• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KETERIKATAN KERJA DI ANTARA BERBAGAI KORPS PADA PERWIRA TNI ANGKATAN UDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KETERIKATAN KERJA DI ANTARA BERBAGAI KORPS PADA PERWIRA TNI ANGKATAN UDARA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KETERIKATAN KERJA DI ANTARA

BERBAGAI KORPS PADA PERWIRA TNI ANGKATAN

UDARA

Anisa Prima Isnainiyah, Siti Farida Haryoko Boru Tobing,

Aries Yulianto

Work Engagement atau keterikatan kerja merupakan kondisi psikologis positif berhubungan dengan pekerjaan yang dialami seseorang dan memiliki tiga karakteristik yaitu tingkahlaku (vigor), dedikasi (dedication), dan absorpsi (absorption). Pada dekade ini, work engagement menjadi pembahasan yang cukup penting bagi bertahannya pekerja atau karyawan dalam organisasi, baik dalam organisasi profit maupun non-profit. Organisasi TNI-AU sebagai sebuah organisasi kemiliteran di Indonesia juga menganggap work engagement penting terutama dengan adanya isu menurunnya partisipasi dan dedikasi para perwira TNI-AU di organisasi pada korps-korps tertentu serta adanya perwira TNI-AU yang tetap berdedikasi dan partisipasi dalam organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan keterikatan kerja (work engagement) pada korps-korps perwira TNI-AU. Partisipan penelitian ini berjumlah 150 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan One-Way Anova Planned Comparison. Penelitian ini menggunakan alat ukur work engagement yaitu Utrecht Work Engageent Scale (UWES) yang sudah di modifikasi dari penelitian Schaufeli dan Bakker (2006). Hasil dari penelitian menunjukkan,F tidak signifikan (F = 0,841; p>0.05 signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya tidak terdapat perbedaan keterikatan kerja yang signifikan di antara berbagai korps pada perwira TNI-AU.

Pendahuluan

Dalam dunia bisnis, keterikatan karyawan terhadap pekerjaannya, ataubiasa disebut keterikatan kerja (work engagement) merupakan permasalahan yang menjadi topik bahasan akhir-akhir ini dan juga berkaitan erat dengan perubahan paradigma dibidang manajemen. Dalam organisasi militer, khususnya pada TNI-AU, work engagement atau keterikatan kerja juga dianggap penting terutama dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan teknologi

(2)

pada alat persenjataan, sistem-sistem strategi, dan fenomena yang mempengaruhi keberadaan SDM yaitu para perwira TNI-AU sendiri, terutama dengan adanya observasi penulis dan laporan dari MABES TNI-.AU yang menyebutkan bahwa kurangnya partisipasi kerja di organisasi TNI-AU dari beberapa orang yang berasal dari korps tertentu dan beberapa orang perwira yang lebih memilih bekerja diluar organisasi TNI-AU.

Berdasarkan data dari personil MABES TNI (2012) pada lima tahun terakhir tercatat sebanyak 1,27% dari 957 orang perwira TNI-AU yang berdinas di MABES TNI, keluar atas kemauannya sendiri. Hal ini disebabkan karena menurut mereka penghargaan yang diberikan pada penerbangan swasta jauh lebih besar dibandingkan dengan organisasi TNI-AU. Beberapa diantara penerbang banyak yang selain mempunyai pekerjaan utama sebagai penerbang perwira TNI-AU juga mempunyai pekerjaan tambahan sebagai pilot maupun pengajar pilot di perusahaan swasta. Hal ini menyebabkan banyak dari penerbang kompeten yang sudah dididik oleh TNI-AU tidak memberikan kontribusi,dan dedikasi secara maksimal. Hal ini terlihat dari jadwal mereka untuk terbang lebih banyak di penerbangan swasta daripada di penerbangan TNI-AU, selain itu semangat mereka untuk lebih mengembangkan karir di organisasi TNI-AU kurang karena mereka menganggap di penerbangan swasta mereka lebih dihargai dan disejahterakan.

