• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AGLOMERASI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AGLOMERASI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

133

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AGLOMERASI

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Shafira Putri Salsabila1, Budi Santosa2*, Soeharjoto3 123

Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti, Indonesia

Jl. Kyai Tapa No 1, Grogol, Jakarta 11440, Indonesia *Coressponding Author Email: busan_228@yahoo.com

ABSTRACT

Purpose : The aim of this study is to analysis factors that affect the Agglomeration at West Bandung Regency in 14 districts.

Design/Methodology/ Approach

: This study uses panel regression analysis with the help of Eviews analysis 9. The data used in this research is the growth of the GDP data, the human development index and the number of inhabitants of the 14 Subdistricts in 2014 to 2016 period (42 observations).

Findings : The results show that economic growth has no effect the agglomeration, while the human development index and population has a positive effect on agglomeration. From the results obatained, there are 3 sub districts that have perfectly impact of Agglomeration. The sub districts are Lembang, Ngamprang and Padalarang.

Keywords : Agglomeration, Economics Growth, Human Development Index,

Population

JEL Classification : R120

PENDAHULUAN

Pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (Soekapdjo & Esther, 2019). Pembangunan yang dilakukan dengan strategi yang baik, akan mempercepat kemajuan suatu wilayah, sehingga perekonomian akan berkembang dengan pesat, yang akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pemerintah di Indonesia mengambil kebijakan dengan merubah pola pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi (Soeharjoto, 2019). Adapun harapannya akan mempercepat peningkatan ekonomi daerah. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan terdapat beberapa kendala, terutama di wilayah yang memiliki penduduk dengan sebaran dan kualitas yang tidak merata. Kondisi ini, terbentuk karena terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di wilayah tertentu. Dengan demikian, roda perekonomian akan berkembang pesat diwilayah tersebut. Daerah yang menjadi konsentrasi kegiatan ekonomi dan memperoleh manfaatnya merupakan daerah agglomeration economies (Bradley, 1996). Daerah akan memiliki eksternalitas dari adanya aglomerasi. Adapun dampak ekternalitas positif, pada daerah aglomerasi, akan memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi Media Ekonomi Vol. 27 No. 2 Oktober 2019 : 133-140 ISSN : 2442-9686 (online) DOI: http://dx.doi.org/10.25105/me.v27i2.6260 ISSN : 0853-3970 (print)

(2)

134

dibandingkan dengan daerah lainnya. Aglomerasi merupakan suatu proses dari adanya pengelompokkan suatu aktivitas ekonomi secara spasial dan terbentuknya secara komulatif yang dilakukan secara logis (Fujita, M., Krugman, P. Venables, 1999). Dengan demikian, aglomerasi tidak hanya terjadi dalam satu industri, melainkan dapat dari banyak industri (Ellison, 1999). Jadi, aglomerasi mengandung unsur adanya proses yang dilakukan bersama dalam melakukan mobilitas secara spasial dan terbentuknya suatu lokasional dalam aktivitas ekonomi (Head & Mayer, 20014).

Industri agar efisien, memiliki kecenderungan yang berada di daerah yang memiliki aglomerasi (Melecki, 1991). Hal ini, tidak terlepas dari kemampuan dan potensi daerah tersebut, yang dapat memenuhi kebutuhannya, serta memperoleh manfaat dari lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Daerah aglomerasi pada umumnya memiliki kelebihan dalam produktifitas yang tinggi dan memiliki daya saing, sehingga akan meningkatkan pendapatannya, yang pada akhirnya akan menarik investasi, pengembangan teknologi, serta sumber daya manusia yang berkualitas.

Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi yang memiliki wilayah luas dengan sebaran penduduk yang tidak merata. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunannya, perlu dilakukan pemekaran wilayah. Bandung dan Bandung Barat merupakan Kabupaten yang berada di Jawa Barat, yang memiliki potensi untuk berkembang. Pada 2014-2016, Bandung memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB, jumlah penduduk dan indeks pembangunan manusia di atas Jawa Barat, namun Bandung Barat masih berada dibawahnya. Rata-rata pertumbuhan PDRB Bandung sebesar 6,12 persen dan Jawa Barat sebesar 5,73 persen, sedangkan Bandung Barat sebesar 5,34 persen. Pertumbuhan jumlah penduduknya rata-rata sebesar 1,80 persen di Bandung, 1,46 persen di Jawa Barat dan Bandung Barat sebesar 1,20 persen. Untuk pengembangan indeks pembangunan manusia cukup kondusif, karena memiliki tren yang meningkat, sehingga dapat dijadikan modal untuk pengembangan wilayahnya.

Sumber: BPS

Gambar 1

Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat, Bandung dan Bandung Barat Pada 2014-2016

(3)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat________________

135 Kabupaten Bandung Barat (KKB), merupakan Kabupaten baru dari hasil pemekaran Kabupaten Bandung, pada 2 Januari 2007, dengan ibu kota Ngamprah, yang luas wilayahnya sebesar 1.305,77 kilometerper segi. Undang-undang No 12 tahun 2007, menetapkan kawasan Kabupaten Bandung Barat terdiri atas 15 Kecamatan, yakni Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalongwetan, Cipendeuy, Ngarampah, Cipatat, Padalarang, Batujajar, Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Rongga, Sindangkerta, dan Gununghalu. Namun uniknya, ada daerah di satu kawasan yang berpotensi untuk berkembang menjadi kawasan ekonomi, yaitu Kecamatan Cikalongwetan. Daerah tersebut, dijadikan kawasan pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang diprediksi akan memberikan berdampak pada pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Bandung Barat sebagai daerah otonomi baru, akan menjadi faktor pendorong aglomerasi ekonomi. Hal ini, berdampak pada kawasan Bandung Barat yang berkembang, dengan merubentuk aglomerasi industri pengolahan. Daerah sentra tersebut, dijadikan sebagai pengembangan kawasan industri terpadu di Batujajar dan Cipendeuy, pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu di kawasan Industri Batujajar, pengolahan sampah (Industri Daur Ulang) di TPA Sarimukti Kecamatan Cipatat, dan pengembangan industri pengolahan bio etanol singkong di Kecamatan Sindangkerta. Potensi keberhasilan dari aglomerasi di Bandung Barat, sebagai sentra industri pengolahan, sudah dilakukan beberapa peneliti. Adapun faktor yang dominan mempengaruhi aglomerasinya meliputi pendapatan, sumber daya manusia dan penduduk. Hasil penelitian di Istanbul mengungkapkan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap aglomerasi (Alkay & Hewings, 2012). Aglomerasi industri unggulan di Indonesia tidak dipengaruhi pendapatan (Zuliastri, Rindayati, & Asmara, 2013). Sumber daya manusia di Eropa dan Amerika berpengaruh positif terhadap aglomerasi (Ciccone, 2001). Aglomerasi yang terjadi di Indonesia tidak dipengaruhi sumber daya manusia (Sodik & Iskandar, 2007). Penduduk di Jawa Timur dapat mempengaruhi secara positif terhadap aglomerasi (Santosa & Mcmichael, 2014).

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan dengan menerapkan otonomi daerah, guna mempercepat pertumbuhan ekonomi. Aglomerasi merupakan sumber dari berkembangnya suatu wilayah. Bandung merupakan Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat, yang memiliki potensi ekonomi yang baik. Agar perkembangannya dapat lebih pesat, kawasan ini melakukan pemekaran dengan membentuk Kabupaten Bandung Barat. Agar pembangunannya dapat berkembang dengan pesat, perlu melakukan kebijakan yang dapat mendorong aglomerasi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat.

