• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KAWASAN. Agropolitan DI WILAYAH ROJONOTO KABUPATEN WONOSOBO DISUSUN OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN KAWASAN. Agropolitan DI WILAYAH ROJONOTO KABUPATEN WONOSOBO DISUSUN OLEH :"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH - PERENCANAAN WILAYAH

PENGEMBANGAN KAWASAN

Agropolitan

DI WILAYAH ROJONOTO KABUPATEN WONOSOBO

DISUSUN OLEH :

HARDIANTI FITRI RAHMASARI 3613100003

AULIYAA SYARA DIINILLAH 3613100012

ANINDITA WILANDARI 3613100026

DIAZ KUSUMAWARDANI 3613100037

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

2016

(2)

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan di

Wilayah Rojonto Kabupaten Wonosobo” sebagai tugas dari mata kuliah Perencanaan

Wilayah. Makalah ini berisi tentang analisis pengembangan kawasan dengan pendekatan agropolitan.

Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Dan terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Perencanaan Wilayah, yaitu Ibu Ema Umilia, ST., MT. dan Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg. yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Demikian makalah ini yang telah kami selesaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan masukan informasi serta wacana yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

(3)

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... 1 DAFTAR ISI... 2 DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR GAMBAR ... 3 BAB I PENDAHULUAN ... 4 1.1 Latar Belakang ... 4 1.2 Tujuan ... 5 1.3 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep Agropolitan ... 7

2.2 Analisis SWOT ... 8

BAB III GAMBARAN UMUM ... 10

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Wonosobo ... 10

3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif ... 10

3.1.2 Topografi ... 13

3.1.3 Klimatologi ... 13

3.1.4 Hidrologi ... 13

3.1.5 Demografi ... 15

3.2 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Rojonoto ... 16

3.3 Identifikasi Potensi dan Permasalahan ... 17

3.3.1 Potensi Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo ... 17

3.3.2 Permasalahan Agropolitan Kabupaten Wonosobo ... 18

BAB IV ANALISIS... 20

BAB V PENUTUP... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Rekomendasi Pengembangan ... 28

(4)

3

DAFTAR PUSTAKA ... 31

DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonosobo ... 10

Tabel 3. 2 Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009 (mm) ... 13

Tabel 3. 3 Kondisi Air Tanah (Imbuhan Air tanah) Kabupaten Wonosobo ... 14

Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014 ... 15

Tabel 3. 5 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan ... 16

Tabel 4. 1 Hasil Analisis Swot………21

DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Matriks SWOT Kearns... 9

(5)

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan perkotaan dalam artian luas tidak dapat dipisahkan dengan pedesaan.Pedesaan dalam kegiatan pembangunan diartikan sebagai kawasan yang secara komparatif yang pada dasarnya memiliki keunggulan sumber daya alam khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Keterkaitan pedesaan dan perkotaandalam hal ini adalah sebagai mitra usaha yang harus dijaga hubungannya. Pedesaan bukan hanya dianggap sebagai supplier bahan bakuindustri di perkotaan saja, sehingga diperlukan pengembangan pedesaan.

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986).

Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan.

Pendekatan pengembangan untuk pedesaan salah satunya melalui Agropolitan. Kebijakan ini digagas oleh Departemen Pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan, 2002: 11). Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.

Penerapan program ini dimulai dengan adanya himbauan pusat, supaya daerah yang memiliki peluang keberhasilan tinggi melaksanakan model pembangunan ini, selanjutnya dari daerah yang memiliki potensi tersebut dikembangkan menjadi agropolitan (Surat Menteri

(6)

5 Pertanian Republik Indonesia No. 144/OT.210/A/V/2002 tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan).

Salah satu provinsi yang berpotensi pengembangan agropolitan adalah Jawa Tengah. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah sector pertaniannya sangat menonjol demikian juga dengan distribusi persentase PDRB hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan perekonomian masyarakat Jawa Tengah mayoritas adalah sector pertanian.

Perencanaan program agropolitan Jawa Tengah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2015, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.Secara langsung dengan dituangkannya ke dalam RKPDP maka daerah dengan kegiatan utama pertanian, dan telah memiliki kegiatan agribisnis di prioritaskan sebagai kawasan agropolitan. Pada studi kasus yang kami ambil untuk konsep agropolitan ini adalah di wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo.

1.2 Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui konsep pengembangan kawasan dengan pendekatan agropolitan yang nantinya akan menjadi pertimbangan dalam menyusun arahan untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Wonosobo sehingga pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso semakin baik dan meningkat.

1.3 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah sebagai berikut:

Pada makalah ini terdapat empat bab yang berguna untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari makalah ini secara keseluruhan.

Bab I Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan dari makalah Perencanaan Wilayah.

Bab II Kajian Pustaka

Merupakan bab pembahasan yang berisi tentang tinjauan pustaka dari konsep pengembangan agropolitan.

Bab III Pembahasan

Berisi gambaran umum wilayah dan identifikasi masalah berdasarkan kajian teori.

Bab IV Analisis

(7)

6

Bab V Penutup

Merupakan bab akhir pada makalah perencanaan wilayah yang berisikan kesimpulan keseluruhan dan rekomendasi pengembangan.

(8)

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agropolitan

Agropolitan pertama kali diperkenalkan oleh Mc. Douglass dan Friedmann pada tahun 1974 guna pengembangan pedesaan. Secara harafiah, Agropolitan berasal dari dua kata yaitu (agro=pertanian), dan (politan/polis=kota), sehingga secara umum program agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian. Agropolitan (agro = pertanian; politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Mahi, 2014: 2).

Secara harafiah, menurut Rahardjo (2006: 108) agropolitan sebagai “kota di ladang” adalah kota yang berada di tengah (sekitar) ladang atau sawah yaitu lahan pertanian untuk produksi tanaman pangan (padi dan tanaman pertanian lainnya). Pendekatan model ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan. Petani atau masyarakat pedesaan dapat memperoleh pelayanan dalam rangka kegiatan produksi dan pemasaran, ataupun kebutuhan sehari-hari lainnya.

Karakteristik utama dari konsep agropolitan yaitu meliputi pengembangan terpadu dengan melibatkan suatu sistem pendukung lengkap baik fisik maupun kelembagaan dan penggunaan sumber daya lokal yang optimal, serta mengintegrasikan kegiatan pertanian dan non pertanian terutama kegiatan berbasis sumber daya dan pengembangan pusat-pusat pelayanan lokal sebagai bagian umum kegiatan baik secara regional maupun pengembangan pusat-pusat perkotaan (Buang et al, 2011).

Nasution (1998) dalam (Iqbal dan Iwan, 2009), mendeskripsikan karakteristik agropolitan atas lima kriteria, yaitu :

a. Agropolitan meliputi kota – kota berukuran kecil samapai sedang (berpenduduk paling banyak 600 ribu jiwa dengan luas wilayah maksimum 30 ribu hektar)

b. Agropolitan memiliki wilayah belakang/pedesaan (hinterland) penghasil komoditas unggulan atau utama dan beberapa komoditas penunjang yang selanjutnya dikembangkan berdasarkan konsep pewilayahan komoditas

c. Agropolitan mempunyai wilayah inti /perkotaan tempat dibangunnya sentra industri pengolahan komoditas yang dihasilkan wilayah perdesaan yang pengembangannya

(9)

8 disesuaikan dengan kondisi alamiah produksi komoditas unggulan

d. Agropolitan memiliki pusat pertumbuhan yang harus dapat memperoleh manfaat ekonomi internal bagi perusahaan serta sekaligus memberikan manfaat eksternal bagi pengembangan agroindustri secara keseluruhan

e. Agropolitan mendorong wilayah perdesaan untuk membentuk satuan-satuan usaha secara optimal melalui kebijakan system insentif ekonomi yang rasional.

Agropolitan memiliki fungsi sebagai terminal kegiatan pelayanan arus input maupun output pertanian. Berbagai kegiatan pelayanan keluar masuknya input maupun output pertanian dilakukan melalui sistem ini. Fasilitas pelayanan dalam agropolitan seperti, kemudahan input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi,

dan lain-lain).

Pada konsep pengembangan kawasan agropolitan banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan.Biasanya pihak tersebut berasal dari lintas bidang maupun lintas sektor, kerana dalam agropolitan mencakup perencanaan yang terintegrasi. Pihak yang terlibat (stakeholder) dalam pengembangan kawasan agropolitan terdiri dari pihakpihak yang kompeten dalam bidangnya, yaitu petani, birokrat, pengusaha, dan para ahli.

2.2 Analisis SWOT

Menurut Freddy Rangkuti (2009: 18) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

Menurut Gitosudarmo (2001: 115) Kata SWOT merupakan pendekatan dari Strenghts, Weakness, Opportunity, and Threats, yang dapat diterjemahkan menjadi : Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Terjemahan tersebut sering disingkat menjadi “KEKEPAN”. Dalam metode atau pendekatan ini kita harus memikirkan tentang kekuatan apa saja yang kita miliki, kelemahan apa saja yang melekat pada

(10)

9 terbuka bagi kita dan akhirnya kita harus mampu untuk mengetahui ancaman, gangguan, hambatan serta tantangan (AGHT) yang menghadang di depan kita.

Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Gambar 2. 1 Matriks SWOT Kearns

(11)

10

BAB III GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Wonosobo 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 (tiga puluh lima) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Terletak antara 7°.43'.13" dan 7°.04'.40" garis lintang selatan (LS) serta 109°.43'.19" dan 110°.04'.40" garis bujur timur (BT). Wonosobo dengan luas wilayah 98.468 Ha berada di tengah wilayah Jawa Tengah, pada jalur utama yang menghubungkan Cilacap - Banjarnegara - Temanggung - Semarang. Jarak ibukota Kabupaten Wonosobo ke ibukota Propinsi Jawa Tengah berjarak 120 km dan 520 km dari ibukota negara (Jakarta).

Wilayah Kabupaten Wonosobo secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kab. Kendal dan Kab. Batang Sebelah Selatan : Kab. Purworejo dan Kab. Kebumen Sebelah Barat : Kab. Banjarnegara dan Kab. Kebumen Sebelah Timur : Kab. Magelang dan Kab. Temanggung

Secara administratif Kabupaten Wonosobo dibagi menjadi 15 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan 265 yang terdiri dari 236 desa dan 29 wilayah kelurahan. Untuk lebih jelasnya pembagian kecamatan di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut :

Tabel 3. 1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonosobo NO Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan /

Desa Luas Wilayah (ha) (%) thd total 1 Wadaslintang 17 12.716 12,91 2 Kepil 21 9.387 9,53 3 Sapuran 17 7.772 7,89 4 Kalibawang 8 4.782 4,86 5 Kaliwiro 21 10.008 10,16 6 Leksono 14 4.407 4,48 7 Sukoharjo 17 5.429 5,51 8 Selomerto 24 3.971 4,03 9 Kalikajar 19 8.330 8,46

(12)

11

NO Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan / Desa Luas Wilayah (ha) (%) thd total 10 Kertek 21 6.214 6,31 11 Wonosobo 19 3.238 3,29 12 Watumalang 16 6.823 6,93 13 Mojotengah 19 4.507 4,58 14 Garung 15 5.122 5,2 15 Kejajar 16 5.762 5,85 Jumlah 265 98.468 100

(13)

12 Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo

Sumber : www.google.co.id

Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo adalah daerah pegunungan. Bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung) terdapat dua gunung berapi yaitu Gunung Sindoro (3.136 meter) dan Gunung Sumbing (3.371 meter). Daerah utara merupakan bagian Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prahu (2.565 meter). Disebelah selatan terdapat Waduk Wadaslintang.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2015 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, tercantum perencanaan program agropolitan Jawa Tengah. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu

(14)

13 pelaksana agropolitan sejak tahun 2004. Namun keberadaan program ii tidak langsung menarik masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas yang sengaja dibangun pada kawasan agropolitan, contohnya sub terminal agribisnis yang berada di Desa Sempol, Kecamatan Sukoharjo.

3.1.2 Topografi

Topografi wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki ciri yang berbukit-bukit, terletak pada ketinggian antara 200 sampai 2.250 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat tertinggi adalah Kecamatan Kejajar 1.378 dpl, dan terendah adalah Kecamatan Wadaslintang 275 dpl.

3.1.3 Klimatologi

Keadaan iklim suatu daerah pada waktu tertentu sangat berpengaruh pada berbagai jenis kegiatan, terutama pertanian. Rata-rata suhu udara di Wonosobo antara 14,3 – 26,5 derajat Celcius dengancurah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1713 - 4255 mm/tahun.

Tabel 3. 2 Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009 (mm)

No Kecamatan Curah Hujan (mm) Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 1 Wadaslintang 3.053 2.840 5.787 3.305 1.632 2 Kepil*) - - - - - 3 Sapuran 3.306 2.711 6.400 2.818 2.829 4 Kalibawang*) - - - - - 5 Kaliwiro 3.615 3.122 11.014 2.521 3.627 6 Leksono*) - - - - - 7 Sukoharjo*) - - - - 3.081 8 Selomerto 3.145 2.820 5.463 3.143 3.357 9 Kalikajar 2.411 1.805 1.960 523 1.865 10 Kertek - 1.173 - - 766 11 Wonosobo 2.782 4.461 6.247 2.799 1.972 12 Watumalang - - 628 1.891 622 13 Mojotengah 4.243 3.477 6.601 4.082 1.984 14 Garung 3.839 1.393 4.873 2.612 3.057 15 Kejajar 3.495 1.654 5.541 3.322 2.310

Sumber : Kabupaten Wonosobo dalam Angka, 2011 Ket : *) tidak ada data

3.1.4 Hidrologi

Secara hidrogeologi sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo termasuk dalam cekungan air tanah (CAT) Wonosobo yang terletak di lereng barat laut -timur Gunung api

(15)

14 Sundoro dan Gunungapi Sumbing. Pergerakan air tanahnya. pergerakan air tanahnya secara menyeluruh mengalir dari utara menuju ke selatan. Muka freatik air tanah terpotong oleh lembah-lembah sungai, sehingga dapat dimungkinkan munculnya mataair di daerah tersebut. Selain itu mata air sering dijumpai pada daerah peralihan slope. Peralihan slope ini selain ditandai dengan adanya mataair juga ditandai dengan adanya perbedaan yang mencolok pada daerah tersebut, antara lain perubahan/lereng curam ke lereng yang datar, ataupun juga oleh perbatasan antara penggunaan lahan yang kering dengan areal persawahan. Mata air di lereng Gunung Sundoro dan Sumbing membentang membentuk jalur melingkar atau sabuk.

Meskipun berada di bawah permukaan tanah, air tanah dapat tercemar. Sumber pencemaran tersebut dapat berupa penimbunan sampah, kebocoran pompa bensin, limbah cair dari rumah tangga serta kebocoran tangki septik. Ditengarai pula bahwa pertanian yang menggunakan pupuk industri dapat memberi dampak penimbunan logam pada air tanah. Meningkatnya jumlah permukiman telah mendorong meningkatnya kebutuhan air untuk domestik, irigasi, industri. Fenomena lapangan menunjukkan makin banyaknya sumur bor untuk mengeksplorasi air tanah. Memperhatikan jumlah pemanfaatan air tanah dan sebaran permukiman yang dapat mengganggu ketersediaan air tanah dan mendorong pencemaran air tanah, kegiatan perlindungan terhadap daerah resapan air digiatkan.

Tabel 3. 3 Kondisi Air Tanah (Imbuhan Air tanah) Kabupaten Wonosobo

No Kecamatan Luas (ha) Luas Sawah (Ha) A (m2) CH (mm) RC (%) RC (Juta m3/tahun) 1 Wadaslintang 12716 1985,28 107307200 2840 25 7618,81 2 Kepil 9387 1373,46 80135400 4500 25 9015,23 3 Sapuran 7772 1353,83 64181700 2711 25 4349,92 4 Kalibawang 4782 932,50 38495000 2000 25 1924,75 5 Kaliwiro 10008 1776,98 82310200 3122 25 6424,31 6 Leksono 4407 1264,72 31422800 4000 5 628,46 7 Sukoharjo 5429 633,08 47959200 2500 25 2997,45 8 Selomerto 3971 1832,42 21385800 2820 25 1507,70 9 Kalikajar 8330 1458,84 68711600 1805 25 3100,61 10 Kertek 6214 1712,16 45018400 1173 25 1320,17 11 Wonosobo 3238 1081,40 21566000 4461 25 2405,15 12 Watumalang 6823 841,96 59810400 1500 25 2242,89 13 Mojotengah 4507 1177,30 33297000 3477 25 2894,34 14 Garung 5122 288,76 48332400 1393 25 1683,18

(16)

15 No Kecamatan Luas (ha) Luas Sawah (Ha) A (m2) CH (mm) RC (%) RC (Juta m3/tahun) 15 Kejajar 5762 0 57620000 1654 25 2382,59 Jumlah 50.495,56

Sumber : Buku NSASD Kabupaten Wonosobo, 2011

3.1.5 Demografi

Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2014, Kabupaten Wonosobo memiliki jumlah penduduk sebesar 773.280 jiwa. Dengan luas wilayah 984,68 km2 yang didiami oleh 773.280 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Wonosobo adalah 785 jiwa per km2. Dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi berada pada Kecamatan Wonosobo dengan kepadatan penduduk sebesar 2660 jiwa per km2, sedangkan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Wadaslintang dengan kepadatan penduduk sebesar 409 jiwa per km2.

Berdasarkan data tersebut terlihat juga bahwa penyebaran penduduk di masing-masing kecamatan belum merata. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Wonosobo yang merupakan pusat aktivitas ekonomi dengan jumlah 86.142 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu Kecamatan Kalibawang dengan jumlah penduduk 22.542 jiwa. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014 No Kecamatan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 1 Wadaslintang 51.411 51.411 53.570 52.574 52.037 2 Kepil 56.522 57.004 57.917 57.257 56.877 3 Sapuran 54.022 54.303 55.457 54.824 55.473 4 Kalibawang 22.408 22.654 22.801 22.683 22.542 5 Kaliwiro 44.220 44.619 45.313 44.980 44.521 6 Leksono 39.334 39.638 40.231 39.950 40.309 7 Sukoharjo 31.430 31.814 31.775 31.835 32.330 8 Selomerto 44.971 45.400 45.974 45.712 46.201 9 Kalikajar 57.509 57.795 58.642 58.630 58.183 10 Kertek 76.610 77.110 77.882 77.775 78.438 11 Wonosobo 83.324 83.557 86.076 83.983 86.142 12 Watumalang 48.749 49.081 49.046 49.611 49.166

(17)

16 No Kecamatan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 13 Mojotengah 58.257 58.766 58.524 59.171 59.973 14 Garung 48.191 48.572 48.351 48.763 48.934 15 Kejajar 41.120 41.422 41.684 41.570 42.154 Jumlah 758.078 763.146 773.243 769.318 773.280

Sumber : Kabupaten Wonosobo dalam Angka, 2015

3.2 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Rojonoto

Seperti yang diketahui bahwa potensi pengembangan agrobisnis dan agroindustri di Kabupaten Wonosobo sangat besar, sehingga pengembangan agropolitan di Kabupaten Wonosobo layak untuk dilaksanakan. Dari segi pelaksanaan, Kabupaten Wonosobo telah membuat program untuk membangun kawasan Agropolitan Rojonoto dengan 2 lokasi pusat pengembangan yaitu Sub Terminal Agribisnis (STA) Sempol sebagai pusat pengembangan buahan dan Sub Terminal Agribisnis (STA) Tlogo sebagai pusat pengembangan buah-buahan dan sayuran.

Kawasan Agropolitan Rojonoto berada di Kecamatan Kaliwiro, Sukoharjo, Leksono, Selomerto yang terletak mengikuti jalur jalan utama jurusan Wonosobo-Kebumen. Luas wilayah 21.921,134 Ha dengan rincian :

Tabel 3. 5 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan No. Peruntukkan Luas (Ha)

1. Perkampungan 1.874,122 2. Sawah 6.106,365 3. Tegalan 7.221,802 4. Kolam 82,366 5. Hutan Negara 4.047,585 6. Lain-lain 130,550 Jumlah 19.462,79

Sumber : RTRW Kab. Wonosobo

Di Kawasan Rojonoto yang dikembangkan menjadi komoditas unggulan adalah salak pondoh, kopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele. Sedangkan pariwisata yang dikembangkan pada kawasan ini adalah arung jeram dan lokasi wisata ziarah.

(18)

17

3.3 Identifikasi Potensi dan Permasalahan

3.3.1 Potensi Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo

Adapun potensi-potensi dari Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo adalah :

1. Kedudukan Kabupaten Wonosobo cukup strategis terhadap aspek geografis Provinsi Jawa Tengah sehingga berpeluang dalam pengembangan agribisnis.

Kedudukan Kabupaten Wonosobo terletak pada posisi yang cukup strategis yang meliputi:

a. Wilayah Kabupaten Wonosobo terletak diantara Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Batang. Maka kebijakan tata ruang Kabupaten Wonosobo akan berpengaruh terhadap kabupaten-kabupaten tersebut.

b. Wilayah Kabupaten Wonosobo dilalui jalan raya yang menghubungkan lalu lintas antara daerah kabupaten sekitar baik berupa arus barang, manusia, maupun jasa sehingga berpengaruh langsung terhadap tata ruang Kabupaten Wonosobo.

c. Secara geografis Kabupaten Wonosobo dilalui jalur perekonomian regional Jawa Tengah. Kondisi dan perkembangan perekonomian Kabupaten Wonosobo terpengaruh dan mempengaruhi kondisi dan perkembangan perekonomian regional. d. Kabupaten Wonosobo berada di posisi silang antara

Temanggung-Wonosobo-Banjarnegara, Wonosobo-Kebumen dan Wonosobo-Purworejo.

2. Program untuk mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto telah disusun oleh Pemerintah Daerah Wonosobo.

Pemerintah Daerah Wonosobo melalui Pokja Agropolitan senantiasa berupaya untuk mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto. Berbagai program untuk periode 2014-2018 telah disusun guna kelancaran pelaksanaan dan pengembangan Agropolitan Rojonoto.

3. Potensi Sumberdaya Manusia

Potensi sumberdaya manusia pada Kawasan Agropolitan Rojonoto berupa penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani, peternak, pembudidaya ikan, pedagang dan penyedia jasa, perajin industri kecil yang semuanya membentuk kelompok usaha merupakan potensi pelaku usaha agribisnis di kawasan agropolitan.

4. Adanya sarana dan prasarana pendukung Agropolitan

(19)

18 kecamatan dan desa, sarana telekomunikasi berupa telepon, jaringan telepon seluler maupun wartel, listrik, lembaga penyedia permodalan, pasar baik tradisional maupun pasar sentra bisnis atau Sub terminal Agro dan kios-kios saprotan.

5. Adanya potensi sektor pertanian baru pada Kecamatan Watumalang, Leksono, Sukoharjo, Kaliwiro, dan Wadaslintang.

Karena Kecamatan Watumalang, Leksono, Sukoharjo, Kaliwiro dan Wadaslintang kurang dapat menikmati program-program yang berorientasi on farm tersebut, maka secara mandiri wilayah tersebut memunculkan unggulan baru atau potensi sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo. Diantaranya adalah komoditas salak di Kecamatan Sukoharjo, Duku/Langsep di Kecamatan Leksono, durian di Kecamatan Selomerto, ternak kambing di Kecamatan Watumalang dan Kaliwiro. Selain itu wilayah tersebut juga potensial untuk dikembangkan tanaman tropis seperti kelapa, kayu rimba dan empon-empon serta pisang.

3.3.2 Permasalahan Agropolitan Kabupaten Wonosobo

1. Kota tani utama Sawangan belum diperuntukkan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Penetapan kota tani utama Sawangan yang diperuntukkan guna menampung/menyimpan komoditas yang berasal dari kawasan sentra produksi, nyatanya belum digunakan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. Kondisi kota ini digunakan sebagai terminal bus dan angkutan kota. Adapun kios yang dibangun mayoritas disewa oleh pedagang kelontong, pedagang makanan, agen perjalanan, dan kios untuk bengkel. Hal ini menyebabkan banyak petani di kawasan Rojonoto yang memilih menjual komoditas mentahnya kepada tengkulak yang menawarkan pelayanan “jemput barang”.

2. Adanya sistem pembelian ijon dan borongan.

Sistem pembelian yang sering digunakan untuk komoditas mentah adalah ijon dan borongan. Sistem ijon yaitu membeli ketika buah masih di atas pohon, bahkan belum matang. Sedangkan sistem borongan yaitu tengkulak membeli hasil tani dengan cara menaksir hasil panen secara keseluruhan tanpa memperhatikan satuan hitung (harga per kilo). Adanya sistem ini berarti tidak memberi kesempatan kepada petani untuk mendapatkan nilai tambah lebih dari hasil usaha taninya.

3. Program agropolitan yang berjalan belum mampu meningkatkan nilai tukar komoditas jenis hortikultura.

(20)

19 di bawah 100, sehingga petani mengalami defisit, yaitu indeks harga yang diterima petani lebih rendah daripada indeks harga yang dibayar petani. Kondisi ini menjadi pendukung bahwa program agropolitan yang selama ini berjalan, belum mampu meningkatkan nilai tukar komoditas jenis hortikultura.

4. Petani Rojonoto mengalami kesulitan dalam hal pemasaran.

Walaupun telah memiliki izin resmi dari Dinas Kesehatan maupun UMKM, para petani mengakui kesulitan dalam hal pemasaran, sehingga kegiatan produksi tidak dilakukan setiap saat. Hal tersebut membuat produk olahan yang ada di Agropolitan Rojonoto “muncul dan tenggelam” sehingga produk olahan di kawasan ini kurang dikenal oleh masyarakat Rojonoto, maupun masyarakat umum.

5. Pada Kawasan Agropolitan Rojonoto terdapat 2 lokasi pusat pengembangan yang kondisinya sama sekali tidak berjalan.

Terdapat 2 lokasi pusat pengembangan di Kawasan Agropolitan Rojonoto, yaitu STA Sempol dan STA Tlogo. Kedua STA (Stasiun Terminal Agribisnis) tersebut saat ini kondisinya sama sekali tidak berjalan dan banyak pihak menilai lokasinya yang tidak tepat.

6. Sebagian industri kecil belum tercukupi kebutuhan bahan baku

Bahan baku beberapa jenis produk masih harus didatangkan dari luar daerah. Sehingga ketersediaan bahan baku dan bahan penolong lainnya sangat tergantung dengan pasokan dari luar daerah.

(21)

20

BAB IV ANALISIS

Berdasarkan potensi dan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya terkait kawasan agropolitan Rojonoto di Kabupaten Wonosobo, maka akan dilakukan analisis pada potensi dan permasalahan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini digunakan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada agar nantinya konsep pengembangan agropolitan yang diterapkan di Rojonoto, Kabupaten Wonosobo ini dapat terlaksana dengan optimal dan menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Hasil kombinasi dari interaksi strategi SO, WO, ST, WT seperti diuraikan pada tabel berikut menunjukkan sebanyak 4 (empat) strategi pilihan yang dapat ditempuh terhadap berbagai kemungkinan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang dapat dilakukan. Hasil interaksi antara strategi internal dan strategi eksternal dapat menunjukkan strategi dominan terbaik untuk solusi yang dipilih sebagai strategi andalan.

Dalam analisa matriks SWOT terjadi interaksi penggabungan dari strategi yang meliputi kombinasi interaksi strategi internal-eksternal, yang terdiri dari:

1. Strategi SO (Strength-Opportunity), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

2. Strategi ST (Strength-Threat), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weakness-Opportunity), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.

4. Strategi WT (Weakness-Threat), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman.

(22)

21

Tabel 4. 1 Hasil Analisis Swot

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGTH (S) WEAKNESS (W)

S1 Lokasi cukup strategis terhadap aspek

geografis

S2 Berpeluang dalam pengembangan

agribisnis

S3 Adanya kelompok usaha sebagai

pelaku usaha agribisnis

S4 Adanya sarana dan prasarana

pendukung agropolitan

S5 Adanya potensi sektor pertanian baru S6 Adanya komoditas unggulan

W1 Tidak ada kesempatan petani untuk

mendapatkan nilai tambah lebih

W2 Petani Rojonoto kesulitan dalam hal

pemasaran

W3 Terdapat 2 lokasi STA yang tidak

berjalan sama sekali

W4 Bahan baku belum tercukupi untuk

industri kecil

W5 Kota tani utama Sawangan belum

diperuntukkan sesuai aturan yang ditetapkan

W6 Program agropolitan belum mampu

meningkatkan nilai tukar komoditas jenis holtikultura

(23)

22 O P P O R TU N IT IE S ( O )

O1 Dilalui jalan raya yang

menghubungkan lalu lintas antar daerah kabupaten

O2 Dilalui jalur perekonomian regional

Jawa Tengah

O3 Program pengembangan kawasan

Agropolitan Rojonoto telah disusun oleh Pemda Wonosobo

O4 Didukung dengan adanya

kebijakan pengembangan agroindustri berbasis potensi lokal

O5 Adanya kebijakan dalam

peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi berbasis agribisnis.

STRATEGI SO S1,S2,O1,O2,O5 Mengembangkan

agribisnis dalam perkembangan perekonomian daerah

S3,O3, O4, O5

Meningkatkan kualitas kelompok usaha untuk dapat mengembangkan

agroindustri berbasis potensi lokal

S4, O3

Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung

pengembangan program agropolitan di Kawasan Agropolitan Rojonoto

S5, S6, O4, O5

Mengoptimalkan pengelolaan potensi komoditas unggulan dengan

pengembangan agroindustri.

STRATEGI WO W1,W2,O3

Adanya program peningkatan kualitas para petani berupa sosialisasi/pelatihan

mengenai pemasaran produk guna meningkatkan nilai tambah petani

W4,O1,O2

Melakukan marketing mix

W5,O3

Menyusun kebijakan atau program terkait lembaga/insitusi di daerah sentra produksi

W6,O1,O3

Menyusun program untuk ketersediaan bahan baku bagi pelaku usaha

W3, O1, O2

Pemindahan lokasi STA di lokasi-lokasi yang lebih strategis untuk menunjang program agropolitan.

W5, O3

Mengoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya

(24)

23 TH R E A TS ( T )

T1 Adanya sistem pembelian ijon dan

borongan

T2 Adanya ancaman bencana alam T3 Persaingan dengan produk-produk

hortikultura daerah lain

STRATEGI ST S2, S3, S5, S6, T1

Menerapkan kegiatan lelang komoditas pangan

S1, T2

Mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto berbasis mitigasi bencana

S2, S3, S4, S5, S6, T2

Peningkatan mutu dan kualitas produk-produk hortikultura kawasan Agropolitan Rojonoto

STRATEGI WT W1, T1

Menyusun kebijakan atau program untuk hasil panen para pelaku usaha

W1, W2, W4, T3

Meningkatkan nilai atau value added

(25)

24 Adapun strategi yang didapatkan dari hasil analisis SWOT di atas, yaitu:

1. Strategi S – O

a. Mengembangkan agribisnis dalam perkembangan perekonomian daerah

Perlu mengembangkan potensi agribisnis yang ada dengan memanfaatkan aksesibilitas yang telah tersedia. Kawasan ini telah dilalui jalan raya yang menghubungkan lalu lintas antar daerah serta merupakan dilalui jalur perekonomian regional Jawa Tengah. Pengembangan program agribisnis dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ekonomi yang terdapat di Kabupaten Wonosobo lebih tepatnya pada Kawasan Agropolitan Rojonoto. Dengan adanya pengembangan agribisnis ini akan meningkatkan perkembangan perekonomian di daerah tersebut.

b. Meningkatkan kualitas kelompok usaha untuk dapat mengembangkan agroindustri berbasis potensi lokal

Adanya program untuk meningkatkan kualitas kelompok usaha dengan adanya sosialisasi ataupun pelatihan mengenai pengolahan potensi lokal dari masing-masing kecamatan yang termasuk dalam Kawasan Agropolitan Rojonoto. Hasil dari pengolahan potensi lokal yang ada tersebut nantinya dapat mendukung adanya program agribisinis di Kawasan Agropolitan Rojonoto.

c. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung pengembangan program agropolitan di Kawasan Agropolitan Rojonoto

Adanya sarana dan prasarana pendukung yang terdapat di Kawasan Agropolitan Rojonoto meliputi sarana transportasi, akses jalan antar kecamatan dan desa, sarana telekomunikasi berupa telepon, jaringan telepon seluler maupun wartel, listrik, lembaga penyedia permodalan, pasar baik tradisional maupun pasar sentra bisnis atau Sub terminal Agro dan kios-kios saprotan. Dengan adanya sarana dan prasarana pendukung tersebut maka perlu dioptimalkan penggunaannya guna mendukung pengembangan program agropolitan di Kawasan Agropolitan Rojonoto.

d. Mengoptimalkan pengelolaan potensi komoditas unggulan dengan pengembangan agroindustri.

Pada Kecamatan Watumalang, Leksono, Sukoharjo, Kaliwiro dan Wadaslintang muncul unggulan baru atau potensi sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo. Diantaranya adalah komoditas salak di Kecamatan Sukoharjo, Duku/Langsep di Kecamatan Leksono, durian di Kecamatan Selomerto, ternak kambing di Kecamatan Watumalang dan Kaliwiro. Selain itu wilayah tersebut juga potensial untuk

(26)

25 dikembangkan tanaman tropis seperti kelapa, kayu rimba dan empon-empon serta pisang. Maka dari itu perlu dioptimalkan pengelolaan dari komoditas unggulan seperti komoditas salak, duku/langsep, durian, ternak kambing, sapi, dan lain-lain tersebut agar dapat meningkatkan nilai tambah petani Kawasan Agropolitan Rojonoto.

2. Strategi W – O

a. Adanya program peningkatan kualitas para petani berupa sosialisasi/pelatihan mengenai pemasaran produk guna meningkatkan nilai tambah petani

Walaupun telah memiliki izin resmi dari Dinas Kesehatan maupun UMKM, para petani mengakui kesulitan dalam hal pemasaran, sehingga kegiatan produksi tidak dilakukan setiap saat. Maka dari itu diperlukan program untuk meningkatkan kualitas para petani berupa sosialisasi ataupun pelatihan mengani pemasaran produk guna meningkatkan nilai tambah petani yang saat ini juga masih sangat rendah.

b. Melakukan marketing mix

Rangkaian unsur-unsur marketing mix atau variabel marketing mix juga dikenal sebagai 4P. 4P merupakan singkatan dari Product (produk), Price (harga), Place (tempat), dan Promotion (promosi). Keempat unsur marketing mix inilah yang secara terus menerus digunakan sebagai kelengkapan dalam strategi pemasaran. Hal ini pula yang memungkinkan suatu pelaku usaha dapat berhasil dalam memasarkan produknya karena dapat memberikan produk yang tepat, harga yang layak, tempat yang terjangkau, dan juga promosi yang efektif.

c. Menyusun kebijakan atau program terkait lembaga/insitusi di daerah sentra produksi Dengan adanya kebijakan atau program terkait lembaga/institusi di daerah sentra produksi ini atau dapat disebut dengan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) akan memudahkan para pelaku bisnis dalam memasarkan produknya secara langsung dan memberikan pelayanan pemasaran serta peningkatan nilai tambah dan daya saing bagi produk pada pelaku usaha.

d. Menyusun program untuk ketersediaan bahan baku bagi pelaku usaha

Dengan adanya program dalam ketersediaan bahan baku untuk para pelaku usaha ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada. Karena bahan baku masih saja didatangkan dari luar daerah membuat para pelaku usaha harus bergantung pada ketersediaan bahan baku dari luar. Usulan program yang dimaksud misalnya dengan program pemenuhan pasokan bahan baku untuk pelaku usaha dalam negeri.

(27)

26 agropolitan.

Terdapat 2 lokasi pusat pengembangan di Kawasan Agropolitan Rojonoto, yaitu STA Sempol dan STA Tlogo. Kedua STA (Stasiun Terminal Agribisnis) tersebut saat ini kondisinya sama sekali tidak berjalan dan banyak pihak menilai lokasinya yang tidak tepat. Maka dari itu perlu dilakukan pemindahan lokasi STA pada lokasi-lokasi yang lebih strategis dan mudah dijangkau agar dapat menunjang program agropolitan.

f. Mengoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya Penetapan kota tani utama Sawangan yang diperuntukkan guna menampung/menyimpan komoditas yang berasal dari kawasan sentra produksi, nyatanya belum digunakan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. Kondisi kota ini digunakan sebagai terminal bus dan angkutan kota. Sehingga perlu adanya pengoptimalan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya.

3. Strategi S – T

a. Menerapkan kegiatan lelang komoditas pangan

Dengan menerapkan lelang komoditas pangan ini, diharapkan peranan pedangang perantara (tengkulak) dapat dikurangi. Melalui lelang komoditas, nantinya petani dapat mendapatkan harga terbaik dan kesejahteraan petani meningkat sekaligus mengurangi ketergantungan kepada pedagang perantara. Sehingga petani dapat mendapatkan nilai lebih dari hasil produksinya.

b. Mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto berbasis mitigasi bencana

Berdasarkan RTRW Kabupaten Wonosobo, dijelaskan bahwa daerah Kabupaten Wonosobo rawan akan bencana alam, dan kawasan agropolitan Rojonoto termasuk di dalamnya. Bencana alam yang mengancam kawasan ini antara lain tanah longsor, angin topan, kebakaran hutan, gas beracun, serta letusan gunug api. Oleh karena itu perlunya diterapkan mitigasi bencana dalam pengembangan kawasan ini sebagai upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sehingga ketika terjadi bencana alam, kawasan Agropolitan Rojonoto serta masyarakatnya di dalamnya siap untuk menghadapinya.

c. Peningkatan mutu dan kualitas produk-produk hortikultura kawasan Agropolitan Rojonoto Persaingan bebas dalam bidang pemasaran produk pertanian di daerah lain maupun di dunia merupakan ancaman bagi produk daerah khususnya komoditi

(28)

27 hortikultura. Oleh karena itu perlunya memperbaiki kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas produk. Selain itu, diperlukan kerjasama dan kerja keras para peneliti untuk menghasilkan teknologi. Jadi nantinya petani memproduksi dan pemerintah memfasilitasnya. Sehingga, produk hortikultura lokal dapat bersaing dan mampu bertahan dalam persaingan bebas ini.

4. Strategi W – T

a. Menyusun kebijakan atau program untuk hasil panen para pelaku usaha

Dengan adanya kebijakan atau program untuk hasil panen ini akan meminimalisasi terjadinya sistem ijon atau borongan serta keterlibatan tengkulak dalam proses jual beli dan pemasaran. Sehingga pelaku usaha (petani) dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah pada hasil panennya.

b. Meningkatkan nilai atau value added

Strategi ini lebih kepada menambahkan value atau kegunaan produk bagi konsumen, tanpa harus menciptakan produk baru atau menurunkan harga dalam rangka memenangkan persaingan. Untuk mengimplementasikannya harus dimulai dengan mempelajari kelebihan dan kekurangan pesaing juga. Karena dengan kita mempelajarinya, maka akan tahu apa yang belum mereka lakukan dalam meningkatkan daya penyerapan pasar dari produk yang mereka tawarkan.

(29)

28

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan agrobisnis dan agrindustri di kabupaten wonosobo dapat dikatakan berpotensi terlihat dari ditetapkannya dua pusat pengembangan yaitu Sub Terminal Agribisnis (STA) Sempol sebagai pusat pengembangan buah-buahan dan Sub Terminal Agribisnis (STA) Tlogo sebagai pusat pengembangan buah-buahan dan sayuran. hal tersebut didukung pula oleh komoditas unggulan berupa salak pondoh, kopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele. selaikopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele itu terdapat potekopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele. selain itu terdapat potensi wisaa berupa arung jeram dan wisata ziarah.

b. Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dirumuskan beberapa strategi pengembangan seperti mengembangkan agribisnis, meningkatkan kualitas kelompok usaha, optimalisasi infrastruktur pendukung, melakukan marketing mix, menyusun kebijakan, meningkatkan mutu produk, meningkatkan nilai/value added, engoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya, dan mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto berbasis mitigasi bencana.

5.2 Rekomendasi Pengembangan

Adapun rekomendasi pengembangan yang disarankan oleh penulis bagi pengembangan wilayah studi dengan pendekatan agropolitan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya adalah melalui perbaikan ataupun peningkatan pada aspek manajemen dan aspek agribisnis. Berikut adalah penjelasannya :

1. Aspek Manajemen

Mengadakan sosialisasi terkait strategi ataupun kebijakan pengembangan kawasan agropolitan agar terjadi komunikasi dari berbagai arah. Dengan adanya komunikasi yang baik tersebut diharapkan akan menciptakan koordinasi, sinkronisasi, dan keterpaduan

(30)

29 diantara instansi-instansi terkait. Selain itu, dibutuhkan pula peran pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada para petani dalam rangka mendukung terjadinya peningkatan produktivitas hasil pertanian yang akan menyebabkan para petani merasakan keuntungan dari hasil panen tersebut.

2. Aspek Agribisnis

Melakukan perbaikan serta peningkatan dalam aspek agribisnis, diantaranya adalah pada Sumber Daya Manusia (SDM), permodalan, pengolahan, pemasaran, dan daya saing. Berikut adalah penjelasannya :

a. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagi SDM setempat dengan tujuan agar terlahirnya sumber daya manusia yang kompeten dan kompetitif

b. Mengembangkan kelembagaan perekonomian pedesaan agar para petani terbebas dari kurangnya modal

c. Mengembangkan peran pemerintah dan swasta dalam melakukan pengkajian terkait teknologi pengolahan yang diharapkan mampu mendorong para pengolah dapat memanfaatkan teknologi yang lebih modern, sehingga produktifitas hasil olahan produk agribisnis akan dapat ditingkatkan

d. Meninggalkan kegiatan promosi yang berorientasi pada konsumsi lokal dan mulai mengembangkan kegiatan promosi yang lebih baik dalam rangka memasarkan produk yang berorientasi pasar

e. Meningkatkan daya saing dengan meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan kegiatan pengolahan seperti pengawetan agar produk dapat bertahan lebih lama yang akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan harga jual lebih tinggi

(31)

30

LAMPIRAN

1. Bagaimana penerapan konsep agropolitan di Kabupaten Wonosobo, mulai dari proses awal penanaman, industri pengolahan, hingga proses pemasarannya? (Dea Nusa Aninditya, NRP 3613100002)

Penerapan konsep agropolitan pada Kabupaten Wonosobo belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak berjalannya proses pemasaran produk-produk hasil pertanian yang optimal. Proses yang terjadi setelah penanaman yang dilakukan oleh para petani adalah, sebagian besar hasil tanam mereka akan berpindah tangan kepada para tengkulak tepat setelah saat panen, bahkan beberapa petani telah menjualnya pada saat tanaman mereka belum panen. Keberadaan tengkulak menyebabkan para petani tidak dapat berkembang karena tengkulaklah yang menentukan harga. Hal tersebut juga menyebabkan tidak berfungsinya kedua STA yang telah ada, yang selayaknya digunakan para petani untuk memasarkan produk-produknya, karena para tengkulak menyediakan sistem “jemput baran” sehingga pemasaran hasil pertanian tidak melalui STA tersebut.

2. Saran

 Ditinjau kembali pada bagian threat dalam analisis SWOT, threat adalah hal-hal yang bersumber dari luar atau disebut eksternal

(32)

31

DAFTAR PUSTAKA

Keujuruan.Click. (2015). Pengertian Marketing Mix dan Unsur-Unsur dalam Marketing Mix. http://www.kejuruan.click/2015/09/pengertian-marketing-mix-dan-unsur.html (diakses pada 14 Mei 2016).

Milzam, Abdurrahman, dkk. (tanpa tahun). Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Deles Indah. https://www.academia.edu/10077972/ANALISIS_STRATEGI_ PENGEMBANGAN_ KAWASAN_DELES_INDAH (diakses pada 14 Mei 2016).

Tabloid Sinar Tani. (2014). Memfasilitas Sub Terminal Agribisnis untuk Kesejahteraan Petani.

http://tabloidsinartani.com/content/read/memfasilitasi-sub-terminal-agribisnis-untuk-kesejahteraan-petani/ (diakses pada 14 Mei 2016).

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah. (2014). Pengembangan Kawasan Pedesaan Berbasis IPTEK dalam Menunjang Agropolitan. http://www.balitbangjateng.go.id/web/kegiatan/detail/212 (diakses pada 12 Mei 2016). Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. (tanpa tahun). Kabupaten Wonosobo Dalam

Angka 2013. http://wonosobokab.bps.go.id (diakses tanggal 10 Mei 2016).

Farhanah, L. (2015). Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo. Semarang: Juruasan Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Semarang. Lasmono, T.S., dkk. (tanpa tahun). Agropolitan: Evaluasi Kinerja dan Prospek

Pengembangannya. SalatigaL Universitas Kristen Satya Wacana.

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Buang, A., A. Habibah, J. Hamzah and Y. S. Ratnawati, 2011. The Agropolitan Way of Re-Empowering The Rural Poor. World Applied Sciences Journal. 13:01-06.

Gitosudarmo, H.I. (2001). Manajemen StrategisI. Yogyakarta: PT BPFE

Iqbal, M. dan S. A. Iwan. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan dan pengembangan ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan Wilayah. Analisis kebijakan pertanian.Vol. 7 (2) :160-188.

Mahi, Ali Kabul. 2014. Agropolitan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rangkuti, Freddy. ((2009). Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta : PT. GramediaPustakaUtama

Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

(33)

32 Bicarasales.com. (2014). Strategi dalam Memenangkan Persaingan Pasar.

http://bicarasales.com/2014/10/strategi-dalam-memenangkan-persaingan-pasar/ (diakses pada 22 Mei 2016).

Keujuruan.Click. (2015). Pengertian Marketing Mix dan Unsur-Unsur dalam Marketing Mix. http://www.kejuruan.click/2015/09/pengertian-marketing-mix-dan-unsur.html (diakses pada 14 Mei 2016).

Milzam, Abdurrahman, dkk. (tanpa tahun). Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Deles Indah. https://www.academia.edu/10077972/ANALISIS_STRATEGI_ PENGEMBANGAN_ KAWASAN_DELES_INDAH (diakses pada 14 Mei 2016).

Tabloid Sinar Tani. (2014). Memfasilitas Sub Terminal Agribisnis untuk Kesejahteraan Petani.

http://tabloidsinartani.com/content/read/memfasilitasi-sub-terminal-agribisnis-untuk-kesejahteraan-petani/ (diakses pada 14 Mei 2016).

Wardiyati, Tatik. (2011). Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia di Bandung. Malang: Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 2. 1 Matriks SWOT Kearns  Sumber : www.google.co.id
Tabel 3. 1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonosobo  NO  Nama Kecamatan  Jumlah Kelurahan  /
Tabel 3. 2 Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009  (mm)
Tabel 3. 3 Kondisi Air Tanah (Imbuhan Air tanah) Kabupaten Wonosobo
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka pengertian judul penelitian ini adalah menelaah penerapan

Temuan penelitian tersebut dapat dimaknai bahwa dosen yang memiliki kepercayaan dan resiprositas dengan rekan kerjanya dan didukung tumbuhnya budaya universitas yang

Berikut ini saran yang diajukan terkait hasil penelitian tentang persepsi siswa tentang iklim sekolah dan kinerja guru matematika terhadap hasil belajar matematika

Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti

Sebagian besar masyarakat Kecamatan Jenawi penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang hidupnya mengandalkan dari sektor pertanian. Lahan kering berpotensi

女 (nǚ) dalam bahasa Cina bermakna.. 131 perempuan tetapi ―penenun‖ dalam bahasa Melayu tidak semestinya seorang perempuan. Bagi pembaca yang tidak mengerti bahasa

Secara umum keuntungan pembelajaran matematika berbasis media TIK yang dapat diperoleh bagi peserta didik, khususnya bagi siswa tunarungu adalah: (1) peserta

Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana pengaruh kehadiran perkuliahan terhadap nilai