Dilaporkan juga bahwa, sebanyak 1,27% dari perwira TNI-AU yang berkorps penerbang di MABES TNI, keluar atas kemauannya sendiri. Berdasarkan data dari Dinas Staf Ahli (2012) mengatakan bahwa pada korps khusus sebanyak 121 orang keluar pada 5 tahun terakhir. Dengan keadaan tersebut orang-orang yang berdedikasi tinggi dan tetap berkontribusi dalam keadaan apapun pada suatu organisasilah yang menandakan bahwa mereka mempunyai keterikatan kerja yang tinggi.

Maka penting bagi organisasi TNI-AU untuk melakukan suatu langkah dan melakukan upaya untuk mengelola SDM yang mereka

(3)

punyai agar dapat terus produktif bagi organisasi dengan melihat perbedaan keterikatan kerja (work engagement) pada perwira TNI-AU. Dengan mengetahui perwira-perwira seperti apa yang nantinya mempunyai keterikatan kerja, akan dapat memajukan organisasi TNI-AU. Fenomena yang telah di paparkan menimbulkan pertanyaan pada penulis apakah keterikatan kerja pada setiap korps perwira TNI-AU berbeda-beda. Berdasarkan fenomena, penulis juga menduga bahwa adanya perbedaan keterikatan kerja diantara berbagai korps yang ada pada perwira TNI-AU. Lalu peneliti menduga bahwa perwira dengan korps penerbang dan korps khusus mempunyai keterikatan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan korps-korps lainnya.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengaan tipe korelasional. Responden dalam penelitian ini adalah perwira TNI-AU yang sudah lulus dari pendidikan dasar Akademi dan sudah berdinas minimal 4 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang dikembangkan dari Utrecht Work Engagement Scale (UWES) dari Schaufeli dan Bakker (2003). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan data yang diperoleh akan diolah menggunakan teknik korelasi.

Tinjauan Pustaka

Keterikatan Kerja (Work Engagement)

keterikatan kerja (work engagement) oleh Schaufeli (2004) disebutkan sebagai “a positive, fulfilling, work-related state of mind that is

characterized by vigor, dedication and absorption” merupakan kondisi

psikologis positif berhubungan dengan pekerjaan yang dialami seseorang, dan memiliki tiga dimensi, yaitu tingkah laku (vigor), dedikasi (dedication), dan absorpsi (absorption). Vigor merujuk pada energi yang dimiliki individu ketika bekerja dan kesediaan individu untuk memberikan usahanya terhadap pekerjaan, serta persistensi individu ketika menghadapi kesulitan pada pekerjaan, dedikasi merujuk pada keterlibatan individu yang tinggi pada pekerjaannya, rasa antusias dan bangga akan

(4)

pekerjaannya, dan absopsi yang merujuk pada tingkat konsentrasi individu pada saat melakukan pekerjaan. Jadi keterikatan kerja (work engagement) merupakan bentuk sikap yang melibatkan tingkah laku, emosi dan kognitif individu terhadap organisasinya dan pada akhirnya ditunjukkan oleh individu melalui performa individu tersebut dalam organisasi.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Schaufeli maka terdapat tiga dimensi utama yang menyusun keterikatan kerja (Scaufeli & Bakker, 2004), yaitu vigor, dedication, dan absorption. Vigor ditunjukkan dengan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental ketika bekerja dan keinginan untuk melakukan sebuah usaha untuk pekerjaannya dan tetap persisten meskipun menghadapi kesulitan. Schaufeli juga menyebutkan bahwa Vigor mengacu juga kepada tinggi rendahnya energi dan mental sesorang dalam melakukan upaya-upaya kembali dari keterpurukan ketika bekerja dan kemauan orang tersebut untuk melakukan upaya dalam pekerjaan. Dedication merujuk pada perasaan terlibat dalam pekerjaan dan perasaan bahwa keterlibatan diri merupakan hal yang penting bagi pekerjaan. Selain itu individu dengan dedication memiliki karakter keterikatan secara psikologis dengan suatu pekerjaan, antusias, bangga, dan menyukai tantangan (Schaufeli et al., 2002 dalam Medhurst & Albrect, 2011).

