• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2011: 22-31), membagi hasil belajar. menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2011: 22-31), membagi hasil belajar. menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2011: 22-31), membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

- Pengetahuan

Pengetahuan yaitu kemampuan untuk mengahafal dan mengingat informasi yang telah didengar atau dipelajari, misalnya defenisi konseptual.

- Pemahaman

Pemahaman yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang dipelajari dengan menggunakan kalimat sendiri dan memberi contoh lain yang telah dicontohkan, diantaranya pemahaman translasi.

- Aplikasi

Aplikasi yaitu kemampuan untuk menerapkan dalam situasi baru, seperti memberikan contoh selain dari yang disebutkan dalam pembelajaran.

(2)

- Analisis

Analisis yaitu kemampuan untuk menghubungkan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya.

- Sintesis

Sintesis yaitu perpaduan unsur-unsur kedalam bentuk menyeluruh. - Evaluasi

Evaluasi yaitu pemberian keputusan tentang nilai yang dilihat dari tujuan dan metode.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan interlinisasi. c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan dalam bertindak.

Ketiga ranah ini menjadi obyek penilaian hasil belajar. Hasil belajar kognitif diukur pada awal dan akhir pembelajaran, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotorik diukur pada saat proses pembelajaran.

2.2 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto (2007: 41-42 ) Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

(3)

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarakan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekolompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarakan. Selam bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.

Sebagaimana model-model pembelalajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas.

(4)

2.3 Model Active College Ball

Menurut Zaini, (2008: XiV) bahwa “Pembelajaran Aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran.” Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi geogarfi, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh sebab itu peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingat informasi yang baru.

Berdasarkan keterangan mengenai metode, dapat disimpulkan bahwa metode berarti alat atau cara yang digunakan untuk merubah suatu keadaan yang diinginkan pada pembelajaran agar memperoleh hasil yang maksimal.

Silberman (2009: 251) menjelaskan model College Ball adalah suatu putaran pengulangan yang standar terhadap materi pelajaran. Menjelaskan model ini memperbolehkan pengajar untuk mengevaluasi keluasan materi yang telah

(5)

dikuasai oleh peserta didik, dan berfungsi untuk menguatkan kembali, mengklarifikasi, dan meringkas poin-poin.

Metode College Ball merupakan strategi belajar mengajar yang dikembangkan oleh Silberman sebagai cabang dari pembelajaran Active Learning. Hisyam (2008: xiv-xvii) menjelaskan pembelajaran Active Learning mengajak siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, metode ini merupakan upaya untuk memicu adanya motivasi dan semangat belajar dan pemahaman siswa terhadap pengetahuan yang telah dipelajari pada pembelajaran yang telah diajarkan didalam kelas. Metode ini digunakan untuk menguatkan kembali, mengklarifikasi dan meringkas poin-poin kunci pembelajaran yang diajarkan didalam kelas.

Silberman (2009: 251-252), mengemukakan langkah-langkah penggunaan model Active College Ball

1. Kelompokkan peserta didik kedalam tim yang terdiri atas tiga atau empat anggota. Masing-masing tim dimohon memilih nama sebuah lembaga (atau tim olahraga, perusahaan, mobil, dan lain-lain ) yang mereka wakili.

2. Berilah setiap kelompok kartu indeks. Dalam kartu indeks itu mereka akan menuliskan nama sebauh lembaga untuk mewakilkan nama kelompok mereka. Masing-masing kelompok akan memegang kartunya untuk menunjukkan bahwa mereka menginginkan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan.

(6)

a. Untuk menjawab pertanyaan angkat kartu

b. Kartu dapat diangkat sebelum pertanyaan secara penuh disampaikan jika mengetahui jawabannya. Segera interupsi setelah pertanyaan dihentikan.

c. Tim memberikan skor satu point untuk setiap respon anggota yang benar ketika seseorang menjawab dengan salah tim yang lain menjawab (mereka dapat mendengarkan seluruh pertanyaan jika tim yang lain menginterupsi jawaban).

d. Setelah semua pertanyaan dilontarkan, hitunglah skor keseluruhan dan umumkan pemenangnya.

4. Berdasarkan respon atas permainan, lakukan peninjauan ulang materi yang tidak jelas atau yang memerlukan penguatan kembali.

2.4 Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Menurut Arends (dalam Trianto 2007: 29) model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstrukutur dengan baik yang dapat di ajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi selangkah.

Pada model Pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar siap menerima presentasi

(7)

materi pelajaran yang dilakukan melalui demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pembelajaran diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu mencoba memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata.

Pembelajaran langsung menurut Kardi (1997:3), dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merencang dengan tepat waktu yang digunakan. (dalam Trianto, 2007: 30-31).

Sintaks model pembelajaran langsung menurut Trianto (2007:31), disajikan dalam 5 tahap yaitu sebagai berikut; (1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa: Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar, (2) Mendemonstarsikan pengetahuan dan keterampilan: guru mendemonstarasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan infosrmasi tahap demi tahap, (3) Membimbing pelatihan: guru merencanakan dam member bimbingan pelatihan awal, (4) Mengecek pemehaman dan memberikan umpan balik: guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, member umpan balik, (5) memberikan kesempatan untuk peletihan lanjutan dan penerapan: guru

(8)

mempersiapkan kesempatan melakukan peletihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

2.5 Gambaran Umum Lingkungan Hidup 2.5.1 Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.

Menurut Soemarwoto (2004: 53) lingkungan hidup adalah manusia bersama tumbuhan, hewan, dan jasad renik yang menempati ruang tertentu.

