• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 adalah melindungi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 adalah melindungi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, hal ini adalah wujud tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.

Hal ini dipertegas dalam batang tubuh UUD Negara Republik Indonesia 1945 yaitu pada pasal 28H ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”5.

5

(2)

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan sistem kesehatan nasional yang tangguh, di Indonesia Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan pada tahun 1982. Sistem kesehatan nasional ini juga berperan dalam penyusunan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) bidang kesehatan dan penyusunan aturan terkait pelayanan kesehatan yaitu UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang telah diperbaiki setelah reformasi menjadi UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,6 dan juga sebagai acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan,

pedoman, dan arah pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Pasal 1 ayat (11) UU No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Implementasi dari upaya kesehatan ini berlangsung di setiap provinsi dan kabupaten/kota yang ada di wilayah Republik Indonesia. Tujuan pembangunan kesehatan seperti yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-undang No. 36 tahun 2009. Bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

6

(3)

secara sosial dan ekonomis.

Sistem Kesehatan Nasional dalam subsistem upaya kesehatan memiliki bentuk-bentuk pokok upaya kesehatan yaitu: Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM); dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Upaya kesehatan masyarakat ini pun terdiri dari: UKM strata pertama, yang dimaksud dengan UKM strata pertama adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat.

Ujung tombak dari UKM strata pertama adalah Puskesmas yang didukung secara lintas sektor dan didirikan sekurang-kurangnya satu di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yaitu sebagai (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; (2) pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan; dan (3) pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.

UKM strata kedua adalah UKM tingkat lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada masyarakat. Penanggung jawab UKM strata kedua adalah dinas kesehatan kabupaten/kota yang didukung secara lintas sektor. Dinas kesehatan kabupaten/kota mempunyai dua fungsi utama yakni fungsi manejerial dan fungsi teknis.

(4)

UKM strata ketiga adalah UKM tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada masyarakat. Penanggungjawab UKM strata ketiga adalah dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan yang didukung secara lintas sektor. Dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan mempunyai dua fungsi, yakni fungsi manejerial dan fungsi teknis kesehatan.

Betuk-bentuk upaya kesehatan yang berikut adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Upaya Kesehatan Perorangan ini terdiri dari tiga strata. UKP strata pertama adalah UKP tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara UKP strata pertama adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan profesional, seperti praktik bidan, praktik perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai pengobatan, praktik dokter/klinik 24 jam, praktik bersama dan rumah bersalin. UKP strata pertama oleh pemerintah juga diselenggarakan oleh Puskesmas. Puskesmas memiliki dua fungsi pelayanan, yakni pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan. Demi meningkatkan cakupan, Puskesmas dilengkapi dengan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Pondok Bersalin Desa, dan Pos Obat Desa. Pondok Bersalin Desa dan Pos Obat Desa termasuk dalam sarana kesehatan bersumber masyarakat.

(5)

UKP strata kedua adalah UKP tingkat lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggaraan UKP strata kedua adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, klinik spesialis, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat, rumah sakit kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN), dan rumah sakit swasta. Berbagai sarana ini di samping memberikan pelayanan langsung juga membantu sarana UKP strata pertama dalam bentuk pelayanan rujukan medik. Pelayanan rujukan medik adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik, baik secara vertikal maupun horizontal. Rujukan medik terdiri dari tiga aspek, yakni rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan, serta rujukan bahan-bahan pemeriksaan laboratorium.

UKP strata ketiga adalah UKP tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan, praktek dokter gigi spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN), serta rumah sakit khusus dan rumah sakit swasta. Berbagai sarana pelayanan ini di samping memberikan

(6)

pelayanan langsung juga membantu sarana UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan rujukan medik7.

Pada tataran normatif pelaksanaan sistem rujukan ini sangat membantu dalam membangun jaringan sistem jaminan kesehatan masyarakat, membangun sistem pelayanan yang lebih baik agar tidak terjadi tumpang tindih beban pelayanan pada pusat pelayanan kesehatan di strata kedua dan ketiga. Sehingga pelayanan kesehatan dapat terlaksana secara merata ke semua masyarakat. Namun pada tataran empirik banyak ditemui kendala terkait dengan pelaksanaan sistem rujukan ini, yang akhirnya menyebabkan ketimpangan dan tertumpuknya pasien di pusat pelayanan kesehatan strata kedua dan ketiga. Hal ini biasanya terjadi pada Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) seperti yang telah dijelaskan di atas.

Sistem rujukan medis pada usaha kesehatan perorangan ini tidak terlaksana secara maksimal dapat diakibatkan karena berbagai faktor, salah satunya adalah kepatuhan. Kepatuhan ini pun dipengaruhi oleh berbagai macam sebab, seperti: letak geografis, demografis, keterjangkauan ataupun mungkin mekanisme pelayanan rujukan medis itu sendiri.

Pelaksanaan rujukan medis di setiap daerah dalam wilayah Republik Indonesia berbeda-beda mengingat karakteristik wilayah Indonesia yang begitu bervariasi antara laut dan pulau. Pelaksanaan rujukan medis sebagaimana yang telah digariskan pemerintah dalam sistem kesehatan nasional, juga tertuang dalam garis besar pembangunan bangsa atau yang

7 Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 tanggal 10 Februari 2004 tentang Sistem

(7)

lebih dikenal, dengan istilah rencana pembangunan jangka panjang dan menengah nasional (RPJPN/RPJMN) belum tentu dapat terlaksana dengan baik, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Seperti halnya yang terjadi di Provinsi Maluku. Secara geografis Provinsi Maluku merupakan salah satu wilayah kepulauan di Indonesia. Karakteristik wilayah yang heterogen dengan ribuan buah pulau menjadikan provinsi ini berbeda (unik) dari wilayah-wilayah lain. Kondisi alam yang di dominasi lautan seharusnya merupakan kekuatan atau potensi lokal (local spesific) bagi pengembangan wilayah yang berbasis pada kearifan lokalnya.

Secara geografis letak posisi koordinat wilayah Provinsi Maluku terletak pada: 2030'- 90 Lintang Selatan/Southern Latitude, 1240 - 360 Bujur Timur/Eastern Longitude. Batas Wilayah Provinsi Maluku: Sebelah Utara Berbatasan dengan Laut Seram; Sebelah Selatan Berbatasan dengan Lautan Indonesia dan Laut Arafuru; Sebelah Timur Berbatasan dengan Pulau Irian/Papua Barat; Sebelah Barat Berbatasan dengan Pulau Sulawesi8.

Secara keseluruhan luas wilayahnya adalah seluas 581.376 KM2, dengan luas wilayahnya 90 persen merupakan lautan seluas 527.191 KM2 dan 10 persen daratan 54.185 KM2. Dengan kondisi lautan yang demikian luasnya maka, Provinsi Maluku berpeluang untuk dapat berinteraksi dengan wilayah di luarnya.

Berdasarkan identifikasi citra satelit LAPAN, jumlah keseluruhan pulau-pulau di Provinsi Maluku adalah 1.412 buah pulau. Luas pulau-pulau di

8

http://www.malukuprov.go.id/index.php/2013-02-11-03-23-23/geografi-dan-iklim, diakses pada tanggal 30 April 2013

(8)

provinsi ini, bervariasi antara ≤ 761 KM2

sampai 18.625 KM2. Pulau dengan luas kurang dari 1 juta ha dikategorikan sebagai pulau kecil menurut Monk et

al. (2000). Berdasarkan kategori pulau seperti itu, maka hanya pulau Seram

yang memiliki luas diatas 186 juta Ha dan tidak termasuk pulau kecil sedangkan sisanya sebanyak 1.411 buah pulau termasuk kategori pulau-pulau kecil.

Secara spesifik pulau-pulau yang ada di wilayah Maluku merupakan pulau-pulau yang mengelompok secara bersama dan memiliki karateristik yang heterogen. Karakter yang saling berbeda antara satu pulau dengan pulau lainnya disebabkan oleh perbedaan aspek geografis, fisik, iklim, sosial, budaya dan etnis serta tahapan perkembangan ekonomi wilayahnya.

Secara administratif Provinsi Maluku terdiri dari 9 Kabupaten dan 2 Kota yaitu: 1. Kota Ambon; 2. Kabupaten Maluku Tengah (Masohi); 3. Kabupaten Seram Bagian Barat (Piru); 4. Kabupaten Seram Bagian Timur (Geser); 5. Kabupaten Maluku Tenggara (Langgur); 6. Kota Tual; 7. Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Saumlaki); 8. Kabupaten Pulau Aru (Dobo); 9. Kabupaten Buru (Namlea); 10. Kabupaten Maluku Barat Daya (Wetar); 11. Kabupaten Buru Selatan (Leksula)

Masing-masing wilayah di atas merupakan bagian dari gugus pulau yang tersebar dari utara sampai ke selatan dengan luas wilayah yang berbeda baik dalam kondisi, karateristik geografis serta alamnya yang heterogen dengan kata lain potensi atau kapasitas antar wilayah berbeda di antara wilayah-wilayah tersebut. Karakter wilayah yang berbeda-beda inilah yang

(9)

mengakibatkan perkembangan pembangunan di beberapa wilayah di Provinsi Maluku melakukan pemusatan kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pada pulau-pulau besar saja. Hal inilah yang mengakibatkan sumber-sumber pertumbuhan, pola persebaran (distribusi) kegiatan ekonomi, serta adanya gejala aglomerasi kegiatan ekonomi hanya pada wilayah-wilayah tertentu saja. Berdasarkan karakteristik wilayah-wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau maka wilayah Provinsi Maluku dijuluki sebagai wilayah atau Provinsi Seribu Pulau.

Topografi dan Iklim Provinsi Maluku adalah wilayah kepulauan terbesar di Indonesia yakni kondisi satu wilayah dengan wilayah lainnya dipisahkan oleh laut yang terbagi dalam beberapa gugusan pulau-pulau besar maupun kecil. Keadaan topografi di Provinsi Maluku secara umum berbukit-bukit sepanjang garis pantai menuju dataran tinggi, karateristik wilayah ini dipengaruhi oleh adanya pertemuan dua buah lempeng bumi yang disebut Sirkum Pasifik dan Mediterania. Karakteristik tersebut menjadikan wilayah ini hampir 70 persen terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian yang bervariasi.

Umumnya penduduk di Provinsi Maluku bertempat tinggal di dataran yang ketinggiannya di bawah 100 mdp l atau pada dataran rendah. Sedangkan pada dataran menengah sekitar 100 – 500 mdp l dan dataran tinggi sekitar di atas 500 mdp l digunakan oleh penduduk di Maluku sebagai aktivitas atau kegiatan pertanian, perkebunan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kehutanan. Kondisi lahan secara makro di wilayah Maluku berbukit

(10)

(hilly), bergunung (mountaineous) dan sedikit dataran (plain). Sekitar 0-3 persen berupa datar, 4-8 persen berombak, 8-15 persen bergelombang, 15-50 persen curam bahkan sangat curam9.

Pembangunan pusat-pusat pelayanan kesehatan bagi masyarakat pun berjalan sesuai, kondisi geografis dan topografi Provinsi Maluku yang tersebar dari pulau ke pulau, dari bukit ke bukit, bahkan dari gunung ke gunung. Sampai saat ini jumlah Puskesmas yang berhasil dibangun pemerintah Provinsi Maluku sebanyak 170 di 9 kabupaten dan 2 kota. Distribusi sebagai berikut: 56 Puskesmas Perawatan dan 114 Puskesmas Non Perawatan10. Selain itu juga terdapat organisasi pelayanan kesehatan strata

pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti: praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan Puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra11. Pembangunan kesehatan

di Provinsi Maluku, sebagai provinsi kepulauan dibangun dengan sistem gugus pulau, untuk menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan dasar, namun sejauh ini berdasarkan karakteristik kewilayahan tersebut, belum menjamin terlaksananya sistem rujukan dengan baik.

Di Provinsi Maluku terdapat 17 rumah sakit. 11 di antaranya rumah sakit swasta/TNI/Polri tipe D dan C. 6 di antaranya rumah sakit milik

9http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55102/BAB%20V%20Gambaran%20Umu

m%20Wilayah%20Provinsi%20Maluku.pdf?sequence=8, diakses pada tanggal, 1 Mei 2013

10

http://www.depkes.go.id/downloads/DATA%20DASAR%20PUSKESMAS%20-%20ALL.pdf, di akses pada tanggal 02 Mei 2013

11

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar pusat pelayanan kesemahat masyarakat. Diakses pada tanggal 06 Desember 2012

(11)

pemerintah bertipe C dan hanya 1 yaitu RSUD. Dr. M. Haulussy memiliki tipe B non pendidikan sekaligus menjadi rumah sakit pusat rujukan di Provinsi Maluku.

Berdasarkan gambaran geografi, topografi dengan jumlah Puskesmas dan rumah sakit serta tipe rumah sakit. Sudah terbayang bahwa ketika pasien hendak berobat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut, membutuhkan perjuangan yang luar biasa dalam mengatasi medan.

RSUD. Dr. M. Haulussy sebagai UKP stara kedua juga turut menyelenggarakan sistem rujukan medis. Menurut data rekam medis RSUD. Dr. M. Haulussy selama tahun 2012 diketahui bahwa terdapat 57.772 orang pasien datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan 48,3% di antaranya datang tidak menggunakan rujukan. Pada hal seharusnya pasien membawa rujukan medis dari UKP strata pertama. Alasannya adalah apabila kasus yang ada tidak dapat tertangani maka Puskesmas dan UKP strata pertama lain, wajib melakukan rujukan medis tersebut ke UKP strata kedua. Namun hal ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena itu perlu diteliti mengapa terjadi keadaan/hal tersebut?.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa masalah yang perlu diteliti adalah:

1. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien, tenaga kesehatan baik dokter, perawat, bidan maupun tenaga kesehatan lain pada UKP strata pertama

(12)

dalam menyertakan rujukan medis pada pasien yang dirujuk ke RSUD. Dr. M. Haulussy ?.

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis pada pasien yang dirujuk ke RSUD. Dr. M. Haulussy ?.

3. Apakah ada regulasi pemerintah provinsi tentang pelaksanaan rujukan medis bagi pasien yang dirujuk ke UKP strata ke dua dan ke tiga?.

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini, terdiri atas, dua yaitu: 1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis pada pasien yang dirujuk ke RSUD. Dr. M. Haulussy.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui tingkat kepatuhan tenaga kesehatan baik dokter, perawat, bidan maupun tenaga kesehatan lain pada UKP strata pertama dalam menyertakan rujukan medis pada pasien yang dirujuk ke RSUD. Dr. M. Haulussy.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis pada pasien yang dirujuk ke RSUD. Dr. M. Haulussy.

(13)

c. Mengetahui regulasi pemerintah provinsi tentang pelaksanaan rujukan medis bagi pasien yang dirujuk ke UKP strata ke dua dan ke tiga.

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini, terdiri atas: 1. Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan terutama, dalam bidang hukum kesehatan, yang terkait erat dengan pelayanan kesehatan di Indonesia.

2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, kepada:

a. Dinas Kesehatan Provinsi, dalam merencanakan program dan mewujudkan keberhasilan Sistem Kesehatan Nasional di Provinsi Maluku dengan cara menentukan strategi terbaik dalam membangun sistem rujukan medis dalam pelayanan kesehatan terutama pada Usaha Kesehatan Perorangan.

b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, agar dalam merencanakan strategi optimalisasi Puskesmas sebagai Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) strata pertama, sekaligus menyadarkan masyarakat masyarakat tentang pentingnya Puskesmas.

c. RSUD. Dr. M. Haulussy, agar dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat tidak tumpang tindih, mengingat

(14)

RSUD. Dr. M. Haulussy sebagai UKP strata kedua sekaligus sebagai rumah sakit pusat rujukan di Provinsi Maluku.

d. Penulis, sebagai pengalaman yang berharga dalam menimba ilmu pengetahuan yang berharga, khususnya tentang pembangunan sistem kesehatan nasional dengan subsistem upaya kesehatan, terfokus pada sistem rujukan medis.

E. Keaslian Penelitian

Penulisan pada penelitian ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian manapun, dan berdasarkan pengamatan penulis secara khusus kebagian perpustakaan Fakultas Hukum maupun Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, bahwa selama program studi magister hukum kesehatan ini diselenggarakan belum pernah ada mahasiswa yang mengangkat masalah seperti yang penulis angkat, apalagi pada lokasi penelitian dan tujuan penelitian yang penulis maksud. Berdasarkan hasil pencarian penulis pada koleksi karya ilmiah pada perpusatakaan on-line Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan paling tidak sembilan karya ilmiah yang membahas tentang sistem rujukan, sebagai berikut:

1. Evaluasi Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Ibu Di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri Tahun 2012; Oleh Zulhadi (11/323619/PKU/12473). Karya ilmiah ini mengevaluasi sistem rujukan pelayanan kesehatan ibu di kabupaten Karimun provinsi Kepri. Penelitian yang peneliti angkat adalah bagaimana kepatuhan menyertakan rujukan medis pada pasien saat berobat ke RSUD. Dr. M. Haulussy. Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak

(15)

peneliti lakukan adalah lokasi penelitian, lokasi penelitian saudara Zulhadi pada kepulauan Karimun provinsi Kepri, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku. Subjek penelitian, peneliti tidak membatasi subjek, namun saudara Zulhadi membatasi khusus pada pelayanan kesehatan ibu.

2. Akses Dalam Sistem Rujukan Puskesmas Daerah Terpencil Di Kabupaten Majene Sulawesi Barat; Bunda, Suryana Mulya (19111/PS/IKM/06). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah variabel penelitian, variabel penelitian saudari Bunda, Suryana Mulya hanya sebatas akses, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan hanya akses melainkan peneliti ingin mengatahui apakah ada faktor lain selain akses ini. Lokasi penelitian, saudari Bunda, Suryana Mulya berlokasi pada Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku. 3. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Upaya Penerapan Pemasaran Jasa Pelayanan Kesehatan di RSUD Sidikalang; Sitorus, Yansen. Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitan penelitian saudara Sitorus, Yansen adalah melakukan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan yang dikaitkan dengan penerapan jasa pelayanan kesehatan, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan melakukan evaluasi sistem rujukan dalam kaitanya dengan penerapan pemasaran jasa pelayanan, melainkan peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pelaksanaan rujukan medis.

(16)

Lokasi penelitian, saudara Sitorus, Yansen berlokasi di RSUD. Sidikalang. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

4. Hubungan Antara Karakteristik Demografi Dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Kepatuhan Mengikuti Sistem Rujukan Berjenjang Pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito; Palupi, Sekar Sari Arum (06/196100/KU/11943). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudari Palupi, Sekar Sari Arum adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi dan status sosial ekonomi terhadap kepatuhan mengikuti sistem rujukan berjenjang. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak melihat hubungan, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis.

Variabel penelitian, variabel penelitian saudari Palupi, Sekar Sari Arum yaitu karakteristik demografi, status sosial ekonomi dan kepatuhan sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan hanya tiga variabel seperti diatas melainkan peneliti ingin mengatahui faktor apa saja yang mempengarhi kepatuhan. Lokasi penelitian, saudari Palupi, Sekar Sari Arum berlokasi pada RSUP Dr. Sardjito. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

(17)

5. Hubungan Antara Kepemilikan Asuransi Kesehatan Dengan Kepatuhan Mengikuti Sistem Rujukan Berjenjang Pada Pasien Baru Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; Hudoyo, Athanasius Wrin (06/195080/KU/11790). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudara Hudoyo, Athanasius Wrin adalah untuk mengetahui hubungan antara kepemilikan asuransi kesehatan dengan kepatuhan mengikuti sistem rujukan berjenjang. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak melihat hubungan, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis.

Variabel penelitian, variabel penelitian saudara Hudoyo, Athanasius Wrin yaitu kepemilikan asuransi kesehatan dan kepatuhan sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan hanya tiga variabel seperti di atas melainkan peneliti ingin mengatahui faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan. Lokasi penelitian, saudara Hudoyo, Athanasius Wrin berlokasi pada RSUP Dr. Sardjito. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

6. Hubungan Antara Persepsi Keparahan Penyakit Dengan Kepatuhan Mengikuti Sistem Rujukan Berjenjang Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; Sista, Kanina (06/193169/KU/11766). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudari Sista, Kanina adalah untuk

(18)

mengetahui hubungan antara persepsi keparahan penyakit dengan kepatuhan mengikuti sistem rujukan berjenjang. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak melihat hubungan, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis.

Variabel penelitian, variabel penelitian saudari Sista, Kanina yaitu persepsi keparahan penyakit dan kepatuhan sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan hanya dua variabel seperti di atas melainkan peneliti ingin mengatahui faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan. Lokasi penelitian, saudari Sista, Kanina berlokasi pada RSUP Dr. Sardjito. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

7. Hubungan Persepsi Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Kepatuhan Mengikuti Sistem Rujukan Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; Anggraeni, Eva (06/195413/KU/11833). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudari Anggraeni, Eva adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan dengan kepatuhan mengikuti sistem rujukan berjenjang. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak melihat hubungan, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis.

(19)

Variabel penelitian, variabel penelitian saudari Anggraeni, Eva yaitu persepsi pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan dan kepatuhan sedangkan penelitian yang peneliti lakukan bukan hanya dua variabel seperti di atas melainkan peneliti ingin mengatahui faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan. Lokasi penelitian, saudari Anggraeni, Eva berlokasi pada RSUP Dr. Sardjito. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku. 8. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Sistem Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau; Luti, Ignasius (10/308541/PKU/11804). Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudara Luti, Ignasius adalah ingin mengetahui kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan sistem rujukan kesehatan. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak hanya melihat kebijakan pemerintah, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis, termasuk di dalamnya kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah tentang sistem rujukan medis.

Lokasi penelitian, Luti, Ignasius di kabupaten Lingga provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

9. Sistem Rujukan Pasien Pengguna Kartu Sehat Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu; Kardjono, Fx. Beda karya ilmiah ini dengan yang hendak

(20)

peneliti lakukan adalah tujuan penelitian, di mana tujuan penelitian saudara Kardjono, Fx adalah melihat sistem rujukan bagi pasien pengguna kartu sehat. Sedangkan penelitian yang hendak peneliti lakukan tidak membatasi dari sisi penggunaan kartu sehat, melainkan menggambarkan faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan menyertakan rujukan medis. Lokasi penelitian, saudara Kardjono, Fx di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berlokasi pada RSUD. Dr. M. Haulussy Ambon, provinsi Maluku.

Dari kesembilan karya ilmiah yang penulis uraikan di atas, jelas bahwa penelitian yang akan penulis lakukan berbeda, dengan baik dari sisi tujuan penelitian, variabel penelitian maupun lokasi penelitian yang akan dituju.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Hukum

Pada hakikatnya, sebuah sistem adalah sebuah unit yang beroperasi dengan batas-batas tertentu. Sistem bisa bersifat mekanis, organis maupun sosial. Kumpulan interaksi apapun bisa apapun bisa disebut sebagai sistem, jika seorang pengamat bisa menjelaskannya dengan menemukan batas-batas riilnya atau mendefinisikan sebagiannya.

Namun apa yang menjadi batas-batas sistem hukum (legal system). Istilah legal berarti terkait dengan hukum; karena itu, untuk mendefinisikan suatu sistem hukum kita memerlukan semacam definisi kerja mengenainya. Sistem hukum tidak lain adalah kumpulan dari semua sub sistem ini. Inti dari sistem adalah mengubah input menjadi output. Struktur sistem hukum mirip dengan program komputer yang besar, yang dimuati kode untuk memuati jutaan problem diumpankan setiap hari ke dalam mesin. Peraturan-peraturan organisasi, jurisdiksi, dan prosedur adalah bagian dari pengkodeannya. Yang juga penting adalah peraturan hukum materil. Mereka adalah output dari sistem, yang berlaku untuk membentuk sosok output yang akan datang. Salah satu pandangan yang lazim mengenai sistem hukum dan khususnya pengadilan diambil dari metafora mesin besar yang terprogram. Pandangan ini menganggap peraturan-peraturan hukum sebagai buku petunjuk yang meliputi semua atau hampir semua situasi kehidupan untuk ditangani oleh

Referensi

Dokumen terkait

Secara etimologi kata ijbari mengandung arti paksaan (compulsary), yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri. Dalam hal hukum waris berarti terjadinya peralihan

Untuk mengatasi permasalahan pada data spatial maka metode statistik yang akan digunakan adalah Geographically Weighted Regression (GWR), yaitu model yang

1) Pemimpin Belajar, artinya merencanakan, melaksanakan dan mengontrol kegiatan peserta didik belajar. Pola kepemimpinan kelas yang demokratis merupakan ciri utama dalam

Citra merek yang baik dapat dijadikan kekuatan oleh berbagai perusahaan untuk menarik konsumen, sedangkan harga produk yang murah dan terjangkau dengan daya beli

Tahap kedua dalam pengolahan data, setelah data DSM dan DTM memiliki luasan piksel yang sama, dilakukan Slope Based Filtering untuk menyaring fitur non-ground di aplikasi SAGA

• PT Sentra Food Indonesia Tbk (FOOD) mencatatkan penjualan pada kuartal I- 2021 sebesar Rp 23,84 miliar, turun dibandingkan dengan periode kuartal I- 2020 yang sebesar Rp

Ketika pada isu linkungan pada umumnya peran aktor non-negara sangat kuat, dalam kebijakan whaling Jepang, justru terlihat kuatnya peran elit birokrasi dalam memperjuangkan norma