Korps TNI-AU

Dalam buku panduan “Pola Dasar Karir Perwira ” (2007) disebutkan bahwa korps atau kecabangan merupakan korps dalam TNI-AU merupakan satuan kerja yaitu kecabangan profesi bagi perwira lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU), Sekolah Pertama perwira Prajurit Karir (Semapa PK) dan Prajurit Sukarela Dinas Pendek dimulai saat lulus pendidikan kecabangan, sedangkan bagi bintara yang mendapatkan kesempatan menjadi perwira melalui sekolah pembentukan perwira kecabangannya ditetapkan sejak dilantik menjadi perwira. Seorang Perwira dipersyaratkan menguasai salah satu bidang profesi sesuai dengan kecabangannnya. Korps dalam perwira TNI-AU dikelompokkan menjadi Sembilan kecabangan yaitu: Penerbang (PNB), Teknik

(5)

(TEK),Navigasi (NAV), Elektronika (LEK), Administrasi (ADM), Perbekalan (KAL), Kesehatan (KES), serta Dinas Khusus (SUS)

Dinamika Perbedaan Work Engagement ditinjau berdasarkan Korps pada Perwira TNI-AU

Penelitian mengenai keterikatan kerja pada anggota kemiliteran masih jarang diteliti terutama di Indonesia. Berdasarkan penelitian Scahaufeli dan Bakker (2007) bahwa anggota kemiliteran cenderung memiliki keterikatan kerja yang tinggi, terutama terlihat ketika diukur pada dimensi dedication. Selain itu mereka juga menyebutkan bahwa kecenderungan dari anggota militer juga mempunyai vigor yang tinggi.

Korps atau satuan kerja dalam TNI-AU merupakan salah satu hal essensial bagi perkembangan seorang karir perwira angkatan udara, bahkan korps merupakan identitas kesatuan di angkatan udara dan menjadi identitas bagi seorang perwira TNI-AU. Korps merupakan sebuah kelompok satuan kerja yang dianggap merupakan bagian penting bagi perkembangan karir seorang perwira. Korps pada perwira TNI-AU inilah yang menunjukkan bagaimana cara berpikir, sudut pandang, lingkungan, serta peran seorang perwira dalam organisasi.

Berdasarkan data dari personil MABES TNI (2012) Pada lima tahun terakhir tercatat sebanyak 1,27% dari perwira TNI-AU yang berkorps penerbang di MABES TNI, keluar atas kemauannya sendiri. Berdasarkan data dari Dinas Staf Ahli (2012) mengatakan bahwa pada korps khusus sebanyak 121 orang keluar pada 5 tahun terakhir. Walaupun berdasarkan data menyebutkan sebagian perwira menunjukkan turnover yang mengindikasikan menurunnya work engagement, masih banyak perwira TNI-AU yang tetap berkontribusi dan berdedikasi bagi organisasi maupun pada kesatuan angkatan udara. Berdasarkan data tersebut peneliti menduga bahwa ada perbedaan work engagement pada setiap korps di TNI-AU serta ada kecenderungan bahwa korps penerbang dan korps khusus mempunyai skor work engagement yang rendah dibandingkan dengan korps lain

(6)

Metode penelitian

Ada dua variabel penelitian ini yaitu keterikatan kerja dan korps TNI-AU. Penelitian ini dilakukan pada Perwira TNI-Angkatan udara yang berdinas di MABES TNI-AU dan berusia 26 tahun sampai 56 tahun. Hipotesis penelitian (Ha) ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel korps TNI-AU dengan skor total pada alat ukur keterikatan kerja (work engagement) pada perwira TNI-AU yang berdinas di MABES TNI-AU. Hipotesis Null (Ho) penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel korps TNI-AU dengan skor total pada alat ukur keterikatan kerja (work engagement) pada perwira TNI-AU yang berdinas di MABES TNI-AU. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan satu alat ukur Utretch Work Engagement Scale (UWES) yang disusun oleh Schaufelli, Bakker, dan Salanova tahun (2004) dan telah diadaptasi oleh kelompok payung skripsi keterikatan kerja angkatan mahasiswa psikologi UI angkatan 2007 pada tahun (2011) untuk mengukur keterikatan kerja para perwira.

