• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa SMP Negeri X di Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa SMP Negeri X di Sidoarjo."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata (S1) Psikologi (S.Psi)

Maulid Dina Tri Utami B37212091

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa. Penelitian ini merupakan penlitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala konformitas teman sebaya dan skala kedisiplinan belajar. Subjek penelitian berjumlah 268 dari jumlah populasi sebanyak 67 siswa melalui teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa.

(7)

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the relationship between peer conformity with student learning discipline. This study is a correlation research using data collection techniques such as peer conformity scale and learning discipline scale. Research subjects amounted to 268 of the total population of 67 students through simple random sampling technique. The results showed that there is a relationship between peer conformity with student learning discipline.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRAC ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kedisiplinan Belajar ... 14

1. Pengertian Kedisiplinan ... 14

2. Pengertian Belajar ... 15

3. Pengertian Kedisiplinan Belajar ... 18

4. Aspek – aspek Kedisiplinan Belajar ... 19

5. Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Belajar ... 20

6. Unsur-unsur Kedisiplinan Belajar ... 25

B. Konformitas Teman Sebaya ... 27

1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya ... 27

2. Faktor-faktor Konformitas Teman Sebaya... 29

3. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya ... 31

C. Siswa ... 32

D. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kedisiplinan Belajar ... 51

E. Kerangka Teori ... 52

F. Hipotesis ... 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 58

1. Variabel ... 58

2. Definisi Operasional ... 59

B. Populasi, Sampel, Teknik Sampling ... 59

1. Populasi ... 59

2. Sampel ... 60

3. Teknik Sampling ... 61

C. Teknik Pengumpulan Data ... 61

(9)

1. Validitas ... 64

2. Reliabilitas ... 68

E. Analisis Data ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 72

1. Deskripsi Subjek ... 72

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 73

1. Deskripsi Data ... 73

2. Reliabilitas Data ... 75

C. HASIL ... 77

1. Uji Normalitas ... 77

2. Uji Linieritas ... 78

3. Pengujian Hipotesis ... 79

D. PEMBAHASAN ... 81

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia yang saat ini dilanda krisis multidimensi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat ditempuh melalui jalur pendidikan. Seberapa besar kontribusi pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia dapat diketahui dari keberhasilan yang telah dilakukan.

Keberhasilan pendidikan khususnya pendidikan formal dapat dilihat dari pencapaian yang diperoleh. Hampir semua keterampilan, pengetahuan, sikap berkembang melalui belajar. Kegiatan belajar bisa dilakukan dimana saja dirumah, sekolah, dimasyarakat luas. Tetapi untuk kegiatan belajar formal dilakukan disekolah. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU Republik Indonesia, 2003).

(11)

pelatihan. Sedangkan Pendidikan formal adalah segenap bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.

Pendidikan juga dijelaskan dalam UU No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang berisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru dituntut mampu memahami perkembangan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan pelayanan pendidikan atau menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa tersebut. Di dalam UU No 20 pasal 1 ayat 4 menjelaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

(12)

langsung. Sedangkan anak usia SMP berada pada tahap perkembangan pubertas berkisar umur 10-14 tahun. Masa remaja 12-21 tahun disebut juga masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa keidupan orang dewasa. Karakteristik usia SMP/SMA sering dikenal dengan pencarian jati diri (ego identity). (Desmita, 2012)

Berdasarkan karakteristik – karakteristik di atas yang sesuai dengan usianya, subyek dalam penelitian ini berfokus kepada siswa SMP . Karakteristik usia siswa SMP berkisar umur 12-21 tahun, yang mana usia tersebut termasuk dalam konteks perkembangan masa remaja. Masa remaja adalah masa tanjakan atau masa transisi dari masa kanak-kanak yang mana masih belum bisa dikatakan untuk dewasa. Masa remaja sering disebut Adolesensi artinya menjadi dewasa. Meskipun tidak begitu jelas adanya perbedaan antara masa kanak-kanak, namun Nampak adanya gejala yang menunjukkan permulaan remaja. Yaitu timbulnya seksualitas atau pertumbuhan genital. (Monks. 2006)

(13)

Kedisiplinan dalam dunia pendidikan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh seorang siswa agar memperkuat dirinya sendiri untuk selalu terbiasa patuh pada apa yang sudah ditetapkan sebagai peraturannya. Sikap disiplin yang timbul dari kesadarannya sendiri akan dapat lebih memacu dan tahan lama dibandingkan dengan disiplin yang timbul karena pengawasan dari orang lain. Disiplin dapat tumbuh dengan sendirinya maupun melalui proses latihan, mulai pada masa kanak-kanak dan terus berkembang sehingga menjadi disiplin yang semakin kuat.

Disiplin merupakan pengaruh yang dirancang untuk membantu siswa mampu menghadapi lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan untuk berbuat agar memperoleh sesuatu dengan pembatasan atau peraturan yang diperukan oleh ligkungan terhadap dirinya (Conny, 2009).

(14)

Menurut Hurlock (1989) Konsep popular dari “disiplin” adalah sama dengan “hukuman”. Menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya

bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang tua, guru atau orang dewasa yang berwewenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anak itu tinggal. Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple”, yakni seorang yang belajar dari atau secara suka

rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok.

(15)

Islamuddin (2011) mengatakan bahwa mempunyai tiga faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi disiplin belajar adalah faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan. Faktor internal terdiri dari kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor pendekatan belajar terdiri dari upaya belajar siswa meliputi stategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran, dan faktor eksternal sendiri terdiri dari lingkungan nonsosial dan lingkungan sosial.

Faktor yang mempengaruhi disiplin belajar siswa menurut Muhibbin Syah (2013) salah satunya adalah konformitas teman sebaya. Selain penanaman disiplin keluarga, pergaulan dengan teman seaya setiap hari juga membawa dmpak yang besar terhadap disiplin belajar siswa. Perilaku yang muncul karena menampilkan atau meniru tingkah orang lain disebut konformitas.

