Diajukan Untuk Memenuhi Tuntutan Nilai Tugas Periode 0315 Mata Kuliah Semiotika
Kelas Karyawan
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS BUDI LUHUR
JAKARTA
Ajeng Mutiara Wulandari 11 7150 2196
Halimah 11 7151 1007
Hayatun Nufus 11 7151 1635
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, juga dukungan dari orangtua, dosen, dan teman-teman sehingga kami bisa menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Makna Kata “Hijrah” Dalam Film Guru Bangsa Tjokroaminoto”. Penulisan makalah tugas ini diwujudkan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah Semiotika pada program studi Ilmu Komunikasi.
Dalam penulisan makalah tugas ini, kami telah mendapat banyak bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Nawiroh Vera, selaku Dosen Mata Kuliah Semiotika Universitas Budi Luhur.
2. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur yang selama ini telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penelitian ini.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu besar harapan kami agar mendapat koreksi yang membangun. Kami juga berharap agar makalah ini berguna bagi siapa saja yang membutuhkannya, terutama Mahasiswa Universitas Budi Luhur sebagai pembaca pada umumnya.
Halaman Judul ……… 1
Kata Pengantar ……… 2
Daftar Isi ……… 3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………... 4
1.2 Rumusan Masalah……….. 5
1.3 Tujuan Penelitian..………... 5
1.4 Manfaat Penelitian………... 6
BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN 2.1 Kerangka Teoritis……… 7
2.2 Pembahasan….……… 9
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan………. 18
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dunia perfilman di Indonesia kini mulai terasa dengan diproduksinya beberapa film-film yang mengangkat kisah sejarah masa perjuangan di Indonesia, maupun film-film yang bertema keluarga dan pendidikan. Film tersebut dibuat untuk menanamkan rasa nasionalisme dan cinta terhadap produk bangsa. Beberapa contoh-contoh film Indonesia yang telah ditayangkan antara lain, “Soekarno”, “Laskar Pelangi”, “Denias”, “Wanita Berkalung Sorban”, “Assalamualaikum Beijing”, dan yang terbaru adalah “Guru Bangsa Tjokroaminoto”. Setiap film mengandung banyak makna yang tersurat maupun tersirat, makna tersebut diselipkan oleh para pembuat film dengan maksud-maksud tertentu yang berbeda satu dengan lainnya selain dari makna yang sesungguhnya. Ada alasan yang lebih khusus mengapa film-film tersebut diproduksi. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh sang pembuat film melalui film-nya adalah hal yang begitu menarik jika ingin diteliti lebih mendalam. Bagaimana kita memaknai setiap adegan film tersebut juga merupakan sisi yang menambah nilai dari film itu sendiri.
menayangkan dialog maupun adegan yang memuat kata “Hijrah”. Atas dasar kecintaan terhadap film buatan negeri sendiri dan adanya rasa keingintahuan yang lebih terhadap film Indonesia, maka peneliti mengangkat film ini untuk dijadikan bahan penelitian dalam analisis semiotika. Peneliti ingin mengetahui inti dari kisah dalam film “Guru Bangsa Tjokroaminoto” serta sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, peneliti ingin menggali makna kata “Hijrah” yang terdapat dalam film tersebut yang dapat dipahami oleh peneliti, disamping makna yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh pribadi pembuat film. Karena itu peneliti memberi judul pada penelitiannya yaitu, “Makna Kata “Hijrah” Dalam Film Guru Bangsa Tjokroaminoto”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan penelitiannya adalah “Apa inti cerita dan makna kata “Hijrah” dalam film Guru Bangsa Tjokroaminoto?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, peneliti membagi kedalam dua manfaat penelitian yang telah dilakukan yaitu:
1.4.1 Aspek Teoritis
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat berguna dan menambah pengetahuan serta wawasan pembaca pada program studi Ilmu Komunikasi, khususnya terkait mata kuliah Semiotika. Karena sangat penting bagi mahasiswa FIKOM untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam rangkaian komunikasi.
1.4.2 Aspek Praktis
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Semiotika
Kata semiotika berasal dari kata Yunani semion, yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda. Makna semiotika berarti ilmu tentang tanda. Semiotika adalah ilmu yang tentang pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda. Antara lain: macam-macam tanda, proses penciptaan tanda, penggunaan tanda, dan proses pemaknaan tanda. Ada beberapa ahli yang menamakan ilmu tentang tanda sebagai Semiologi (Dewi, 2008:103).