Ada dua macam teknik statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama adalah statistik deskriptif, digunakan untuk mengetahui gambaran umum variabel keterikatan kerja, korps TNI-AU, jenis kelamin, usia, lama bekerja, pendidikan terkahir dan pangkat. Kedua adalah teknik statistik One Way- ANOVA (Analysis of Variance) yang digunakan untuk melihat perbedaan mean keterikatan kerja pada masing-masing variabel korps sampel penelitian.

Hasil Penelitian

Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

Hasil dari penelitian menunjukkan mayoritas partisipan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 126 orang (84%). Usia responden sebagian besar berada pada tahap awal karir yang berusia antara 26

(7)

tahun sampai 40 tahun sebanyak 118 orang (79%). Berdasarkan pangkat yang ada pada partisipan, pangkat terbanyak ada pada korps Kapten sebanyak 90 orang (60%) dan partisipan paling sedikit terdapat pada Marsekal muda sebanyak 1 orang (0.7%). Korps yang paling banyak ada pada korps SUS sebanyak 67 orang (44.7%) sedangkan korps dengan partisipan paling sedikit berasal dari Korps KES sebanyak 6 orang (4%). Berdasarkan lama bekerja partisipan paling banyak berada pada tahap pemeliharaan (maintenance stage) yaitu perwira yang telah bekerja lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 89 orang (59,3%)

Gambaran Umum Keterikatan Kerja (Work Engagement) Partisipan

Skor keterikatan kerja terendah adalah 46, dan yang paling tinggi adalah 118 dengan standard deviasi sebesar 15,117. Dari tabel 4.3, dapat dikatakan keterikatan kerja pada perwira TNI-AU bervariasi. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel 4.2.

Statistik Deskriptif Keterikatan kerja (Work Engagement) (N=150)

M Nilai

Minimum Maksimum Nilai SD

89,29 46 118 15,117

Pada tabel di atas akan dijelaskan gambaran keterikatan kerja berdasarkan dimensinya. Untuk membandingkan skor dari ketiga dimensi dari keterikatan kerja, skor total setiap dimensi dibagi dengan banyaknya item. Hal ini dilakukan karena dimensi-dimensi tersebut mempunyai jumlah item yang berbeda satu sama lain.

Tabel Mean Keterikatan Kerja berdasarkan dimensi

Dimensi Min. Max. Mean Std. deviasi

Vigor 2,17 6,0 4,34 0,835

Dedication 2,00 6,0 4,68 0,84

(8)

Tabel di atas menunjukkan bahwa dimensi dedication memiliki

mean skor paling tinggi dibandingkan kedua dimensi lainnya. Mean skor

tertinggi kedua adalah absorption. Nilai skor terendah ada pada dimensi

vigor.

Dimensi dedication merupakan dimensi dengan mean skor tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan memiliki perasaan terlibat dalam pekerjaan dan perasaan bahwa keterlibatan diri merupakan hal yang penting bagi pekerjaan. Selain itu, terlibat juga perasaan-perasaan antusias, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan.

Dimensi vigor merupakan dimensi dengan nilai mean skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan tidak menunjukkan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental ketika bekerja dan tidak menunjukkan keinginan untuk persisten ketika menghadapi kesulitan. Hasil Utama Penelitian

Uji hipotesis I

Tabel Uji beda Skor Keterikatan kerja berdasarkan Korps (N=150) Variabel F Levene’s testp One-Way AnovaF p

Keterikatan Kerja 1,791 0,093 0,841 0,555

Berdasarkan hasil uji asumsi Levene’s test diketahui tidak ada perbedaan varians diantara kelompok korps, F(7, 142) = 1,791, p>0.05. Artinya, uji beda dengan One-Way Anova dapat dilanjutkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jumlah partisipan pada setiap korps tidak akan mempengaruhi hasil uji beda.

Hasil dari One-Way Anova menunjukkan tidak ada perbedaan skor keterikatan kerja yang signifikan diantara korps pada perwira TNI-AU, F (7, 142) = 0,841, p>0.05. Dengan demikian, H01 diterima, yaitu tidak

terdapat perbedaaan yang signifikan pada skor keterikatan kerja berdasarkan korps pada perwira TNI -AU.

(9)

Uji Hipotesis 2

Untuk mengetahui perbedaan skor keterikatan kerja korps penerbang dengan korps lainnya digunakan Contrast One-Way Anova atau Planned Comparison.

Tabel Uji kontras Skor Keterikatan kerja pada korps penerbang dan khusus dengan korps lainnya

Perbandingan N M Uji Kontras

t P Pertama Penerbang Lainnya 137 13 93,23 88,92 -0,491 0,624 Kedua Khusus Lainnya 67 83 87,37 90,84 1,343 0,181

Berdasarkan uji hasil kontras diketahui tidak ada perbedaan skor keterikatan kerja antara korps penerbang dibandingkan dengan korps lainnya, t(13) = 93,23, p>0.05 dan pada korps khusus tidak ada perbedaan skor keterikatan kerja dengan korps lainnya, t(67)=87,37,p>0.05. Artinya, H02 dan H03diterima.

Hasil Data Tambahan

Tabel 4.7 Hasil Uji beda Skor Keterikatan kerja terhadap demografis partisipan

Karakteristik n M SD Uji beda

F P Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 126 24 87,13 89,71 14,735 17,165 0,586 0,445 Umur Awal (20 - 39 tahun) Tengah (39 – 59 tahun) 118 32 272,12 219,728 14,484 17,195 1,489 0,224 Pendidikan terakhir SMA D3 S1 S2 50 18 77 5 91,48 85,72 89,08 83,60 13,792 16,966 14,93 23,776 0,924 0,431 Pangkat 3,142 0,006

(10)

Letda Lettu Kapten Mayor Letkol Kolonel Marsekal muda 16 6 90 30 5 2 1 79,13 78,00 90,67 92,87 85,60 107,00 72,00 14,037 15,218 15,173 12,923 12,300 5,657 - Lama bekerja Advancement Stage Maintanance Stage 61 89 90,33 88,58 14,330 15,674 0,480 0,490

Berdasarkan tabel 4.7, didapatkan hasil tambahan untuk data demografis partisipan yang dihubungkan dengan perilaku keterikatan kerja. Pada karakteristik jenis kelamin, didapatkan hasil tidak signifikan yaitu F(1,148) = 0,586, p>.05. Pada karakteristik umur partisipan, didapatkan hasil tidak signifikan F (1,148) = 1,489, p>.05. Pada karakteristik pendidikan terakhir, didapatkan hasil tidak signifikan F(3,146) = 0,924, p>.05. Pada karakteristik lama bekerja, didapatkan hasil

F(1,148)= 0,20, p>.05 yang menunjukkan tidak signifikan. Sehingga dapat

dikatakan tidak terdapat perbedaan skor keterikatan kerja berdasarkan jenis kelamin, usia, lama bekerja, dan korps. Namun, pada data demografis berdasarkan pangkat, terdapat perbedaan mean yang signifikan terhadap keterikatan kerja F(6,143)=.3,142, p<.05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, hanya ada satu data demografis, yaitu pangkat, yang memiliki perbedaan mean skor yang signifikan terhadap keterikatan kerja. Sedangkan pada data demografis berdasarkan jenis kelamin, usia, lama bekerja, dan korps tidak signifikan dengan keterikatan kerja.

Diskusi

Berdasarkan data yang diperoleh dari 150 orang perwira TNI-AU tidak ditemukan adanya perbedaan skor keterikatan kerja antara berbagai korps pada perwira TNI-AU. Hal ini dapat disebabkanoleh beberapa faktor, seperti adanya kemungkinan bahwa partisipan yang peneliti ambil merupakan sebuah sampel yang pada dasarnya sudah memiliki tingkat

(11)

keterikatan terhadap organisasi maupun keterikatan kerja yang tinggi sejak awal bekerja dan berkontribusi di organisasi TNI-AU sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai keterikatan kerja yang tinggi pada tahapan tertentu sudah keluar atas keinginannya sendiri sebelum penelitian ini diadakan.

Keterikatan kerja pada perwira TNI-AU yang tidak mempunyai perbedaan dapat terjadi karena adanya peran rasa bangga sebagai satu kesatuan besar personil TNI-Angkatan udara, terutama rasa bangga terhadap kecabangan karir atau korps yang dimiliki, karena setiap perwira pada jenis korps apapun akan tetap bangga dan mengaggap korpsnya yang terbaik, bagaimanapun keadaan yang terjadi dilapangan. Soebandono (2011) dalam disertasinya menyebutkan bahwa rasa bangga meningkatkan keterikatan kerja seseorang, adanya rasa bangga menimbulkan reinforcement yang berasal dari faktor eksternal yang berkaitan dengan organisasi, salah satunya adalah reputasi organisasi yang membentuk persepsi masyarakat dalam bentuk citra atau sebuah image positif. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebagian besar perwira TNI-AU tidak mempunyai perbedaan keterikatan kerja yang signifikan karena adanya kebanggan menjadi bagian dari personil TNI-AU yang dianggap mempunyai citra positif di masyarakat.

Selain itu, jika dilihat lebih lanjut, lama bekerja pada perwira TNI-AU ikut memiliki andil terhadap tidak adanya perbedaan skor keterikatan kerja berdasarkan korps. Berdasarkan hasil statistik, perwira TNI-AU yang menjadi partisipan kebanyakan sudah berada pada tahap maintanance

stage yang artinya kebanyakan dari mereka sudah merasa stabil dengan

pekerjaannya dan rata-rata mereka berupaya lebih agar segala sesuatunya tetap stabil sampai pada sutu tahapan mereka pensiun. Sehingga pada dasarnya, para perwira TNI-AU mempunyai kesamaan untuk mempertahankan apa yang mereka punyai sekarang yang menyebabkan mereka lebih terikat terhadap TNI-AU. Tempat pengambilan data para perwira yaitu di MABES TNI-AU, juga memiliki pengaruh tidak

(12)

adanya perbedaan keterikatan kerja diantara korps pada TNI-AU. Hal ini disebabkan bahwa pada dasarnya orang-orang yang sudah bekerja di MABES TNI-AU Cilangkap merupakan orang-orang yang rata-rata sudah stabil keadaannya, mendapatkan kemudahan akses tentang data pekerjaan, semua fasilitas mudah di dapatkan, sehingga membuat mereka memiliki keadaan yang sama dibandingkan orang-orang yang berada di daerah lain di luar Jabodetabek dan menyebabkan tidak ada perbedaan skor keterikatan kerja.

Pada hasil statistik variabel lain, yaitu pangkat, terdapat perbedaan yang signifikan pada keterikatan kerja. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor personal

resource. Personal resource atau sumber daya personal merujuk pada

kualitas karakteristik pribadi individu seperti aspek kepribadian,

self-esteem, self-efficacy, locus of control, dan hardiness. Adanya pangkat

merupakan merupakan suatu hal yang meningkatkan self-esteem perwira

TNI-AU sehingga menyebabkan keterikatan kerja pada masing-masing

perwira menjadi berbeda ketika mendapatkan kenaikan pangkat.

Hasil penelitian mengenai gambaran keterikatan kerja pada partisipan menunjukkan bahwa dimensi dedication merupakan dimensi dengan mean skor tertinggi. Tingginya mean skor partisipan pada

dedication menunjukkan bahwa partisipan menganggap pentingnya

keterlibatan diri dalam pekerjaan secara menyeluruh, merasa bangga terhadap pekerjaannya, terinspirasi dan tertantang dengan pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Schaufelli dan Salanova (2006) bahwa dimensi dedication dan absorption tertinggi ditemukan pada partisipan anggota kemiliteran, manajer, dan pendidik. Sehingga, dapat dikatakan bahwa partisipan penelitian yaitu Perwira TNI-AU yang termasuk sebagai anggota kemiliteran terbukti skor dimensi dedication termasuk tinggi. Dimensi absorption merupakan dimensi tertinggi kedua. Tingginya mean skor partisipan pada dimensi absorption menunjukkan bahwa partisipan penelitian memiliki konsentrasi penuh pada pekerjaan serta terikat dengan pekerjaan. Dimensi vigor merupakan dimensi dengan

(13)

skor terendah. Schaufeli dan Salanova (2006) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa anggota kemiliteran dalam dimensi vigor mempunyai skor yang terendah diantara profesi lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pada dasarnya setiap anggota kemiliteran harus dan dituntut, mau tidak mau, untuk tetap semangat dan mempunyai energi penuh setiap waktu sehingga menyebabkan perilaku yang keluar untuk bersemangat dan mempunyai banyak energi, tidak secara voluntary atau secara tidak sukarela, perilaku vigor keluar karena adanya tuntutan profesi.

Hasil dari penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan mean jenis kelamin terhadap keterikatan kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aven, Parker dan McEvoy (1993) bahwa gender dan keterikatan kerja (work engagement) tidak memiliki hubungan walaupun responden laki-laki memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan. Hal ini menunjukkkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak membedakan work engagement yang dimliki oleh perwira TNI-AU yang bekerja di MABES TNI-AU. Berbeda halnya dengan Paradise (2008), perbedaan jenis kelamin ditemukan berkontribusi terhadap keterikatan kerja, dimana laki-laki memiliki keterikatan kerja yang lebih tinggi dengan pekerjaan karena posisinya sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sedangkan perempuan sebaliknya. Sejalan dengan penelitian tersebut, Gardner (2004) juga menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya keterikatan kerja dimana tingkat keterikatan kerja pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.

Berdasarkan usia, perwira TNI-AU paling banyak berada pada tahap awal perkembangan. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari perwira TNI-AU masih berada dalam keadaan penyeusaian menuju tingkat karir yang lebih stabil. Hal ini sesuai dengan teori dari Greenberg dan Baron (1993) yang mengatakan bahwa pada tahap awal karir (early

career) dengan periode usia awal 20 sampai 39 tahun. Pada masa ini,

seorang individu masih senang untuk mencari keahlian spesifik dan senang untuk menemukan tantangan dalam bekerja. Sehingga pada masa

(14)

ini, seorang perwira masih mencari keahlian spesifik serta mencari tantangan dari pekerjaannya walaupun pada dasarnya seorang perwira sudah memiliki jalur kecabangan karir yang jelas.

Kesimpulan

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam skor keterikatan kerja antara setiap korps pada perwira TNI-AU. Hal ini menandakan bahwa kecabangan karir (korps) yang berbeda tidak membedakan tingkat keterikatan kerja perwira TNI-AU.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran metodologis yang dapat dipertimbangkan bagi penelitian selanjutnya. Pertama, pada penelitian selanjutnya besar sampel (sample size) penelitian yang digunakan lebih diperbanyak agar hasil penelitian lebih merepresentasikan kondisi pada populasi penelitian. Kedua, Pada tahap pengambilan data, segala persiapan teknis dan antisipasi harus dilakukan dengan matang. Terutama mengenai jumlah responden, jumah responden laki-laki terlalu banyak yaitu 125 orang dan berbeda jauh dengan partisipan perempuan yang hanya 24 orang. Diharapkan pada penelitian yang akan datang, jumlah partisipan disamakan saja agar lebih terlihat keterkaitan hubungannya.

Ketiga, Berkaitan dengan data kontrol ada baiknya peneliti telah menyiapkan beberapa pilihan yang sesuai dengan jawaban yang diharapkan dengan data tersebut, seperti untuk kontrol korps, akan lebih baik peneliti memberikan pilihan jawaban LEK, ADM, PNB, ataupun TEK. Hal ini disebakan pada saat partisipan mengisi data kontrol banyak partisipan yang tidak mengisi atau menjawab tidak sesuai dengan sasaran yang dituju. Pada saat telah dikelompokkan seperti ini, maka akan mempermudah meneliti data kontrol dan data tambahan. Ke empat, Akan lebih baik jika setiap kategori korps pada subjek disamakan jumlah

(15)

pengambilan datanya sehingga akan lebih memudahkan pengolahan data dan mengontrol kemungkinan-kemungkinan yang terjadi akibat terlalu bervariasinya jumlah subjek pada masing-masing korps. Berkaitan dengan pengambilan data partisipan, akan lebih baik agar penelitian tentang keterikatan kerja perwira TNI-AU tidak hanya dilakukan di MABES TNI-AU, tetapi juga di pangkalan udara, maupun tempat-tempat spesifik seperti pada dinas navigasi, teknik, maupun skadron TNI-AU agar data serta hasil yang didapatkan lebih bervariatif. Pada penelitian selanjutnya terhadap keterikatan kerja baik pada perwira TNI-AU maupun pada bidang kemiliteran lainnya, akan lebih baik untuk meneliti variabel pangkat sebagai variabel yang diteliti lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Albrect, S.L. (2010). Handbook of employee engagement: Perspectives,

issues, research and practice. Northampton: Edward Elgar

Publishing, Inc.

