kinerja manajemen.
Dalam hal ini investor institusional mayoritas akan berpihak pada kepentingan
pemegang saham minoritas karena memiliki kepentingan yang sama terutama dalam hal
insentif ekonomis baik itu jangka panjang (dividen), maupun jangka pendek (abnormal
return saham). Tindakan ini berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan yang
ditunjukkan melalui kenaikan harga saham di pasar modal.
Kepemilikan managerial yang besar menunjukkan bahwa manajer perusahaan
akan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan investasi pada proyek yang disenangi
atau kemampuan untuk menawarkan pekerjaan di dalam perusahaan kepada teman atau
anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Stulz
Beberapa penelitian tentang struktur kepemilikan dan keputusan keuangan
terhadap nilai perusahaan telah banyak dilakukan dan hasilnya saling kontradiksi. Kouki
& Guizani (2009) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan berpengaruh signifikan
dan negatif terhadap kebijakan dividen. Dodik (2007) menemukan hasil berbeda, yaitu
struktur kepemilikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kebijakan dividen.
Fuerst & Kang (2000) menemukan hubungan yang positif antara insider
ownership dengan nilai perusahaan (nilai pasar) setelah mengendalikan kinerja
perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat apabila institusi mampu menjadi alat
monitoring yang selektif. Wahyudi & Pawestri (2006) juga menemukan hasil bahwa
struktur kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil
yang berbeda ditemukan oleh Sujoko & Soebiantoro (2007) yang menemukan hasil
struktur kepemilikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Pengaruh langsung antara kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan ditemukan pula
oleh Hasnawati (2005).
Berdasarkan kontradiksi hasil penelitian yang berkaitan dengan struktur
kepemilikan, kebijakan utang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan pada penelitian
sebelumnya dan fenomena berfluktuasinya nilai perusahaan pada industri PMA
manufaktur di BEI yang diduga dipengaruhi oleh keputusan keuangan yang diambil
perusahaan, mendorong untuk dilakukan pengujian kembali bagaimana pengaruh
kepemilikan manajerial dan institusional serta kebijakan hutang terhadap kebijakan
1.2 Perumusan masalah
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen PMA manufaktur Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen
PMA manufaktur Bursa Efek Indonesia?
PMA manufaktur Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
5.
PMA manufaktur Bursa Efek Indonesia?
6.
Apakah kebijakan hutang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen
PMA manufaktur Bursa Efek Indonesia?
7.
Apakah kebijakan hutang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan PMA
manufaktur Bursa Efek Indonesia?
Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan PMA
manufaktur Bursa Efek Indonesia?
1.3Tujuan Penelitian
1.
Berkaitan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan
dividen
2.
perusahaan manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
Untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap nilai
3. Untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen
4.
perusahaan manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
Untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan institusional terhadap nilai
5.
perusahaan manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
6.
Untuk mengetahui Apakah pengaruh kebijakan utang terhadap kebijakan dividen
perusahaan manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
7.
Untuk mengetahui pengaruh kebijakan utang terhadap nilai perusahaan
manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
Untuk mengetahui Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai
perusahaan manufaktur PMA Bursa Efek Indonesia
1.4. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk menambah wawasan dan pandangan kepada peneliti, tentang struktur
kepemilikan dan kebijakan utang terhadap keb
2.
ijakan dividen dan nilai perusahaan
PMA manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat melengkapi temuan-temuan empiris yang
telah ada mengenai pengaruh struktur kepemilikan dan kebijakan utang terhadap kebijakan dividen
3.
dan nilai perusahaan dalam kaitannya dengan ilmu manajemen
keuangan dan investasi.
Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik mendalami dunia
investasi, untuk mendapatkan penemuan-penemuan baru yang berguna bagi
4. Sebagai pedoman bagi para manajer perusahaan, terkhusus investor asing, dalam
memberikan informasi yang lebih lengkap, dan jelas mengenai pengaruh pengaruh
struktur kepemilikan dan kebijakan utang terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan PMA manufaktur di Bursa Efek Indonesia, sehingga dapat
mempertimbangkan pengambilan keputusan yang akurat dalam menginvestasikan