METODE PENELITIAN

Penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat menggunakan alat analisis regresi data panel. Data yang digunakan sebanyak 42 sampel dari 14 Kecamatan di Bandung Barat pada 2014-2016. Aglomerasi digunakan sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya berupa pertumbuhan PDRB, indeks

(4)

136

pembangunan manusia, dan jumlah penduduk. Pertumbuhan PDRB merupakan proksi dari pendapatan, Indeks pembangunan manusia merupakan proksi dari sumber daya manusia, dan jumlah penduduk merupakan proksi dari penduduk. Metode regresi data panel memiliki tiga macam model yakni Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect. Penggunaan model yang tepat dalam penelitian, perlu dilakukan uji Chow, Hausman, dan Lagrange Multiplier. Uji Chow digunakan untuk menguji model yang tepat digunakan dalam penelitian antara Common Effect dengan Fixed Effect. Uji Hausman digunakan untuk memilih model yang tepat antara Fixed Effect dan Random Effect. Uji Lagrange Multiplier dilakukan apabila pada uji Chow terpilihnya Common Effect lebih baik dari pada Random Effect dan pada uji Hausman diperoleh Random Effect yang terpilih dari pada Fixed Effect. Jadi, uji Langrange Multiplie digunakan untuk memilih model yang tepat antara Random Effect atau Common Effect. Adapun model yang digunakan adalah:

AGit = β0 + β1GPDRB + β2IPM + β3POP + εit Dimana:

AG = Aglomerasi (Persen).

GPDRB = Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (Persen). IPM = Indeks Pembangunan Mamusia (Persen).

POP = Jumlah penduduk (Jiwa)

Aglomerasi terjadi karena adanya konsentrasi spasial dari adanya aktivitas ekonomi di suatu kawasan, yang memberikan dampak pada adanya efisiensi, akibat lokasi yang berdekatan, yang diasosiasikan dengan kluster parsial dari industri, pekerja dan konsumen (Malmberg & Maskell, 1997). Dengan demikian, aglomerasi dipengaruhi beberapa faktor, seperti pertumbuhan PDRB, indeks pembangunan manusia dan jumlah penduduk. Untuk itu, dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

Pengaruh pertumbuhan PDRB terhadap aglomerasi.

PDRB merupakan indikator keberhasilan dari pembangunan ekonomi, dengan demikian apabila suatu daerah memiliki pertumbuhan PDRB yang tinggi, menandakan daerah tersebut memiliki kondisi ekonomi yang baik, sehingga akan menjadi daya tarik untuk semakin meningkatnya aglomerasi. Keadaan ini, sesuai dengan penelitian (Sakti, 2007). Dengan demikian, dapat dibuat hipotesis adanya dugaan bahwa pertumbuhan PDRB akan meningkatkan aglomerasi.

Pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap aglomerasi.

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator penduduk yang berkualitas, sehingga daerah tersebut akan memiliki daya saing, yang akhirnya akan meningkatkan aglomerasi, Keadaan ini sesuai dengan penelitian (Ciccone, 2001). Dengan demikian, dapat dibuat hipotesis adanya dugaan bahwa indeks pembangunan manusia akan meningkatkan aglomerasi.

(5)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat________________

137 Pengaruh jumlah penduduk terhadap aglomerasi.

Adanya komunitas masyarakat yang besar, akan menjadi daya tarik masyarakat untuk bergabung kesana, sehingga akan mempercepat pengembangan kawasan tersebut, yang berdampak pada terbentuknya aglomerasi. Kondisi ini, sesuai dengan penelitian (Tilaar, 2010). Dengan demikian, dapat dibuat hipotesis adanya dugaan bahwa jumlah penduduk akan meningkatkan aglomerasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji Chow, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000<0,05, yang berarti model yang tepat digunakan model Fixed Effect. Hasil uji Hausman diperoleh nilai Probabilitas dari Chi-Square sebesar 0,000<0,05, sehingga model yang tepat digunakan Fixed Effect. Berdasarkan hasil estimasi dari model fixed efect diperoleh nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000000<0,05, yang berarti setidaknya terdapat satu dari pertumbuhan PDRB, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk yang berpengaruh terhadap aglomerasi. Estimasi dari uji Adjusted R-square diperoleh sebesar 0,980272, yang berarti pertumbuhan PDRB, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk dapat menjelaskan terhadap aglomerasi sebesar 98,02 persen, dan sisanya yang 1,98 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

Tabel 1

Hasil Estimasi Regresi Panel dengan Model Fixed Effect

Variabel Coefficient Prob.

C -14029.39 0.0004

Growth PDRB -10.05202 0.6436 Indeks Pembangunan Manusia 0.051396 0.0002 Jumlah Penduduk 126.3529 0.0403 R-Squared Adjusted R-Squared Prob (F-Statistic) 0.987971 0.980272 0.000000

Sumber: Data Diolah

Pertumbuhan PDRB diperoleh sebesar minus 10,05202 dengan probabilitas sebesar 0,6436, yang artinya pertumbuhan ekonomi tidak signifikan terhadap Aglomerasi. Indeks Pembangunan Manusia memiliki hasil sebesar 0,051396 dengan probabilitas sebesar 0,0002, yang artinya indeks pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap aglomerasi. Jumlah penduduk memiliki hasil sebesar 126,3529 dengan probabilitas sebesar 0,0403, yang artinya jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap aglomerasi. Estimasi dari perhitungan pengaruh ekonomi terhadap aglomerasi, walaupun menggunakan variabel pendukung lainnya tidak mudah dan kompleks, sehingga pertumbuhan PDRB tidak signifikan terhadap aglomerasi (Diaz-Bautista, 2005). Indikator adanya aglomerasi di suatu wilayah dari rata-rata kinerja tenaga kerjanya, sehingga indeks pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap aglomerasi (Ciccone, 2001). Populasi penduduk yang banyak akan memiliki daya tarik untuk terbentuknya pasar, sehingga jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap aglomerasi

(6)

138

(Santosa & Mcmichael, 2014). Aglomerasi yang terbentuk di Bandung Barat semuanya memiliki koefisien negatif yang rata-ratanya sebesar minus 14.029,39, dengan standar deviasi 2.386,65. Aglomerasi yang tertinggi di Kecamatan Saguling sebasar minus 10.129,85 dan terendah di Kecamatan Lembang sebesar minus 18.860,48. Walaupun demikian, uniknya aglomerasi yang terbentuk rata-rata sudah berhasil untuk menerapkan one village one product (OVOP). Kecamatan Rongga, Sindangkerta, Gununghalu sebagai sentra gula aren, Kecamatan Cisarua sebagai sentra kerajinan batok, Kecamatan Cipongkor sebagai sentra kerajinan golok, Kecamatan Batujajar sebagai sentra furniture bambu, Kecamatan Cililin sebagai sentra wajid atau dodol kacang, Kecamatan Parongpong sebagai sentra keajinan daur ulang, Kecamatan Cihampelas sebagai sentra kerajinan anyaman bambu, Kecamatan Cipatat sebagai sentra alat pijat, Kecamatan Ngamprah sebagai sentra bingkai lukisan, Kecamatan Padalarang sebagai sentra pakaian, tas dan makanan, Kecamatan Lembang sebagai sentra susu sapi dan kue pai. Namun demikian, Kecamatan Saguling belum menjadi sentra industri. Wilayah yang berhasil menerapkan OVOP, akan menunjang berkembangnya daerah aglomerasi, Untuk itu, Kecamatan Saguling perlu dilakukan pembinaan dalam mencari bentuk sentra yang sesuai dengan daerahnya. Daerah Bandung Barat, memiliki potensi sentra industri yang dapat mengembangkan ekonomi di sektor kerajinan dan makanan. Agar pelaksanaan OVOP dapat lebih optimal, diperlukan sinergi dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Keberhasilan aglomerasi yang terbentuk apabila dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan strategi meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, yang berdampak pada peningkatan daya saing. Pendidikan yang perlu dikembangkan dikawasan ini berupa kejuruan dan balai latihan kerja, serta diberikan stimulus berupa infrastruktur pendukung dan pengembangan kawasan wisata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan PDRB, indeks pembangunan manusia dan jumlah penduduk terhadap aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat. Metodenya menggunakan analisis regresi data panel, dengan menggunakan data pada 2014-2016 dari 14 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat. Adapun hasilnya pertumbuhan PDRB tidak signifikan terhadap aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat. Indeks pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat.

Saran

Keberhasilan terbentuknya aglomerasi di Bandung Barat, ditunjang dengan perkambangan OVOP. Untuk itu, guna menunjang keberhasilan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan peningkatan sumber daya manusia, baik secara kuantitas maupun kualitas.

(7)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi di Kabupaten Bandung Barat________________

139

DAFTAR PUSTAKA

Alkay, E., & Hewings, G. J. D. (2012). The determinants of agglomeration metropolitan area. Ann Reg Sci, 225–245. https://doi.org/10.1007/s00168-010-0370-z

Ciccone, A. (2001). in Europe and the USA. Centre de Recerca En Economia Internacional, (september).

Diaz-Bautista, A. (2005). Agglomeration economies, growth and the new economic geography in Mexico. Econoquantum, 1(2), 58–79.

Ellison, G. (1999). The Geographic Concentration of Industry : Does Natural Advantage Explain Agglomeration ? Aea Paper and Proceedings: Geographic Concerntration Of Industy, 82(2), 311–316.

Fujita, M., Krugman, P. Venables, A. . (1999). The Spatial Economy. Cities, Regions and International Trade. MIT Press.

Head, K., & Mayer, T. (20014). The Empirics of Agglomeration and Trade. HAL: Archive-Ouvertes, 4.

Malmberg, A., & Maskell, P. (1997). Towards an explanation of regional specialization and industry agglomeration. Europe Planing Studies, (1), 37–41.

Melecki. (1991). Technology and Economic Development : The Dynamic of Local. New York: ohn Wiley & Sons, inc.

Sakti, T. A. A. (2007). Analisis aglomerasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terkonsentrasinya lembaga pendidikan tinggi di pulau jawa. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 22(1), 1–22.

Santosa, B., & Mcmichael, H. (2014). Industrial Development in East Java: A Special Case? Australian National University. Working Paper.

Sodik, J., & Iskandar, D. (2007). Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi Peran Karakteristik Ragional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 8(2), 117–129.

Soeharjoto. (2019). Kemampuan dan Kinerja Keuangan Provinsi Kalimantan. AKUNTABEL, 15(2), 131–138.

Soekapdjo, S., & Esther, A. M. (2019). Determinasi Perumbuhan Ekonomi Berkelajutan di ASEAN-3. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 16(2), 176–182.

Tilaar, S. (2010). Tujuan Sebaran Lokasi Aglomerasi Industri di Indonesia. TEKNO, 07(52), 90–96.

Zuliastri, F., Rindayati, W., & Asmara, A. (2013). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Aglomersi Industri Unggulan Daerah dan hubungnya dengan Daya Saing Industri daerah. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 2(2), 113–134.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

2.2.6 Pengertian Aplikasi Pelayanan SKCK Berbasis Web Pada Kepolisian Resort Kota Palembang

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dengan subjek siswa kelas IV SDN 3 Siwalempu melalui strategi belajar peta konsep, diperoleh

Protozoa pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama tetapi berkurang cukup banyak hal ini dikarenakan ketika masuk ke dalam digester

pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi PT Bumi Menara Internusa. Hasil analisis regresi linier

Sehubungan dengan pelaksanaan Pemilihan Langsung secara Elektronik pada pekerjaan Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Jabung yang

Berdasarkan hasil Gambar 4.6 diketahui bahwa pada grafik secara visual terdapat 5 eigen value atau 5 faktor yang terbentuk dari variabel nilai rapor mata

Ahmad Tohari memiliki karakter yang sederhana, lugas, apa adanya, santun, dan anti feodalisme seperti halnya karakter masyarakat Banyumas secara umum. Ahmad Tohari yang tidak