Menurut Sears (1985) konformitas bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena ada orang lain yang menampilkan perilaku tersebut. Sedangkan menurut Baron & Byrne (2005) adalah sebuah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut norma yang terdapat pada kelompok acuan, menerima ide, maupun aturan-aturan bagaimana cara remaja berpeilaku.

(16)

teman bergaul dapat mempengaruhi disiplin sebab teman bergaul di sekoah baik dapat memberikam dorongan agar seorang siswa berubah perilakunya.

Berdasarkan beberapa uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti kedisiplinan belajar pada siswa apakah terdapat hubungan dengan konformitas teman sebaya . Dengan demikian penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Hubungan konformitas teman sebaya dengan

kedisiplinan belajar siswa di SMP Negeri x di Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar di SMP Negeri x di Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa SMP Negeri x di Sidoarjo

D. Manfaat Penelitian

(17)

a. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan tentang hasil penelitian dalam bidang Psikologi, khususnya dalam Psikologi Pendidikan.

b. Maanfaat secara Praktis

1. Mampu memberikan suatu wacana pada masyarakat dan yang lainnya, sehingga mereka memperoleh pengetahuan bahwa konformitas teman sebaya berhubungan dengan kedisiplinan belajar.

2. Bagi orang tua diharapkan untuk memberikan dukungan terhadap siswa agar berusaha untuk meningkatkan kedisiplinan.

E. Keaslian Penelitian

Dikaji dari beberapa permasalahan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan belajar siswa. Hal ini didukung dari beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan landasan penelitian yang akan dilakukan. Berikut penelitian pendukung tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muniroh (2013) yang berjudul “Hubungan Antara Kontrol Diri dan Perilaku Disiplin Pada

Santri Di Pondok Pesantren”. Hasil penelitian menunjukkan adanya

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) dengan judul “Hubungan Antara Kedisiplinan Dengan Perilaku Agresif Siswa SMP

Murni 1 Surakarta”. Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa ada

hubungan positif yang sangat signifikan antara kedisiplinan terhadap perilaku agresif siswa.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wati (2012) dengan judul “ Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya Dengan Kedisiplinan Siswa”. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kedisiplinan siswa, dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Sumbangan efektif variable inteligensi dan dukungan orang tua dengan kesiapan sekolah sebesar 44,9%.

Dan penelitian yang dilakukan oleh Setianingsih (2007) yang berjudul “ Perbedaan Kedisiplinan Belajar Siswa Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua”. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah ada

perbedaan kedisiplinan belajar ditinjau dari pola asuh orang tua. Kedisiplinan belajar anak yang menerima pola asuh otoriter lebih tinggi dari pada anak yang menerima pola asuh demokratis dan permisif.

(19)

windows, menunjukkan koefisien korelasi secara umum (R) sebesar 0,964 dengan koefisien (R Square) sebesar 0,930. Lebih lanjut ditemukan korelasi analisis regresi dengan P sebesar 0,000 dimana p < 0,001, yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara kelompok teman sebaya dengan disiplin belajar pada siswa SMK YP Gajah Mada Palembang.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pujawati (2016) “ Hubungan Kontrol Diri dan Dukungan Orang Tua dan Perilaku Disiplin Pada Santri di Pondok Pesantren Darussa’adah Samarinda”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kontrol diri dan dukungan orang tua dengan disiplin perilaku siswa di pesantren darussa'adah samarinda.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Miranda (2017) dengan judul “ Pengaruh Konformitas Teman Sebaya dan Minat Belajar Terhadap Perilaku Menyontek Pada Siswa Kelas X SMA NEGERI 3

BONTANG”. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh

antara konformitas teman sebaya dan minat belajar terhadap perilaku menyontek kelas X SMA NEGERI 3 BONTANG.

Penelitian yang dilakukan oleh Rohana (2015) dengan judul “Hubungan Self Efficacy dan Konformitas Teman Sebaya Terhadap

Perilaku Mencontek Siswa SMP Bhakti Loa Janan”. Hasil penelitian ini

(20)

semakin tinggi pula perilaku mencontek yang dilakukan oleh siswa, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian ini juga terdapat uji beda jenis kelamin rata-rata yang melakukan perilaku mencontek adalah siswa laki-laki.

Penelitian yang dilakukan oleh Sholihah, (2013) yang berjudul “Penerapan Strategi Self-Management untuk meningkatkan disiplin

belajar pada siswa tunadaksa cerebral palcy kelas IV SDLB-D YPAC

Surabaya”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahawa strategi self -management dapat meningkatkan disiplin belajar pada siswa tuna daksa celebral.

Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah & Pramesti (2016) yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Otoriter Terhadap Kedisiplinan Anak Usia

4-6 Tahun”. Hasil uji analisis statistic t untuk X menunjukkan bahwa niali signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga ho ditolak dan ha diterima yang artinya ada pengaruh pola asuh otoriter terhadap kedisiplinan anak usia 4-6 tahun di Taman kanak-kanak Gugus 01 Tulung Sampung Ponorogo.

Penelitian Haun & Tomasello (2011), yang berjudul “conformity to Peer in Preschool Children”. A follow-up study with 18 groups of 4 children between 4;0 and 4;6 years of age revealed that children did not change their „„real’’ judgment of the situation, but only their public

(21)

4 anak-anak antara 4; 0 dan 4; 6 tahun mengungkapkan bahwa anak-anak tidak mengubah mereka '' nyata '' penghakiman Situasi, tetapi hanya ekspresi publik mereka itu. anak-anak prasekolah tunduk pada tekanan teman sebaya, menunjukkan sensitivitas untuk rekan-rekan sebagai kelompok referensi sosial primer sudah selama bertahun-tahun prasekolah.

