• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fenomena yang menarik adalah bahwa setiap orang. menginginkan perubahan dalam kehidupannya. Setiap manusia pada umumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fenomena yang menarik adalah bahwa setiap orang. menginginkan perubahan dalam kehidupannya. Setiap manusia pada umumnya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Salah satu fenomena yang menarik adalah bahwa setiap orang menginginkan perubahan dalam kehidupannya. Setiap manusia pada umumnya memiliki keinginan cita-cita dalam kehidupanya kearah yang lebih tertata di masa yang akan datang. Beberapa alasan salah diantaranya, disebabkan pengaruh kondisi geografi yang tidak kondusif dalam kehidupan daerah asalnya. Pada umumnya menginginkan adanya perubahan status kehidupun sosialnya. Berbagai cara yang dilakukan oleh individu salah satunya pergi ke negeri (daerah) lain. Pindah atau pergi dari satu daerah ke daerah lain meninggalkan daerahnya bisa dikatakan merantau (Partanto dan A l Barry, 2004).

Sesuai yang di katakan tersebut diatas, bahwa salah satu cara merubah kehidupan sosial ekonom inya maka dilakukan oleh sesorang maupun berkelompok bahkan bedol desa dari daerah asalnya. Istilah merantau berasal dari bahasa melayu, minangkabau dan bahasa indonesia yang mempunyai persamaan arti dan juga pemakaian kata dari dasar kata rantau (M ochtar Naim, 1979). Sebagai referensi bahwa salah satu tanda khas yang merupakan suatu bahasa ciri khas suku minang adalah mereka sejak jaman dulu terkenal sebagai perantau. Orang minang terkenal sebagai etnis yang mampu berbaur dengan masyarakat dengan cepat. M ampu melakukan adaptasi pada lingkungan yang baru secara cepat (Latief, N, CH, Bandoro, DT. 2002).

(2)

Untuk itu bagaimana dengan Perantau Jawa, apakah mempunyai ciri-ciri etnis Jawa yang mudah dilihat dan ditandai. Secara rasional mobilitas penduduk pedesaan di Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan khususnya di Provinsi Kalimantan Utara, dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan keluarganya adalah bersifat wajar. Bagi mereka yang memilih mobilitas dalam bentuk sekuler adalah suatu keputusan yang luar biasa. Pada Umumnya migran terdorong meninggalkan desanya karena potensi sumber dayaalam yang ada di desa tidak seimbang dengan potensi sum ber daya manusianya.

Ada beberapa faktor penyebabnya terjadinya migrasi dari daerah asalnya secara umum ada beberapa faktor penyebabnya diantaranya adanya faktor bencana alam dengan kejadian atau bencana alam di daerahnya yang sering terjadi secara rutin sehingga menimbulkan rasa tedak tenang jika sewaktu-waktu terjadi bencana lagi datang secara tiba-tiba; faktor terpencil dimana daerah asalnya yang terletak jauh terpencil di pegunungan atau desa terisoler sehingga mempersulit akses ekonom i dalam keperluan hidup sehari-hari bahkan belum terjangkau listrik atau jaringan telepon; faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia dimana di daerah asal belum mempunyai akses pendidikan yang standart mutu pendidikannya terpenuhi secara standart; faktor ketrampilan dimana di daerah asalnya sudah banyaknya saingan yang mempunyai ketrampilan-ketrampilan khusus, misalnya ketrampilan kerajinan tangan, seni rupa sehingga kurang berkembang di dearah asalnya; faktor ekonomi dimana lapangan pekerjaan serasa sudah tidak ada lagi yang di kerjakan sawah ladang tidak menjadi miliknya hanya sebagai buruh tani nelayan, ekonomi keluarga terasa sangat sulit untuk kesehariannya; faktor trauma gesekan ras, suku, agama dimana hal ini bisa terjadi

(3)

apabila daerah asalnya heterogen terdapat banyak suku, ras, agama dan kurang adanya pembinaan dari yang pemerintah yang berwenang untuk hidup harmonis, saling menghormati, saling berbagi, saling mengingatkan, saling toleransi; faktor tertekan, dalam hal ini biasanya masalah keluarga di daerah asalnya dimana terjadinya konflik keluarga atau saudara yang sudah tidak ada jalan lain bisa diatasi secara kekeluargaan, dan juga bisa terjadi tertekan dimana hidup di suatu daerah asalnya yang berbeda aliran, kepercayaan yang tidak sefaham ; faktor kebiasaan yang merupakan keturunan perantau, daerah asalnya dianggap sudah tidak menguntungkan atau sudah bosan bertempat tinggal sehingga secara periodik membiasakan migrasi ke daerah baru yang lebih menjanjikan; faktor kemandirian, dimana kebiasaan hidup mandiri di daerah asalnya dirasakan masih belum bisa benar-benar dirasakan masih ada orang tua, keluarga, adanya ketergantungan dari keluarga masih melekat sehingga kepingin hidup mandiri ditempat yang baru dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliknya sebagai modal hidup di perantauan. Namun demikian banyaknya kesulitan atau hambatan bagi para perantau ke daerah baru yang dituju, diantaranya : Faktor lapangan kerja yang memang terbatas diperlukan skill khusus untuk memasuki dunia kerja yang baru; Faktor modal, hal ini sangat mungkin datang tidak membawa bekal dari daerah yang cukup untuk hidup awal di perantauan; faktor motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik untuk memulai hidup baru di daerah yang dituju; faktor psikologi keluarga juga sangat mengganggu apabila di tempat yang baru justru problem keluarga kadang muncul baik internal sendiri dari suami istri orang tua dan anak maupun eksternal gangguan seputaran daerah tempat tinggal yang baru; faktor lingkungan tempat tinggal yang baru dimana terdapat lingkungan yang

(4)

dipengaruhi dengan perbedaan suhu lokal yang kadang diperlukan penyesuaian diri agar selalu tetap sehat dan prima.

Diantara ratusan suku yang ada di Indonesia, suku Jawa adalah yang paling banyak dan mendominasi. Sejumlah karakter dasar orang atau suku Jawa yang dapat menunjang kesuksesannya dalam berbagai bidang diantaranya suka beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal baru, Namun dalam kenyataannya dalam kehidupan masyarakat perantau sudah barang tentu banyak masalah-masalah yang dihadapi di tempat hidup yang baru. U ntuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas tersebut diatas maka diperlukan kemampuan untuk bangkit dari keperpurukan, mampu bertahan hidup dari segala rintangan dan selalu menyesuailan diri beradaptasi dengan lingkungan yang baru tempat tinggalnya. Resiliensi didefinisikan sebagai karakteristik seseorang untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi terhadap situasi-situasi berat dalam hidupnya. (Wagnild dan Young dalam M ontheit & Gilboa, 2009).

Perantau Jawa dengan tipeloginya yang selalu dilandasi sikap yang”sabar dan narimo ing pandum1 “ dimanapun berada dan memiliki sikap istiqomah, sikap

“ eling2 “ sujud kepada Tuhan, tangguh pekerja ulet dan mampu mencegah nafsu

pancamaya3, diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di perantauan

dengan berbagai cara untuk mencapainya denganmemiliki resiliensi kuat, diantaranya : pertam a, Adanya Kemampuan untuk bertahan hidup di daerah perantauan sampai adanya keberhasilan dalam hidup yang baru penuh semangat, dan percaya diri, kedua; Tidak mudah putus asa, pantang menyerah dan dengan

1 Narimo ing pandum, menurut peneliti adalah suatu sikap menerima atas apapun pemberian, secara lebih luas dapat

diartikan sebagai suatu sikap dengan penuh keikhlasan untuk menerima apapun yang ddiberikan oleh tuhan dalam kehidupannya ataupun menghadapi perjalanan hidupnya

2 Eling dapat diartikan sebagai suatu sikap selalu mengingat akan posisinya sebagai makhluk.

3 Pancamaya bagi orang Jawa dapat diartikan sebagai suatu susunan warna yang menyelimuti tubuh manusia. W

(5)

berbagai resiko yang harus dihadapi di daerah perantauan; ketiga, Selalu mengambil hikmah dariperistiwa masa lalu yang terjadi sebelumnya sebagai pelajaran hidup; keempat; Bangkit kembali dari keterpurukan masa lalu di daaerah asalnya; dan yang kelima; M elaksanakan Tabiat hidup orang Jawa yang sudah baku diantaranya : Gotong royong, Budaya sopan santun, Budi pekerti luhur, guyub rukun, narimo ing pandum dan selalu bekerja keras.

Tiga pondasi utama narimo ing pandum, yaitu syukur, sabar, dan penerimaan yang kuat menyebabkan nilai dalam narimo ing pandum menjadi mudah terpatri pada jiwa seseorang sehingga dapat menerima segala keadaan dengan lapang dada serta tidak terjebak memikirkan pengalaman pahit masa lalu dan ketidakpastian masa depan (Endraswara, 2012; M ulyana, 2006; W idayat, 2006).

Dari beberapa cara yang dipergunakan dalam menghadapi berbagai masalah untuk mencapai tujuan hidup atau kehidupan yang baru tentunya setiap individu/kelompok m igrasi/perantau secara psikologi menjadikan manusia yang pemberani, percaya diri (self confindence) memili semangat juang dalam kehidupan yang baru di tempat yang baru, bergairah, dan antusias dalam segala kegiatan mencari rejeki sebagai sarana ibadah, dan secara sosial bisa lebih mandiri dengan tidak adanya ketergantungan kepada pihak lain seperti kehidupan sebelumnya yang dalam melakukan segala sesuatu dengan selalu menunggu perintah orang yang dianggap menggajinya, bisa bebas untuk membuka usaha sendiri, kemauan sendiri untuk bekerja menghasilkan modal dalam kehidupannya yang baru, selalu merasa cukup dalam pola kehidupan sehari-hari dan mampu

(6)

untuk menyisihkan sebagian uang demi masa depan keluarga dan dapat melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat tinggalnya.

Sikap positif harus digali dan dipertahankan dalam siklus kehidupan individu dengan belajar dari banyak pemgalaman yang didapatkan bahwa ternyata hidup iini memang perlu perjuangan dan ini adalah langkah konkrit bagaimana seseorang bisa maju dan berubah dalam kehidupan bahkan bangkit dari suatu kegagalan dalam perjuangan hidup sesorang. Oleh sebab itu bahwa untuk mencapai suatu resiliensi diperlukan perjuangan hidup dan kemampuan dalam menghadapi berbagai macam tantangan yang perlu dipertahankan, dan bangkit dari kesalahan-kesalahan masa lalu sekaligus mengambil makna dari peristiwa buruk yang pernah dialaminyasudah barang tentu dengan memfungsikan jalan pikiran dan pengetahuan yang dimilikinya agar dapat tegar kembali memecahkan segala bentuk persoalan secara arif dan cerdas.

Seseorang dikatakan memiliki resiliensi positip dan mencapai keberhasilan dalam hidupnya, manakala orang tersebut berperilaku tenang tidak gelisah, percaya diri, berpikir kritis dan mampu mengolah bahwa kelemahan yang dimilikinya justru akan menjadi kekuatan untuk mampu menghadapai semua persoalan hidup pada dirinya. Demikian pula jika resiliensi seseorang tersebut negatip sudah barang tentu akan bersikap sebaliknya misalnya selalu gusar, bimbang, tidak percaya diri menghadapai berbagai macam tantangan hidup, tidak punya daya tahan, merasa dirinya jauh dari orang lain dan biasanya suka menyendiri merenungi nasib hidupnya.

Sudah barang tentu bahwa permasalahan kehidupan pasti dialami setiap manusia yang memang harus dijalani tanpa bisa menghidar dari permasalahan

(7)

tersebut. Ada berbagai macam langkah untuk menyelesaikan setiap permasalahan tersebut dengan cara yang tentunya tidak akan sama satu dengan yang lainnya.

M asyarakat awam beranggapan bahwa untuk memperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, maka sebaiknya berpindah dari tempat asalnya dengan jalan merantau ke daerah lain yang lebih menjanjikan dalam tatanan kehidupan baru yang diinginkan dengan kata lain melakukan migrasi secara perorangan atau secara kelompok.

Sudah menjadi suatu budaya bagi semua masyarakat Indonesia terutama yang berdomisili dari pulau Jawa, M adura, sebagian Pulau Sulawesi, sebagian pulau Nusa Tenggara, sebagian pulau Sumatra terutama suku M inang dan suku Batak, bahwa pergi merantau atau sering disebut migrasi dari desanya atau kampungnya untuk merubah kehidupan sosial ekonominya berangkat ke suatu daerah, kota, pulau dengan harapan untuk bisa mendapatkan pekerjaan, kehidupan yang lebih terpenuhi kebutuhan ekonominya, serta suatu saat akan kembali ke daerah asalnya hanya pada waktu hari raya atau ada acara keluarganya.

Kebanyakan yang merantau awalnya kepala rumah tangganya, sebagai pembuka jalan kehidupan di tempat yang baru, setelah dirasakan mulai ada kecocokan hidup atau memang ada penugasan di tempat yang baru tentunya dengan penyesuaian diri dengan lingkungannya, maka perantau tersebut biasanya akan membawa keluarganya, istrinya, suaminya, anak-anaknya bahkan memboyong orang tuanya mencari kehidupan atau karena tugas atau penyebab lain yang akhirnya menetap dalam jangka waktu yang lama, bahkan anak pinak turun temurun tidak akan kembali ke daerah asalnya yang akhirnya kebanyakan meninggal dunia di tempat perantauan dimana perantau tersebut berada.

(8)

Ada beberapa komponen resiliensi diantaranya ; peningkatan optimisme, rasa empati, aspek positip, regulasi emosi, penyebab masalah, pengendalian impuls. Hal ini akan lebih diuraikan pada Bab II pada disertasi ini. Adapun tingkat resiliensi setiap individu satu sama lainnya berbeda, ada yang tingkat resiliensinya tinggi dan ada pula yang tingkat resiliensinya rendah, hal ini ada beberapa yang memperanguhi tingkat resiliensi tersebut. Disamping dipengaruhi tingkat resiliensi tersebut adapula dipengaruhi oleh terbentuknya watak yang tumbuh dari beberapa unsur; diantaranyadalam dunia media, lingkungan dimana individu tersebut mengenyam pendidikan, dalam lingkungan keluarganya, di lingkungan agama yang di anut, bahkan di lingkup pemerintahan.

Dapat dijelaskan bahwa individu yang tingkat relisiensinya rendah, maka cenderung individu tersebut kurang percaya diri dalam pergaulan, tidak menjadikan semangat dalam hidupnya, mudah merasa cemas dalam dirinya, tugas yang diberikannya tidak maksimal dilaksanakan, kurang optim is, mudah timbul emosi dalam dirinya yang tidak bisa dikendalikan, kurang cerdas dalam mengelola dirinya, ini semuanya merupakan individu yang rendah tingkat resiliensinya, tentunya akan merupakan penghalang dalam membangun watak dasar dalam dirinya.

Sedangkan individu yang tingkat resiliensinya tinggi, merupakan kebalikan dari individu yang tingkat resiliensinya rendah, diantaranya; Percaya dirinya tinggi merasa yakin dan mampu dalam penilaian dirinya sendiri, selalu optimis melangkah ke depan untuk keberhasilan dirinya sendiri, bertanggung jawab dan sigap atas tugas yang diamanahkan pada dirinya secara optimal, selalu cerdas

(9)

dalam mengelola emosi dalam dirinya, sehingga akan menumbuhkan sikap watak yang kuat dalam mengarungi kehidupan dimanapun individu tersebut berada.

Achenbach dan Edelbrock (dalam Steinberg, 2011), memaparkan bahwa masalah psikososial seperti masalah-masalah penyalahgunaan zat-zat terlarang, masalah perilaku seperti kenakalan, pembolosan, antisosial, serta masalah emosi dan kognisi seperti depresi, kecemasan, atau fobia.

Untuk menghadapi segala resiko dan tantangan dalam setiap kehidupan individu tidaklah sama, hal ini tergantung dari tingkatan umur mulai anak-anak, remaja, dewasa dan dewasa lanjut.Sebagaimana diketahui bahwa banyaknya perantau Jawa yang migrasi ke Provinsi Kalimantan Utara, menyebar di beberapa sektor pekerjaan ada beberapa yang sudah duduk dalam jajaran Birokrasi Pemerintahan di Provinsi Kalimantan Utara dengan maksud dan tujuan tidak terlepas dari bagaimana dapat mengembangkan diri dan mengelola karirnya secara profesional meraih peluang masa depan yang menjadi harapan dirinya dan harapan keluarganya. Untuk hal tersebut diperlukan manajemen karir melalui organisasinya dari migran Jawa dalam meniti karir di Pemerintah Provinsi Kalimantan U tara yang sudah mampu menduduki eselon II, III dan IV.

M anajemen karir dalam suatu organisasi adalah salah satu kebijakan ataupun aturan yang telah disusun serta mengalami perkembangan untuk meningkatkan keefektifan dalam karir karyawanya (Orpen :1994). Dalam hal ini para pegawai, pekerja, karyawan, buruh perlu diberikan pembinaan, pelatihan, peningkatan ketrampilan sebagai bagian dari pengembangan dirinya dalam ber karir dengan tujuan untuk mencapai target kinerja yang diharapkan, dalam hal ini peran dan kebijakan dari manajemen sangat menentukan untuk langkah-langkah

(10)

nyata para pegawainya, karyawannya, pekerjanya, buruhnya yang berdampak pada peningkatan produktivitas kerja melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan, workshop, seminar, bahkan menyekolahkannya ke jenjang pendidikan tinggi dari masing-masing pegawainya pada suatu lembaga baik pemerintah maupun swasta. Secara organisasional manajemen karir sangatlah berarti bagi pegawai atau karyawannya sebagai motivasi kerja melalui perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia serta peningkatan ketrampilan pegawai, karyawannya yang menjadi hak para pegawai atau karyawannya dan tentunmya sangat bermanfaat banyak bagi organisasinya untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan.

Pada tataran lingkup birokrasi pemerintahan, pengembangan karir sangatlah mutlak diperlukan sebagai hak dari para pegawainya, dimana berdasarkan Undang-Undang N omor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pasal 55 bahwa terkait pengembangan karir adalah bagian dari manajemen karir, lebih lanjut dijelaskan pada pasal 21 diperlukan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pasal 22 diperlukan pengembangan kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK ). Setiap Aparatur Sipil Negara maupun seorang PPPK mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan pengembangan melalui sistem Pelatihan dasar, Pelatihan Kepemimpinan Pengawas, Pelatihan Kepemimpinan Administrasi. Lemhanas. Dan pelatihan fungsional sesuai jabatan yang melekat pada ASN tertsebut, lebih lanjut dapat jelaskan bahwa Setiap ASN diharapkan memiliki 3 kompetensi diantaranya : Kompetensi manajerial, Kompetensi kepemimpinan dan Kompetensi Sosial Culture.

(11)

Pengembangan suatu karir dapat dilakukan melalui banyak cara, diantaranya adalah mampu menciptakan suatu kebersinambungan serta ketentraman ketika bekerja, mampu memberikan status pada suatu pekerjaan serta pengalaman yang dalam bekerja serta memberikan suatu kuasa dan wewenang pada waktu bekerja Flippo, dalam M as’ud (1994)7.

Adapun Lokasi dimana penulis melakukan penelitian ini berada di Pemerintah Provinsi yang paling bungsu di Indonesia yaitu Provinsi Kalimantan Utara. Total luas Provinsi Kalimantan Utara adalah 75. 467, 70 km2 ( 28. 018. 46 mil persegi ), dengan populasi 691. 058 jiwa terdiri dari laki-laki 366, 677 jiwa dan perempuan 324. 381 jiwa serta kepadatan penduduknya 9, 16 jiwa / km2 pada tahun 2017.

Kalimantan U tara adalah satu provinsi paling muda yaitu provinsi ke 34 yang ada di RepublikIndonesia, yang secara resmi telah dicantumkan dalam dokumen negara pada rapat paripurna yang dilaksanakan oleh DPR RI pada 25 Oktober 2012, berdasarkan Undang - undang No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Dilihat dari kondisi secara administrasi provinsi Kalimantan Utara berbatasan dengan Negara tetangga M alaysia yaitu Negara bagian Serawak dan sebagian Negara Bagian Sabah, M alaysia. bagian utara berbatasan dengan Sabah, M alaysia, bagian barat berbatasan dengan negara bagia Serawak, Bagian Selatan dengan provinsi Kalimantan Timur, serta bagian timur yaitu laut sulawesi. Dilihat dari sudut kondisi geografis , Kalimantan U tara juga berbatasanlangsung dengan M alaysia membuat Provinsi ini berada di lokasi yang sangat strategis terutama dalam pethanan dan keamanan Negara seta berada

(12)

di jalur pelayaran internasional (alur laut kepulauan Indonesia/Archipelagic Sealand Passage) yang merupakan pintu keluar/outlet ke Asia Pasifik.

Infrastruktur pemerintahan Provinsi Kalimantan U tara terus berbenah diri, hal ini tentu sejalan dengan perencanaan yang telah disusun selama beberapa tahun kedepan. Provinsi Kalimantan Utara terdiri dari lima wilayah adminstrasi dengan empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten M alinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung dan Kota Tarakan. Ibukota Provinsi Kalimantan U tara terletakdi Tanjung Selor, yang saat ini berada di Kabupaten Bulungan.

Banyaknya migrasi penduduk yang menuju Provinsi Kalimantan Utara berimplikasi pada kemajemukan masyarakatnya, beberapa etnis / suku mewarnai kemajemukan penduduk yang ada di Provinsi Kalimantan Utara, yaitu etnis Dayak, etnis Tidung, etnis Bulungan, etnis Banjar, etnis Bugis, Etnis Jawa, etnis Sunda, etnis Tionghoa dan lain-lain.

Sebanyak kurang lebih 40% penduduk yang ada di Kalimantan U tara adalah terdiri dari penduduk yang beridentitas suku Bugis (Sulawesi selatan) dan juga Suku Jawa yang merupakan perantau dengan alasan transmigrasi sesuai dengan program pemerintah waktu itu. Selebihnya merupakan penduduk pribumi pulau Kalimantan yang terdiri dari beberapa suku, yaitu Dayak yang terdiri dari Dayak Lun Bawang/Lun Dayeh, Dayak Kenyah dan Dayak M urut, kemudian Suku Bulungan, Banjar, Tidung dan Juga Kuta. Suku Bangsa aslinya adalah suku Bulungan, Suku Dayak dan Suku Tidung. Pada penelitian kali ini difokuskan pada perantau Jawa yang bekerja sebagai Birokrat di Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Pemilihan ini didasari oleh pemikiran bahwa migrasi perantau Jawa di

(13)

Kalimantan U tara yang bekerja di Birokrasi Pemerintahan begitu besar. Sebagaimana yang dipaparkan diatas bahwa masyarakat perantau dihadapkan pada kondisi yang berat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan lebih jauh mengenal prinsip-prinsip hidup perantau Jawa dalam meniti Karier di B irokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan utara.

M asyarakat Jawa yang merantau tentu harus mampu untuk membangun suatu kedekatan, pertemanan dalam kehidupan sosialnya baik sesama suku Jawa maupun dengan penduduk pribumi. D isamping faktor kedekatan tersebut dapat pula melawan ketidakadilan dengan para sesama perantau itu sendiri ataupun dengan penduduk pribumi yang ada. O leh karena itu, sebagai sesama perantau harus dapat selalu saling mendukung memberikan penguatan. Dukungan yang ada tersebut dapat diterima dengan membentuk suatu jaringan komunikasi yang secara informal akan dapat terbentuk dengan sendirinya dari berbagai aktifitas pertemuan yang dilakukan.

Jaringan komunikasi tersebut dapat mempengaruhi perantau dalam menjalani kehidupan ditempat perantauan. Salah satu pendukung resiliensi perantau adalah adanya kesamaan atau rasa senasib sepenanggungan di perantauan. Hal ini dapat dilihat pola interaksi yang ada pada perantau. M ereka yang mempunyai jaringan komunikasi baik secara interpersonal maupun intrapersonal. K omunikasi tersebut yang akhirnya mampu memberikan suatu perubahan atau dapat mempengaruhi satu sama lain. Hal inilah yang menjadi dasar antar individu untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain, berinteraksi dan saling mempengaruhi nantinya. Hal seperti ini dapat terjadi di lingkungan

(14)

masyarakat sosial maupun lingkungan pekerjaan. Dalam lingkungan pekerjaanpun juga mengalami hal serupa. Komunikasi sangat memegang peran yang sangat penting dan menjadi pendukung utama dalam resiliensi perantau Jawa dalam meniti karir di Pemerintah Kalimantan Utara.

Dari berbagai kom unikasi yang ada antar perantau maupun dengan penduduk pribum i tersebut, akan ada pertukaran informasi, terjadi suatu proses perpindahan informasi dimana didalamnya ada tujuan untuk pencapaian pengertian antar satu dan lainnya. Kom unikasi yang terjalin pun juga bukan komunikasi yang statis, karena jelas ada perbedaan penyampaian komunikasi tersebut antar satu dengan lainnya. Dari berbagai komunikasi yang terjalin, aka nada berbagai persamaan dan juga perbedaan antar individu satu dan lainnya. Pola komunikasi yang ada juga jelas berbeda, dan akan semakin membuat satu individu dan juga individu lainnya terlihat. M ereka yang mampu resilien dan kurang mampu resilien akan terlihat dari cara berkomunikasi dalam suatu jaringan yang ada. Dari hal inilah kemudian akan terbentuk dan makin menguatkan karakter orang Jawa di perantauan. Dari berbagai komunikasi yang terjadi, akhirnya akan sedikit demi sedikit membuat dan makin menguatkan resiliensi orang Jawa sebagai perantau di Kalimantan Utara.

Apakah nilai-nilai komunitas perantau Jawa dengan penyesuaian diri di Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utaradan apakah masyarakat perantauan Jawa mampu menghadapi masalah-masalah yang berat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta tipelogi perantau Jawa di Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan U tara. Lingkup Kerja peneliti kebetulan juga berada di Ibukota Provinsi Kalimantan U tara yaitu di K ota Tanjung Selor, Untuk

(15)

itulah alasan penulis merasa tertarik untuk mem ilih judul“ Resiliensi Perantau Jawa dalam meniti karier di Birokrasi Pemerintah Provinsi KalimantanU tara “. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membatasi ruang lingkup rumusan masalahnya pada Resiliensi Perantau Jawa dalam meniti karier di Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Karena itu dapat dirumuskan dalam satu masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah Resiliensi Perantau Jawa dalam meniti karier di Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

M emahami Resiliensi Perantau Jawa dalam meniti karier di Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara ?

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini sangat berguna: 1. Secara Praktis :

a. Sebagai rujukan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara di dalam mengambil kebijakan baik rekrutmen, pengembangan dan pembinaan karir maupun persiapan pensiun bagi pegawai Negeri Sipil yang ada di Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

b. Sebagai ajang komunitas masyarakat Jawa di dalam menjalin hubungan baik sesama masyarakat Jawa maupun antar masyarakat

(16)

Jawa dengan masyarakat setempat terutama masyarakat Jawa yang berkarir di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Birokrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

2. Secara Teoritis :

a. M emberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan, khususnya di dalam kajian-kajian yang berbasis intelegensi;

b. M emberikan dorongan dan pengembangan secara kritis kepada peneliti-peneliti berikutnya untuk menghadapi tantangan yang semakin berat kedepan, maka konsep temuan ini dapat dijadikan sebagai rujukan utama.

c. M eningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dan penulisan karya tulis ilm iah tingkat perguruan tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk kepada pendapat Suriadi, et al., (2008) bahwa validitas prediksi suatu skala pengkajian risiko dapat dipengaruhi oleh karakteristik suatu populasi, maka perlu

Kandungan Senyawa Fenolik dan Beta-Karoten Serta Aktivitas Enzim Kasar Carotenoid Cleavage Dioxygenases dari Pomace dan Jus Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independen yang terdiri dari sikap terhadap whistle-blowing, komitmen profesi, personal cost, dan tingkat keseriusan

Beberapa penegasan judul maka dapat disimpulkan bahwa metode pasangan nikah dini dalam membentuk akhlak anak adalah cara kerja orang tua dalam mengasuh dan

5 Di S.Kh, konsep diri pada tiap anak berkebutuhan khusus ini dapat terbentuk melalui banyak hal baik dari kegiatan-kegiatan pembelajaran, interaksi dengan

Oleh karena keberadaan penelitian mengenai suporter sepakbola yang masih terhitung minim, juga karena ketertarikan saya mengenai dunia suporter sepakbola dan keinginan

Jumlah kasus adalah seluruh kasus yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk pasien RS... AMI untuk wilayah luar Jawa dan Bali (Malaria klinis per

Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas berkat- Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan