• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPASTIAN HUKUM SERTIFIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK MILIK ATAS TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPASTIAN HUKUM SERTIFIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK MILIK ATAS TANAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

24

KEPASTIAN HUKUM SERTIFIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK

MILIK ATAS TANAH (Studi Kasus Pengadaan Tanah Untuk

Pembuatan Tpa Pada Proyek TCSSP Di Kabupaten Lombok Utara)

MASYHUR 1

1Kantor Kongres Advokat Indonesia (KAI)

masyhurSH@yahoo.com ABSTRACT

This study was conducted to know the legal basis granting of land rights in Indonesia, the mechanism and terms of granting land rights law, about cases of land for the creation of the landfill TCSSP project in North Lombok.

In case Dusun Jugil, Village Sambik Bangkol District of North Lombok Above Gangga, Defendant Simparuddin, SH ignored Presidential Regulation No. 65 of 2006, which said: "if there dispute possession after the determination of compensation

referred to in paragraph (2), the compensation committee entrusted to the district court whose jurisdiction includes the location of the land in question "and BPN Regulation No. 3 Year 2007 dated May 21, 2007, which reads:" the committee land acquisition

county / city orders requiring the agency to leave the land compensation money to the district court whose jurisdiction and accountability of government institutions that pay compensation in land in disputed can be prosecuted.

Keywords: Certificates, Ownership Rights to Land.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui landasan hukum pemberian hak atas tanah di Indonesia, mekanisme dan syarat pemberian hak atas tanah yang berkepastian hukum, kasus pengadaan tanah untuk pembuatan TPA pada proyek TCSSP di Kabupaten Lombok Utara.

Dalam kasus yang terjadi di Dusun Jugil, Desa Sambik Bangkol Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara, Terdakwa Simparuddin, SH mengabaikan Perpres RI Nomor : 65 Tahun 2006 yang berbunyi: “apabila terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka panitia menitipkan uang ganti rugi kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan” dan Peraturan BPN RI Nomor : 3 Tahun 2007 tanggal 21 Mei 2007 yang berbunyi: “panitia pengadaan tanah kabupaten/kota memerintahkan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk menitipkan ganti rugi uang ke Pengadilan Negeri diwilayah tersebut; dan” pertanggungjawaban institusi pemerintahan yang membayarkan ganti rugi dalam tanah yang di persengketakan dapat dituntut seberat-beratnya oleh pemerintah dan pengadilan tinggi.

(2)

25 A. LATAR BELAKANG

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah, dan Benda-benda Yang Ada Diatasnya mengartikan kepentingan umum secara luas, yaitu:

1. Kepentingan bangsa dan negara; 2. Kepentingan bersama dari rakyat; dan 3. Kepentingan pembangunan.

Tujuan pendaftaran tanah ialah untuk terlaksananya “rechtkadaster” (kepastian hukum) dan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah untuk memperoleh data dan penyajian data dibidang pertanahan serta untuk pengenaan pajak.1 Karena bidang pertanahan ikut berperan, untuk itu dibutuhkan status hukum, kepastian hukum dari tanah tersebut serta kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA ayat 1 yaitu bahwa :

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah “

Hak milik atas tanah dalam UUPA sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) ialah :

“hak milik adalah hak turun-temurun,terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosialnya (Pasal 6 UUPA)”.

Teori Hak Milik

Secara umum kepemilikan dipahami sebagai dimensi kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau benda) dan barang tersebut berada dalam genggamannya baik secara riil; maupun secara hukum, sehingga ia berhak mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu perorangan atau lembaga, yang dapat menghalang-halanginya dalam memanfaatkan barang tersebut.2

Menurut C.B. Macpherson,3

“Memiliki suatu pemilikan adalah memiliki hak, dalam arti merupakan suatu klaim yang bersifat memaksa terhadap suatu kegunaan atau manfaat suatu, baik itu hak untuk ikut menikmati sumber umum maupun suatu hak perorangan atas harta benda tertentu. Apa yang membedakan antara harta milik dengan sekedar kepemilikan sementara adalah milik itu merupakan suatu klaim yang dapat dipaksakan oleh masyarakat atau negara, oleh adat, kesepakatan atau hukum”.

Teori Hukum Positivisme

Menurut Austin4, hukum positif atau hukum yang disebut sebenarnya (law properly

so called) mempunyai ciri empat unsur, yakni pemerintah, sanksi dan kedaulatan,

dengan mengatakan :

“law properly as so called are a species of commands. But beiing a command, every law properly so calle flaws from a determinate saurce... whenever a

1 A.P. Parlindungan dan Yanis Maladi, “Masalah Hukum Pertanahan di Indonesia”, makalah

disampaikan pada Temu Ilmuah dan Muskemas Ismahi III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 1990, Hlm. 4-5.

2 Lihat Ikhwan Abidin Basri, 2000, “Kepemilikan dalam is;am dalam kategori Fiqh Maliyah”. 22

Nopember. www.republika.co.id

3 CD.B.Macpherson, Pemikiran Dasar Tentang Hak milik, Judul Asli : Property : Mainstream and Critical Positions, by,C.B. Machperson, University of Toronto Press 1978, Alih Bahasa : C. Woekirsari

dan Haryono, Cetakan Pertama, LBH Indonesia, 1989,Hlm.5.

(3)

26

commends is expressed or intimated, one party sginifies a wish that another shall do or forbear; and the later is obnoxious to an evil which the former intends to inflict in case the wish be disregarded... every sanction proverly so called is an eventual evil annexed to a commend by which it is created... and duty properly so called is abnoxious to evills of the kind...”

Teori Keadilan

Keadilan merupakan “besaran-besaran” atau “aset-aset” (virtues) Tertentu yang akan membuat kondisi kemasyarakatan menjadi “selaras” (mengharmonikan) dan “seimbang”. Keadilan yang dimaksudkan adalah besaran yang bersumber dari dalam jiwa tiap–tiap masyarakat manusia itu sendiri, yang pada dirinya “tidak dapat dipahami” (dikreteriakan) atau “tidak dapat dieksplisitkan (dijabarkan) melalui argumentasi-argumentasi” (dirasionalkan). Kita tidak dapat berharap banyak dengan tercapainya keadilan bila hanya mengandalkan kebijakan dari pada filsuf dan doktrin-doktrin mereka, sebab dalam memahami keadilan mereka kerap kali terjebak dalam keadaan dimana mereka memandang hukum hanyalah sekedar materi bertempramen spritual (mistik).

Teori Hukum Alam

Ajaran Hugo Gratius (1583-1694) dipandang sebagai teori hukum alam yang lebih tua mengenai milik. Menurut Hugo Gratius,5

“Semua benda pada mulanya adalah res nullius (benda-benda yang tidak ada pemiliknya). Tetapi masyarakat membagi-bagi benda-dengan dasar persetujuan. Benda-benda yang tidak dibagi secara demikian, selanjutnya ditemukan oleh perorangan dan dijadikan kepunyaan masing-masing. Dengan demikian benda tersebut tunduk kepada penguasaan individu. Satu kekuasaan penuh untuk menentukan penggunaan benda (power of disposition) adalah didekduksikan dari penguasaan individual itu, sebagai sesuatu yang terkandung didalamnya menurut logika dan kekuasaan bersama ini menjadi dasar untuk memperolehnya dari orang lain. Yang tuntutan haknya berdiri langsung atau tidak langsung diatas landasan alamiah dari pembagian asli baik oleh persetujuan, penemuan, atau pendudukan sesudahnya. Penguasaan dari seorang pemilik, supaya sempurna bukan hanya mencakup kekuasaan untuk meberikan intervivor (antara orang-orang yang hidup), tetapi juga kekuasaan untuk mewariskannya sesudah meninggal sebagai pemberian yang ditangguhkan”.

B. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in book) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas. Namun sesungguhnya hukum juga dapat dikonsepkan sebagai apa yang ada dalam tindakan (Low in action). Low in book adalah hukum yang seharusnya berjalan sesuai harapan, keduanya seiring berbeda, artinya hukum dalam buku sering berbeda dengan hukum dalam kehidupan masyarakat.6

5 Gratius, dalam Aslan Noor, Ibid, Hlm. 48.

(4)

27

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.7 Dalam penarikan kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dari peraturan-peraturan atau prinsip-prinsip umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

C. PEMBAHASAN

Landasan Hukum Pemberian Hak Atas Tanah Di Indonesia

Konstitusional dari akar kata konstitusi atau Undang – Undang Dasar, dengan demikian merujuk pada semua langkah politik yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Karena Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dalam suatu negara maka suatu tindakan konstitusional adalah semua langkah yang sesuai hukum.8 Konsep dasar hak menguasai tanah oleh negara

(disingkat menjadi:HMN) termuat dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal

esensial yang dapat diambil dari beberapa pandangan ahli hukum sebagaimana disebut di muka adalah:

a. agar aturan hukum formal mencapai keadilan formal harus ada ketentuan yang mengatur bagaimana memberlakukan manusia dalam kasus-kasus tertentu, harus jelas sasaran pemberlakuannya, harus diterapkan secara tidak memihak dan tanpa diskriminasi;

b. dibangunnya rule of moral dari sila-sila Pancasila seperti dikaji secara ilmiah mendalam misalnya sikap mau mendengar keluh kesah kawula negara, berani mengakui kesalahan/ berani secara jujur bertanggung jawab dan berjanji untuk tidak mengulangi kekeliruan, menentang sikap-tindak penyimpangan pengelolaan negara, mendahulukan kepentingan yang luas daripada kepentingan diri sendiri atau golongan, menolak mengambil hak pihak lain yang bukan menjadi haknya.

c. kegagalan logika dengan pendekatan formal logis dengan menggunakan tiga model logika: silogistik, proposisi, predikat Mengapa demikian?. Jawaban yang dapat dikemukakan adalah positivisme hukum didasarkan pada hubungan sebab-akibat (cause and effect) seperti pada silogisme, mengabaikan fakta non-yuridik budaya, sosial-ekonomi, politik, terpancang pada ketentuan hukum positif-tertulis dengan kata lain hukum negara (state

law) mengabaikan hukum rakyat (folk law) yang senyatanya lahir, tumbuh

dan berkembang pada komunitas yang bersangkutan. Prinsip Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah

7 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.

11.

(5)

28

Prinsip atau sering kali dinamakan dengan azas-azas atau bahasa Inggrisnya principle secara konteks hukum9 pengadaan tanah mencakup:10

a. penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus ada landasan haknya;

b. semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa (ini kaitannya dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD yuncto Pasal 1 dan 2 UUPokok Agraria)

c. cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/ badan hukum harus melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan (kaitannya dengan Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM)

d. Dalam keadaan yang memaksa artinya jalan lain yang ditempuh gagal, maka presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak tanpa persetujuan subyek hak menurut UU No. 20 tahun 1961.

Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Per Pres 65 Tahun 2006 & Kelemahan Pengaturan Pengadaan Tanah (Ius Constituendum)

Agar mempermudah memahami konsep berfikir penulis di dalam mengkaji materi pengaturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bagi kepentingan umum dengan pendekatan atau perspektif socio-legal dapat dijelaskan alasan penulis adalah:

a. arah berfikir kebanyakan panitia pengadaan tanah atau bahkan konsultan tehnisnya mengesankan masih terpancang pada tataran teoritikal tehnis semata, seolah-olah bahwa skenario substansi, cara, mekanisme/prosedur serta eksekusi pengadaan tanah yang disepakati dipastikan ganti-rugi dengan alur yang cukup berbelit (the live of law hasn’t been logic but it is experience kata hakim agung USA Oliver Wendel Holmes) artinya hukum tidak bisa hanya dipancang pada makna yang teknikal, real, logis semata, namun di dalamnya juga terkandung esensi perilaku, budaya, car sosialisasi, karakter individu dan sebaiknya.

b. diagram alir menunjukkan pengabaian cara-cara lain yang kemungkinan justru malah disepakati para pihak dalam serangkaian musyawarah misal: jual-beli untuk pengadaan tanah bukan untuk kepentingan umum

c. sebaiknya daripada membuat prosedur yang birokratik, lebih tepat jika membuat ancangan menyusun kemungkinan cara-cara non ganti rugi misalnya tukar-menukar tanah (ruilslag), tanah pengganti, penyertaan modal (inbreng), saham dan sebagainya. Mengapa demikian?, alasan penulis, sekalipun sudah diatur namun dari serangkaian mempelajari aturan, belum ada sistem yang baku (nampaknya sulit dilakukan pembakuan karena karakteristik setiap proyek sangat beragam dan budayanya).

d. pelibatan institusi harus terkait dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dalam sistem organisasi birokrasi, LSM demkian juga harus terkait dengan kiprah masing-masing satuan organisasinya dengan penggambaran yang jelas, sederhana apa tugas dan tanggung–jawab serta apa urgensinya

9 Azas dinamakan principles dirumuskan sebagai sesuatu yang ada di belakang atau di balik norma hukum yang memberikan arahan apa yang seyoginya dilakukan, tertuang di dalam sebuah pasal/ ayat, bersifat umum, obyektif, logis. Tugasnya untuk menyelesaikan pertentangan norma (conflict of norms) di dalam suatu sistem hukum tertentu, sehingga harmonisasi dan sinkronisasi akan terwujud (Soedikno

Mertokoesoemo.,1985 Mengenal Hukum, Liberty Yogyakarta, hlm.31-34)

(6)

29

pemangku kepentingan itu harus dilibatkan bukan pemangku kepentingan yang lain?.

Landasan Yuridis Pemberian Hak Atas Tanah

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan peraturan yang yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.11 Menurut Bagir Manan Landasan/dasar yuridis menunjukkan:12

• Keharusan adanya kewenangan dari pembuat Undang-Undang. Jika tidak dipenuhi, batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada

• Keharusan kesesuaian antara bentuk/jenis Perundang-undangan dengan materi yang diatur. Jika tidak, dapat dibatalkan (verneitigbaar/ voidble) • Keharusan mengikuti tata cara tertentu. jika tidak, belum memiliki kekuatan

hukum mengikat atau batal demi hukum

• Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan hukum yang memiliki kesesuaian antara bentuk/jenis, mengikuti tatacara tertentu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Hak atas Tanah di Indonesia dan Kaedah Pengaturannya dalam Sistem Hukum Tanah Sebelum UUPA

Ada dua macam hukum tanah yang berkedudukan sebagai ketentuan pokok, maka konsekuensinya ada dua macam pula tanah-tanah hak di Indonesia, yaitu:

Tanah hak Indonesia, yang diatur menurut Hukum Tanah Adat dalam arti luas dimana kaedah-kaedahnya sebagian besar tidak tertulis dan sebagian kecil tertulis, yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Swapraja, yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia.

Hak ulayat merupakan hak tertinggi dari masyarakat hukum adat yang tidak hanya mengenai tanah tetapi juga meliputi air, ikan dalam danau, hasil hutan dan lain-lain. Semua hak perseorangan timbul dan berasal dari hak ulayat. Jadi berdasarkan hak ulayat itu seseorang boleh memiliki tanah, mengambil hutan, menangkap ikan, dan sebagainya, baik langsung untuk kepentingan dirinya sendiri maupun untuk dijual. Yang melaksanakan hak ulayat adalah kepala desa serta pembantu-pembantunya. Sebagai orang kuat, kepala desa mempunyai bermacam-macam fungsi, yakni sebagai legislator, sebagai hakim dan sekaligus sebagai kepala pemerintahan.

Landasan Filosofis Pemberian Hak Atas Tanah

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat permasalahan secara filsafat. Landasan filosofis adalah landasan yang bedasarkan filsafat. Tata nilai disebut juga dengan adat dan kebudayaan,13 ideologi atau paradigma. Tata nilai atau kebudayaan tersebut tidak ada yang sama bentuknya. 11 Dr. H. Salim HS, S.H.,M.S, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Raja

Grafindo Persada, Cetakan ke 1, 2013, Hlm. 39.

12 Bagir Manan, “Hukum Positif Indonesia”, Pustaka Belajar, 2009

13 Sidi Gazalba, 2002, Sistematika Filsafat. Buku Keempat, Pengantar Kepada Teori Nilai, Bulan

(7)

30

Ada kebudayaan yang memberi nilai yang tinggi kepada ekonomi (misalnya kebudayaan-kebudayaan Barat), ada yang memberi nilai tinggi kepada ilmu dan teknologi (misalnya kebudayaan Amerika Serikat), yang lain kepada agama (misalnya kebudayaan Bali), yang lain lagi kepada seni (misalnya kebudayaan Jawa), yang lain lagi kepada politik (misalnya kebudayaan komunis), yang lain lagi kepada sosial (misalnya kebudayaan desa kita), dan sebagainya.14 Perbedaan tata nilai tersebut dapat menjadi sumber perselisihan, pertentangan, pergeseran, permusuhan, perkelahian bahkan peperangan.15

Dalam filsafat, pertentangan fundamental tentang tata nilai yang terjadi dalam suatu cita-cita keadilan adalah pertentangan antara nilai kolektivisme dengan individualisme. Pertentangan tersebut menjadi persoalan bagi ahli pikir, ahli hukum, dan para politisi. Pertentangan tersebut dapat disarikan sebagai berikut:

(1) perorangan diberi tempat di bawah masyarakat; (2) masyarakat diberi tempat di bawah perorangan;

(3) dicoba untuk menggabungkan dua pendiri tersebut yang saling bertentangan.16

Dengan demikian, tanah sebagai komoditas harus dimasukkan ke dalam jaringan pasar bebas, dan peran negara sebagai regulator juga harus dikurangi dalam mengatur penguasaan tanah.

Filosofi Hak Menguasai Negara

Prof. Maria SW Sumardjono17 mengatakan bahwa kewenangan negara ini harus dibatasi dua hal: pertama, oleh UUD 1945. Bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Peraturan yang bias terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian di pihak lain adalah salah satu bentuk pelanggaran tersebut. Seseorang yang melepas haknya harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang adil atas pengorbanan tersebut. Kedua, pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan kewenangan ini tidak dapat didelegasikan kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat dengan misi pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang merupakan bagian dari masyarakat akan menimbulkan konflik kepentingan, dan karenanya tidak dimungkinkan.

Menurut A.P. Parlindungan,18 ada 8 Prinsip dasar dari UUPA, yaitu :

1. Prinsip Kesatuan Hukum Agraria Untuk Seluruh Wilayah Tanah Air.

Untuk seluruh tanah air Indonesia hanya ada satu sistem keaggrariaan sebagaimana sudah diatur oleh UUPA

2. Penghapusan pernyataan domein. 3. Fungsi sosial hak atas tanah.

4. Pengakuan hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan dari eksistensi dari hak ulayat.

14 Sidi Gazalba, Op. Cit., hlm. 12. 15 Ibid., hlm. 11.

16 Soetiksno, Op. Cit., hlm. 43.

17 Maria SW Sumardjono, 1998, Kewenangan Negara untuk Mengatur dalam Konsep Penguasaan Tanah oleh Negara, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum UGM, tanggal 14

Februari 1998 di Yogyakarta

18 A.P. Parlindungan dalam http://syukran-lubis.blogspot.com/ 2011_10_01_archive.html, diakses

(8)

31

5. Persamaan derajat sesama warga negara Indonesia dan antara laki-laki dengan wanita.

6. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia (Indonesia) dengan tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa.

7. Rencana umum penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

8. Prinsip nasionalitas. Hukum Tanah Nasional

Kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Lombok Utara ini merupakan kasus tanah dengan kasus administrasi yang tumpang tindih dimana pembebasan tanah yang melibatkan pemilik yang tidak mengetahui kalau tanahnya dibebaskan.

Menurut keterangan ahli Prof. Dr. Nurhasan Ismail, SH, Msi, sebagaimana tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Mataram nomor : 10/PID.SUS/2012/PN.MTR tanggal 4 Oktober 2012 menerangkan bahwa :19

- Bahwa sesuai dengan pasal 6 UUPA bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial yaitu disamping tanah-tanah untuk kepentingan individu pemiliknya juga memberikan manfaat untuk kepentingan umum atau masyarakat artinya kalau tanah diperlukan untuk kepentingan masyarakat atau umum maka pemilik tanah punya kewajiban untuk menyerahkan tanah itu untuk kepentingan umum maka ada hak dari pemerintah untuk memberikan ganti rugi yang layak kepada pemilik tanah. Pemberian ganti rugi yang layak tersebut tidak menyebabkan turunnya derajat kemakmuran yang dinikmati oleh pemilik tanah; - Perbedaan cara memperoleh hak atas tanah individu atau pribadi dengan cara

perolehan hak atas tanah oleh pemerintah, yaitu:

- Individu memperoleh hak atas tanah melalui proses keperdataan yaitu dapat dilakukan melalui perbuatan hukum seperti jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, pelelangan dan penyertaan tanah sebagai modal usaha dalam satu badan hukum;

- Pemerintah memperoleh hak atas tanah melalui lembaga pembebasan tanah dan tidak boleh mempunyai hak milik, pemerintah hanya punya hak pakai atas tanah.

Penyelesaian Sengketa

Secara filosofis20, penyelesaian sengketa merupakan upaya untuk

mengembalikan hubungan dengan para pihak yang bersengketa dalam keadaan seperti semula. Dengan pengembalian tersebut, maka mereka dapat mengadakan hubungan, baik hubungan sosial maupun hubungan hukum antara satu dengan lainnya. Teori yang mengkaji hal tersebut disebut dengan teori penyelesaian sengketa. Laura Nader dan Harry F. Todd Jr, mengartikan sengketa sebagai berikut:21

“Keadaan dimana sengketa tersebut dinhyatakan dimuka atau melibatkan pihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan istilah pra konflik dan konflik. Pra konflik adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas seseorang. Konflik itu sendiri adalah 19 Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Mataram tentang tindak pidana korupsi Nomor :

10/PID.SUS/2012/PN.MTR

20 Dr. H. Salim HS, S.H., M.S dan Erlies Septiana Nurbani, S.H., LLM, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 135.

21 Valerine J.L. Kriekhoff, Mediasi (Tinjauan dari Segi Antropologi Hukum), dalam Antropologi Hukum :

(9)

32

keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut.”

Antropologi hukum juga mengemukakan pendapatnya tentang cara-cara penyelesaian sengketa yang terjadi dalam masyarakat, baik dalam masyarakat modern maupun tradisional. Laura Nader dan Harry F. Todd Jr., mengemukakan tujuh cara penyelesaian sengketa dalam masyarakat, antara lain :

1. Lumping it (membiarkan saja);

Pihak yang merasakan perlakuan yang tidak adil, gagal dalam upaya untuk menekankan tuntutannya, mengambil keputusan untuk mengabaikan saja masalah atau isu yang menimbulkan tuntutannya dan dia meneruskan hubungan dengan pihak-pihak yang merugikannya.

2. Avoidance (mengelak);

Pihak yang merasa dirugikan, memilih untuk mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannyan atau untuk sama sekali menghentikan hubungan tersebut.

3. Coercion (paksaan);

Satu pihak memaksakan pemecahan kepada pihak lain. 4. Negotiation (perundingan);

Dua pihak yang berhadapan merupakan para pengambil keputusan. Penyelesaian dari masalah yang dihadapi dilakukan oleh mereka berdua, mereka sepakat tanpa ada pihak ketiga yang mencampurinya.

5. Mediation (mediasi);

Pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan.

6. Abitration (abitrasi);

Kedua belah pihak yang beersengketa sepakat untuk meminta perantara dari pihak ketiga.

7. Adjudication (peradilan).22

Penyelesaian sengketa melalui meja pengadilan dan segala keputusan yang diambil mutlak ditangan hakim.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dasar konstitusional Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang dasar 1945; Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bagi kepentingan umum sepanjang sejak didiundangkan menggantikan Peraturan Menteri dalam Negeri No.15 tahun 1975 menimbulkan kontroversi hukum seperti pendahulunya. Sekalipun memiliki pijakan konstitusionalitas, namun ditinjau dari bentuk, format, substansi, penegakan hukum tidak memenuhi persyaratan sebagai produk hukum yang baik dan benar. Nilai-nilai luhur UUD 1945 tentang moral, keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan harus diaktualisasikan pada peraturan perundangan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan.

22 Laura Nader dan Harry F. Todd Jr., The Disputing Process Law in Ten Societies, (New York :

(10)

33

2. Pemberian hak di Indonesia yang berdasarkan mekanisme dan syarat yang sudah di tetapkan oleh undang-undang seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan UUPA masih belum terlaksana dengan baik dikarenakan banyaknya masyarakat yang belum mengerti tentang mekanisme dan syarat pendaftaran tanah tersebut.

3. Kerugian yang dialami oleh negara dalam kasus yang terjadi di Dusun Jugil, Desa Sambik Bangkol Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Diatas, tidak semata-mata dikarenakan lemahnya undang-undang yang menangani masalah tersebut, akan tetapi lebih disebabkan karena aparatur pemerintahan yang dalam hal ini panitia pembebasan lahan tersebut kurang teliti dalam menjalankan undang-undang dan peraturan yang sudah ada serta mengabaikan tuntutan masyarakat sehingga setelah ganti rugi dibayarkan, negara masih belum bisa menguasai lahan tersebut dikarenakan adanya pihak yang masih memegang tanda bukti kepemilikan yang sah dan belum menyerahkan haknya kepada pemerintah. Hal ini juga dipicu oleh ketidaktelitian BPN dalam menerbitkan sertipikat kepemilikan sehingga terdapat lebih dari satu sertipikat kepemilikan yang sah atas tanah yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Acmad Rubiae, “Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,” Banyumedia Publising, Malang, 20017, Hlm. 1.

Yanis Maladi, Pendaftaran Tanah Nasional dan Kehidupan Hukum Masyarakat

(Prespektif Teori-Teori Sosial), Mahkota Kata, Yogyakarta, 2008, Hlm.

17.

A.P. Parlindungan dan Yanis Maladi, “Masalah Hukum Pertanahan di Indonesia”, makalah disampaikan pada Temu Ilmuah dan Muskemas Ismahi III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 1990, Hlm. 4-5. Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legak Theory) dan Teory Peradilan

(judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang

(Legisprudence), edisi Pertama, Cetakan ke-2, Kharisma Putra Utama,

Jakarta 2009,Hlm.221.

CD.B.Macpherson, Pemikiran Dasar Tentang Hak milik, Judul Asli : Property :

Mainstream and Critical Positions, by,C.B. Machperson, University of

Toronto Press 1978, Alih Bahasa : C. Woekirsari dan Haryono, Cetakan Pertama, LBH Indonesia, 1989,Hlm.5.

Hans Kelsen,Teori Umum Tentang Hukum dan negara, Diterjamahkan dari Buku

Hans Kelsens,General Theory of law and state (New York:Russel and

Russel,1971), penerjemah Raisul

Darji Darmodiiharjo dan Shidarta, Pokok Pokok Filsafat Hukum, apa dan

bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Cetakan Kelima, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta,Hlm.167.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 11.

Pedoman penyusunan dan Penilaian Tesis 2010, Universitas Mataram, 2010. Hlm.7 Salleh Buang, Compulsory Land Acquisition, Central Law Book, 1993, Hlm.45

(11)

34

Dr. H. Salim HS, S.H.,M.S, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan ke 1, 2013, Hlm. 39.

Bagir Manan, “Hukum Positif Indonesia”, Pustaka Belajar, 2009

Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program Pasca SarjanaMagister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012

Harsono Boedi., Hukum Agraria Indoensia: Sejarah Pembentukan Undang-undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Cet. 9, Djambatan,

Jakarta, 2003, hlm.257 Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi

Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Yogyakarta, 2008,

hlm.1098 Ibid, hlm. 92-93

Sidi Gazalba, 2002, Sistematika Filsafat. Buku Keempat, Pengantar Kepada Teori

Nilai, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 10.

Maria SW Sumardjono, 1998, Kewenangan Negara untuk Mengatur dalam Konsep

Penguasaan Tanah oleh Negara, dalam

Dr. H. Salim HS, S.H., M.S dan Erlies Septiana Nurbani, S.H., LLM, Penerapan

Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers,

Jakarta, Hlm. 135.

Valerine J.L. Kriekhoff, Mediasi (Tinjauan dari Segi Antropologi Hukum), dalam Antropologi Hukum : Sebuah Bunga Rampai oleh T.O. Ihromi, (Jakarta: Yayasan Obor, 2001), Hlm. 225.

Laura Nader dan Harry F. Todd Jr., The Disputing Process Law in Ten Societies, (New York : Columbia University Press, 1978), Hlm. 9-11.

Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Penjelasan UUD 1945 dalam proses perubahan UUD 1945 dihilangkan dengan memasukkan kedalam materi batang tubuh.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah;

Undang-undang No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280) Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tanggal 5 Juni 2006 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Peraturan Kepala BPN RI Nomor : 3 Tahun 2007 tanggal 21 Mei 2007 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden RI Nomor : 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.

Peraturan Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013)

Instruksi Presiden No. 9 Tahun tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benada yang ada diatasnya. Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Mataram tentang Tindak Pidana Korupsi

Nomor : 10/PID.SUS/2012/PN.MTR atas Nama Terdakwa Simparudin, SH tanggal Putusan : 4 Oktober 2012

(12)

35

www.gagasanhukum.wordpress.com. Online intemet tangal 11 Januari 2010

http:www.primadona lombok: Kasus Dugaan Korupsi Proyek TPA diakses tanggal 20 April 2014

www.id.wikipedia.org, diakses tanggal 14 Mei 2014

http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-konstitusi-negara.html http://koffieenco.blogspot.com/2013/08/penelitian-hukum-normatif.html

Referensi

Dokumen terkait

Juga Zenha dkk (2009) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa ada hubungan antara kadar antibodi PGL-1 dengan jumlah bakteri (BI) pada kusta tipe MB, yang cenderung mengalami

Disamping nyeri muskuloskletal sering juga ditemukan gangguan saraf otonom, gangguan sistem neuroendokrin dan neuropsikiatrik seperti stres dan depresi yang

Leher Burung: didominasi oleh struktur berarah Utara- Barat Laut (Jalur Perlipatan Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian Kemum pada daerah Kepala Burung.. Tubuh

Pada item pernyataan (Masyarakat yang senantiasa membantu orang lain (misalnya dalam hal berbagi kesempatan kepada pembeli lain untuk membeli beras),

Langkah-langkah dalam uji lipolitik B.cereus yaitu dengan cara mengambil biakan hasil peremajaan bakteri sebanyak 1 ose dari medium NA miring, kemudian dimasukkan

Kursus ini bertujuan untuk memberi para pelajar peluang untuk mengalami sendiri aktiviti pekerjaan dan latihan dalam bidang pengurusan, pemasaran, kewangan dan dalam

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan produktivitas usahatani padi sawah antara sistem bagi hasil dengan lahan milik sendiri di Desa Pudonggala Kecamatan Sawa

Sustainability Menegement sebagai Solusi keberlanjutan program PUAP di Gapoktan Sigampa Desa Kaleke Kecamatan Dolo Barat terkait dengan pengelolaan program PUAP