Penelitian Daniel, dkk (2014) yang berjudul “ Children Confrom to the Behavior of Peers; Other Great Apes Stick With What They Know”. In

a follow-up study, children switched much more when the peer demonstrators were still present than when they were absent, which suggests that their conformity arose at least in part from social motivations. These result demonstratr am important difference between the social learning of humans and great apes, a difference thath might help to account for differences in human and nonhuman cultures.

Penelitian Gitome, dkk (2013) yang berjudul “Correlation Between Student’s Dicipline and Performance in the Kenya Certificate of

Secondary Education”.

Penelitian internasional Oleh Duckworth & Seligman tentang disiplin di antaranya adalah (2006) “Self Discipline Test Edge: Gender In Self-Discipline, Grades, and Achievement Test Score”.. AL Duckworth

(22)
(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KEDISIPLINAN BELAJAR 1. Pengertian Kedisiplinan

Menurut Hurlock (1989) Konsep popular dari “disiplin” adalah sama dengan “hukuman”. Menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya

bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang tua, guru atau orang dewasa yang berwewenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anak itu tinggal.

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple”, yakni

seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok.

(24)

walaupun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengajar anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok social, tempat mereka diidentifikasikan.

Menurut Gunarsa (1983), mengatakan bahwa disiplin pada anak terlihat bilamana pada anak ada pengertian-pengertian mengenai batas-batas kebebasan dari perbuatan-perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Disiplin ini ditanamkan oleh orang tua sedikit demi sedikit pada anak.

Soedjono (1983) mengemukakan bahwa dalam pembicaraan sehari-hari disiplin biasanya dikaitkan dengan keadaan tertib. Artinya sesuatu keadaan dimana perilaku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manullang (1981) berpendapat bahwa disiplin berarti sanggup melakukan apa yang sudah disetujui, baik persetujuan tertulis, lisan maupun berupa peraturan-peraturan atau kebiasaan. Disiplin menurut Hodges (Helmi, 1996) dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan belajar, pengertian disiplin belajar adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan siswa terhadap peraturan

2. Pengertian Belajar

(25)

melaksanakan aktivitas belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur samapi dengan tidur kembali akan sellau diwarnai oleh aktivitas belajar. Belajar membuat manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir.

Slameto (2010) menyatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2012) berpendapat belajar mengandung perngertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku. Rifa’I dan Anni (2011) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses

penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.

Baharuddin (2008) belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Sedangkan menurut Sardiman (2011) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan dengan membaca, mengamati, medengarkan, meniru dan lain sebagainya.

(26)

adalah dengan mengalami ; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.

Belajar merupakan aktifitas seseorang yang sangat kompleks sehingga menimbukan pengertian yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya pandangan yang berbeda dalam usaha memahami arti belajar. Kiranya tidaklah berlebihan apabila dinyatakan bahwa belajar merupakan hal yang sentral bagi setiap manusia. Pada umumnya setiap orang dapat menyebutkan kata belajar, tetapi tidak setiap orang dapat memahami apa arti belajar yang sebenarnya. Kesatuan pendapat mengenai belajar sampai kini belum ada, dan andai kata ditanyakan kepada banyak orang tentang belajar, jawabannya akan sekian banyak pula.

(27)

keberhasilan belajar menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya. Hal ini akan memperkuat kedisiplinan siswa

Berdasarkan beberapa pengertian tentang belajar di atas yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan untuk memperoleh suatu pengalaman.

3. Pengertian Kedisiplinan Belajar

Dari uraian sebelumnya kedisiplinan diartikan sebagai perilaku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah ditetapkan atau disetujui terlebih dahulu baik persetujuan tertulis, lisan maupun berupa peraturan-peraturan atau kebiasaan. Sedangkan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan yang mengarah kepada penguasaaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

(28)

Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang sesuai dengan keputusan, peraturan-peraturan dan norma-norma yang telah ditetapkan bersama, baik persetujuan tertulis maupun tidak tertulis antara siswa dengan guru di sekolah maupun dengan orang tua di rumah untuk mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, dan kebijaksanaan.

4. Aspek-aspek Kedisiplinan Belajar

Menurut Hurlock (1989), aspek-aspek kedisiplinan belajar antara lain :

a. Peraturan

Peraturan merupakan pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Tujuan dengan adanya peraturan adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam sitausi tertentu.

b. Hukuman

Hukuman diberikan pada seseorang karena suatu kesalahan atau pelanggaran sebagai ganjarannya.

(29)

Penghargaan diberikan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung.

d. Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi ini memiliki nilai mendidik yang besar, bila peraturan maka siswa akan memacu proses belajarnya.

5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Dalam Kedisiplinan Belajar

Menurut Muhibbin Syah (2013) Secara global, faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah), aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).

a) Aspek Fisiologis

(30)

materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani harus tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Selain makanan dan minuman siswa juga perlu istirahat yang cukup dan pola olahraga juga harus berkeseimbangan.

Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam pemglihatan siswa yang rendah, umampanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat echoic dan iconic (gema dan citra). Akibat negative selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh system memori siswa tersebut.

b) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu sebagai berikut :

a. Intelegensi siswa

(31)

lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas prgan-organ tubuh lainya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegemsi manusia lebih menonjol daropada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktivitas manusia.

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegnsi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.

b. Sikap siswa

(32)

c. Bakat siswa

Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1998). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti potensi untuk mencapai prestasi sampai tingat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Jadi, seacara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Itu sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

d. Minat siswa

Secara sederhana, minat (interestI berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi yang besar terhadap sesuatu.

e. Motivasi siswa

Motivasi adalah keadaan internal organism baik manusia atauapun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.

b. Faktor Eksternal Siswa

(33)

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas atau sekelompok teman sebaya dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.

b) Lingkungan non-sosial

Lingkungan non-sosial seperti gedung sekolah, rumah tempat tinggal keluarga siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang untuk menentukkan tingkat keberhasilan belajar siswa.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning)

Sedangkan menurut Tulus Tu’u (2004), faktor-faktor yang

mempengaruhi disiplin belajar adalah :

a. Kesadaran diri,

Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap pemting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat terwujudnya disiplin.

b. Mengikuti dan menaati peraturan

(34)

kuat. Tekanan dari luar dirinya sebagai upaya mendorong, menekan dan memaksa agar disiplin diterapkan dalam diri seseorang sehingga peraturan-peraturan diikuti dan dipraktikkan.

c. Alat pendidikan

Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.

d. Hukuman

Sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga individu kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.

6. Unsur – unsur Disiplin Belajar

Hurlock (1992) menyatakan bahwa disiplin terdiri dari empat unsure yaitu: peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi.

a. Peraturan

(35)

Oleh karena itu dalam memberikan peraturan harus melihat usia individu dan tingkat pemahaman masing – masing individu.

b. Hukuman

Hukuman berasal dari kata kerja latin, “punier” Hurlock (1992)

menyatakan bahwa hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan , perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.

c. Penghargaan

(36)

d. Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi tidak sama dengan ketetapan dan tiada perubahan. Dengan demikian konsistensi merupakan suatu kecenderungan menuju kesamaan. Disiplin yang konstan akan mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah.

Mempunyai nilai mendidik yang besar yaitu peraturan yang konsisten bisa memacu proses belajar anak. Dengan adanya konsitensi anak akan terlatih dan terbiasa dengan segala yang tetap sehingga mereka akan termotivasi untuk melakukan hal yang benar dan menghindari hal yang salah.

B. KONFORMITAS TEMAN SEBAYA 1. Pengertian konformitas teman sebaya

Taylor (2009) mengatakan bahwa konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Kartono dan Gulo (2000) mengatakan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma yang telah digariskan oleh kelompok.

(37)

konformitas adalah perubahan dalam perilaku atau belief sebagai hasil dari tekanan kelompok yang nyata atau berdasarkan imajinasi.

Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. (Santrock, 2007)

Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Salah satu fungsi terpenting sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia diluar keluarga. (Santrock, 2007).

(38)

dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan. (Santrock, 2003).

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat ditegaskan bahwa konformitas teman sebaya adalah perilaku individu yang mengikuti tingkah laku orang lain yang sama tingkat kedewasaan dan umurnya.

2. Faktor-faktor Konformitas Teman Sebaya

Menurut David O’Sears (1985) menyebutkan ada empat faktor

yang mempengaruhi konformitas antara lain :

a. Kekompakan kelompok

Yang dimaksud kekompkana dalam kelompok adalaj jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alas an utamanya adalah bahwa bila seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok lain akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita.

b. Kesepakatan kelompok

(39)

tingkat konformitas. Penurunan konformitas ini juga terjadi dalam kondisi dimana orangyang berbeda pendapat memberikan jawaban yang salah. Bila orang menyatakan pendapat yang berbeda setelah mayoritas menyatakan pendapatnya, maka konformitas akan menurun.

c. Ukuran kelompok

Serangakian eksperimen menunjukkan bahwa konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak – tidaknya samapai tingkat tertentu.

d. Keterikatan pada penilaian bebas

Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan sungguh–sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku kelompok yang berlawanan. Keterikatan merupakan kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Secara khusus keterikatan dapat dipandang sebagai perasaan terikat pada suatu pendapat.

(40)

3. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya

Taylor (2009) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu :

1. Peniruan

Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.

2. Penyesuaian

Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.

3. Kepercayaan

Semakin besar keyakinan individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih konformitas terhadap orang lain.

4. Kesepakatan

(41)

5. Ketaatan

Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atas ketertundukan individu atas otoritas tertentu,sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi confor (mengikuti) terhadap hal-hal yang disampaikan.

C. Siswa

a. Pengertian Siswa

Menurut Djamarah (2005) anak didik (siswa) adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik bukan binatang, tetapi ia adalah manusia yang memiliki akal. Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran.

Menurut Desmita (2012) peserta didik (siswa) merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu system pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai “raw

material” (bahan mentah)

(42)

pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikan agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.

Menurut Arifin (1996) peserta didik dalam perspektif psikologi adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. (Desmita, 2012)

Dalam perspektif undang-undang system pendidikan nasional no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4, peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa peserta didik (siswa) merupakan individu yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang masih membutuhkan bimbingan dan pengarahan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

b. Aspek-aspek perkembangan siswa (peserta didik)

(43)

1. Aspek perkembangan fisik

Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth) meliputi perubahan-perubahan biologis (seperti; pertumbuhan otak, system saraf, organ-organ indrawi, pertembahan tinggi dan berat, hormone, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti; perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penuruna fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya.

2. Aspek perkembangan kognitif

(44)

membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.

3. Aspek perkembangan psikososial

Perkembangan psikososial adalah proses perubahan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial lebih luas. Dalam proses perkembangan ini peserta didik diharapkan mengerti orang lain, yang berarti mampu menggambarkan cirri-cirinya, mengenali apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan serta dapat menempatkan diri pada sudut pandang orang lain, tanpa kehilangan dirinya sendiri, meliputi perubahan pada relasi individu dengan orang lain, perubahan pada emosi dan perubahan kepribadian.

c. Karakteristik siswa (peserta didik)

Karakteristik dalam konteks ini berhubungan dengan aspek-aspek perkembangan peserta didik (siswa) usia sekolah dasar (SD) dan remaja (SMP dan SMA) yang meliputi: perkembangan fisik-motorik dan otak, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosional. Masing-masing aspek berhubungan dengan pendidikan, sehingga memudahkan pendidik (guru) untuk menggunakan strategi pembelajaran yang relevan. (Desmita, 2012)

1. Karakteristik anak usia sekolah dasar (SD)

(45)

pada pembagian tahap perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).

Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

2) Membina hidup sehat.

3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok

4) Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin.

5) Belajar embaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif.

7) Mengembangkan kata hati, moral dan norma-norma. 8) Mencapai kemandirian pribadi.

(46)

Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini yaitu:

1) Terjadinya ketidak seimbangan proporsi tinggi dan berat badan.

2) Mulai timbulnya cirri-ciri seks sekunder.

3) Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.

4) Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

5) Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.

6) Reaksi dan ekspresi emosi masih labil

7) Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.

8) Kecenderungan minat dan pilihan karer relative sudah lebih jelas.

(47)

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:

1) Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya 2) Dapat menerima dan belajar peran sosial dengan pria atau

wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat

3) Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif

4) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya

5) Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan minat kemampuannya

6) Menggambarkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak

7) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara

8) Mencapai tingkahlaku yang bertanggung jawab secara sosial 9) Memperoleh seperangkat nilai dan system etika sebagai

pedoman dalam bertingkah laku

(48)

Berdasarkan penjelasan karakteristik usia peserta didik (siswa) diatas dapat ditegaskan bahwa usia anak sekolah dasar (SD) berkisar antara 6-12 tahun, sedangkan usia anak sekolah menengah (SMP) berkisar antara usia 10-14 tahun, dan usia remaja disebut juga usia anak sekolah SMP dan SMA yang berkisar antara usia 12-21 tahun merupakan usia pencarian jati diri (ego identity).

Berdasarkan perbedaan karakteristik usia peserta didik yang berbeda sesuai dengan jenjang pendidikannya, dalam penelitian ini berfokus pada peserta didik (siswa) SMP (MTS). Karakteristik usia siswa SMP (MTS) berkisar umur 12-21 tahun, yang mana usia tersebut termasuk dalam konteks perkembangan masa remaja.

a) Pengertian remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan

orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

(49)

masa kanak-kanak, namun Nampak adanya gejala yang menunjukkan permulaan remaja. Yaitu timbulnya seksualitas atau pertumbuhan genital. (Monks. Dkk, 2006)

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. (Hurlock, 1992)

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. (Santrock, 2003)

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual. (Kartono, 1995)

(50)

grow hairy”), yang berarti tumbuhnya bulu, seperti bulu di

sekitar kelamin, ketiak, dan muka. Secara istilah, kata pubertas berarti proses pencapaian kematangan seksual dan kemampuan untuk produksi.

Masa remaja disebut juga adolescence, yang dalam bahasa latin berasal dari kata adolescere, yang berarti “to grow into adulthood”. Adolesen merupakan periode transisi dari masa anak

ke masa dewasa, dalam mana terjadi perubahan dalam aspek biologis, psikologis, dan sosial. (Yusuf.S dan Sugandhi.N M, 2012)

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan

orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

(51)

dalam usia ini merupakan masa perkembangan dari masa anak-anak.

b) Tahap perkembangan Masa Remaja 1) Perkembangan fisik

Masa remaja yang diawali dengan pubertas, adalah masa kematangan fisik yang sangat cepat, yang meliputi aspek hormonal dan perubahan fisik. (Yusuf. S dan Sugandi. N.M, 2012) aspek hormonal yang mempengaruhi perkembangan fisik remaja adalah kelenjar endoktrin (endoctrine glands), yang melibatkan interaksi antara kelenjar hypothalamus (sebuah struktur dalam porsi otak yang paling tinggi memonitor makan, mnum, dan seks), kelenjar pituitary (kelenjar endoktrin yang penting untuk mengontrol pertumbuhan dan regulasi kelenjar lainnya), dan gonads (kelenjar seks, yaitu testis pada pria dan ovaries pada wanita)

Pertumbuhan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisk dan erupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin primer dan kelamin sekunder. (Fatima.E, 2006)

(52)

impuls-impuls baru peda perkembangan psikososial. Jadi hubungan “kualitas” ini berjalan dari aspek fisik ke aspek psikososial.

Sebaliknya reaksi individu terhadap perkembangan fisik tergantung lagi dari pengaruh lingkungannya dan dari sifat pribadinya sendiri, yaitu intrpretasi yang diberikan terhadap lingkungan itu. tetapi titik mula pubertas terletak pada fenomena pertumbuhan dan pemasakan fisik.

Menurut Sarlito Wirawan (dalam Fatima, 2006) terdapat urutan perubahan fisik pada anak perempuan adalah sebagai berikut.

a) Terjadinya pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang).

b) Terjadi pertumbuhan payudara.

c) Tumbuh bulu yang halus dan berwarna gelap di tangan dan kakinya.

d) Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya.

e) Bulu kemaluan menjadi keriting. f) Terjadi peristiwa masturbasi atau haid. g) Tumbuh bulu-bulu pada ketiak.

Adapun urutan perubahan fisik pada anak laki-laki adalah sebagai berikut.

(53)

b) Testis membesar.

c) Tumbuh bulu berwarna gelap pada kemaluan. d) Terjadi awal perubahan nada suara

e) Mengalami ejakulasi.

f) Bulu kemaluan menjadi keriting.

g) Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat yang maksimal setiap tahunnya.

h) Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jambang, dan jenggot)

i) Tumbuh bulu di ketiak. j) Terjadi akhir perubahan suara

k) Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap. l) Tumbuh bulu di dada dan kaki.

Menurut Yusuf dan Sugandi, (2011) perubahan fisik pada remaja pria meliputi

a) Membesarnya ukuran penis dan buah pelir.

b) Tumbuhnya bulu kapuk disekitar kemaluan, ketiak, dan di wajah.

c) Perubahan suara menjadi agak membesar.

d) Terjadinya ejakulasi pertama, biasanya melalui masturbasi/onani atau “wet dream” (mimpi basah).

(54)

a) Menstruasi pertama (menarce). b) Mulai membesarnya payudara

c) Tumbuhnya bulu kapuk disekitar ketiak dan kelamin. d) Membesar atau melebarnya ukuran pinggul.

Puncak pertumbuhan fisik masa pubertas adalah pada usia sekitar 11,5 tahun bagi remaja wanita, dan usia 13,5 tahun bagi remaja pria.

Berdasarkan penjelasan para ahli diatas menunjukkan bahwa perkembangan fisik merupakan kematangan fisik dan perubahan fisik ini merupakan perubahan yang perubahan yang sangat tampak perubahannya dari masa anak-anak. Perkembangan fisik ini meliputi perubahan ukuran proporsi tubuh dari perkembangan sebelumnya.

2) Perkembangan kognitif

Menurut Desmita (2012) perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan) yaitu semua proses psikologis yang baerkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.

(55)

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003) seseorang berkembang melalui empat tahap utama perkembangan kognitif: sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut berkaitan dengan usia dan mengandung cara berfikir yang berbeda. Cara yang berbeda dalam memahami dunialah yang membuat suatu tahap lebih maju daripada yang lainnya; memiliki lebih banyak pengetahuan tidak dengan sendirinya berarti membuat cara berfikir remaja menjadi lebih maju. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003) kognitif seseorang secara kualitatif berbeda pada suatu tahap dibandingkan dengan tahap yang lain.

Piaget (1995; dalam Slavin, 2011) membagi perkembangan kognisi anak-anak dan remaja menjadi 4 tahap: sensori-motor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal. Piaget (1995; dalam Slavin, 2011) percaya bahwa semua anak melewati tahap-tahap tersebut dalam urutan seperti ini, dan bahwa tidak seorang anak pun dapat melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati tahap-tahap tersebut dengan kecepatan yang agak berbeda.

(56)

sangat sulit untuk diatasi oleh individu secara sendirian, tetapi baru dapat dicapai apabila mendapat bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih terampil. ZPD ini meliputi dua sisi, yaitu batas bawah dan batas atas. Batas bawah adalah tahap pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh remaja sendiri tanpa bantuan orang lain. Sementara batas atas adalah tahap berpikir remaja dalam memecahkan masalah dengan bantuan orang lain (guru atau instruktur). Vigotksy meyakini bahwa perkembangan kognitif, dalam hal ZPD sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (sosial budaya).

Menurut uraian beberapa ahli diatas dapat diketahui bahwa perkembangan ognitif merupakan cara seseorang untuk memecahkan beberapa msalah yang dihadapi. Dan juga perkembangan kognitif merupakan pengetahuan yang berkembang berdasarkan pengalaman dan proses penyimpanan informasi dalam ingatan.

3) Perkembangan emosi

(57)

Menurut Crow & Crow (1958) (dalam Fatimah.E, 2006) pengertian emosi adalah “an emotion, is an effective

experience that accompanies generalized inner adjustment

and mental and physiological stirredup state in the individual,

and that show it self in his evert behavior.” Jadi emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan fisik.

Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi disebabkan remaja berada di bawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak, ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. (Fatimah.E, 2006)

Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya (Ali & Asrori, 2006).

Semiawan (dalam Ali & Asrori, 2006) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna.

(58)

menambahkan bahwa perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.

Berdasarkan paparan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi remaja adalah perubahan perasaan yang dialami oleh remaja yang dipengaruhi oleh perkembangan fisik dan tekanan sosial yang dialami. Perkembangan emosi remaja tidak jauh beda dengan perkembangan emosi pada masa anak-anak, perbedaannya hanyalah terletak pada pola pengendalian emosi dan kesiapan remaja dalam menghadapi emosi.

4) Perkembangan sosial

(59)

Menurut Monks dkk (2006) percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya.

Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari sekse yang sama. Persamaan sekse ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan itu ialah perasaan identifikasi yang mempersiapkan pembentukan pengalaman identitas. (Monks dkk, 2006)

Menurut Yusuf dan Sugandhi, (2012) perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama.

(60)

D. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kedisiplinan Belajar

Kedisiplinan berperan penting dalam pencapaian keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Begitu pula kedisiplinan belajar sangat diperlukan bagi seorang siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan selama proses belajar. Oleh karena itu kedisiplinan belajar akan membawa dampak positif bagi siswa yang mampu menjalankannya dengan benar. Menurut Slameto (1995) kedisiplinan merupakan salah satu saran dan kunci untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan, untuk itu perlu ditimbulkan kesadaran dari individu tetang perlunya kedisiplinan diri terhadap segala sesuatu yang harus dilakukan.

Disiplin merupakan hal-hal yang sangat penting, terutama bagi orang – orang yang ingin mencapai suatu cita-cita. Orang yang terbiasa hidup dengan sikap yang disiplin makan akan mempunyai program harian dan aturan, dan dia berkomitmen terhadap program yang telah dia buat tersebut. Jika belum terbiasa dengan sikap disiplin maka akan terasa berat, karena itulah disiplin tidak semudah yang dibayangkan, melainkan butuh proses yang cukup panjang serta perjuangan yang sungguh – sungguh.

(61)

seseorang karena disebabkan orang lain juga menampilkan perilaku tersebut.

Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif, dengan menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, mencorat coret dan mempermainkan orang tua serta guru mereka. Berndt menemukan konformitas remaja terhadap perilaku antisosial yang dimiliki oleh teman sebaya menurun pada tingkat akhir masa sekolah menengah dan kesesuaian antara orang tua dan teman sebaya mulai meningkat dalam banyak hal. Hampir semua remaja mengikuti tekanan teman sebaya dan ukuran lingkungan social (Santrock, 2003).

E. Kerangka Teori

(62)

remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa.

Kedisiplinan berperan penting dalam pencapaian keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Begitu pula kedisiplinan belajar sangat diperlukan bagi siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan selama proses belajar. Oleh karenanya kedisiplinan belajar akan membawa dampak positif bagi siswa yang menjalankannya dengan baik.

Disiplin menurut Hodges (Helmi, 1996) dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan belajar, pengertian disiplin belajar adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan siswa terhadao peraturan di sekolah.

Dalam penelitian “hubungan antara kecerdasan emosi dan interaksi

teman sebaya denagn kedisiplinan siswa”. Hasil koefisien antara variabel

(63)

sebaya dengan kedisiplinan siswa, dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Sumbangan efektif variabel inteligensi dan dukungan orang tua dengan kesiapan sekolah sebesar 44,9%.

Sedangkan belajar menurut Gronbach di dalam bukunya Educational Psychology (Syubrata, 2013) menyatakan bahwa : learning is shown by a change in behavior as a result of experience. Jadi menurut Gronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami ; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.

Slameto (2010) menyatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Disiplin belajar adalah predisi posisi (kecenderungan) suatu sikap mental untuk mematuhi aturan, tata tertib, dan sekaligus mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan rmenunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban (Agus, 1987)

(64)

eksternal (faktor dari luar siswa) terdiri dari kondisi lingkungan disekitar siswa, seperti lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Didalam lingkungan sosial seperti guru, staf, teman-teman sebaya dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. O’Sears (1985) menyebutkan bahwa konformitas merupakan suatu perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena disebabkan orang lain juga menampilkan perilaku tersebut.

Menurut Baron & Byrne (2003) menjelaskan konformitas bagaimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka dengan cara yang dipandang wajar atau dapat diterima oleh kelompok atau masyarakat agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

(65)

remaja mengikuti tekanan teman sebaya dan ukuran lingkungan social (Santrock, 2003).

Beberapa fenomena menggambarkan kedisiplinan di sekolah yang kerap kali dilanggar oleh siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Hubungan dengan teman sebaya yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif begitu pula sebaliknya hubungan dengan teman sebaya yang positif dapat memberikan pengaruh positif pula. Interkasi dengan teman sebaya yang kurang baik dapat memunculkan sikap dan perilaku yang kurang baik seperti melanggar tatatertib serta peraturan yang berlaku di sekolah. Individu memiliki kecenderungan untuk selalu menyamakan perilaku dalam dirinya dengan perilaku kelompoknya, sehingga dapat diterima keberadaanya oleh kelompok agar terhindar dari celaan, ketersaingan, maupun cemoohan (Baron & Byrne, 2005) .

[image:65.595.147.512.286.527.2]

Berdasarkan uraian diatas maka kemungkinan kedisiplinan belajar dipengaruhi oleh konformitas teman sebaya. Berikut ini adalah penjelasan berupa skema kerangka teoritis adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Konformitas Teman

Sebaya

(66)

Skema Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Kedisiplinan Belajar Sisiwa

F. Hipotesis

(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel

Menurut Sugiyono (2011), variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Contohnya missal, tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja, dan lain-lain. Dibagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda. Dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang bervariasi.

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yang diidentifikasikan sebagai berikut:

(68)

b. Variabel Dependen : sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadiakibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat adalah kedisiplinan belajar ( Variabel Y).

2. Definisi Operasional a. Kedisiplinan belajar

Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang sesuai dengan keputusan, peraturan-peraturan dan norma-norma yang telah ditetapkan bersama, baik persetujuan tertulis maupun tidak tertulis antara siswa dengan guru di sekolah maupun dengan orang tua di rumah untuk mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, dan kebijaksanaan.

b. Konformitas teman sebaya

Konformitas teman sebaya adala perilaku individu yang mengikuti tingkah laku orang lain yang sama tingkat kedewasaan dan umurnya.

B. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling a. Populasi

(69)

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Ismiyanto, populasi adalah keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat berupa; orang, benda, / suatu hal yang di dalamnya dapat diperoleh dan atau dapat memberikan informasi (data) penelitian. Arikunto – Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Populasi yang diambil dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri x di Sidoarjo yang berjumlah 268 siswa.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka sampel yang diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, sebaliknya jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden dalam populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2006).

(70)

Sidoarjo Maka sampel yang diambil berjumlah 67 siswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

c. Teknik sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling yang digunakan yaitu, Probability sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) popuasi untuk dipilih menajdi anggota sampel. Pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

C. Teknik Pengumpulan Data

(71)

Penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan instrumen psikologi. Pengembangan instrumen sendiri berdasarkan atas :

a. Definisi operasional yang memunculkan aspek dan indikator. b. Blue print

Azwar (2003) menjelaskan bahwa skala sikap berisi pernyataan-pernyataan sikap yaitu suatu pernyataan-pernyataan mengenai objek sikap. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam, yaitu pernyataan favourable dan unfavourable.

[image:71.595.121.516.275.642.2]

Skala yang digunakan adalah skala kedisiplinan belajar dan skala konformitas teman sebaya. Skala kedisiplinan belajar disusun berdasarkan indikator dari aspek-aspek yang dijelaskan dari Hurlock. Blue print skala kedisiplinan belajar sebagai berikut:

Tabel 3.1

Blue Print Skala Kedisiplinan Belajar

INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah Bobot

F UF

1. Peraturan 1,9,11,29,31 3,6,10,20,33 10 25

2. Hukuman 2,,4,8,21,32 12,22,24,34,36 10 25

3. Penghargaan 5,23,18,35,39 7,25,37,38,40 10 25

4. konsistensi 13,15,17,27,30 14,16,19,26,28 10 25

Jumlah 20 20 40 100%

(72)

Tabel 3.2

Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya

[image:72.595.100.512.172.566.2]

Model skala yang digunakan pada ujicoba skala kedisiplinan belajar ini menggunakan skala likert dengan 6 (enam) pilihan jawaban, antara lain : STS, TS, ATS, AS, S, SS.

Tabel 3.3

Skor Skala kedisiplinan Belajar dan Skala Konformitas Teman Sebaya Kategori Jawaban Favourable Unfavourable

STS 0 5

TS 1 4

ATS 2 3

AS 3 2

S 4 1

SS 5 0

INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah Bobot

F UF

1. Peniruan 2,12,22, 37 1,13,15, 40 8 20

2. Penyesuaian 14,17,20,26 11,16, 32, 33, 8 20

3. Kepercayaan 5,24,29, 36 6,7, 38 7 17,5

4. Kesepakatan

5. Ketaatan

8,23, 34 27,28,30, 39 7 17,5

4,9,10,25,21 3,18,19, 31, 35 10 25

(73)

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Alat ukur Konformiras Teman Sebaya dan Kedisiplinan Belajar diuji validitasnya dengan menggunakan Software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16. Validitas menyatakan derajat kesesuaian antara kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan kondisi di lapangan. Penilaian kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan (Azwar, 2008). Biasanya digunakan batasan corrected item-total correlation ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan, aitem yang memiliki corrected item-total correlation kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah.

a. Validalitas aitem Kedisiplinan Belajar

(74)
[image:74.595.157.466.155.729.2]

Tabel 3.4

Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Kedisiplinan Belajar

No. Aitem Corrected

Item-Total Correlation Keterangan

1. AITEM 1 0.583 DITERIMA

2. AITEM 2 0.296 DITOLAK

3. AITEM 3 0.570 DITERIMA

4. AITEM 4 0.394 DITERIMA

5. AITEM 5 -0.483 DITOLAK

6. AITEM 6 0.428 DITERIMA

7. AITEM 7 0.463 DITERIMA

8. AITEM 8 0.545 DITERIMA

9. AITEM 9 0.491 DITERIMA

10. AITEM 10 0.461 DITERIMA

11. AITEM 11 0.453 DITERIMA

12. AITEM 12 0.050 DITOLAK

13. AITEM 13 0.565 DITERIMA

14. AITEM 14 0.281 DITOLAK

15. AITEM 15 0.030 DITOLAK

16. AITEM 16 0.387 DITERIMA

17. AITEM 17 0.729 DITERIMA

18. AITEM 18 0.601 DITERIMA

19. AITEM 19 0.472 DITERIMA

20. AITEM 20 0.482 DITERIMA

21. AITEM 21 0.228 DITOLAK

22. AITEM 22 0.497 DITERIMA

23. AITEM 23 -0.077 DITOLAK

24. AITEM 24 0.322 DITERIMA

25. AITEM 25 -0.375 DITOLAK

26. AITEM 26 -0.021 DITOLAK

27. AITEM 27 0.453 DITERIMA

28. AITEM 28 0.131 DITOLAK

29. AITEM 29 -0.085 DITOLAK

30. AITEM 30 0.398 DITERIMA

31. AITEM 31 0.607 DITERIMA

32. AITEM 32 0.454 DITERIMA

33. AITEM 33 0.239 DITOLAK

34. AITEM 34 0.294 DITOLAK

35. AITEM 35 -0.236 DITOLAK

36. AITEM 36 0.365 DITERIMA

37. AITEM 37 -0.012 DITOLAK

38. AITEM 38 0.166 DITOLAK

39. AITEM 39 0.284 DITOLAK

(75)
[image:75.595.137.513.244.527.2]

Berikut ini disajikan tabel distribusi aitem skala kedisiplinan belajar setelah dilakukan uji coba alat ukur.

Tabel 3.5

Distribusi Aitem Skala Kedisiplinan Belajar Setelah Dilakukan Uji Coba

INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah

F UF

1. Peraturan 1, 9, 11, 31 3, 6, 10, 20 8

2. Hukuman 4, 8, 32 22, 24, 36 6

3. Penghargaan 18 7, 40 3

4. konsistensi 13, 17, 27,30 16,19 6

Jumlah 12 11 23

b. Validalitas aitem Konformitas Teman Sebaya

<

Gambar

 Gambar 1
 Tabel 3.1
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Kedisiplinan  Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan karakteristik SMK dalam aspek pembelajaran kewirausahaan dan penyelenggaraan unit usaha dapat dirumuskan empat model KKN Tematik Kewirausahaan

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pengukuran menggunakan metode Function Point Analysis (FPA) yang digunakan untuk mengukur perangkat lunak dengan studi kasus website

Urutkan data berdasarkan field tertentu, dapat dilakukan dengan menekan tombol toolbar View ( Design View ), selanjutnya bagan perancangan query akan

Fungsi Patung Sri Baduga Terkait dengan Taman Air Mancur Sri Baduga Purwakarta.. Analisis Nilai-nilai Estetika Patung Sri Baduga

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11/D/BP/2017 Tahun 2017 tentang Petunjuk

5) Jika dalam penyusunan skripsi melibatkan dosen/peneliti dari luar Fakultas Teknik, maka dosen/peneliti tersebut dapat ditetapkan menjadi pembimbing II dengan usulan

( Lima Puluh Dua Juta Tiga ratus Dua Puluh Ribu Rupiah ) sudah termasuk pajak dan pungutan resmi lainnya. Jangka Waktu Pekerjaan : 30 (Tiga puluh)

Kegiatan ini bertujuan untuk membantu para guru untuk mampu menghasilkan sebuah artikel yang layak untuk dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah yang