Bakker, A.B., & Salanova M (2007). The measurement of work engagement with a short questionnaire. Educational and and

Psychological Measurement, 66, 701-706

Buckingham, M. & Coffman, C. (1999). First break all the rules: What the

world’s greatest managers do differently. Sidney: Simon & Schuster Australia.

Dinas Staf Ahli MABES TNI-AU (2012). Laporan Sumber Daya Personil

Seluruh Indonesia. MABES TNI-AU: Jakarta.

Greenberg, J., & Baron, R. A. (1993). Behavioral in organization (4th ed).

Manhattan: Allyn & Bacon.

Gardner, D. (2004). The effect of paylevel on organization based self-esteem an performance: A field study. Journal of Occupational and

Organizational Psychology. 77, 307-322.

Kahn, W.A. (1990), Psychological condition of personal engagement and disengagement at work,Academy of Management Journal,

(16)

MABES TNI-AU (2007). Buku Petunjuk Pelaksanaan TNI-AU tentang Pola Pembinaan Karier Perwira. MABES TNI-AU: Jakarta

McShane, S.L., & Herscovitch, L. (2010). Organizational behavior:

Emerging knowledge and practices for the real world. New York:

McGraw-Hill International.

Medhurst, A., & Albrecht, S. (2011). Salesperson engagement and performance: A theoretical model. Journal of Management and

Organization, 17, 398-411.

Saks, A. M. (2006). Antecedence and consequanes of employee engagement. Journal of Managerial Psychology, 21, 600-619. Seniati, L., Yulianto, A., dan Setiabudi, B. N. (2008). Psikologi eksperimen.

Jakarta: PT. Indeks Gramedia

Seniati, A.N.L (2002). Pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja, dan iklim psikologis terhadap komitmen dosen pada Universitas Indonesia. Disertasi. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Schaufeli, W.B., Bakker, A.B., & Salanova, M. (2006). The measurement of work engagement with a short questionnaire. Educational and

Psychological Measurement, 66, 701-716.

Soebandono, J.P. (2011). Peran rasa bangga, kepercayaan, rasa aman, dan nilai kerja pribadi dalam keterikatan kerja karyawan. Disertasi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wellins, R.S., Bernthal, P., & Phelps, M. (2005). Employee engagement: The key to realizing competitive advantage. Development

Dimentions Internationa, Inc

Inilah.Com.(2012). Panglima TNI terima kenaikan pangkat 12 pati TNI.

Diakses 21 Oktober 2012, dari

http://nasional.inilah.com/read/detail/1868482/panglima-tni-terima-kenaikan-pangkat-12-pati-tni

(17)

Gambar

Tabel Mean Keterikatan Kerja berdasarkan dimensi
Tabel  Uji kontras Skor Keterikatan kerja pada korps penerbang dan  khusus dengan korps lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang popularitasnya, motif Ondel-Ondel merupakan motif yang secara luas diproduksi oleh berbagai sentra batik Betawi, serta mengalami berbagai variasi dan

Berhubungan dengan staf medis, perawat, pasien untuk menetapkan hasil yang diharapkan ntuk menetapkan hasil yang diharapkan Menetapkan dan melaksanakan semua tindakan yang

Pada tahap ini, dilakukan pemantauan terhadap kegiatan yang dilakukan. Pengamatan dilakukan terhadap proses tindakan, efek tindakan dan terhadap hasil tindakan yang

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan

Pada penelitian yang menggunakan piridoksin dan niasin masih jarang ditemukan, oleh karena itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh jenis dan

dan n %u %u&amp;u &amp;u. ;ntu&amp; itu&lt; &amp;ami menghara,&amp;an &amp;e&amp;urangan dan masih !auh dari &amp;esem,urnaan.. #alah satu su% sistem &amp;esehatan nasional

Pelaksanaan kegiatan, setelah bahan dan peralatan disiapkan, maka tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan yaitu dilakukan kegiatan berupa pengoperasian/

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah