• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Notoatmodjo, 2003 membagi tingkat pengetahuan di dalam dominan kognitif yakni :

1. Tahu (know)

Tahu artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recal) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

(2)

harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh: menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek. Komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

5. Sintetis (synthesis)

Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun formulasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalanya, dapat menyusun,

(3)

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.2. Defenisi Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, dan biasanya merupakan unsur khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan

(4)

(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2001).

(Cahyadi, 2006) mengemukakan zat-zat tambahan yang terdapat pada makanan seperti yang diuraikan di bawah ini :

2.2.1. Pewarna

Penyalah gunaan pemakaian zat pewarna yang sembarangan digunakan pada bahan pangan misalnya zat pewarna untuk tekstil untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat pewarna tersebut.

Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan. Zat pewarna yang tidak dianjurkan untuk makanan adalah Sunset yellow, azorubine, amaranth, ponceau 4R, erytrosine, allura red, indigotine, amaranth, tartrazine,brilliant blue, food greens, brilliant black, brown HT, annatto extract dan masih banyak jenis pewarna lainnya (Arisman, 2009).

(Cahyadi, 2006) mengemukakan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwana antara lain dengan penambah zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

(5)

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang di temui pada tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanthon, dan karoteinoid (Cahyadi, 2006).

2. Pewarna Sintetis

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006).

Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia:

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)

Citrus red (Food N0 2) 12156

Ponceau 3 R (Red G) 16155

Ponceau SX (Food Red N0. 1) 14700

Rhodamine B (Food Red N0. 5) 45170

Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085

Magenta (Basic Violet No.14) 42510

(6)

Butter yellow (Solveent Yellow No.2) 11020

Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055

Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No.1 41000

Oil Oranges SS (Basic Yellow No.2) 12100

Oil Oranges XO (Solvent Oranes No 7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Oranes No 5) 11380 Oil Yellow OB (Solvent Oranes No 6) 11390

Sumber: (Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88)

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Efek yang ditimbulkan dalam penggunaan zat pewarna dilarang karena termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalam tubuh adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah, 2005). Menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis disekitarnya mengalami disintergrasi, kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya sel yang melakukan degenerasi lemak (Anonimus, 2006).

2.2.2. Pengawet

Pengawet adalah zat (biasanya zat kimia) yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan, dan tentu saja tidak mahal (Arisman, 2009).

(7)

1. Jenis Bahan Pengawet

a. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfi, dan meta bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit. Molekul bisulfit lebih mudah menembus dinding mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi ini akan mengingat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostidum botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun mematikan.

Penggunaan Na-nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrat dapat berikatan dengan amino atau amida dan bentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam. Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan. (Cahyadi, 2006).

b. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam

(8)

maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbet, asam propinot, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2006).

2. Sifat Antimikroba Bahan Pengawet

Bahan pegawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba. Fakto-faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan kimia dan kosentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu penyimpanan. Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan pangan yang bersifat asam, misalnya asam benzoate dalam minuman sari buah jeruk. Dalam aksinya sebagai antimikroba, bahan pengawet ini mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut :

a. Gangguan sistem genetik

Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi dan menyerang ribosoma.

b. Menghambat dinding sel atau membrane

Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membrane dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalan nutrien masuk kedalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutannya senyawa lipid.

(9)

c. Penghambat enzim

Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.

d. Peningkatan nutien esensial

Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutien yang berbeda-beda, oleh karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhui organisme yang berbeda pula. Apabila suatu organisme membutuhkan hanya sedikit nutrien dan apabila nutrient itu diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibanding dengan organisme lain yang memerlukan nutrisi tersebut dalam jumlah banyak.

3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan garam NaCL dan gula yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam mikro organisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi.

Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan organisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme

(10)

dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan kosentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (Cahyadi, 2006).

4. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradapan manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudiaan dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahaankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi titik berbahaya dan toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrsi bahan pengawet yang digunakan.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :

a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.

(11)

c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

d. Tidak untuk membunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

e. Tidak digunakan menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.2.3. Penyedap Rasa

Penyedap rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat dalam mulut, termasuk mouth feel. Mouth-feel suatu bahan pangan yaitu perasaan kasar-licin, lunak liat, dan cair kental. Penyedap rasa bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat khas. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khas khusus suatu pangan seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya (cahyadi, 2006).

1. Tujuan Penggunaan Penyedap Rasa

Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap rasa adalah memberi ciri khusus pada suatu pangan seperti aroma jeruk manis, jeruk nipis, lemon, kola, coklat, krim, vanili

(12)

dan sebagainya. Tujuan penggunan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut:

a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan, misalnya keju.

b. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma. Contoh, penambahan aroma ayam pada pembuatan sup ayam

c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. d. Membentuk aroma baru atau menetralisir atau bergabung dengan komponen

dalam bahan pengawet. 2. Jenis Bahan Penyedap

a. Penyedap Alami

- Bumbu, Herba, dan Daun

Bahan penyedap seperti bumbu berfungsi sebagai penyedap, juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging. Sebagai contoh merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkih. Herba (sejenis rumput) dan daun merupakan tanaman yang dapat digunakan selain sebagai sebagai penyedap juga sebagai obat dan pewarna. Contoh sereh dan daun pandan, daun salam.

- Minyak Esensial

Minyak esensial dapat didefenisikan sebagai zat aroma yang berbentuk minyak cair, padat, atau setengah padat yang terdapat pada tanaman. Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga

(13)

(minyak neroli), tunas (cengkeh), bji (merica, ketumbar) dan sebagainya.

- Penyedap Sari Buah

Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, dan mineral.

- Ekstrak Tanaman atau Hewan

Penyedap dapat juga dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain yang tergolong dalam bumbu atau herba dan hewan tertentu. Contoh, ekstrak kopi, cokelat, vanili, dan sebagainya.

b. Penyedap Sintetis

Penyedap sintesis atau sering disebut sebagai penyedap artifisial adalah komponen atau zat yang dibuat menyupai aroma penyedap alami. Penyedap jenis ini dibuat dari bahan penyedap aroma baik gabungan dengan bahan alami maupun dari bahan itu sendiri.

3. Efek Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan

Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan bagi kesehatan, yaitu sebagai berikut :

a. Mono sodium glutamate (MSG)

MSG tidak masuk kedalam plasenta dan tidak dapat mencapai janin yang sedang tumbuh, namun apabila bayi telah disusui, MSG dapat metabolisir. Chinese Restaurant Syndrome (CRS) mula-mula di ungkapkan pertama kali oleh dr. Ho Man Kwok (1969) suatu gejala yang timbul kira-kira 20-30 menit setelah mengonsumsi pangan yang dihidangkan di restoran cina

(14)

mengalami kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta leher bagian bawah, kemudian berasa panas, disamping gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan kepala pusing.

b. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamate)

Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang perut, walaupun biasanya toksisitas garam posstasium yang dikonsumsi oleh orang sehat relatif kecil, karena posstasium akan diekresi dengan cepat didalam urine. Posstasium berbahaya pada penderita gagal ginjal. Posstasium tidak boleh diberikan pada bayi yang berumur dibawah 12 minggu.

c. Kalsium dihidrogen di-L- glutamate

Pengarunya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak boleh diberikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minngu.

Guanosin 5’-di sodium fosfat (sodium glutamate); inosin5’ -disodium fosfat (sodium 5’-inosat); sodium 5’ –ribonukleotida.

2.2.4. Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta, minuman, dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol. Mengontrol program pemeliharaan

(15)

dan penurunan berat badan, mengurangi sakit gigi, dan sebagai bahan subsitusi pemanis utama (Eriawan, 2002).

1. Jenis Pemanis

Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu ( Saccharum officanarum L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa (Cahyadi, 2006).

Cahyadi, 2006 Mengelompokkan beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah : Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Galaktosa, Glukosa, D-Fruktosa, Sorbit, Manitol, Gliserol, Glisina.

Cahyadi juga mengelompokkan beberapa pemanis sintetis adalah bahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai giji adalah Sakarin, Siklamat, Aspartam, Duslin, Sorbitol, sintetis, Nitro-propoksi-anilin.

2. Efek Pemanis Sintetis Terhadap Kesehatan

Penggunaan zat pemanis sintetik dapat mengakibatkan defisit intelektual yang berat sehubungan dengan penggunaan zat pemanis sintetik, bermanifestasi susah mengingat, sering lupa waktu, kepala pusing, sakit persendian, mual, mati rasa, kejang otot, kegemukaan, hingga berakhir dengan kematian (Robet, 2008).

Gambar

Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia:

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk menjawab tujuan kedua yaitu dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dan untuk menjawab tujuan ketiga menggunakan analisis uji t (uji parsial).

Coba anda lakukan hal yang sama dengan menggunakan mail server yang sudah anda buat... • Restart dulu DNS

Menurut Buffa & Sarin (1996), perencanaan produksi dapat ditentukan sebagai proses untuk memproduksi barang – barang pada periode tertentu sesuai denga yang diramalkan

Kunci Ilmu Asma' Kun Fayakun pada kesempatan kali ini kami ungkap untuk menjawab rasa penasaran dari sobat semua tentang asmak kun fayakun/asma kun fayakun yang selama

Kajian ini adalah bertujuan untuk mengkaji keberkesanan penggunaan modul pembelajaran bagi mata pelajaran Sistem Elek1:ronik 2 ( E2002 ) dapat membantu pensyarah dan pelajar dalam

Untuk Kepentingan Pembuktian Kualifikasi, saudara diminta untuk mempersiapkan dokumen - dokumen Asli sesuai dengan data teknis & data kualifikasi perusahaan

Pengurutan data (sort) adalah algoritma yang meletakkan elemen pada sebuah list atau tabel dengan urutan

Namun, untuk jumlah bilangan di dalam himpunan tersebut cukup besar, algoritma exhaustive search menjadi sangat tidak efisien karena kompleksitas waktu algoritma