• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan adalah pertukaran barang, jasa, aset atau uang secara sukarela antara satu orang atau organisasi dan yang lain (Griffin, 2005:150). Definisi serupa diungkapkan Boediono (1993:10) tentang perdagangan yang diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan kesediaan untuk melakukan pertukaran atau tidak.

Perdagangan internasional adalah perdagangan antar atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor (Tambunan, 2000:1). Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yaitu perdagangan barang dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga, dan remittance seperti gaji tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, dan pemakaian jasa konsultasi asing di Indonesia serta fee atau royalty teknologi (lisensi). Adapun manfaat dari kegiatan perdagangan internasional (Nopirin, 1995:7), antara lain :

1) Membantu menjelaskan arah komposisi perdagangan antar negara serta bagaimana efek terhadap struktur perekonomian suatu negara.

(2)

2) Dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari perdagangan internasional tersebut atau gains from trade.

Suatu negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama, (Krugman, 1994:15), yaitu:

1) Negara-negara berdagang karena berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa, sebagaimana individu-individu, dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan melalui suatu pengaturan di mana setiap pihak melakukan sesuatu dengan relatif lebih baik.

2) Negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi. Ini berarti, jika setiap negara hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu, masing-masing negara dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut mencoba untuk memproduksi segala jenis barang.

2.2 Teori-teori Perdagangan Internasional 2.2.1 Teori Dasar

Dalam Teori Perdagangan Dasar (Lindert, 1994:17), perdagangan disebutkan sebagai hasil interaksi antara permintaan

dan penawaran atau sediaan yang terus-menerus bersaing. Perdagangan luar negeri timbul karena adanya perbedaan harga

barang di berbagai negara (Nopirin, 1995:2). Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi, yang terdiri dari biaya modal,

sewa tanah, biaya bahan mentah serta efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu,

antara satu negara dengan negara lain akan berbeda biaya produksi dan juga harga hasil produksinya. Perbedaan ini

disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi

(3)

Perbedaan harga ditimbulkan pula oleh perbedaan pendapatan dan selera. Selera menentukan permintaan akan suatu barang antara berbagai negara. Apabila persediaan barang di satu negara tidak dapat memenuhi selera konsumen, maka negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain. Selain selera, permintaan suatu barang ditentukan oleh pendapatan. Jika pendapatan satu negara meningkat, maka terjadi peningkatan pula dalam produksi dan pembelian barang dan jasa yang menyebabkan adanya aktivitas ekspor dan impor.

2.2.2 Teori Merkantilisme

Merkantilisme adalah suatu filosofi ekonomi yang berkembang pada abad enam belas dan berpendapat bahwa kekayaan suatu negara diukur berdasarkan kepemilikannya atas emas dan perak (Griffin, 2005:152). Dalam teori ini, tujuan negara adalah memperbesar kepemilikan dengan meningkatkan ekspor dan mencegah impor.

Secara politis, merkantilisme ditandai dengan adanya pabrik dan pekerja dalam jumlah besar. Pabrik-pabrik berorientasi ekspor mendukung kebijakan perdagangan merkantilis yang merangsang penjualan kepada pihak asing, seperti kebijakan pemberian subsidi dan pemotongan pajak. Produsen-produsen dalam negeri yang terancam impor luar negeri mendukung kebijakan-kebijakan perdagangan merkantilis yang melindungi produsen dari persaingan luar negeri, seperti kebijakan yang memberlakukan tarif dan kuota.

Namun, sebagian besar anggota masyarakat menderita kerugian dengan diberlakukannya kebijakan ini. Subsidi pemerintah terhadap ekspor industri tertentu dibayar oleh wajib pajak dalam bentuk pajak yang lebih tinggi.

(4)

Larangan-larangan impor pemerintah dibayar oleh konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi karena perusahaan-perusahaan dalam negeri menghadapi persaingan yang lebih kecil dari produsen asing.

2.2.3 Teori Keunggulan Mutlak (Theory of Absolut Advantage) oleh Adam Smith

Teori ini dikenal dengan nama Teori Murni atau Pure Theory (Nopirin, 1995:8). Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil bukan moneter, misalnya nilai suatu barang yang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang atau dikenal dengan

Theory of Labor Value. Teori Keunggulan Mutlak menekankan bahwa efisiensi

dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menentukan keunggulan atau tingkat daya saing (Tambunan, 2000:21). Teori Nilai Tenaga Kerja menggunakan anggapan bahwa tingkat keunggulan diukur berdasarkan nilai tenaga kerja bersifat homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya bahwa tenaga kerja tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas.

Keunggulan absolut suatu negara dilakukan dengan mengekspor barang dan jasa yang mampu diproduksi lebih banyak dari negara-negara lain dan mengimpor barang dan jasa yang mampu diproduksi negara-negara lain dibandingkan dengan yang diproduksi negara itu sendiri (Griffin, 2005:154). Hal ini dijelaskan kembali oleh Tambunan (2000:21) yang menyebutkan dasar pemikiran Teori Keunggulan Absolut adalah suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut

(5)

(absolut advantage) dan tidak memproduksi atau melakukan impor jenis barang

lain dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut (absolute

disadvantage) terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. Pendapat

ini bertentangan dengan teori perdagangan internasional yang menyebutkan bahwa keuntungan dari kegiatan perdagangan internasional diperoleh apabila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda.

2.2.4 Teori Keunggulan Komparatif (Theory of Comparative Advantage) oleh J.S Mill dan David Ricardo

Terdapat perbedaan antara Teori Keunggulan Absolut dan Teori Keunggulan Kompararif. Keunggulan Absolut melihat perbedaan produktivitas absolut dan Keunggulan Komparatif melihat perbedaan produktivitas relatif. Perbedaan ini muncul karena keuntungan komparatif memasukkan konsep biaya kesempatan dalam menentukan barang mana yang seharusnya diproduksi suatu negara. Biaya kesempatan (opportunity cost) suatu barang adalah nilai yang dikorbankan untuk memperoleh barang tersebut (Griffin, 2005:155).

Munculnya Teori Keunggulan Komparatif dari J. S. Mill dan David Ricardo merupakan kritik dan penyempurnaan terhadap Teori Keunggulan Absolut (Tambunan, 2000:25). J. S. Mill beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) terbesar, dan akan

mengkhususkan diri pada impor barang bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage. Jadi, penekanan Ricardo terletak pada

(6)

perbedaan efisiensi relatif antarnegara dalam memproduksi dua atau lebih jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional.

2.2.5 Teori Ketersediaan Faktor Relatif (Theory of Relative Factor Endowment) oleh Heckscher dan Ohlin

Teori ini muncul atas dasar pemikiran bagaimana suatu keunggulan komparatif bisa terjadi pada satu negara (Griffin, 2005:158). Pakar ekonomi Swedia, Eli Heckscher dan Bertil Ohlin mengembangkan Teori Ketersediaan Faktor Relatif (Theory of Relative Factor Endowment) atau Teori Heckhscher-Ohlin dengan melakukan dua pengamatan dasar, yaitu:

1) Ketersediaan faktor atau jenis-jenis sumber daya yang berbeda di setiap negara, seperti tenaga kerja, modal, tanah, dan bahan baku.

2) Barang-barang berbeda-beda tergantung pada jenis faktor yang digunakan untuk memproduksinya.

Dari pengamatan ini, Hecksher Ohlin mengembangkan teori bahwa suatu negara akan memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan produk secara intensif menggunakan sumber daya (faktor produksi) yang dimiliki secara melimpah. Teori H-O menyebutkan bahwa komoditi yang dalam proses produksinya menuntut lebih banyak dan lebih sedikit akan diekspor untuk ditukarkan dengan komoditi yang dalam proses produksinya menuntut faktor-faktor dalam proporsi yang berlawanan. Jadi, secara tidak langsung, faktor-faktor-faktor-faktor dalam sediaan yang berlebihan akan diekspor dan faktor-faktor dalam sediaan langka akan diimpor (Lindert, 1994:36).

(7)
(8)

2.3 Teori-teori Perdagangan Modern

2.3.1 Teori Economics of Scale oleh Paul Krugman

Nopirin (1995:19) mengungkapkan analisis keuntungan perdagangan yang bersifat statis didasarkan pada spesialisasi dan alokasi untuk sejumlah faktor produksi. Pada kenyataannya, perdagangan internasional dapat pula menghasilkan keuntungan yang dinamis dengan menambah jumlah faktor produksi yang tersedia, misalnya dengan adanya transfer teknologi serta keahlian.

Sektor-sektor padat pengetahuan dan teknologi modern dapat melakukan ekspansi lebih cepat dibandingkan kegiatan ekonomi yang lain tanpa menaikkan harga relatif sebagian karena ekonomi dalam skala besar yang disebut economies

of scale (Lindert, 1994:101). Artinya, economies of scale terjadi setiap kali

ekspansi dari semua masukan yang menyebabkan suatu penurunan dalam biaya rata-ratanya.

Jadi, menurut Teori Economies of Scale (Nopirin, 1995:47), suatu negara yang pasar dalam negerinya luas cenderung mengekspor barang yang dapat dihasilkan dengan biaya rata-rata menurun dengan makin besarnya skala perusahaan. Sebaliknya, suatu negara kecil dimana pasar dalam negerinya sempit cenderung mengekspor barang yang tidak memenuhi syarat skala perusahaan yang ekonomis.

2.3.2 Teori Kesamaan Negara (Country Similarity Theory) oleh Steffan Linder

Struktur perdagangan internasional mengalami perubahan sejak tahun 1980-an, yang ditunjukkan dengan perdagangan antarperusahaan dari negara-negara

(9)

yang berbeda di dalam satu industri (intraindustry trade) semakin mendominasi perdagangan dibandingkan interindustry trade. Perdagangan antar-industri

(interindustry trade) adalah pertukaran barang yang dihasilkan suatu industri di

negara satu dengan barang yang dihasilkan industri yang berbeda di negara yang lain (Tambunan, 2000:56). Perdagangan intra-industri (intraindustry trade) adalah perdagangan barang-barang yang diproduksi industri yang sama antara dua negara (Griffin, 2005:160).

Perdagangan internasional untuk barang-barang manufaktur terjadi karena kesamaan preferensi di kalangan konsumen di negara-negara yang berada pada tahap perkembangan ekonomi yang sama. Hal ini diungkapkan Linder dalam Teori Kesamaan Negara (Country Similarity Theory) yang menyebutkan kebanyakan perdagangan barang-barang manufaktur seharusnya dilangsungkan di antara negara-negara dengan pendapatan per kapita yang mirip, dan bahwa perdagangan intra-industri untuk barang-barang manufaktur seharusnya berlaku umum.

2.3.3 Teori Siklus Produk oleh Raymon Vernon

Teori Siklus Produk Internasional yang dikembangkan Raymon Vernon (Griffin, 2005:160) mengungkapkan tentang penelusuran peran inovasi, ekspansi pasar, keunggulan komparatif, dan tanggapan strategis dari pesaing-pesaing global dalam keputusan produksi, perdagangan, dan investasi internasional. Teori ini menekankan pada standardisasi produk (Nopirin, 1995:48). Dengan pasar yang semakin luas serta berkembangnya teknologi proses produksi, maka produk maupun proses produksi semakin terstandaridisir. Sebagai konsekuensinya,

(10)

negara maju cenderung mengekspor barang yang belum terstandardisir (produk baru) dan negara berkembang berspesialisasi pada barang yang sudah terstandardisir.

2.3.4 Teori Persaingan Strategis Global (Global Strategic Rivalry Theory) oleh Paul Krugman dan Kelvin Lancaster

Menurut pandangan teori ini dalam Griffin (2005:163), perusahaan-perusahaan bertujuan untuk mengembangkan suatu keunggulan bersaing yang berkelanjutan untuk dimanfaatkan dalam menguasai pasar global. Perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam pasar global memiliki cara untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan, antara lain :

1) Memiliki Hak Kekayaan Intelektual

Perusahaan memperoleh keunggulan atas pesaing-pesaingnya dengan memiliki hak kekayaan intelektual, seperti merek dagang, nama merek, paten, atau hak cipta.

2) Berinvestasi dalam Penelitian dan Pengembangan

Perusahaan-perusahaan yang lebih dulu berinvestasi memiliki peluang guna mendominasi pasar dunia untuk barang yang memerlukan litbang yang intensif.

3) Mencapai Ekonomi Skala atau Lingkup

Ekonomi skala (economies of scale) terjadi ketika biaya rata-rata suatu produk turun pada saat jumlah unit yang diproduksi mengalami peningkatan. 4) Memanfaatkan Kurva Pengalaman

(11)

Pemanfaatan kurva pengalaman (exploitation of the experience curve) menentukan persaingan global suatu industri. Perusahaan menetapkan harga produk baru di bawah biaya produksi sekarang untuk merebut penjualan yang perlu untuk menghasilkan pengalaman produksi yang akan memungkinkan produsen tersebut menurunkan biaya produksi produk di masa mendatang. 2.3.5 Teori Keunggulan Bersaing Nasional (Theory of National Competitive

Advantage) oleh Proffesor Michael Porter

Teori Keunggulan Bersaing Nasional atau Theory of National Competitive

Advantage dikemukakan Porter (dalam Griffin, 2005:165) bahwa keberhasilan

perdagangan internasional berasal dari interaksi empat elemen khusus negara dan perusahaan, yaitu

1) Kondisi Faktor

Teori ini mempertimbangkan faktor-faktor yang lebih maju, seperti tingkat pendidikan tenaga kerja dan kualitas infrastruktur negara, yang diciptakan melalui pelatihan, riset dan inovasi, untuk melengkapi faktor-faktor dasar yang terungkap dalam Teori Hecksher-Ohlin yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, dan modal.

2) Kondisi Permintaan

Persaingan perusahaan-perusahaan dalam mendominasi pasar dipengaruhi oleh pengembangan dan distribusi produk-produk inovatif sebagai akibat dari besarnya permintaan konsumen dalam negeri.

3) Industri Terkait dan Pendukung

Munculnya suatu industri menarik minat pemasok –pemasok lokal untuk memenuhi kebutuhan produksi, pemasaran, dan distribusi. Persaingan di

(12)

antara pemasok akan menghasilkan harga yang lebih rendah, produk yang lebih berkualitas, dan inovasi teknologi dalam pasar, yang akan berdampak pula pada kekuatan bersaing industri dalam pasar dunia.

4) Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan

Kebijakan-kebijakan nasional mempengaruhi strategi dan peluang internasional perusahaan. Negara beserta sistem pemerintahannya merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung ataupun membahayakan kemampuan bersaing suatu perusahaan dalam pasar internasional, tetapi perusahaan tetap sebagai pelaku untuk menentukan keputusan dalam perdagangan internasional.

2.4 Teori Ekspor

Ekspor didefinisikan sebagai bentuk awal keterlibatan suatu perusahaan dalam bisnis luar negeri (Ball, 2000:91). Kegiatan ekspor diartikan oleh Amir (1992:2) dengan pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan keluar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing.

Hutabarat (1994:306) mengemukakan ekspor sebagai perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Pengertian ekspor yang dikemukakan oleh Collins (1994:218), dibagi menjadi tiga, yaitu :

(13)

Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing.

2) Ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible Export)

Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang keduanya menghasilkan mata uang asing.

3) Ekspor Modal

Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam

bentuk aset fisik dan deposito bank.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 10/MPP/SK/5/1996 dan No. 228/MPP/Kep/7/1997, barang-barang yang diekspor digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu:

1) Barang yang diatur tata niaga (ekspor)

Barang yang diatur tata niaga (ekspor) adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar, yaitu kopi, tekstil dan produk tekstil, kayu lapis, barang hasil kerajinan dari kayu cendana dan karet.

2) Barang ekspor yang mendapat pengawasan

Barang ekspor yang mendapat pengawasan adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk. Barang-barang tersebut misalnya, pupuk urea, garam, tepung terigu, kedelai, kopra, inti kelapa sawit, benih ikan bandeng, biji kapok, kacang, padi / beras, ternak hidup, serta minyak dan gas bumi.

(14)

3) Barang yang dilarang ekspornya

Barang yang dilarang ekspornya adalah barang yang tidak oleh diekspor, yaitu jenis-jenis ikan dalam keadaan hidup, barang dari kayu mewah, karet bongkah, beras, binatang dan tumbuhan langka dan dilindungi, serta barang-barang kuno yang bernilai budaya.

4) Barang yang bebas ekspornya

Barang yang bebas ekspornya adalah barang yang tidak termasuk ke dalam kelompok barang yang tata niaga, diawasi dan dilarang ekspornya, seperti kerajinan perak, dan kerajinan bambu.

Kegiatan ekspor yang berlangsung ditentukan oleh faktor-faktor yang diungkapkan dalam Sukirno (2000:109).

1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain. Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuan menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

2) Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. 3) Kurs Dollar Amerika. Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap

mata uang negara pengekspor dapat meningkatan daya beli negara pengimpor, yang mengakibatkan volume ekspor pada negara pengekspor mengalami peningkatan.

(15)

Dalam penerapannya, terdapat beberapa bentuk aktivitas ekspor, yaitu :

1) Ekspor Tidak Langsung (Indirect Exporting)

Ekspor Tidak Langsung terjadi ketika perusahaan menjual produknya kepada pelanggan domestik, yang kemudian

mengekspor produk tersebut, baik dalam bentuk asli maupun dalam bentuk yang telah mengalami modifikasi.

2) Ekspor Langsung (Direct Exporting)

Ekspor Langsung terjadi melalui penjualan ke pelanggan, baik ke distributor maupun pemakai akhir yang berada di luar negara asal perusahaan.

3) Transfer Intra-Korporat (Intracorporate Transfer)

Transfer Intrakorporat adalah penjualan barang oleh perusahaan dalam suatu negara ke perusahaan afisiliasinya di negara lain. Perusahaan melakukan transfer ini dalam mengekspor barang setengah jadi dan barang-barang pelengkap agar menurunkan biaya produksi.

Selain dilihat dari hal-hal yang telah disebutkan, dalam memilih ekspor sebagai cara masuk ke pasar luar negeri, terdapat faktor-faktor lain yang dipertimbangkan, yang meliputi:

2.5 Faktor Ekonomi

Dalam kaitannya dengan faktor ekonomi, hal-hal yang harus diperhatikan seorang eksportir dalam melakukan ekspor meliputi:

2.5.1 Lingkungan Ekonomi

Karakteristik lingkungan ekonomi meliputi besar ekonomi (PDB), tingkatan, sumber, distribusi penghasilan, tren pertumbuhan, serta tren sektoral (Malhotra, 2006:421). Tahapan perkembangan ekonomi sebuah negara menentukan ukuran, tingkat moderinisasi, dan standarisasi pasar. Dengan berkembangnya ekonomi dan

(16)

kemajuan teknologi, pasar konsumen, industri, dan komersial menjadi lebih terstandarisasi, sedangkan waktu luang serta gaya hidup konsumen menjadi lebih homogen dengan adanya perkembangan teknologi.

2.5.2 Keunggulan kepemilikan

Keunggulan kepemilikan adalah sumber daya nyata (tangible) dan tidak nyata

(intangible) yang dimiliki perusahaan yang memberi keunggulan pesaing ke

perusahaan itu dibanding pesaingnya (Griffin, 2005:41). Dengan asumsi bahwa perusahaan lokal mengetahui lebih banyak informasi dibanding perusahaan pesaing asing, maka perusahaan asing yang berusaha masuk ke pasar baru harus memiliki keunggulan kepemilikan untuk mengatasi keunggulan informasi yang dimiliki perusahaan lokal.

2.5.3 Permintaan produk

Tingkat perkembangan perekonomian negara mempengaruhi atribut (sifat) produk yang diinginkan (Griffin, 2005:169). Konsumen di negara kaya lebih suka dengan produk yang dipenuhi dengan fitur tampilan tambahan, sementara konsumen yang sensitif dengan harga di negara-negara miskin biasanya lebih menyukai versi yang lebih sederhana atas produk yang sama.

2.5.4 Evaluasi biaya, keuntungan, dan resiko

Ada dua jenis biaya, yaitu biaya langsung dan biaya kesempatan (opportunity

cost). Biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan pada saat perusahaan masuk

ke pasar luar negeri yang baru. Biaya kesempatan merupakan laba yang diperoleh perusahaan pada pasar tertentu saat perusahaan menunda masuk ke pasar lain karena alasan kepemilikan sumber daya yang terbatas.

(17)

Evaluasi biaya ekspor juga ditentukan adanya nilai tukar (kurs). Penurunan nilai tukar (kurs) mengurangi biaya ekspor kepada pembeli luar negeri dalam bentuk mata uang negara pengimpor (Dernburg, 1986:100). Hal ini menyebabkan kuantitas fisik dari ekspor mengalami peningkatan, yang secara otomatis meningkatkan nilai ekspor secara nyata. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan kurs, importir akan membayar lebih banyak lagi dalam mata uang lokal untuk membeli kuantitas tertentu suatu barang impor. Ini mengakibatkan peningkatan harga domestik dan penurunan kuantitas barang yang dibeli.

Keuntungan perusahaan diperoleh dari penjualan dan profit yang diharapkan dari pasar. Keuntungan lain mencakup biaya akuisisi dan manufaktur yang lebih murah (jika harga bahan baku dan / atau tenaga kerja murah), menutup akses pesaing ke pasar tersebut (membatasi kemampuan pesaing untuk memperoleh

profit), keunggulan bersaing, akses ke teknologi baru, dan kesempatan untuk

mencapai sinergi dengan operasi lain.

Dalam kaitannya dengan resiko, secara umum, resiko yang dihadapi perusahaan saat memasuki pasar baru adalah fluktuasi nilai tukar, kompleksitas operasi yang meningkat, dan kerugian finansial lengsung yang disebabkan karena penilaian yang tidak akurat tentang potensi pasar. Dalam kasus yang ekstrim, perusahaan juga menghadapi resiko kerugian karena tindakan ambil alih property oleh pemerintah akibat perang atau terorisme.

(18)

Usaha patungan adalah usaha kerjasama di antara dua atau lebih organisasi yang berbagi kepentingan bersama dalam usaha atau kegiatan bisnis (Ball, 2001:94). Perusahaan yang memiliki keterbatasan modal dan pengalaman investasi, ataupun mendapat pajak keringanan, membuat keputusan untuk melakukan usaha patungan untuk meminimalkan biaya dan memperoleh lebih banyak keuntungan. Usaha patungan dapat berupa:

1) Badan usaha yang dibentuk oleh perusahaan internasional dan para pemilik lokal.

2) Badan usaha yang dibentuk oleh dua perusahaan internasional untuk tujuan melakukan bisnis di pasar ketiga.

3) Badan usaha yang dibentuk oleh badan pemerintah (di negara tempat investasi dilakukan) dan sebuah perusahaan internasional.

4) Kerja sama yang dilakukan antara dua atau lebih perusahaan dalam proyek yang waktunya terbatas.

2.6 Faktor Skill

Dalam kaitannya dengan faktor skill, hal-hal yang harus diperhatikan seorang eksportir dalam melakukan ekspor meliputi:

2.6.1 Lingkungan informasi dan teknologi

Dalam Malhotra (2006:421) menyebutkan unsur lingkungan informasi dan teknologi meliputi sistem informasi dan komunikasi, komputerisasi dan penggunaan internet, penggunaan peralatan elektronik, energi, teknologi produksi, ilmu pengetahuan dan penemuan.

(19)

2.6.2 Bahasa

Disebutkan dalam Griffin (2005:92) bahwa para pelaku bisnis yang cerdas menjalankan usahanya dalam masyarakat yang heterogen, menyesuaikan praktik-praktik bisnis dan pemasarannya sesuai dengan jenis bahasa untuk memperhitungkan perbedaan-perbedaan budaya di antara calon-calon konsumennya. Ikatan-ikatan bahasa menciptakan keunggulan bersaing karena kemampuan berkomunikasi sangat berperan dalam menjalankan transaksi bisnis. 2.6.3 Pengetahuan

Menurut Griffin (2005:96), terdapat tiga jenis pengetahuan yang dibutuhkan manajer perusahaan agar dapat bersaing dengan efektif secara global:

1) Pengetahuan tentang area (area knowledge), yang meliputi pemahaman tentang kondisi budaya, perdagangan, sosial, dan ekonomi setiap pasar negara tujuan tempat perusahaan berbisnis.

2) Pengetahuan tentang produk (product knowledge), meliputi pemahaman tentang faktor-faktor seperti tren teknologi, kebutuhan konsumen, dan kekuatan persaingan yang mempengaruhi barang yang diproduksi dan dijual perusahaan.

3) Pengetahuan fungsional (functional knowledge), meliputi pemahaman tentang akses ke para pekerja yang memiliki keahlian dalam fungsi dasar bisnis, seperti produksi, pemasaran, keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan teknologi informasi.

2.6.4 Keterampilan dan kemampuan

(20)

1) Keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan teknis, fungsional, dan manajerial.

2) Keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri, yang meliputi

a) Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan budaya.

b) Kemampuan lokal, seperti kemampuan berbicara dengan bahasa lokal. c) Karakteristik pribadi, meliputi kesehatan fisik dan emosi, tingkat

independensi, dapat mengandalkan diri sendiri, tingkat pengalaman, dan tingkat pendidikan yang tepat.

2.6.5 Pengalaman

Dalam proses analisa pasar-pasar baru, seorang eksekutif perusahaan mengunjungi negara-negara yang memiliki prospek bagus (Ball, 2001:582). Kegiatan ini bertujuan untuk mencari fakta-fakta yang menguatkan informasi tentang pasar, mencakup informasi tentang kegiatan kompetitif dan penilaian kecocokan bauran pemasaran perusahaan, serta tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung (pergudangan, agen-agen jasa, media, kredit, dan sebagainya).

2.6.6 Perubahan-perubahan teknologi

Perkembangan teknologi, khususnya komunikasi, transportasi dan pengolahan informasi, menjadikan bisnis internasional semakin menguntungkan dan semakin mudah dilaksanakan (Griffin, 2005:15). Dampak teknologi terhadap aktivitas bisnis internasional berkembang dengan pesat karena pengenalan dan eksploitasi internet.

(21)

Pertumbuhan internet dan teknologi-teknologi informasi lainnya mempengaruhi bisnis internasional dalam tiga hal yang berbeda. Pertama, internet dan teknologi-teknologi terkait memudahkan perdagangan internasional dalam bidang jasa, termasuk berbagai macam industri seperti perbankan, konsultasi, pendidikan, eceran, bahkan perjudian. Kedua, internet berperan untuk penyetaraan sampai batas tertentu antara perusahaan-perusahaan besar dan kecil, tanpa melihat produk atau jasa apa yang dijual. Ketiga, internet mempunyai potensi yang sangat besar sebagai mekanisme jaringan yang efisien di kalangan bisnis.

2.7 Faktor Pasar

Dalam kaitannya dengan faktor pasar, hal-hal yang harus diperhatikan seorang eksportir dalam melakukan ekspor meliputi:

2.7.1 Pasar

Dalam Sudarman (1989:7), pasar diartikan sebagai tempat di mana pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual barang dan jasa atau faktor-faktor produksi. Pasar memiliki lima fungsi utama, yaitu:

1) Pasar menetapkan nilai (sets value)

Dalam ekonomi pasar, harga merupakan ukuran nilai. Fungsi ini memecahkan masalah penentuan apa yang harus dihasilkan oleh suatu perekonomian. Gerak kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar menentukan tingkat harga barang, sedangkan gerak harga-harga itu sendiri untuk selanjutnya menentukan apa dan berapa setiap macam barang diproduksikan di dalam suatu perekonomian.

(22)

2) Pasar mengorganisir produksi

Fungsi pasar yang kedua ini memecahkan masalah bagaimana cara menghasilkan barang. Dengan adanya harga-harga faktor produksi di pasar, maka akan mendorong produsen (entrepreneur) memilih metode produksi yang paling efisien. Dalam ilmu ekonomi dianggap bahwa antara faktor-faktor produksi selalu mempunyai kemungkinan substitusi. Bila harga suatu faktor produksi mengalami kenaikan di pasar, maka produsen akan berusaha mengadakan penghematan penggunaan faktor produksi tersebut dan mencoba menggantinya dengan faktor produksi pengganti yang lain yang harganya relatif lebih murah.

3) Pasar mendistribusikan barang

Dalam fungsi pasar yang ketiga ini menyangkut pertanyaan untuk siapa barang yang dihasilkan. Kemampuan seseorang untuk membeli barang tergantung pada penghasilannya. Penghasilan seseorang tergantung pada berapa unit jumlah faktor produksi yang dimiliki dan tingkat harga faktor produksi tersebut di pasar. Pola distribusi penghasilan dengan tingkat harga di pasar akan menentukan pola distribusi barang dalam suatu masyarakat. Dengan anggapan bahwa pola pemilihan faktor produksi dari suatu masyarakat berubah-ubah, maka gerak harga barang dan faktor produksi akan menentukan distribusi barang yang dihasilkan kepada warga masyarakat. 4) Pasar menyelenggarakan penjatahan (rationing)

Penjatahan adalah inti dari adanya harga. Dengan terbatasnya jumlah produksi yang tersedia dalam masyarakat, maka jumlah tersebut harus

(23)

dialokasikan dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu tertentu. Barang yang jumlahnya relatif sedikit di dalam suatu perekonomian akan memiliki harga yang tinggi di pasar. Tingginya tingkat harga barang tersebut akan membatasi tingkat konsumsi sekarang.

5) Pasar mempertahankan dan mempersiapkan keperluan di masa yang akan datang

Seluruh tabungan dan investasi yang terjadi dalam pasar merupakan usaha untuk mempertahankan dan mencapai kemajuan perekonomian yang bersangkutan.

2.7.2 Lingkungan pemasaran

Peran pemasaran dalam perkembangan ekonomi bervariasi di negara-negara yang berbeda (Malhotra, 2006:419). Dalam mengkaji lingkungan pemasaran, dipertimbangkan hal-hal meliputi, keragaman dan kombinasi produk yang tersedia, kebijakan penetapan harga, pengendalian pemerintah terhadap media, sikap masyarakat terhadap iklan, efisiensi sistem distribusi, tingkat upaya pemasaran yang dilaksanakan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, serta perilaku konsumen.

2.7.3 Potensi pasar

Langkah awal dalam pemilihan pasar luar negeri adalah menilai potensi pasar, seperti data populasi, Pendapatan Domestik Bruto (PDB), PDB per kapita, infrastruktur publik dan kepemilikan barang. Keputusan yang diambil perusahaan dari informasi ini tergantung pada posisi produk terhadap pesaing. Perusahaan

(24)

yang memproduksi barang yang berkualitas tinggi dengan harga mahal akan menemukan pasar yang kaya dan atraktif, namun akan sulit melakukan penetrasi pada pasar yang miskin. Sebaliknya, perusahaan yang berspesialisasi di barang yang murah dengan kualitas rendah akan menemukan pasar yang miskin akan lebih menguntungkan daripada pasar yang kaya.

Selain informasi berupa data, dalam pemilihan pasar luar negeri perusahaan juga harus mempertimbangkan potensi pertumbuhan ekonomi negara dengan memakai ukuran objektif dan subjektif. Ukuran subjektif termasuk perubahan pendapatan per kapita, konsumsi energi, PDB, dan kepemilikan konsumen atas produk tahan lama, sedangkan pertimbangan subjektif yang harus diperhitungkan adalah potensi pertumbuhan.

2.7.4 Tingkat persaingan

Faktor lain yang dipertimbangkan dalam memilih pasar luar negeri adalah tingkat persaingan pasar di masa sekarang maupun di masa mendatang. Untuk menilai lingkungan persaingan, perusahaan mengidentifikasikan jumlah dan ukuran perusahaan yang telah bersaing di pasar tujuan, pangsa pasar, strategi penetapan harga dan distribusi, serta kekuatan dan kelemahan, baik secara individu maupun secara kolektif. Perusahaan kemudian mempertimbangkan faktor ini terhadap kondisi pasar sesungguhnya dan posisi kompetitif perusahaan.

2.8 Faktor Sosial

Dalam kaitannya dengan faktor sosial, hal-hal yang harus diperhatikan seorang eksportir dalam melakukan ekspor meliputi:

(25)

2.8.1 Lingkungan sosial budaya

Faktor sosial budaya meliputi nilai, tingkat melek huruf, bahasa, agama, pola komunikasi, keluarga, serta pranata sosial (Malhotra, 2006:422). Perubahan yang harus diperhatikan di dunia barat adalah nilai dan sikap terhadap waktu, prestasi, pekerjaan, wewenang, kesejahteraan, metode ilmiah, resiko, dan inovasi.

2.8.2 Pengaruh Sosiokultural

Pengaruh sosial diungkapkan dalam Griffin (2005:38) sebagai faktor yang memiliki sifat subjektif dan sulit diukur. Untuk mengurangi ketidakpastian akibat faktor ini, perusahaan memfokuskan usaha awal internasionalisasi di negara-negara yang memiliki budaya yang sama dengan negara-negara asalnya.

Jika strategi yang diusulkan adalah memproduksi barang di negara tujuan

(host country) dan mengekspornya ke pasar yang sedang dalam pertimbangan,

faktor sosial yang paling relevan adalah faktor yang berhubungan dengan konsumen. Selain itu, perusahaan juga harus mengevaluasi faktor sosial yang berhubungan dengan karyawan potensial. Perusahaan harus memahami dasar motivasi kerja di negara tujuan, norma dalam jam kerja, pemberian gaji, dan peranan serikat kerja. Dengan mempekerjakan dan mendengar dari pekerja lokal, perusahaan asing dapat mengurangi atau menghindari konflik kultural.

2.8.3 Pengaruh Sosiological

Dalam Alma (2004:4) disebutkan aspek utama yang mendorong keputusan seseorang untuk menjadi pengusaha adalah adanya keinginan untuk menjadi pemimpin bagi diri sendiri, memiliki peluang individual, menjadi sukses, dan menghimpun kekayaan. Dalam aspek lainnya, keberanian membentuk usaha

(26)

didorong adanya pendidikan, teman, dan lingkungan keluarga dimana seseorang dapat berdiskusi tentang ide-ide usaha, masalah serta solusi pemecahannya.

2.9 Faktor Politik

Dalam kaitannya dengan faktor politik, hal-hal yang harus diperhatikan seorang eksportir dalam melakukan ekspor meliputi:

2.9.1 Lingkungan Pemerintah

Menurut Malhotra (2006:419), jenis pemerintahan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan publik, dinas-dinas pembuat regulasi, insentif dan denda pemerintah, serta investasi dalam perusahaan pemerintah. Beberapa pemerintah, khususnya di negara-negara sedang berkembang, tidak mendukung persaingan luar negeri. Rintangan tarif yang tinggi menciptakan disinsentif bagi pendekatan riset pemasaran yang efisien. Selain itu, peran pemerintah dalam menciptakan pengendalian pasar, mengembangkan infrastruktur, dan memerankan fungsi

entrepreneur harus dikaji dengan hati-hati.

Peran pemerintah di negara maju telah biasa bekerja dengan perusahaan menuju kebijakan industri yang sama. Pada tingkat taktis, pemerintah menentukan pajak, tarif, peraturan dan perundangan keselamatan produk, serta peraturan dan perundangan khusus terhadap perusahaan multinasional serta praktik-praktik pemasarannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menyangkut stabilitas pemerintah. Dalam kaitannya dengan stabilitas proses politik suatu negara, perusahaan harus

(27)

mengetahui tentang peraturan yang berlaku sehingga dapat membuat keputusan investasi, produksi, dan ketenagakerjaan berdasarkan informasi yang cukup. Perubahan kebijakan fiskal, moneter, dan peraturan yang diberlakukan tanpa proses konsultasi dengan komunitas bisnis akan meningkatkan resiko ketidakpastian operasi di negara tujuan (Griffin, 2005:203).

2.9.2 Lingkungan Hukum

Lingkungan hukum meliputi, hukum umum, hukum kode etik, kukum internasional, hukum transaksi, anti trust, penyuapan, pajak. Dari sudut pandang riset pemasaran internasional, hukum berhubungan dengan bauran pemasaran. Griffin (2005:37) mengungkapkan suatu perusahaan yang berusaha masuk ke pasar tertentu perlu memahami kebijakan perdagangan negara tersebut, lingkungan hukum dan politiknya. Kebijakan peningkatan ekspor, program pembiayaan ekspor, dan bentuk lain subsidi negara asal akan mendorong perusahaan memilih ekspor sebagai cara masuk ke pasar internasional. Perusahaan dapat memilih untuk membatalkan ekspor barang ke negara yang memiliki tarif tinggi atau hambatan dagang lain dan lebih memilih ekspor ke negara yang memiliki hambatan sedikit.

2.9.3 Kekuatan politis

Dalam Ball (2001:12) mengungkapkan adanya kecenderungan terhadap penyatuan dan sosialisasi komunitas global. Kesepakatan-kesepakatan perdagangan prefensial, seperti The North American Trade Agreement (NAFTA) dan Uni Eropa, yang mengelompokkan beberapa negara menjadi sebuah pasar

(28)

tunggal. Kesepakatan tersebut memberikan peluang-peluang pemasaran terhadap perusahaan untuk memasuki pasar luar negeri melalui ekspor ataupun kegiatan produksi di negara tujuan. Adanya kecenderungan penyatuan dan sosialisasi komunitas global ini memberikan kontribusi berupa:

1) Pengurangan hambatan-hambatan terhadap perdagangan luar negeri secara progresif oleh pemerintah, yang akan mempercepat pembukaan pasar-pasar baru oleh perusahaan-perusahaan internasional, baik melalui ekspor ke negara tujuan maupun mendirikan fasilitas-fasilitas produksi di negara tujuan.

2) Privatisasi pada sebagian besar industri di bekas negara komunis, dan pembukaan perekonomian terhadap persaingan global

2.10 Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Keputusan Eksportir

Keputusan untuk melakukan ekspor berhubungan secara positif dengan faktor ekonomi seperti daya beli dari negara tujuan yang secara otomatis terkait dengan nilai tukar. Melemahnya nilai tukar rupiah akan menguatkan daya beli dari negara tujuan. Teori ini tersirat dalam Teori Dasar perdagangan internasional dari Lindert (dalam Nopirin, 1995:2). Faktor ekonomi lain yang terkait dengan keputusan ekspor adalah ketersediaan faktor produksi baik berupa bahan baku maupun tenaga kerja di negara asal seperti yang diuraikan dalam Teori Keunggulan Mutlak dari Adam Smith (Tambunan,2000:21) serta dalam Teori Ketersediaan Faktor Relatif dari Heckscher dan Ohlin (dalam Griffin,2005:158).

2.11 Pengaruh Faktor Skill Terhadap Keputusan Eksportir

Diungkapkan dalam Griffin (2005:96), keputusan untuk melakukan ekspor berarti siap untuk memasuki bisnis global yang memerlukan penguasaan

(29)

pengetahuan (knowledge) di bidang area, produk dan fungsional serta keterampilan (skill) dalam bidang teknis, adaptasi, komunikasi/bahasa. Griffin juga mengemukakan bahwa bisnis internasional termasuk ekspor akan semakin menguntungkan dan mudah dilaksanakan apabila pelakunya mengikuti perkembangan teknologi komunikasi. Pentingnya pengalaman bagi pelaku bisnis internasional dikemukakan oleh Ball (2001:582). Dari kutipan teori tersebut dapat dikemukan bahwa faktor skill memiliki hubungan yang positif terhadap keputusan untuk melakukan ekspor.

2.12 Pengaruh Faktor Pasar Terhadap Keputusan Eksportir

Menurut Teori Persaingan Strategis Global dari Paul Krugman dan Kelvin Lancaster (dalam Griffin, 2005:163) perusahaan–perusahaan yang melakukan ekspor bertujuan untuk mengembangkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan untuk dimanfaatkan dalam menguasai pasar global. Jadi menurut teori ini keinginan untuk mencari pasar baru yang masih terbuka, pasar yang sudah dikenal dapat merangsang atau memiliki hubungan positif dengan keputusan untuk melakukan ekspor.

2.13 Pengaruh Faktor Sosial Terhadap Keputusan Eksportir

Pengaruh faktor sosial terhadap keputusan pengusaha untuk melakukan ekspor dikemukan oleh Griffin (2005:38). Faktor ini memiliki sifat subjektif dan sulit diukur. Untuk mengurangi ketidakpastian akibat faktor ini perusahaan dapat melakukan ekspor ke negara-negara yang sudah dikenal dan memiliki budaya

(30)

yang sama dengan negara asal. Memiliki teman atau mitra bisnis di negara tujuan memiliki hubungan yang positif dengan keinginan untuk melakukan ekspor. Sementara itu, menurut Alma (2004:4) disebutkan bahwa keputusan seseorang untuk menjadi pengusaha termasuk eksportir dipicu oleh keinginan untuk menjadi sukses, memiliki usaha sendiri dan menjadi pemimpin bagi diri sendiri.

2.14 Pengaruh Faktor Politik Terhadap Keputusan Eksportir

Menurut Griffin (2005:203) perubahan kebijakan fiskal, moneter dan peraturan yang diberlakukan tanpa proses konsultasi dengan komunitas bisnis akan meningkatkan resiko ketidak pastian operasi perusahaan di negara tujuan ekspor. Adanya bantuan instansi pemerintah dalam bentuk aturan fiskal maupun moneter berhubungan positif dengan keinginan eksportir untuk melakukan ekspor. Kebijakan peningkatan ekspor, dan bentuk lain subsidi negara asal akan mendorong pengusaha melakukan ekspor sebagai cara masuk ke pasar internasional.

2.15 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

1) Penelitian yang dilakukan oleh Syamsurijal Tan (2002) dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Produk Manufaktur 1983-1997”, yang difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor dilihat dari sisi penawaran dan permintaan. Penawaran disini adalah produk akhir yang ditawarkan oleh produsen sebagai eksportir ke luar negeri, dan aspek permintaan adalah permintaan konsumen luar negeri terhadap produk

(31)

industri manufaktur Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi harga ekspor, harga dalam negeri, kapasitas produksi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, serta kebijakan deregulasi 24 Desember 1988, sedangkan variabel terikatnya adalah ekspor manufaktur Indonesia. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (multiple

regression) yang dibentuk dalam persamaan double log. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara harga ekspor, kapasitas produksi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, kebijakan deregulasi 24 Desember 1988, terhadap ekspor manufaktur Indonesia, sedangkan harga dalam negeri tidak berpengaruh signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor yang dilihat dari aspek permintaan dan penawaran, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sumber data, alat analisis, waktu penelitian, dan lokasi penelitian.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Budi Santosa (2002) dengan judul “Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Tiga Negara Eropa 1983-1995”. Ruang lingkup penelitian ini mencakup tiga negara di Eropa yaitu Belanda, Inggris, dan Jerman. Penelitian ini membuktikan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Belanda, Inggris, dan Jerman pada tahun 1983-1995 sebagai variabel terikat, yang dipengaruhi oleh variabel bebasnya yaitu tingkat pendapatan nasional bruto Indonesia, tingkat pendapatan nasional perkapita ketiga negara tersebut, tingkat harga ekspor, dan tingkat perubahan kurs rupiah terhadap mata uang ketiga negara tersebut. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan

(32)

Model Gravitasi (gravity model) aliran perdagangan dengan Metode Ordinary

Least Square (OLS) sebagai metode pengolahan data. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara nilai ekspor Indonesia ke Belanda, Inggris, dan Jerman pada tahun 1983-1995, dengan tingkat pendapatan nasional bruto Indonesia, tingkat pendapatan nasional perkapita ketiga negara tersebut, tingkat harga ekspor, dan tingkat perubahan kurs rupiah terhadap mata uang ketiga negara tersebut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, waktu penelitian, serta teknik analisis.

2.16 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teoritis dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah.

1) Terdapat pengaruh signifikan secara simultan antara variabel ekonomi, skill, pasar, sosial, dan politik terhadap keputusan eksportir Provinsi Bali untuk melakukan ekspor.

2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara parsial antara variabel ekonomi, skill, pasar, sosial, dan politik terhadap keputusan eksportir Provinsi Bali untuk melakukan ekspor.

Referensi

Dokumen terkait

Didalam penulisan hukum ini perlu diberikan batasan terhadap beberapa konsep berkaitan dengan judul yang dibuat, yaitu Pengendalian Pencemaran Lingkungan berkenaan

Hal ini menunjukkan jika budaya organisasi dapat mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan maka, maka karyawan akan bekerja dengan baik

Selain itu pemenuhan kebutuhan yang mendesak untuk berkomunikasi secepatnya dengan berhubungan antara karyawan satu dengan karyawan yang lainnya baik yang terdapat di

Ilmu linguistik juga mempunyai beberapa bidang kajian yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, salah satunya yaitu bidang kajian makna (semantik / 意味論 imiron) yang

Sesuai dengan teori yang ada dimana ukuran kernel semakin besar akan semakin mengurangi noise yang masuk kedalam citra, dapat dilihat bahwa konfigurasi optimal

Saya berdoa semoga Anda dan keluarga Anda akan memulai sekarang untuk meren- canakan serta mempersiapkan diri untuk memenuhi syarat bagi berkat-berkat yang Allah curahkan kepada

Ekor berita (end): Bagian ini berisi informasi tambahan yang kadang-kadang merupakan pengulangan atau penegasan kembali terhadap berita utama. Oleh karena itu bagian ini

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif