• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKLIMATISASI BIBIT RUMPUT LAUT KOTONI (Kappaphycus alvarezii) HASIL KULTUR JARINGAN DI PERAIRAN TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKLIMATISASI BIBIT RUMPUT LAUT KOTONI (Kappaphycus alvarezii) HASIL KULTUR JARINGAN DI PERAIRAN TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

AKLIMATISASI BIBIT RUMPUT LAUT KOTONI (Kappaphycus alvarezii)

HASIL KULTUR JARINGAN DI PERAIRAN TELUK GERUPUK

KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

by :

Rusman*), Ujang Komarudin**), dan Supriadi***)

Abstrak

Akhir-akhir ini, produksi rumput laut mengalami penurunan. Kemungkinan disebabkan oleh kondisi perairan yang mengalami perubahan secara ekstrim dan juga kemungkinan disebabkan oleh terjadinya degradasi kualitas bibit rumput laut yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan kualitas bibit yang digunakan dengan mencari sumber bibit yang baru, baik dari alam maupun dari hasil perekayasaan. Salah satunya adalah memproduksi bibit dari hasil kultur jaringan.

Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan bibit rumput laut yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan perairan yang sering berubah-ubah dan dapat tahan terhadap serangan penyakit. Kegiatan ini dilaksanakan di perairan Gerupuk Dusun Gerupuk Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah pada bulan April – Desember 2013.

Hasil perlakuan ketahanan bibit hasil kultur jaringan dalam bak diperoleh daya tahan maksimal selama 4 bulan dengan pertambahan bobot sekitar 3 – 5 gram per individu dengan SR diatas 90 %. Adapun hasil aklimatisasi bibit kultur jaringan dalam perairan laut diperoleh SR 100 % dengan bobot akhir selama 1 bulan rata-rata 60 gram.

Kata kunci : Aklimatisasi, bibit rumput laut, kultur jaringan

*) Pengawas perikanan pada Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok. **) Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok.

***) Pengawas perikanan pada Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok.

(2)

2

Acclimatization of Kappaphycus Seedlings Produced by Tissue Culture

Technique at Gerupuk Bay, Central Lombok, West Nusa Tenggara.

by :

Rusman*), Ujang Komarudin**), dan Supriadi***) Abstract

The declining of seaweed production recently was probably caused by genetically degenerated quality of seedling stocks and extreme fluctuations of water environment. Acknowledging these causes, providing seaweed seedlings with desirable properties including highly adaptability to water environments, high growth rate and resistance to diseases is key step to upsurge the seaweed production. One approach to produce such seedlings is by using tissue culture technique. Thus, this study was conducted to observe acclimatization process of seedling stocks produced by tissue culture technique. This study was conducted in Gerupuk bay, Sengkol, Pujut, Central Lombok, from April to December 2013.

The result showed that the thallus grew quite fast, 0.5 to 1 gram or 2-3 cm. grown in acclimatization tank, the microalgae could grow up to 3-5 gr with 90% survival rates. After being grown in open sea, the seaweed grew to average weight 60 gram after 1 month.

Keywords: Acclimatization, seaweed seedlings, tissue culture technique.

*) Aquaculture evaluator at Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok. **) Head of Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok.

(3)

3 l. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Produksi rumput laut kotoni (Kappaphycus alvarezii) akhir-akhir ini mengalami penurunan produksi di setiap kawasan budidaya. Penurunan produksi rumput laut ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi perairan yang sering mengalami perubahan. Perubahan ini diakibatkan kondisi musim juga tidak stabil, sehingga berpengaruh pada kondisi kestabilan perairan. Selain itu, kemungkinan juga disebabkan oleh terjadinya degradasi kualitas bibit rumput laut yang disebabkan oleh penggunaan bibit rumput laut yang berulang-ulang dengan cara stek. Selain itu, bibit yang diperoleh secara vegetatif seringkali menyebabkan penurunan variabilitas genetik yang dapat mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, menurunnya rendemen karaginan dan kekuatan gel serta menurunnya ketahanan terhadap penyakit.

Beberapa upaya teleh dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam budidaya rumput laut tersebut. Antara lain melakukan pengamatan/pengukuran kondisi lingkungan perairan untuk mengetahui tingkat perubahan yang terjadi. Melakukan upaya perbaikan kualitas bibit yang digunakan dengan mencari sumber bibit yang baru, baik dari alam maupun dari hasil perekayasaan. Salah satunya upaya melalui hasil perekayasaan adalah memproduksi bibit dari hasil kultur jaringan.

Kultur jaringan rumput laut adalah salah satu upaya memperbaiki performa bibit rumput laut baik dari segi pertumbuhan dan fisiknya. Hasil kultur jaringan ini perlu dilakukan tahap adaptasi dengan kondisi lingkungan perairan laut yang sebenarnya setelah mendapatkan perlakukan khusus dalam laboratorium seperti nutrisi, suhu dan lainnya. Oleh karena itu, tahap aklimatisasi bibit rumput laut hasil kultur jaringan ini dianggap penting dalam menghasilkan bibit yang mempunyai kualitas yang lebih baik. 1.2 Tujuan

Kegiatan ini bertujuan melakukan aklimatisasi bibit rumput laut kotoni hasil kultur jaringan hingga ke perairan laut.

(4)

4 ll. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan perekayasaan ini dilaksanakan pada bulan April – Desember 2013 di Perairan Gerupuk Dusun Gerupuk Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah dan di Balai Budidaya Laut Lojuh generasi mbok Instalasi Gerupuk

2.2 Alat dan Bahan

Sarana dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan perekayasaan adalah sebagai berikut:

- Bak beton 2 buah dan keranjang gantung 1 buah. - Keranjang 2 buah dan rakit bambu apung 2 buah - Peralatan pengukur kualitas air dan timbangan digital

Bahan yang digunakan adalah bibit rumput laut hasil kultur jaringan. 2.3 Metode

2.3.1 Metode pemeliharaan dan adaptasi dilakukan dengan 2 tahap : A. Tahap adaptasi awal dan pembesaran dalam wadah kecil

Dalam tahap ini dilakukan dengan dua cara yaitu : 1) Adaptasi dalam keranjang gantung di perairan laut

Konstruksi keranjang dibuat agar dapat ditaruh dalam perairan laut dengan menggunakan tali gantungan dan ditutup dengan jaring agar rumput laut kuljar tidak keluar. Keranjang yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya bibit yang akan diadaptasi awal. Ukuran size lubang keranjang maksimal 1 cm. Lubang keranjang yang besar sebaiknya dilapisi jaring tipis (waring). Keranjang dibersihkan setiap 2 hari sekali, jika terdapat kotoran dan lumut yang menempel pada keranjang gantung tersebut. Keranjang gantung ini ditempatkan pada perairan dengan arus yang tidak terlalu kuat yaitu antara 5 – 10 cm/det dengan gelombang 30 cm. Gelombang dan arus yang kuat dapat mengakibatkan terbaliknya keranjang, sehingga dapat mengganggu tahap adaptasi.

(5)

5 2) Adaptasi dalam bak di darat

Bak yang digunakan dapat terbuat dari beton maupun fiber. Bak disi air laut dengan tinggi maksimal 60 cm. Dalam bak terdapat keranjang untuk menempatkan rumput laut hasil kultur jaringan. Bak yang telah dilengkapi dengan sistem sirkulasi air laut (inlet dan outlet) langsung. Air laut yang masuk langsung ke dalam keranjang. Aerasi disimpan ditaruh dalam keranjang, dimana aerasi berfungsi sebagai penyedia oksigen dan sebagai pembangkit arus dalam keranjang.

Rumput laut hasil kultur jaringan yang berasal dari laboratorium (ukuran 3 – 5 cm dengan berat 0,5 – 1 gram) ditaruh dalam keranjang selama 2 – 4 minggu. Sedangkan di dalam bak dilakukan untuk mengetahui daya tahan hidupnya.

Gambar 1. Aklimatisasi awal di bak.

B. Tahap adaptasi di perairan laut

Bibit yang telah diadaptasi awal, dilakukan adaptasi lanjutan di perairan terbuka. Dalam tahap adaptasi ini, sarana yang digunakan adalah rakit. bambu apung, dengan pertimbangan keamanan bibit. Bibit yang telah mencapai bobot 3 – 5 gram dan minimal 3 cabang thallus serta diameter thallus 0,5 cm dapat diikatkan pada tali ris bentang. Pengikatan bibit sebaiknya menggunakan tali raffia (telah dibelah 3 bagian) atau plastik es yang telah dipilin. Penanaman bibit dilakukan selama 1 bulan dengan pengontrolan

(6)

6 setiap hari. Demikian pula dengan rumput laut kontrol dilakukan pembudidayaan hampir sama dengan rumput laut uji.

2.3.2 Parameter uji

a. Perhitungan pertumbuhan mutlak

b.Tingkat kelangsungan hidup

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Adaptasi Tahap Awal

3.1.1 Adaptasi dalam keranjang gantung

Proses adaptasi ini dilakukan di dalam keranjang yang digantung di dekat karamba jaring apung untuk budidaya ikan. Dari hasil adaptasi dalam keranjang yang ditaruh di laut yang dilakukan menunjukkan bobot akhir mencapai rata-rata 3,705 gram dalam 1 bulan dengan bobot awal antara 0,3 - 0,6 gram. Bobot terbesar diperoleh sebesar 5,2 gram dan bobot terkecil diperoleh sebesar 2,9 gram. Kenaikan pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan tersebut diperoleh rata-rata 10,01 kali dari bobot awal. Tingkat kehidupan (SR) yang diperoleh adalah 95%. Kematian bibit rumput laut kuljar yang terjadi disebabkan karena terjepitnya thallus rumput laut di sela-sela lubang keranjang. Bibit yang terjepit mengalami kehilangan pigmen, kemungkinan karena terputusnya aliran nutrine, selanjutnya menjadi putih dan putus.

Bobot

pertumbuhan akhir

= Bobot

akhir

– Bobot

awal

Nt

SR

= --- x 100 %

(7)

7 Gambar 2. Pertumbuhan bibit kultur jaringan dalam keranjang gantung di laut.

Keunggulan dari metode ini adalah, tidak membutuhkan aerasi sebagai pembangkit arus dan pembawa nutrien. Sedangkan kelemahan yang didapatkan dengan metode ini adalah ketergantungan pada kondisi perairan laut yang terjadi sangat tinggi, sehingga jika kondisi perairan yang buruk akan berdampak pada proses adaptasi rumput laut hasil kultur jaringan, seperti naiknya suhu perairan, turunnya salinitas akibat hujan dan lainnya. Hambatan lainnya dalam proses aklimatisasi di perairan laut seperti gelombang tinggi, arus kuat dan lainnya, yang dapat mengganggu kestabilan keranjang dalam perairan.

Hasil pemeriksaan kualitas air laut selama masa pemeliharaan dalam keranjang yang digantung dalam perairan laut, menunjukkan kondisi perairan yang sesuai dengan pertumbuhan rumput laut. Dimana suhu perairan laut rata-rata 29 oC, salinitas perairan rata-rata 33 ppt, DO perairan rata-rata 5 ppm, dan pH rata-rata 8. Arus perairan yang terjadi selama masa pemeliharaan antara 5 – 15 cm/det dengan gelombang antara 0 – 20 cm. Kecerahan perairan diperoleh 100% selama pengukuran.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 1 2 3 4 5 R at a-ra ta b o b o t (g ra m ) Pengamatan (minggu)

(8)

8 Gambar 3. Kondisi kualitas perairan laut di lokasi keranjang gantung

3.1.2 Pemeliharaan dalam bak

Hasil pemeliharaan dalam bak diperoleh hasil yang hampir sama dengan pemeliharaan di dalam keranjang yang digantung dalam perairan laut. Pertumbuhan yang diperoleh dari bobot awal 0,3 – 0,5 gram diperoleh bobot akhir rata-rata 3,05 gram dalam masa pemeliharaan 1 bulan. Bobot tertinggi diperoleh sebesar 3,7 gram dan bobot terendah diperoleh sebesar 2,8 gram. Kenaikan pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan tersebut diperoleh rata-rata 9,94 kali dari bobot awal. Adapun tingkat SR rumput laut kuljar dalam bak juga diperoleh 95 %. Sama dengan keranjang gantung di laut, kematian bibit juga disebabkan terjepitnya thallus di keranjang. Tingkat pertumbuhan bibit kultur jaringan dapat dilihat pada grafik pertumbuhan di bawah ini :

0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 N il ai Pengukuran (minggu)

Parameter kualitas air

suhu salinitas pH DO

(9)

9 Gambar 4. Pertumbuhan bibit kultur jaringan dalam keranjang di bak.

Kelebihan yang dapat diperoleh dari pemeliharaan bibit dalam bak ini adalah kondisi air laut dapat dimanupulasi, terutama suhu. Suhu perairan yang tinggi dapat dicegah dengan menutup air laut masuk ke dalam bak, sehingga suhu dapat dijaga. Umumnya sering terjadi pada siang dan sore hari, sehingga kematian bibit dapat dicegah akibat fluktuasi suhu. Pemeliharaan dalam bak sebagai wadah stocking di darat, jika kondisi perairan laut kurang baik bagi pertumbuhan rumput laut seperti adanya badai yang dapat menyebabkan kerontokan dan kematian bibit dilaut, yang dapat menimbulkan kelangkaan bibit, maka bibit rumput laut masih tersedia dalam bak. Selain itu, pemeliharaan bibit dalam bak dapat bertahan lama, sehingga ketersediaan bibit dapat dijaga jika terjadi kelangkaan bibit di laut seperti kerusakan bibit jika terjadi badai dan lainnya.

Dari hasil ujicoba pemeliharaan dalam keranjang yang ditaruh dalam bak, diperoleh daya tahan bibit selama 4 bulan, dimana SR bibit yang dipelihara sebesar 100%. Bahkan bibit yang diperoleh dari hasil pemeliharaan dalam bak jumlahnya bertambah (Gambar 4). Hal ini disebabkan karena, cabang thallus yang terlepas dari individu utama, tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Pertambahan jumlah individu bibit kultur jaringan selama pemeliharaan 4 bulan terlihat pada Gambar 4 dibawah ini : 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 2 3 4 5 B o b o t (g ra m ) Pengamatan (minggu)

(10)

10 Gambar 5. Pertambahan jumlah individu bibit kultur jaringan

Kepadatan awal bibit kultur jaringan dalam keranjang yang ditaruh dalam bak juga mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan bibit. Kepadatan maksmial bibit yang dapat ditampung dalam keranjang adalah 400 individu dengan ukuran keranjang 100 x 80 x 80 cm. Pemeliharaan pada bulan kedua, sebaiknya bibit kuljar di bagi menjadi 2 keranjang, agar ruang untuk berkembangbiak mencukupi dan memadai. Selain itu, cukupan nutrien dapat merata ke setiap individu.

Kelemahan dari metode ini adalah ketergantungan pada jumlah aerasi dan besarannya serta suplai air laut yang masuk dalam keranjang/bak. Karena aerasi yang ada berfungsi sebagai pembangkit arus di dalam keranjang, sedangkan air laut yang masuk membawa nutrient yang baru ke dalam keranjang/bak.

Kondisi bibit kultur jaringan selama pemeliharaan di bak dalam keranjang dalam kondisi sehat. Hal ini terlihat dari morfologi bibit seperti :

- Warna cerah dan bau segar dan terdapat calon thallus yang runcing - Thallus yang besar sekitar 0,1 – 0,3 cm dan memanjang sekitar 3 – 5 cm - Bersih tidak terdapat lumut dan epifit serta lumpur yang melekat.

420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 1 2 3 4 5 Ju m la h in d iv id u Bulan

(11)

11 Gambar 6. Tahap pertumbuhan selama pemeliharaan 4 bulan di dalam bak

Dari Gambar 5 diatas memperlihatkan proses perkembangan bibit rumput laut hasil kultur jaringan setiap bulannya sampai dengan pemeliharaan bulan ke-4, menunjukkan adanya proses pertumbuhan thallus baik bobot maupun panjang thallus dan jumlah cabang thallus. Dimulai dari bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-4, bibit rumput laut mengalami pemisahan sebagian sebagian batang thallusnya untuk bertumbuh menjadi individu baru. Pada bulan ke-4 bibit rumput laut sudah mengalami tingkat kejenuhan pertumbuhan. Hal ini terlihat dari kondisi bibit yang mulai kehilangan pigmen atau pucat, pertumbuhan menjadi lambat dan lumut atau epifit mudah menempel. Hasil sementara yang diperoleh dari ujicoba di dalam bak diperoleh maksimal penyimpanan dalam bak sebagai stock bibit di darat selama 4 bulan.

Hasil pengujian kualitas air laut selama masa pemeliharaan dalam bak, menunjukkan kondisi air yang sesuai dengan kehidupan rumput laut. Dimana suhu perairan laut rata-rata 28 oC, salinitas perairan rata-rata 32 ppt, DO perairan rata-rata 3 ppm, dan pH rata-rata 8. Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Kondisi awal

(12)

12 Gambar 7. Kondisi kualitas air di dalam bak

3.2 Adaptasi Tahap Kedua

Adaptasi tahap kedua dilakukan di perairan laut dengan menggunakan rakit bambu apung dengan ukuran 4 x 4 m. Metode rakit bambu apung ini digunakan, karena untuk melindungi bibit rumput laut dari pengaruh gelombang secara langsung (Rusman, 2008). Tahap ini dilakukan agar bibit rumput laut menghadapi kondisi perairan yang sebenarnya. Bibit yang akan diaklimatisasi di laut yang mempunyai kriteria seperti cabang thallus minimal 3 buah, bobot minimal 3 gram, besar thallus minimal 0,1 cm.

Gambar 8. Kriteria bibit yang siap di aklimatisasi di laut terbuka 0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 N il ai Pengukuran (minggu)

Parameter kualitas air

suhu salinitas DO pH

(13)

13 Hasil domestikasi bibit kultur jaringan di perairan terbuka selama satu bulan, diperoleh bobot akhir rata-rata 60,007 gram dari bobot awal rata-rata sebesar 3,42 gram. Bobot terbesar diperoleh 90,06 gram, sedangkan bobot terkecil adalah 37,9 gram. Kenaikan pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan tersebut diperoleh rata-rata 17,52 kali dari bobot awal. Adapun tingkat SR rumput laut kuljar di rakit bambu apung diperoleh 100 %. Dibandingkan dengan kondisi bibit rumput laut konvensional, kenaikan pertumbuhan bibit rumput laut hanya sekitar antara 4 – 8 kali dari bobot awal. Kelebihan bibit kultur jaringan yang diaklimatisasi adalah selain pertumbuhan yang cepat, juga mempunyai daya tahan terhadap serangan penempelan lumut dan epifit (Polisiphonia sp). Hal ini terlihat dari kawasan yang terserang lumut tetapi bibit kultur jaringan tidak terjadi penempelan.

Gambar 9. Grafik pertumbuhan bibit kultur jaringan di laut. 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 B o b o t (g ra m ) Pengamatan (minggu)

(14)

14 Gambar 10. Bibit kultur jaringan hasil aklimatisasi di laut.

Gambar 11. Kondisi kualitas air laut di lokasi aklimatisasi rakit bambu apung

Terlihat pada gambar 11 diatas menunjukkan bahwa kualitas air selama pengukuran tidak terjadi perubahan eksrim dan masih dalam batas kehidupan organisme perairan pada umumnya. Suhu perairan menunjukkan nilai antara rata-rata 29 oC dengan kondisi arus yang terjadi antara 10 – 20 cm/det.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 N il ai Pengukuran (minggu)

Parameter air laut

suhu salinitas DO pH

(15)

15 Dari hasil aklimatisasi bibit rumput laut, diperoleh bibit sebanyak kurang lebih 80 kg dari bobot awal sekitar 2 kg selama 3 kali siklus atau F3. Pertumbuhan yang terjadi pada siklus ketiga masih terlihat bagus, dimana rata-rata kenaikan pertumbuhan bibit yang diperoleh antara 6 – 8 kali. Jika dibandingkan dengan bibit konvensional kenaikan pertumbuhannya berkisar 4 – 7 kali. Demikian pula dengan performa bibit hasil kultur jaringan terlihat baik yang ditandai dengan thallus yang sehat, bersih, banyak terdapat ujung thalli yang runcing dan warna yang cerah.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

- Aklimatisasi bibit hasil kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan keranjang yang digantung di perairan laut maupun keranjang yang ditaruh dalam bak.

- Laju pertumbuhan bibit hampir sama, dengan rata-rata bobot akhir pada keranjang gantung di laut sebesar 3,705 gram dan pada keranjang dalam bak sebesar 3,07 gram.

- Laju pertumbuhan bibit kultur jaringan di laut mencapai 17,52 kali dari bobot awal atau rata-rata bobot akhir 60,007 gram (dari bobot awal 3,42 gram). Sementara laju pertumbuhan bibit rumput laut konvensional (kontrol) sebesar 4 – 8 kali dari bobot awal.

- Performa bibit pada F3 masih terlihat baik dari segi pertumbuhan dan morfologinya yang nampak sehat dengan hasil sebanyak 80 kg selama 3 siklus.

4.2 Saran

Diperlukan ujicoba multilokasi untuk mengetahui tingkat kehidupan di lokasi perairan lainnya.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

George EF. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture Part 1. Technology. 2nd Edition. Exegenetic Limited. England. 754 p

Gunawan LW. 1995. Teknik Kultur in vitro dalam Hortikultura. Jakarta. Penebar Swadaya.

Hartman HT, Kester DE 1983. Plant Propagation. Principle and Practice. Edisi ke-4. New Jersey: Practice-Hall, Inc.

Hurtado RegeneraAQ, Bitter AB, 2007. Plantlet Regeneration of Kappaphycus

alvarezii var. Adik-adik by tissue Culture. J Appl Phycol 19:783:786

Rusman, 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Mataram. NTB.

Torres KC. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops. Chapman and Hall. New York. London.to Somatic Embryogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented Callus of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodopyta, Gigartinales). J. Phycol

Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman. Volume ke-1. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Grafik pertumbuhan pada keranjang gantung
Grafik pertumbuhan pada bak
Gambar 8.  Kriteria bibit yang siap di aklimatisasi di laut terbuka 051015202530351234NilaiPengukuran  (minggu)
Gambar 9.  Grafik pertumbuhan bibit kultur jaringan di laut.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan transgenesis yang penting berikutnya dalam rangka perakitan rumput laut Kappaphycus alvarezii transgenik, adalah pemeliharaan lanjut dari eksplan transgenik

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Rumput Laut Merah Kappaphycus

Korelasi antara faktor lingkungan terhadap kualitas karagenan rumput laut Kappaphycus alvarezii menunjukkan bahwa di Sarawandori dan Kamanumpa menunjukkan bahwa

Analisis kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii dilakukan dengan menggabungkan seluruh parameter, infrastruktur, dan aspek penunjang lainnya, maka

Mengingat bahan baku utama Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii, maka jumlah produksi rumput laut yang dapat disuplai Industri tepung Semi refined carrageenan

65 PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SERTA WARNA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DI PERAIRAN PANTAI AMAL KOTA TARAKAN The Influence Of Depth On Growth and

ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MENGHAMBAT PENINGKATAN ALANINE AMINOTRANSFERASE DAN PERLEMAKAN SEL HATI TETAPI TIDAK MENGHAMBAT ASPARTATE