2.1.2 Teori Semiotika Charles Saunders Peirce
Charles Saunders Peirce adalah seorang filsuf dan ahli logika berkebangsaan Amerika yang sangat cerdas. Peirce sangat terkenal dengan teori tandanya, dan sering dipandang sebagai pendiri semiotika Amerika. Peirce, yang juga memberikan sumbangan pemikiran penting dalam logika filsafat dan matematika, “melihat teori semiotikanya – karyanya tentang tanda – sebagai yang tak terpisahkan dari logika.” (Sobur, 2004:40).
Peirce mendefinisikan tanda sebagai “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” “Tanda” mengacu pada sesuatu diluar dirinya, yaitu obyek. Obyek adalah sesuatu sebagaimana adanya. Interpretant adalah “efek pertandaan yang tepat”, yaitu konsep mental yang dihasilkan baik oleh tanda maupun pengguna obyek, atau makna. Bila makna dalam teori Saussure adalah menunjuk pada sesuatu yang pasti atau yang disebut makna “denotatif”, maka makna dalam teori Peirce menunjuk pada konsep mental yang dihasilkan tanda maupun pengguna obyek, yang disebut sebagai makna “konotatif”.
Jadi makna itu tidak tetap, tidak dirumuskan di kamus, namun bisa beragam dalam batas-batas sesuai dengan pengalaman penggunanya. Batasan tanda memang ditetapkan oleh kesepakatan sosial, namun variasi didalamnya memungkinkan adanya perbedaan sosial dan psikologis di antara penggunanya (Dewi, 2008:109).
Tabel 2.1
Proses Makna: Dilihat Diperkirakan Harus dipelajari. Dewi, 2008:110.
Tjokroaminoto, lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, 16
Agustus 1882. Bernama lengkap Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto,
seorang pahlawan nasional yang lebih dikenal dengan nama HOS Tjokroaminoto.
Islam yang sebelumnya dikenal dengan nama Serikat Dagang Islam, dan
kemudian terpilih menjadi ketua. Tjokroaminoto tutup usia di
Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun setelah jatuh sakit
usai mengikuti Kongres SI di Banjarmasin. Lalu beliau dimakamkan di TMP
Pekuncen, Yogyakarta.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah yang
bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu.
Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai
Bupati Ponorogo. De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota"
begitulah sebutan bagi Tjokroaminoto yang adalah salah satu pelopor pergerakan
di Indonesia dan juga merupakan guru bagi para pemimpin-pemimpin besar
di Indonesia. Beliaulah yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa
Indonesia pada saat itu. Rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemuda,
untuk menimba ilmu, yang ternyata dikemudian hari mereka menjadi seorang
pemimpin bangsa. Pemuda-pemuda tersebut antara lain, Semaoen, Alimin, Muso,
Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka juga pernah berguru pada Tjokroaminoto. Tjokroaminoto adalah orang yang pertama kali menolak untuk
tunduk pada Belanda, setelah ia meninggal lahirlah warna-warni pergerakan
indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu,
semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada
kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah
seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat
Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya
yaitu Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan
tertawa menyaksikannya.
2.2.1.2 Proses Pembuatan Film “Guru Bangsa Tjokroaminoto”
Sutradara kenamaan, Garin Nugroho kembali mengangkat kisah pahlawan ke dalam layar lebar. Kali ini berjudul “Guru Bangsa: Tjokroaminoto”. Syuting dilangsungkan 7 September 2014. Dirilis 9 April 2015, film tersebut diproduseri oleh lima orang.
Ginting (Semoen) Alex Abbad (Abdullah Abdad) dan Chelsea Elizabeth Islan (stella).
Garin yakin akan kemampuan para pemain. Dia tidak perlu bersusah payah memberikan arahan. Para pemain juga punya kemampuan menyanyi. Menurut Garin, karena darah seni Tjokroaminoto sangat kental, dia ingin seluruh pemain bisa bernyanyi. Ada adegan dimana Reza Rahadian dan Putri Ayudya bernyanyi bersama. Sedangkan Maia Estianty (mewakili keluarga besar Tjokroaminoto) yang berperan sebagai ibunda Soeharsikin, mertua HOS Tjokroaminoto, bersedia bermain dalam film ini karena permintaan keluarga besar. Maia merupakan cicit dari HOS Tjokroaminoto.
Sebagai produser dan pemain, Christine menjelaskan, mengangkat kisah hidup Tjokroaminoto ke layar lebar merupakan tantangan besar. Namun, tantangan itu terasa ringan karena keluarga besar Tjokroaminoto mendukung film tersebut. “Saya kira nggak berlebihan kalau produsernya sampai lima orang. Sebab, ada tanggung jawab yang amat besar’’, tuturnya.
Garin menambahkan, sudah saatnya generasi muda mengetahui kisah para pahlawan. Media film cukup efektif untuk menyampaikan hal itu. Banyak cerita menarik dan patriotis Tjokroaminoto, pahlawan kelahiran Madiun itu yang akan diangkat. Tepatnya kisah hidupnya hingga 1921, saat dia dipenjara karena dituduh menyiapkan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda.
perubahan pada gedung aslinya. “Kami juga membuat mobil-mobil tua pada zaman itu. Pokoknya, kalau ingin menikmati suasana Surabaya zaman dulu, akan kami gambarkan di studio Jogja’’, ujarnya.
Sebelum menggarap film ini, tim pembuat film Tjokroaminoto mengadakan riset sampai ke Belanda kurang lebih 2 tahun, juga melakukan pendekatan melalui studi pustaka serta mendapat dukungan dari yayasan keluarga besar Tjokroaminoto.
2.2.1.3 Sinopsis Film “Guru Bangsa Tjokroaminoto”
Setelah lepas dari era tanam paksa di akhir tahun 1800, Hindia Belanda (Indonesia) memasuki babak baru yang berpengaruh ke kehidupan masyarakatnya. Yaitu dengan gerakan Politik Etis yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Tetapi kemiskinan masih banyak terjadi. Rakyat masih banyak yang belum mengenyam pendidikan dan kesenjangan sosial antar etnis dan kasta masih terlihat jelas.
Oemar Said Tjokroaminoto (Tjokro) yang lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang kuat, tidak diam saja melihat kondisi tersebut. Walaupun lingkungannya adalah keluarga ningrat yang mempunyai hidup yang nyaman dibandingkan dengan rakyat kebanyakan saat itu. Ia berani meninggalkan status kebangsawanannya dan bekerja sebagai kuli pelabuhan. Dan merasakan penderitaan sebagai rakyat jelata.
Ia berjuang untuk menyamakan hak dan martabat masyarakat bumiputera di awal 1900 yang terjajah. Perjuangan ini berbenih menjadi awal-awal lahirnya tokoh dan gerakan kebangsaan.
Tjokro yang intelektual, pandai bersiasat, mempunyai banyak keahlian, termasuk jago silat, ahli mesin dan hukum, penulis surat kabar yang kritis, orator ulung yang mampu menyihir ribuan orang dari mimbar pidato, membuat pemerintah Hindia Belanda khawatir, dan membuat mereka bertindak untuk menghambat laju gerak Sarekat Islam yang pesat. Perjuangan Tjokro lewat organisasi Sarekat Islam untuk memberikan penyadaran masyarakat, dan mengangkat harkat dan martabat secara bersamaan, juga terancam oleh perpecahan dari dalam organisasi itu sendiri.
Rumah Tjokro di Gang Peneleh, Surabaya, terkenal sebagai tempat bertemunya tokoh-tokoh bangsa Indonesia kelak. Di rumah sederhana yang berfungsi sebagai rumah kos yang di bina oleh istrinya, Suharsikin, Tjokro juga mempunyai banyak murid-murid muda yang pada akhirnya menetas, dan mempunyai jalan perjuangannya masing-masing, meneruskan cita-cita Tjokro yang mulia untuk mempunyai bangsa yang bermartabat, terdidik, dan sejahtera. Salah satu muridnya di Peneleh adalah Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno.
Salah satu adegan di awal film dimana guru dari Tjokroaminoto kecil berpesan agar Tjokroaminoto “Iqra” dan “Hijrah”.
Salah satu adegan dimana Tjokroaminoto bercakap-cakap dengan Agus Salim dan bertanya, “Gus, sudah sampai dimana hijrah kita?”
Tulisan “Hijrah” pada tembok bagian atas salah satu ruangan penjara yang dilukis oleh Tjokroaminoto ketika beliau ditahan pemerintah Belanda atas tuduhan
pemberontakan.
Tjokroaminoto penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyimpulkan penelitiannya yaitu: