• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

191

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari

Model Pembelajaran Kooperatif dan

Kemampuan Bahasa Indonesia

La Ode Ahmad Jazuli

1

& Fitrah Helviana

2

( 1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo emai:

ahmaddjazuli_laode@yahoo.com)

Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1)

perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia dengan syarat model pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahsa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t melalui analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut faktor Bj dengan syarat Ai mempunyai perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw (A=1), Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Kemampuan bahasa Indonesia

PENDAHULUAN

Masalah kualitas pembelajaran

matematika di Indonesia dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional serta mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan menjadi hal yang sangat diperhatikan dan dicarikan solusinya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional dewasa ini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategis bagi masa depan bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan pada semua jenis, jenjang, jalur dan satuan pendidikan perlu terus dilanjutkan, mengingat tuntutan sektor – sektor pembangunan dan masyarakat umumnya terhadap pendidikan yang bermutu semakin besar. Implikasinya ialah model pembelajaran perlu lebih ditingkatkan, peningkatan mutu guru perlu ditangani secara lebih intensif, dan pengelolaan sumber daya pendidikan yang tersedia dilakukan lebih baik lagi.

Sistem pendidikan yang sudah maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) menyebabkan meningkatnya

kebutuhan dalam bidang pendidikan. Suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Komponen atau

(2)

faktor-192 faktor tersebut terdiri dari tujuan, peserta didik, pendidik, alat pendidik dan lingkungan. Faktor-faktor atau komponen sistem pendidikan tersebut, berkaitan erat satu dan lainnya, dan merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Maksud sistem pendidikan nasional tersebut adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, secara jelas disebutkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Trianto, 2009:1).

Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses pengembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan. Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan individu (manusia) yang berperilaku yang disebut dengan perilaku pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan oleh mereka yang secara langsung ataupun tidak langsung, terlibat dalam pendidikan seperti pendidik (guru, pengajar), peserta didik (murid, pelajar, mahasiswa), pengelola pendidikan, administrator pendidikan, perencanaan pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan pendidikan (orang tua, masyarakat, dsb) (Surya, 2004:4).

Perkembangan ilmu pengetahuan yang ada sekarang sudah demikian pesatnya terutama ilmu yang sangat berkaitan dengan kehidupan. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting dalam kehidupan.

Matematika sebagai ilmu dasar dari ilmu pengetahuan lainnya adalah hal yang sangat penting untuk diketahui karena matematika tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang dikenal dengan PAUD, Sekolah Dasar, sampai Perguruan Tinggi selalu melibatkan matematika pada mata pelajaran wajib atau kuliah.

Kegunaan matematika bukan hanya

memberikan kemampuan dalam perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Akan tetapi, pada

kenyataannya banyak siswa yang masih beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena memiliki objek yang abstrak. Hal ini dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik, antara lain siswa menjadi malas, kurangnya minat dan motivasi dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tersebut menunjukkan perlu adanya perubahan dan perbaikan dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengatasi kesulitan belajar matematika. Oleh karena itu, dibutuhkan model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang sehat dan menyenangkan agar para siswa dapat memiliki motivasi dan senang belajar matematika sehingga mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Pembelajaran pada umumnya

mengandung dua unsur penting yaitu proses dan hasil belajar. Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil Belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa

(3)

193 setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Haryati, 2007: 115). Tentu diketahui bahwa untuk mewujudkan kualitas belajar yang dilakukan oleh guru dan siswa diperlukan suatu strategi khusus yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga aktivitas belajar siswa dapat berjalan secara maksimal. Hal ini penting dilakukan mengingat penentu hasil belajar siswa bukan hanya guru atau siswa saja tetapi keduanya harus bersinergi menjadi suatu kesatuan sehingga bersama-sama menentukan kualitas hasil belajar siswa.

Membangun pemahaman siswa terhadap konsep atau aturan dalam matematika, guru perlu meninjau kembali model pembelajaran, strategi, pendekatan ataupun metode pembelajaran yang diterapkan dalam kelas. Salah satu yang dapat ditempuh guru untuk

mencapai itu semua adalah dengan

mengembangkan pola pembelajaran yang menekankan kerja sama antar siswa, demi membentuk individu siswa menjadi manusia yang demokratis karena dengan ini individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama atau dengan kata lain guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Trianto), pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok model pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007: 42).

Dalam pembelajaran kooperatif dikenal beberapa tipe, antara lain adalah model

pembelajaran tipe Jigsaw (A=1), model pembelajaran tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) dan model pembelajaran

kooperatif tipe TTW (Think Talk Write).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap anggota kelompok asal diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dari bahan yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik sama saling bertemu untuk bertukar pendapat dan informasi, inilah yang disebut sebagai kelompok ahli. Setelah ini mereka kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang diperoleh dan mengajarkan bagian materi yang telah dipelajari kepada anggota kelompoknya.

Jigsaw (A=1) didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan serta siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah matematika.

Think Talk Write (TTW) merupakan

model pembelajaran yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan

(4)

194 terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.Model ini merupakan model

yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Division (STAD) merupakan salah

satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model pembelajaran ini dipandang sebagai model yang paling sederhana. Model ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan pembelajaran, dapat membantu guru

untuk menyelesaikan masalah dalam

pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa.

Sejumlah peneliti telah memperlihatkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar matematika, di antaranya: (i) La Ndia dan Fredy (2011), menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa (La Ndia & Fredy, 2011: 45); (ii) Utu Rahim dan La Samutu

(2010), menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika baik dalam analisis secara bersama-sama maupun secara terpisah (Rahim & La Samutu); (iii) Latief Sahidin dan Neni Muliani Budiman (2010), menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa (Sahidin & Neni Muliani Budiman, 2010: 23).

Sanjaya (2006: 118) menyimpulkan hasil eksperimen Pavlov pembentukan tingkah laku

tertentu harus dilakukan dengan berulang-ulang, didukung oleh Djiwandono (2002: 132) dalam membahas teori conditioning yaitu adanya latihan yang terus menerus (kontinu), Suryabrata (2002: 247) mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan koneksi-koneksi, Suparno (2001: 41) bagi Piaget belajar selalu

mengandung unsur pembentukan dan

pemahaman, Herdian (2010) menjelaskan tentang pandangan Vygostky bahwa proses belajar terjadi dari dua tahap yakni (i) saat berkolaborasi dengan orang lain, (ii) secara individual di dalamnya terjadi internalisasi, Dahar (2006: 94) menyetir pandangan Ausubel bahwa belajar dapat diklasifikasikan pada dua dimensi yaitu (i) pelajaran yang disajikan melalui penerimaan dan penemuan, (ii) struktur kognitif berkaitan dengan fakta, konsep dan generalisasi, Slameto (2003: 13) menyetir pandangan Gagne yang menyebutkan bahwa belajar memberikan dua definisi yakni (i) suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan dan keterampilan, (ii) penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Kemampuan berbahasa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa termasuk hasil belajar matematika. Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang – Undang Dasar RI 1945, pasal 36 dan merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peranan Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita

berbicara ataupun menulis untuk

menggungkapkan hasil pemikiran. Matematika dan bahasa merupakan ilmu yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun, bahasa dan matematika

(5)

195 memiliki kaitan yang sangat erat. Matematika sangat ditunjang oleh bahasa dan begitu juga sebaliknya.

Kelambatan dalam kemampuan

matematika terutama karena kesulitan dalam koreksi. Pada satu studi di sekolah, ditemukan beberapa siswa dengan fungsi bahasa memiliki kesulitan dalam matematika karena mengalami kesulitan memahami penjelasan verbal gurunya

mengenai konsep dan mengerjakan

penjumlahan (Behrman, Kliegman & Arvian, 2000: 131). Jika siswa tidak memahami bahasa

Indonesia, dengan demikian dia juga tidak akan memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya. Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut adanya kemampuan bahasa dalam memahami simbol-simbol matematika sebagai notasi variabel yang diwakili dalam mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu cara untuk memudahkan siswa dalam mempelajari matematika adalah dengan memacu siswa tersebut untuk memiliki kemampuan bahasa Indonesia dengan baik.

METODE

Penelitian Eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial dilaksanakan di SMP Negeri 3 Kendari pada semester ganjil Tahun Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas pararel dengan jumlah siswa 245 orang sebagai populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster

random sampling dan simple random sampling.

Teknik cluster random sampling dilakukan pada saat random kelas dengan tujuan untuk

mendapatkan 3 (tiga) kelas penelitian, yaitu dua kelas sebagai unit eksperimen dan satu kelas berikutnya sebagai unit kontrol. Sementara teknik simple random sampling dilakukan pada saat random individu dengan sampel penelitian dari ketiga kelas berjumlah 90 orang yang diambil berdasarkan kemampuan bahasa Indonesia, Gambaran sampel yang terambil berdasarkan jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap kelompok (sel), ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Gambaran Pengambilan Jumlah Sampel Siswa Kelas VIII Pada Setiap Sel dalam Penelitian

Eksperimen di SMP Negeri 3 Kendari

A B Jumlah orang B=1 B=2 A=1 15 15 30 A=2 15 15 30 A=3 15 15 30 Jumlah 45 45 90

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: (1) variabel bebas yang terdiri dari model pembelajaran kooperatif (faktor Ai), dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

(A=1) sebagai A=1, model pembelajaran

kooperatif tipe TTW sebagai A=2, model

pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai A=3. Kemampuan bahasa Indonesia (faktor Bj), dengan kemampuan bahsa Indonesia di atas rata-rata sebagai B=1 dan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata sebagai B=2; (2) variabel terikat yaitu hasil belajar matematika.

(6)

196 Penelitian ini menggunakan cara

Randomized Control Group Design dengan

gambaran sebagai berikut :

R E T O1

R K - O2

Keterangan :

R =random; E = eksperimen; T = true eksperimen; K = kontrol; Ok= Observasi, k= 1, 2 (O1= tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan O2= tes yang diberikan pada kelas kontrol)…. (Djaali,1986:3), Agung (1992:88)

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa lembar monitoring dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes uraian. Monitoring dilakukan pada setiap pertemuan yaitu sebanyak enam kali pertemuan. Hasilnya dipergunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas/partisipasi guru dan siswa. Untuk instrumen hasil belajar matematika terdiri dari: (1) definisi konseptual, (2) definisi operasional, (3) kisi-kisi dan (4) soal uraian. Instrumen hasil belajar matematika ini diambil setelah selesai proses belajar mengajar selama 6 kali pertemuan.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat program siap pakai, yaitu SPSS/PC ver. 16.0 melalaui proses IF …dan EViews-7, untuk mengji sejumlah hipotesis yakni menggunakan formula: (i)

AC[(A,Y)|B=j]= π1i –π2j for each j=1,2; (ii) AC[A,Y)|A=i]= π1i –π2j for I = 1,2,3 dan (iii) Difference in Deiffereces (DID) = (π11 –π12)-( π21 – π22) … Agung (2011:166) memakai . Hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian eksperimen ini terdiri dari (1) analisis validitas dan reliabilitas, (2) Analisis perilaku berkarakter, (3) Analisis deskriptif dan (4) analisis inferensial. Hasil analisis validitas berdasarkan penilaian panelis dilakukan peneliti dengan memberikan konsep instrumen yang telah disusun kepada 20 orang panelis, di validasi dan dipilih 10 butir soal yang valid. Selanjutnya dilakukan analisis reliabilitas terhadap instrumen hasil belajar matematika yang valid, hal ini dilakukan untuk melihat apakah instrumen tersebut memiliki kualitas yang baik dan dapat dipakai sebagai alat ukur untuk dapat mengukur hasil belajar matematika siswa. Kemudian dilakukan analisis penilaian perilaku berkarakter dimaksudkan untuk menilai karakter siswa yang meliputi aspek-aspek berikut, yaitu dapat dipercaya, menghargai, bertanggung jawab secara individu, bertanggung jawab secara sosial, adil dan peduli. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran karakteristik variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dilihat melalui skor rerata dari masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan Kemampuan bahasa Indonesia.

HASIL

Secara empiris hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu masing-masing( komponen relatif mempunyai perbedaan. Hasil analisis deskriptif antara perlakuan model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia terhadap hasil belajar matematika ditunjukkan dalam Tabel 2. Dalam Tabel 2. berikut diperoleh rerata hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) dan siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) sebesar 73,00 merupakan nilai rerata (A=1,B=1) =C(1) lebih tinggi dari kelompok siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) yang merupakan nilai rerata (A=1,B=2)=C(2). Demikian juga tehadap kelompok lainnya (A=2,B=1) =C(3), (A=2,B=2) =C(4), (A=3,B=1) =C(5) dan (A=3,B=2) =C(6).

(7)

197

Tabel 2.

Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Menurut Kombinasi Antara Faktor Model Pembelajaran Kooperatif (Ai) dan

kemampuan Bahasa Indonesia (Bj)

Dilanjutkan dengan pengelompokkan model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia (melalui faktor sel (FS6)) dan hasil belajar matematika, dilakukan analisis deskriptif crosstabulation. Hasil

analisis crosstabulation digunakan untuk memberikan gambaran distribusi banyaknya siswa yang memperoleh nilai tertentu berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3

Crosstabulation antara Faktor Sel Terhadap Hasil Belajar

Matematika (FS6 * Y_B) Y_B Total 1 (Y<55) 2 (55≤Y<65) 3 (65≤Y<75) 4 (75≤Y<85) 5 (Y > 85) FS6 11 2 2 3 5 3 15 12 8 2 4 1 0 15 21 3 3 3 5 1 15 22 11 4 0 0 0 15 31 4 5 4 1 1 15 32 12 2 0 1 0 15 Total 40 18 14 13 5 90

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.15, diperoleh hasil belajar matematika siswa banyak terdapat pada kategori (1) yaitu sebanyak 40

siswa. Untuk kategori (2) sebanyak 18 siswa, kategori (3) sebanyak 14 siswa, kategori (4)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 08/17/13 Time: 19:54 Sample: 1 90

Included observations: 90

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

A=1,B=1 73.00000 4.593416 15.89231 0.0000 A=1,B=2 53.86667 4.593416 11.72693 0.0000 A=2,B=1 66.26667 4.593416 14.42645 0.0000 A=2,B=2 41.66667 4.593416 9.070954 0.0000 A=3,B=1 58.80000 4.593416 12.80093 0.0000 A=3,B=2 41.73333 4.593416 9.085468 0.0000

R-squared 0.315180 Mean dependent var 55.88889

Adjusted R-squared 0.274417 S.D. dependent var 20.88516

S.E. of regression 17.79022 Akaike info criterion 8.659516

Sum squared resid 26585.33 Schwarz criterion 8.826170

Log likelihood -383.6782 Hannan-Quinn criter. 8.726720

(8)

198 sebanyak 13 siswa dan pada kategori (5) sebanyak 5 siswa.

Sebelum melakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis yang telah diajukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis menyangkut uji normalitas dan

homogenitas. Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah variasi data variabel terikat homogen sebagai akibat dari pengelompokkan data variabel bebas. melalui pengujian hipotesis sebagai berikut:

H0 : σ11 = σ12 = σ11 = σ21 = σ22 = σ31= σ32 vs H1: Bukan H0.

Tabel 4

Hasil Analisis Kesamaan Varians Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj J=1,2) Terhadap Hasil Belajar Matematika (Y)

Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4 nilai-p = 0,8604 ˃ α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima. Dengan diterimanya hipotesis nol berdasarkan metode Barlett, Levene, dapat diambil kesimpulan bahwa data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi bahwa pada taraf kesalahan α = 0,05 ketiga variabel Y, A, dan B mempunyai varian yang sama (homogen) antar kelompok model pembelajaran Kooperatif (Ai) dan Level Kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Selanjutnya, dapat dilakukan analisis inferensial.

Analisis inferensial diperlukan untuk menguji sejumlah hipotesis perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor (Ai) model pembelajaran kooperatif dan faktor (Bj) penguasaan bahsa Indonesia. Analisis inferensial atas 10 (sepuluh) hipotesis perbedaan rerata dengan faktor khusus atau dengan syarat tertentu pada paket program

Eviews-7 adalah menggunakan perintah

View/Coefficient Diagnostics/Wald Test-Coefficient

Rectrictions. Hasil analisis inferensial dari

kesepuluh hipotesis yang diujikan dijabarkan sebagai berikut.

Hipotesis-1 dengan pernyataan: “Rerata

hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan yang signifikan”. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut.

H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5)

= C(6)=0 vs H1 : Bukan H0

Berdasarkan hasil analisis Wald Test dengan menggunakan statistik Uji-F pada Tabel 5 di mana nilai F-statistic = 154,4834, df = (6,84), nilai-p = 0,000 < α = 0,05, sehingga hasil pengujian hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan yang signifikan.

Test for Equality of Variances of Y Categorized by values of B and A Date: 12/19/12 Time: 13:55 Sample: 1 90

Included observations: 90

Method df Value Probability

Bartlett 5 0.568129 0.9894

Levene (5, 84) 0.381141 0.8604

(9)

199

Tabel 5

Hasil Analisis Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj (j=1,2) Secara Simultan

Hipotesis-2 dengan pernyataan “secara

signifikan rerata hasil belajar matematika siswa

yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah

rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsa (A=1). Hipotesis statistik pihak kanan

yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(1) ≤ C(2) vs H1 : C(1) > C(2)

Tabel 6

Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(2)] dengan Syarat A=1

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 2.945370 84 0.0042

F-statistic 8.675204 (1, 84) 0.0042

Chi-square 8.675204 1 0.0032

Null Hypothesis: C(1)=C(2) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) 19.13333 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6, dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh

thitung = 2,945, df = 84 dengan p-value/2 = 0,0042/2 = 0,0021 < α = 0,05. Dengan

Wald Test: Equation: EQ01

Test Statistic Value df Probability

F-statistic 154.4834 (6, 84) 0.0000

Chi-square 926.9005 6 0.0000

Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=0 Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) 73.00000 4.593416 C(2) 53.86667 4.593416 C(3) 66.26667 4.593416 C(4) 41.66667 4.593416 C(5) 58.80000 4.593416 C(6) 41.73333 4.593416

(10)

200 demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1).

Hipotesis-3 dengan pernyataan “secara

signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2). Hipotesis statistik pihak kanan yang

diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah:

H0 : C(3) ≤ C(4) vs H1 : C(3) > C(4) Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan

p-value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2).

Tabel 7

Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(4)] dengan Syarat A=2

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 3.786904 84 0.0003

F-statistic 14.34064 (1, 84) 0.0003

Chi-square 14.34064 1 0.0002

Null Hypothesis: C(3)=C(4) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(4) 24.60000 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan p-value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2).

Hipotesis-4 dengan pernyataan “Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus

(11)

201

untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment

Division) (A=3). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut

adalah: H0 : C(5) ≤ C(6) vs H1 : C(5) > C(6)

Tabel 8

Hasil Pengujian hipotesis [C(5) – C(6)] dengan Syarat A3

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 2.627229 84 0.0102

F-statistic 6.902332 (1, 84) 0.0102

Chi-square 6.902332 1 0.0086

Null Hypothesis: C(5)=C(6) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(5) - C(6) 17.06667 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 8, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 2,627229, df 84 dengan p-value/2 = 0,0102/2 = 0,0051 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment Division) (A=3).

Hipotesis-5 dengan pernyataan “Secara

signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah:

H0 : C(1) ≤ C(5) vs H1 : C(1) > C(5) Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 9, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 2,185937, df 84 dengan p-value/2 = 0,0316/2 = 0,0158 <α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).

(12)

202

Tabel 9

Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 2.185937 84 0.0316

F-statistic 4.778319 (1, 84) 0.0316

Chi-square 4.778319 1 0.0288

Null Hypothesis: C(1)=C(5) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(5) 14.20000 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Hipotesis-6 dengan pernyataan “Rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(3) = C(5) vs H1 :

C(3) ≠ C(5) Tabel 10

Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 1.149413 84 0.2536

F-statistic 1.321150 (1, 84) 0.2536

Chi-square 1.321150 1 0.2504

Null Hypothesis: C(3)=C(5) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(5) 7.466667 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 10, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 1,149413, df 84 dengan p-value = 0,2536 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk

siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata

(13)

203 (B=1) mempunyai perbedaan yang tidak

signifikan.

Hipotesis-7 dengan pernyataan “Secara

signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)

lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2). Hipotesis statisti pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(2) ≤ C(6) vs H1 : C(2) > C(6)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3)

khusus untuk siswa yang mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2).

Tabel 11

Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 1.867796 84 0.0653

F-statistic 3.488660 (1, 84) 0.0653

Chi-square 3.488660 1 0.0618

Null Hypothesis: C(2)=C(6) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(2) - C(6) 12.13333 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3)

khusus untuk siswa yang mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2).

Hipotesis-8 dengan pernyataan “Rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(4) = C(6) vs H1 : C(4) ≠ C(6)

(14)

204 Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 12, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = -0,010263, df 84 dengan

p-value = 0,9918 > α = 0,05. Dengan demikian,

maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

Tabel 12

Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)]

dengan Faktor Khusus B2

Hipotesis-9 dengan pernyataan “Secara Signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan atau secara signifikan, perbedaan dalam perbedaan antara model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat (B1) dibandingkan dengan model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat (B2) mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0

:{C(1) - C(2)}={C(5)-C(6)} vs H1 : {C(1) - C(2)} ≠

{C(5) - C(6)}

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 13, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 0,224960, df = 84 dengan p-value = 0,8226 > α = 0,05. Dengan demikian,

maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika ditinjau dari siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic -0.010263 84 0.9918

F-statistic 0.000105 (1, 84) 0.9918

Chi-square 0.000105 1 0.9918

Null Hypothesis: C(4)=C(6) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(4) - C(6) -0.066667 6.496071

(15)

205

Tabel 13

Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan Dalam Perbedaan [C(1) - C(2) - C(5) + C(6)]

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 0.224960 84 0.8226

F-statistic 0.050607 (1, 84) 0.8226

Chi-square 0.050607 1 0.8220

Null Hypothesis: C(1)-C(2)-C(5)+C(6)=0 Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) - C(5) + C(6) 2.066667 9.186832

Restrictions are linear in coefficients.

Hipotesis-10 dengan pernyataan “Secara

signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TTW

dibandingkan dengan siswa yang mempunyai

level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik yang diperlukan sesuai pernyataan tersebut adalah: H0 :{ C(3) - C(4)} = {C(5) - C(6)} vs H1 : {C(3) - C(4)} ≠ {C(5) - C(6)}

Tabel 14

Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan dalam Perbedaan Tipe-2: [C(3) - C(4) - C(5) + C(6)]

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 0.820014 84 0.4145

F-statistic 0.672423 (1, 84) 0.4145

Chi-square 0.672423 1 0.4122

Null Hypothesis: C(3)-C(4)-C(5)+C(6)=0 Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(4) - C(5) + C(6) 7.533333 9.186832

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 14, dengan menggunakan statistik uji-t diperoleh thitung = 0,820014, df 84 dengan p-value = 0,4145 > α = 0,05. Dengan demikian, maka

H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang

(16)

206 mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan yang tidak signifikan

PEMBAHASAN

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Bj dengan Syarat Ai

Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari tiga hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3 dan hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis tersebut mempunyai perbedaan yang signifikan. Signifikannya hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4 memberi pengertian bahwa level kemampuan bahasa Indonesia berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Arifin Muslim bahwa anak yang rendah kemampuan bahasanya akan sangat sulit untuk bisa memahami pelajaran. Sebaliknya, anak yang

kemampuan bahasanya tinggi mudah

mempelajari dan memahami materi yang disampaikan oleh guru. Salah satu fungsi bahasa yaitu sebagai alat untuk berpikir. Sejalan dengan uraian tersebut dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa seseorang, maka makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula itulah, dapat dikatakan bahwa seorang siswa tidak akan mampu mencerna soal matematika yang diberikan guru jika tidak mempunyai kemampuan bahasa Indonesia yang baik. Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut adanya kemampuan bahasa Indonesia dalam memahami simbol-simbol matematika sebagai notasi variabel yang diwakili dalam mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu cara untuk memudahkan siswa dalam mempelajari matematika adalah dengan

memacu siswa tersebut untuk memiliki kemampuan bahasa Indonesia dengan baik.

Selain itu, Signifikannya ketiga hipotesis tersebut bila dilihat dari segi model pembelajaran yang digunakan, ini berarti ketiga model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw

(A=1), TTW, dan STAD belum sepenuhnya

efektif untuk mengangkat kemampuan siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata setara dengan kemampuan siswa yang level kemampuan bahasa Indonesianya di atas rata-rata. Langkah-langkah model pembelajaran yang belum diikuti dengan sunggguh-sungguh oleh siswa khususnya siswa-siswa dengan level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata diduga menjadi salah satu penyebab berbedanya rerata hasil belajar matematika. Hal tersebut dapat dilihat dari masih besarnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa pada dua level kemampuan bahasa. Besarnya selisih rereta hasil belajar matematika pada ketiga model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7, berdasarkan hasil analisis baris Normalized

Restriction (= 0) kolom Value, untuk model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) selisih rerata hasil belajar matematika pada dua level kemampuan bahasa Indonesia mencapai 19,13, untuk model pembelajaran kooperatif tipe TTW mencapai 24,60, sedangkan untuk model pembelajaran kooperafif tipe STAD mencapai 17,06.

(17)

207

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Ai dengan Syarat Bj

Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) terdiri dari empat hipotesis, yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8. Dimana dari keempat hipotesis itu terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yakni hipotesis 5 dan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yakni hipotesis 6, 7, dan 8. Signifikannya hipotesis 5, berarti bahwa terdapat perbedaan rerata hasil belajar matematika antara kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata. Hal ini diduga karena pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Secara empiris dari hasil analisis deskriptif pada Tabel 2. Siswa-siswa pada kelas eksperimen Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata memiliki rerata-rata hasil belajar matematika sebesar 73,00, sedangkan pada kelas kontrol STAD hanya sebesar 58,80. Perbedaan rerata nilai hasil belajar matematika diantara kedua kelas tersebut pada akhirnya menyebabkan adanya perbedaan selisih rerata hasil belajar yang masih cukup besar diantara keduanya, hal ini dapat dilihat Tabel 9 pada baris Normalized

Restriction (=0) kolom Value yang mencapai

14,20.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

(A=1) khususnya untuk siswa yang level

kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata relatif lebih efektif karena pada model pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain dalam hal ini sebagai anggota dari kelompok ahli maupun kelompok asal. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Sebab secara umum

siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya. Pembelajaran ini mampu mengarahkan siswa untuk aktif dalam memahami materi yang diajarkan yang pada akhirnya berdampak hasil belajar matematika.

Sedangkan secara umum penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir sama dengan belajar kelompok biasa yang selama ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan 3 hipotesis lainnya yang menerima Ho yakni hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8 hal ini menunjukkan bahwa: (i) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; (ii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; dan (iii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

Tidak signifikannya hipotesis 6 diduga pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan STAD khususnya untuk siswa dengan level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata telah sama efektifnya, atau dengan kata lain rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada dua kelas tersebut, baik itu kelas eksperimen TTW ataupun kelas kontrol STAD relatif tidak berbeda secara signifikan atau

(18)

208 nyata. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa diantara keduanya yang hanya sebesar 7,46 berdasarkan Tabel 10 baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value. Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TTW maupun STAD terletak pada sintaks-sintaks pembelajaran yang digunakan. Efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe TTW karena siswa diberi kesempatan untuk belajar sendiri, belajar sendiri pada hakekatnya mempunyai pengaruh yang baik terhadap kemampuan dalam memahami suatu konsep sebagaimana dikemukakan oleh Hudoyo (1979: 109) “……..jika siswa aktif melibatkan dirinya di dalam menemukan suatu prinsip dasar siswa itu akan mengerti konsep tersebut lebih baik, mengingat lebih lama dan mampu menggunakan konsep tersebut dalam konteks yang lain. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok.

Dan tidak signifikannya hipotesis 7 dan hipotesis 8 apabila dilihat dari kemampuan berbahasa siswa, secara teori siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata akan sulit untuk bisa memahami pelajaran lain, jadi baik itu siswa diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW maupun STAD hasil belajarnya tidak jauh berbeda. Tetapi bila dilihat dari model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw (A=1), TTW, STAD khusus untuk siswa yang kemampuan bahasa Indonesia di

bawah rata-rata hal ini dapat dikatakan bahwa untuk ketiga model pembelajaran tersebut telah sama-sama efektif, baik itu kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan TTW bila maupun di kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD rerata hasil belajar matematika siswa tidak berbeda secara signifikan.

Secara empiris dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek mean, rerata hasil belajar matematika untuk kelas eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw (A=1) pada level kemampuan bahasa

Indonesia di bawah rata-rata mencapai 53,86 dan untuk kelas eksperimen TTW pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 41,67, sedangkan untuk kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa yang sama juga mencapai 41,73. Kecilnya perbedaan rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata bila diajar dengan ketiga model pembelajaran kooperatif tersebut pada akhirnya membuat perbedaan diantara ketiganya tidak terlalu signifikan atau tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pula siswa-siswa pada level ini memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Kemampuan bahasa Indonesia siswa yang hampir sama inilah dinilai sebagai salah satu alasan perbedaan rerata hasil belajar matematika menjadi tidak signifikan.

Perbedaan dalam Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Kemampuan Bahasa Indonesia (Bj) dengan Syarat Model pembelajaran Kooperatif (Ai)

Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Berdasarkan hasil analisis perbedaan dalam perbedaan, dari kedua hipotesis yang diajukan semuanya menunjukkan hasil yang tidak signifiakn atau semuanya menerima H0. Tidak signifikannya perbedaan tersebut diduga akibat penerapan skenario

pembelajaran pada kelompok siswa yang diajar dengan Jigsaw (A=1), TTW dan STAD keduanya sama, yakni RPP berkarakter.

Penerapan RPP berkarakter yang berfungsi dengan baik dalam setiap pembelajaran. Hal ini karena dalam penerapan RPP berkarakter baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada setiap pembelajaran dilakukan penyajian materi secara berulang

(19)

209 sebanyak tiga kali dalam satu kali tatap muka yaitu melalui penjelasan materi dari guru, pengerjaan LKS yang disertai dengan contoh dan kunci dikerjakan secara kelompok dan pengerjaan LP1 secara individu. Sebagaimana yang dikemukakan Bandura dalam Yamin bahwa fase pengulangan sebagai belajar observational yang berdasarkan kontiguitas, dimana pelajaran yang diulang-ulang akan menjadi lama bertahan dalam ingatan kita (Yamin, 2012: 130).

Kecilnya selisih dari selisih atau perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar

matematika siswa memperlihatkan bahwa perbedaan hasil belajar matematika siswa tidak begitu besar bahkan ketika siswa dibagi dalam dua level kemampuan bahasa Indonesia dan diajar dengan tiga model pembelajaran kooperatif yang berbeda. Untuk hipotesis 9 hal ini dapat dilihat pada Tabel 13 dari baris

Normalized Restriction (=0) pada kolom Value

yang hanya sebesar 2,06, sedangkan untuk hipotesis 10 dapat dilihat pada Tabel 14 juga pada baris Normalized Restriction (=0) kolom

Value hanya sebesar 7,53.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara empiris, rerata hasil belajar matematika

tertinggi diperoleh kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa

Indonesia di atas rata-rata (A=1, B=1) yaitu sebesar 73,00, sedangkan rerata hasil belajar matematika terendah yaitu 41,67. f rata-rata (A = 2. Dengan nilai minimum = 7, nilai maximumnya = 89, Standar deviasi = 20,885, modus = 60, dan median = 60,00.

2. Secara signifikan, rerata hasil hasil belajar

matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan level

kemampuan bahasa Indonesia (Bj) secara

bersama-sama mempunyai perbedaan

3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika

menurut faktor kemampuan bahasa Indonsia

(Bj) dengan syarat model pembelajaran

kooperatif (Ai). Terdiri dari 3 hipotesis yaitu

hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis itu menolak Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika

4. Perbedaan rerata hasil belajar matematika

menurut faktor model pembelajaran (Ai) dengan

syarat kemampuan bahasa Indonesia (Bj).

Terdiri dari 4 hipotesis yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7 dan hipotesis 8. Dimana dari 4 hipotesis tersebut terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yaitu hipotesis 5, hal ini berarti rerata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia diatas/sama dengan rata-rata mempunyai perbedaan yang signifikan. Sedangkan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yaitu hipotesis 6, 7 dan 8, hal ini berarti untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

5. Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar

matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia yaitu level kemampuan diatas

rata-rata dan level kemampuan dibawah rata-rata-rata-rata (Bj)

dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, STAD (Ai). Terdiri

dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Dimana 2 hipotesis itu menerima Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 2 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.

(20)

210

Saran

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD hendaknya guru membuat

perencanaan agar dalam pelaksanaan

pembelajaran sesuai dengan langkah–langkah model pembelajaran yang diterapkan.

2. Kedua: Model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw (A=1) dapat digunakan sebagai alternatif

pembelajaran khususnya pembelajaran

matematika dengan materi Sistem Linear Dua Variabel.

3. Ketiga: Dalam proses pembelajaran tentunya memerlukan adanya perbaikan. Oleh karena itu guru dituntut agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat sehingga akan lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran matematika

DAFTAR RUJUKAN

Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian

Sosial Pemakaian Praktis Ed1. (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama).

---. 2011. Cross Section Experimetal Data

Analysis Using EViews. (Singapore: John

Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd). Arvyaty & Munawar. 2012. Perbedaan Hasil

Belajar Matematika Ditinjau dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia. (Kendari : Jurnal

Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 2. Kendari : Pendidikan Matematika LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Behrman, Kliegman & Arvin.2000. Ilmu

kesehatan Anak Edisi 15. (Jakarta: EGC).

Djaali dan Mulyono. 2004. Pengukuran Dalam

Pendidikan. (Jakarta: PPs UNJ).

Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori belajar dan

Pembelajaran. (Jakarta: Erlangga)

Djiwandono, Sri E.W. 2002. Psikologi Pendidikan

Ed. Revisi. (Malang: Grasindo).

Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian

pada Tingkat Satuan Pendidikan. (Jakarta:

CP PRESS).

Herdian. 2010. Teori-teori Belajar (Piaget, Bruner,

Vigostky), http//herdy07.

wordpress.com/2010/05/27/ teori-teori belajar-piaget-brune –vigotsky.

La Ndia dan Fredy . 2011. Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif. (Kendari: Jurnal

PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Rahim, Utu dan La Samutu.2011. Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif dan Umpan Balik Penilaian terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan

Matematika Volume 2 Nomor 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS). Sahidin, Latief dan Neni. 2010. Pembelajaran

Kooperatif tipe Make a match terhadap hasil belajar matematika. (Kendari : Jurnal

PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang

Mempenagruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta).

Sanjaya, Wina. 2006. Trategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

(Jakarta: Kencana).

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. (Jakarata: PT RajaGrafindo Persada). Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif

Jean Piaget. (Yogyakarta: Kanisius)

Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran

dan Pengajaran. (Bandung: Pustaka Bani

Quraisy).

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif

Berorientasi Konstruktivistik. (Surabaya:

Prestasi Pustaka).

. 2009. Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta:

Kencana).

Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperoleh Izin Pendidikan dan Pelatihan Teknisi Fasilitas Teknik Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, Badan Hukum Indonesia dimaksud mengajukan

Dari pendapat di atas prinsip pembelajaran belajar membaca yang dimaksud adalah membiasakan anak membaca sejak dini, dengan materi yang bermakna serta terpusat pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik abrasi dan pengaruhnya terhadap masyarakat di Pesisir Semarang Barat, untuk mengetahui faktor-faktor

HERMAN HIDAYAT,

Dalam Perjanjian Kinerja (PK) PUSTEKDATA tahun 2015 yang merupakan bagian pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) PUSTEKDATA tahun 2015-2019 terdapat 5 sasaran

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pelaksanaan promosi jabatan terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PTPN V Pekanbaru, maka pada bab ini

(3) Rekonsiliasi data transaksi pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah dapat dilakukan secara periodik dan/atau setiap hari pada akhir hari kerja layanan

Perhitungan debit banjir maksimum rancangan Qp dapat dilakukan setelah semua parameter input yang diperlukan terpenuhi. Perhitungan debit banjir maksimum dirancang dengan