2.5.2 Komponen-Komponen Lingkungan Hidup

Komponen-komponen lingkungan hidup adalah lingkungan abiotik, biotik, dan manusia.

2.5.3 Kerusakan Lingkungan

Menurut Soemarwoto (2004: 221) kerusakan lingkungan terjadi karena adanya pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Salah satu masalah yang sering dihadapi yaitu pemenuhan pangan yang melampaui daya dukung lingkungan sehingga lingkungan menjadi rusak.

(9)

2.5.4 Pengertian Ekosistem dan Komponen-Komponen

Menurut Soemarwoto (2004: 23) ekosistem adalah interaksi antara komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang membentuk satu kesatuan yang teratur.

Menurut Odum (dalam Indriyanto, 2005: 21-22) ekosistem terbagi atas 4 komponen ditinjau dari penyusunanya yaitu:

a. Komponen biotik terdiri dari air, tanah, batu, dan udara b. Komponen produsen yaitu tumbuhan hijau

c. Komponen ekosistem yaitu hewan dan manusia yang memakan organisme lain

d. Komponen pengurai yaitu organisme kecil yang hidupnya bergantung pada hewan dan tumbuhan yang telah mati.

2.5.5 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara bertahap dengan memanfaatkan sumber daya yang memiliki negara secara bijaksana.

Menurut Soemarwoto (2004:161) pembangunan berkelanjutan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu terpiliharanya ekologi yang utama, tersedianya sumber daya yang cukup, dan lingkungan sosial budaya dan ekonomi yang sesuai.

(10)

2.5.6 Pemanfaatan Lingkungan Hidup Bagi Manusia

Menurut Soemarwoto (2004: 73) manfaat lingkungan hidup bagi manusia adalah iklim bermanfaat untuk pertumbuhan, gunung berapi bermanfaat untuk menyuburkan tanah, penduduk bermanfaat sebagai sumberdaya manusia.

2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan

Widia, Nurlita (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan model college ball dalam upaya Meningkatkan motivasi belajar IPS Kelas VIII B Smp N 1 Reban Batang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model College Ball dapat meningkatkan motivasi belajar IPS kelas VIII B SMP N 1 Reban. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil angket yang mengalami peningkatan. Pada siklus I menunjukkan motivasi belajar siswa kelas VIII B SMP N 1 Reban sebesar 64,66% sedangkan pada siklus II menjadi sebesar 77,40%. Motivasi belajar siswa meningkat karena telah melampaui kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 75%. Hal tersebut berarti bahwa metode pembelajaran College Ball dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar IPS siswa kelas VIII B SMP N 1 Reban. Berdasarkan data hasil angket dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 9, 74%.

(11)

2.7 Kerangka Berfikir

Dalam proses pembelajaran, guru perlu berusaha mencari strategi yang tepat untuk dapat membantu siswa belajar dikelas. Terutama dalam pembelajaran, siswa bisa aktif dikelas, memperhatikan penjelasan guru dan saling bertukar pikiran antara siswa dan guru mengenai materi-materi yang di ajarkan.

Untuk itu langkah pertama dalam penelitian ini yaitu dimana guru memberikan materi lingkungan hidup dimana kelas yang menjadi subjek penelitian terdiri dari dua kelas yaitu kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran Langsung (Direct Instruction) dan kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Active College Ball dan melihat hasil belajar siswa dengan melakukan evaluasi, sehingga dapat di ketahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Hasil belajar ini akan meningkat apabila model pembelajaran yang diterapkan secara tepat dan menarik pada materi yang di ajarkan. Diduga bahwa dengan hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperati tipe

Model pembelajaran langsung Kelas Kontrol Guru Materi Lingkungan Hidup Hasil belajar Model pembelajaran active college ball Kelas

(12)

active college ball lebih tinggi dari pada hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran langsung. Oleh karena itu, melalui model pembelajaran kooperatif tipe Active College Ball diharapkan interaksi maupun keaktifan siswa dapat meningkat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.8 Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah “ Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Active College Ball dengan kelas yang menggunakan Pembelajaran Langsung.”

Referensi

Dokumen terkait

Siklus PTK model Tagart dan Kemis (Arikunto, 2006). Prosedur dalam penelitian ini dilaksanakan melalui siklus kegiatan yang terdiri dari dua siklus sebagaimana Gambar 2.

NTNP mengalami kenaikan sebesar 0,52 persen pada September 2017, hal ini terjadi karena kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,46 persen, lebih

285 Pada persamaan regresi diatas dapat kita lihat bahwa nilai Unstandardized Coefficients B sebesar – 0,990 yang berarti bahwa jika variabel independen dalm hal

SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran jigsaw , maka dapat disimpulkan bahwa: (a) model

China merupakan salah satu Negara yang berhasil membangun perekonomian negaranya dengan baik selama 40 terakhir. Meski didera kesulitan ekonomi, Cina

Kedudukan guru cukup menentukan sekali dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas diantaranya adalah menyajikan bahan ajar yang menarik sesuai dengan kebutuhan peserta didik

Dari keterbatasan yang ada, maka saran untuk penelitian yang akan datang yaitu berupa perluasan populasi sehingga jumlah sampel menjadi lebih banyak dan jenis

Fungsi komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b merupakan fungsi komando Unsur Pelaksana BPBD pada saat tanggap darurat yang dilaksanakan melalui pengerahan