• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU

DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

SKRIPSI

Oleh:

FAKHRIYYATUL FUADAH NIM D04211004

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)
(3)
(4)
(5)

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR

(AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

Oleh : Fakhriyyatul Fuadah

ABSTRAK

kemampuan koneksi matematika ini sangat diperlukan oleh siswa. Namun proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi dalam sekolah pada umumnya kebanyakan menggunakan metode pembelajaran yang masih didominasi oleh guru yang mengakibatkan siswa cenderung kurang aktif dan mudah bosan pada saat pembelajaran berlangsung yang berakibat pada lemahnya kemampuan koneksi matematika siswa. Sejalan dengan hal tersebut salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah melakukan inovasi pembelajaran, sehingga siswa mampu membangun kemampuan koneksi matematikanya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang diduga dapat memfasilitasi kemampuan koneksi matematika siswa adalah model pembelajaran AIR. AIR merupakan singkatan dari

Auditory, Intellectually, Repetition. Auditory berarti belajar dengan berbicara dan mendengarkan, intellectually berarti belajar dengan pemecahan masalah dan refleksi dan

repetition merupakan pengulangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan koneksi matematika siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data kualitatif, subjek penelitian adalah 3 siswa kelas X-A MA Darul Ulum Waru Sidoarjo yang terdiri dari subjek berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah berdasarkan nilai kuis siswa selama pembelajaran dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition). Pengumpulan data dari tes kemampuan koneksi matematika dan wawancara. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator kemampuan koneksi matematika.

Setelah dilakukan analisis data penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut: Subjek berkemampuan matematika tinggi mampu memenuhi semua indikator kemampuan koneksi matematika sehingga dapat dikatakan mempunyai kemampuan koneksi matematika baik. subjek berkemampuan sedang kurang memahami soal tetapi dapat menyebutkan konsep matematika, dapat menyebutkan topik tetapi tidak dapat mengaitkan antar topik, mampu mengaitkan ide-ide matematika dengan logis, sistematis dan lengkap tetapi tidak dapat memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dikatakan mempunyai kemampuan koneksi matematika cukup. sedangkan subjek dengan kemampuan rendah tidak mampu memenuhi semua indikator kemampuan koneksi matematika sehingga mempunyai kemampuan koneksi matematika kurang.

Kata Kunci : KemampuanKoneksi Matematika, Model PembelajaranAIR

(6)

i

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 7

F. Batasan Masalah ... 9

G. Sistematika Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Kemampuan Koneksi Matematika ... 11

1. Pengertian Koneksi Matematika ... 11

2. Pengertian Kemampuan koneksi matematika ... 14

3. Tujuan koneksi matematika ... 15

(7)

ii

5. Indikator Kemampuan koneksi matematika ... 19

B. Penyelesaian Masalah ... 20

1. Masalah ... 20

2. Penyelesaian Masalah ... 22

C. Pembelajaran Matematika ... 23

D. Model Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually dan Repeition) ... 24

1. Model pembelajaran ... 24

2. Pengertian model pembelajaran AIR (Auditory,Intellectually Repetition) ... 25

3. Langkah-langkah model pembelajaran AIR (Auditory,Intellectually Repetition) ... 27

4. Kelemahan dan kelebihan model Pembelajaran AIR (Auditory,Intellectually Repetition) ... 29

E. Sistem persamaan linier dua variabel ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Insrtumen Penelitian ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 40

G. Prosedur Penelitian ... 46

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 49

A. Analisis Data Hasil Penelitian ... 49

1. Pemilihan Subjek Penelitian ... 49

2. Data Penelitian ... 53

3. Paparan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 55

1) Paparan Data Kemampuan Koneksi Matematika subjek S1 dengan kemampuan matematika tinggi ... 55

2) Paparan Data Kemampuan Koneksi Matematika Subjek S2 dengan Kemampuan Matematika Sedang ... 62

(8)

iii

B. Pembahasan Hasil penelitian ... 76

C. Diskusi ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(9)

iv

DAFTAR TABEL

2.1Contoh aktivitas siswa sesuai dengan gaya belajar ... 28

3.1 Kriteria Pengelompokan kemampuan Siswa ... 35

3.2 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 37

3.3 Derkripsi Indikator Kemampuan koneksi Matematika ... 37

3.4 Pedoman Penskoran Tes kemampuan Koneksi Matematika ... 38

3.5 Kriteria kemampuan koneksi matematika ... 41

3.6 Pedoman Penskoran Tes kemampuan Koneksi Matematika ... 43

3.7 Katagori kemampuan koneksi matematika ... 45

4.1 Nilai Kuis dalam Pembelajaran Matematika dengan Model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) ... 50

4.2 Kriteria Pengelompokan kemampuan Siswa ... 52

4.3 Subjek Penelitian ... 53

4.4 Jadwal Pelaksanaan Data Penelitian ... 53

4.5 Hasil Analisis Kemampuan koneksi Matematika Subjek S1 ... 60

4.6 Hasil Analisis Kemampuan koneksi Matematika Subjek S2 ... 68

4.7 Hasil Analisis Kemampuan koneksi Matematika Subjek S3 ... 74

(10)

v

DAFTAR GAMBAR

2.1 Grafik y = x-1 ... 13

2.2 Skema Koneksi Matematika ... 13

4.1 Jawaban Tertulis S1 ... 55

4.2 Contoh soal SPLDV dalam kehidupan sehari-hari S1 ... 59

4.3 Jawaban Tertulis S2 ... 62

4.4 Jawaban Tes Tertuis lanjutan S2 ... 63

4.5 Contoh soal SPLDV dalam kehidupan sehari-hari S2 ... 67

(11)

vi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1. Tes Kemampuan Koneksi Matematika ... 2. Lembar Validasi Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematika ... 3. Lembar Pedoman Wawancara ...

4. Lembar Validasi Pedoman Wawancara ...

Lampiran B (Perangkat Pembeajaran)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...

2. Lembar Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ...

4. Lembar Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS) ...

5. Lembar Kuis ...

Lampiran C (Hasil Penelitian)

1. Jawaban Tertulis Subjek S-1 ...

2. Jawaban Tertulis Subjek S-2 ...

3. Jawaban Tertulis Subjek S-3 ...

4. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S-1 ...

5. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S-2 ... 6. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S-3 ...

Lampiran D (Surat dan lain lain)

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam sistem pendidikan Indonesia, bidang studi yang dipelajari secara implisit dan eksplisit mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi adalah matematika. Dalam hirarki ilmu pengetahuan, matematika merupakan ilmu paling mendasar setara dengan ilmu filasafat yang merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Matematika sebagai ilmu dasar merupakan jembatan penghubung antar berbagai bidang ilmu.1 Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis.2

Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut BSNP antara lain agar siswa memiliki kemampuan :3 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dan dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) memecahkan masalah meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model

matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

1 Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1

2 Hamzah B. Uno, Mengelola kecerdasan dalam Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal 109.

3“iti U i Athiya, “Implementasi model Pembelajaran SAVI

(Somatic,Auditory,Visual,Intelectual) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP”, (skripsi UPI bandung, 2014) hal 3

(13)

masalah. 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sedangkan pembelajaran matematika menurut

National Council of

Teachers of Mathematics (NCTM) mengharuskan siswa belajar matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.4 Artinya, dalam pembelajaran matematika siswa harus dibimbing dan diarahkan untuk menemukan pengetahuan baru,baik melalui aktivitas fisik maupun mental berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Karena belajar matematika bukan hanya pemberian konsep oleh guru kepada siswa, melainkan sebuah proses pengorganisasian sejumlah fakta menjadi konsep baru melalui kemampuan masing-masing siswa.

Berdasarkan uraian di atas, baik BSNP maupun NCTM, keduanya menegaskan bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan pada diri siswa. Dalam Principles and Standadrs for School Mathematics disebutkan bahwa terdapat lima standar kemampuan yang mendeskripsikan keterkaitan antara pemahaman dengan kompetensi matematika, yaitu pemecahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), penalaran (reasoning), koneksi (connection), dan representasi (representation).5 Salah satu hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan koneksi matematika. Dalam Principles and Standards for School Mathematics tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara kemampuan pemahaman dengan kemampuan koneksi matematika. Membuat koneksi merupakan cara untuk menciptakan pemahaman, begitupun sebaliknya memahami sesuatu berarti membuat suatu koneksi.

Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematika, baik antar

4 ibid, hal 2.

(14)

konsep matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya. Kemampuan koneksi matematika berperan dalam membangun pemahaman siswa tentang materi-materi matematika, pandangan positif siswa terhadap matematika, dan motivasi siswa dalam belajar matematika.6 Dengan demikian, kemampuan koneksi matematika sangat penting untuk dimiliki siswa dalam mempelajari matematika.

Kemampuan koneksi matematika (connection) merupakan salah satu kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Kemampuan ini merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sebagaimana tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.7 Pentingnya koneksi matematika antara lain, membantu siswa untuk memperluas perspektifnya, memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi daripada sebagai sekumpulan topik, serta mengenal adanya relevansi dan aplikasi baik didalam kelas maupun diluar kelas. Dengan kemampuan koneksi matematika siswa tidak diberatkan dengan konsep matematika yang begitu banyak, karena siswa mempelajari matematika dengan mengaitkan konsep baru dengan konsep lama yang sudah dipelajarinya.8

Menurut Sumarmo dalam belajar matematika siswa dituntut memahami koneksi antara ide-ide matematika antar matematik dan bidang studi lainnya. Jika siswa sudah mampu melakukan koneksi antara beberapa ide matematika, maka siswa akan memahami setiap materi matematika dengan lebih dalam dan baik. Dengan demikian maka siswa akan menyadari

6 Ibid, hal 4.

7 Ahmad Susanto. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. (Jakarta: PT kencana prenadamedia goup,2014), hal 184

(15)

bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang saling berhubungan dan berkaitan (connected), bukan sebagai sekumpulan materi yang terpisah-pisah.9 Artinya materi matematika berhubungan dengan materi yang dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu, kemampuan koneksi matematika ini sangat diperlukan oleh siswa sejak dini karena melalui koneksi matematika maka pandangan dan pengetahuan siswa akan semakin luas terhadap matematika sebab semua yang terjadi di kehidupan sehari-hari maupun materi yang dipelajari saling berhubungan.

Namun proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi dalam sekolah pada umumnya kebanyakan menggunakan metode pembelajaran yang masih didominasi oleh guru. Metode pembelajaran yang seperti ini mengakibat siswa cenderung kurang aktif dan mudah bosan pada saat pembelajaran berlangsung sehingga penyerapan materi yang disampaikan kurang optimal. Hal itu juga berakibat pada lemahnya kemampuan koneksi matematis siswa yang sangat diperlukan agar siswa mampu memahami setiap materi matematika secara mendalam dan menyadari bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang saling berhubungan dan berkaitan (connected), bukan sebagai sekumpulan materi yang terpisah-pisah.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi permasalahan diatas adalah dengan melakukan inovasi pembelajaran, maksudnya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa dalam membangun kemampuan koneksi matematisnya. Menurut Ausubel bahwa sebaiknya dalam pembelajaran matematika digunakan pendekatan yang melibatkan pemecahan masalah, metode inkuiri, dan metode belajar yang dapat membantu siswa untuk berpikir kreatif dan kritis, sehingga

siswa mampu membangun kemampuan koneksi

matematikanya.10 Oleh karena itu, diperlukan model

9 Ibid, hal 4.

10“iti U i Athiya, “Implementasi model Pempelajaran SAVI

(16)

pembelajaran yang dapat menciptakan suasana pembelajaran bermakna dimana siswa dapat aktif belajar, baik secara fisik maupun intelektual sesuai kemampuannya masing-masing.

Salah satu alternatif model pembelajaran yang diduga dapat memfasilitasi kemampuan koneksi matematika siswa adalah model pembelajaran AIR. AIR merupakan singkatan dari Auditory, Intellectually, Repetition. Auditory berarti belajar dengan berbicara dan mendengarkan, intellectualy berarti belajar dengan pemecahan masalah dan refleksi dan repetition merupakan pengulangan dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa. Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) dan pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK), bedanya hanya pada repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.11

Pembelajaran ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan Auditory, Intellectually, Repetition sehingga dapat meningkatkan penguasaan dan pengetahuan faktual siswa. Dalam pembelajaran ini siswa diberikan kesempatan secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok. Disamping itu tujuan dari pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau ketrampilan yang dipelajari dan memberikan umpan balik.12 Sehingga pembelajaran ini sesuai untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika. Terutama aktivitas intellectual karena kemampuan koneksi matematis sendiri tercipta dalam pikiran siswa.

11 Miftahul Huda, model-model pengajaran dan pembelajaran inovatif (Yokyakarta:Pustaka pelajar, 2014), 289

12Dedi Rohe di.dkk, “Penerapan Model Pembelajaran Auditory, Intellectualy,

Repetition (AIR) Dalam Upaya Meningktkan Kemampuan Aplikasi Siswa Pada

(17)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Profil Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Pada Pembelajaran Dengan Model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) Ditinjau Dari

Kemampuan Matematika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka peneliti membuat rumusan masalah berikut :

1. Bagaimana kemampuan koneksi matematika siswa yang berkemampuan tinggi dalam menyelesaikan masalah matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition)?

2. Bagaimana kemampuan koneksi matematika siswa yang berkemampuan sedang dalam menyelesaikan masalah matematika matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition)? 3. Bagaimana kemampuan koneksi matematika siswa yang

berkemampuan rendah dalam menyelesaikan masalah matematika matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition)?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa yang berkemampuan tinggi dalam menyelesaikan masalah matematika matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition). 2. Untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa

yang berkemampuan sedang dalam menyelesaikan masalah matematika matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition). 3. Untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa

(18)

menyelesaikan masalah matematika matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa sebagai bahan pertimbangan untuk merancang dan menggunakan model pembelajaran matematika yang bermakna dan menyenangkan serta dapat digunakan sebagai acuhan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka istilah yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut:

1. Profil adalah gambaran, sketsa atau penjelasan tentang sesuatu.

2. Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, mengaitkan

ide-ide matematika dan kemampuan siswa

mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari.13

3. Penyelesaian masalah adalah cara yang digunakan dalam menemukan solusi dari masalah

4. Model pembelajaran AIR diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada 3 aspek yang saling berurutan yaitu Auditory, Intellectually dan Repetition. a. Auditory bermakna bahwa belajar haruslah melalui

mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,

argumentasi, mengemukakan pendapat dan

menanggapi.

13Arif Widarti, “Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Menyelesaikan

(19)

b. Intellectually berarti belajar dengan berpikir mengenahi pemecahan masalah, merenung, dan menciptakan hubungan.

c. Repetition berarti pengulangan dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis.14

5. Profil kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika setelah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) adalah gambaran kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika setelah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition).

6. Kemampuan matematika adalah kemampuan siswa menggunakan

segala pengetahuan dan keterampilanya dalam

menyelesaikan tes

kemampuan matematika. Dalam penelitian ini kemampuan matematika digolongkan atas kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah. Kemampuan matematika tinggi dengan kriteria nilai tes 70.5 , tingkat kemampuan matematika sedang dengan kriteria 5 . < nilai tes < 70.5 dan tingkat kemampuan matematika rendah dengan kriteria nilai tes 5 . .

(20)

F. Batasan Penelitian

Untuk menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian ditetapkan sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA 2 MA Darul Ulum Waru Sidoarjo tahun pelajaran 2015-2016

2. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah tentang sistem persamaan linier dua variabel.

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 BAB dan masing-masing BAB dibagi menjadi subbab yang dapat disajikan sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan berfikir berdasarkan fenomena dan kajian pendahuluan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian. Komponen pendahuluan menunjukkan bahwa proporsi atau laporan hasil penelitian telah menyangkut beberapa aspek penting seperti: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Asumsi, Batasan penelitian, Definisi operasional dan Sistematika pembahasan.

2) BAB II KAJIAN PUSTAKA

Merupakan bagian kedua yang berisi dasar teoritis dalam penelitian. Kajian pustaka dimaksudkan sebagai landasan dalam membuat kerangka berpikir terhadap fokus penelitian. Berisi tentang kajian tentang kemampuan koneksi matematis siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition).

3) BAB III METODE PENELITIAN

(21)

4) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Merupakan bagian yang berisikan analisis kemampuan matematis siswa serta pembahasan tentang hasil penelitian sesuai dengan rumusan dan tujuan penelitian.

5) BAB VI PENUTUP

(22)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Koneksi Matematika

1. Pengertian Koneksi Matematika

Koneksi matematika merupakan dua kata yang berasal dari Mathematical Connection yang dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai standar kurikulum pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah. Untuk dapat melakukan koneksi terlebih dahulu harus mengerti dengan permasalahannya dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat koneksi dengan topik-topik yang terkait.1

Koneksi matematika adalah bagian dari jaringan yang saling berhubungan dari paket pengetahuan yang saling berhubungan dari paket pengetahuan yang terdiri dari konsep-konsep kunci untuk memahami dan mengembangkan hubungan antara ide-ide matematika, konsep, dan prosedur. Hubungan antar konsep dalam matematika tersebut merupakan hubungan bersama-sama konsep-konsep kunci yang mendasari ide matematika matematika tertentu.2 Hibert dan Carpenter menjelaskan koneksi matematika sebagai bagian dari jaringan mental yang terstruktur seperti sarang laba-laba. Titik-titik atau node dapat dianggap dapat dianggap sebagai potongan-poyongan informasi dan benang diantara mereka sebagai koneksinya. Semua node pada jaringan selalu tersambung, sehingga mmeungkinkan perjalanan laba-laba selalu lancar tanpa hambatan dengan mengikuti koneksi yang mapan. 3

Marshall menjelaskan bahwa koneksi matematika juga dapat digambarkan sebagai komponen dari skema

1Arif Widarti, “Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Menyelesaikan Masalah

Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa” (jurnal STKIP jombang, 2012) hal 3

2 Elly Susanti, Proses koneksi produktif dala penyelesaian asalah

ate atika” (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 14 3 Ibid, hal 15

(23)

atau kelompok terhubung dari skema dalam jaringan mental. Skema adalah struktur memori yang berkembang dari pengalaman individu dan panduan respon individu terhadap lingkungan.4 Hal ini berarti bahwa suatu ciri khas skema dalam pikiran adalah adanya koneksi. Kekuatan dan kekompakkan skema sangat tergantung pada konektivitas komponen dalam skema atau antar kelompok scemata. Siswa belajar matematika melalui asimilasi atau menghubungkan informasi baru kedalam jaringan mental mereka, membentuk sambungan baru antara komponen pengetahuan yang ada dengan mengakomodasi atau reorganisai schemata mereka untuk mengatasi gangguan dalam struktur pengetahuan mereka dan untuk memperbaiki kesalahpahaman.

Koneksi matematika adalah jembatan dimana pengetahuan sebelumnya atau pegetahuan baru digunakan untuk membangun atau memperkuat pemahaman tentang hubungan antara ide-ide matematika, kosep, alur, atau representasi.5 Koneksi antara aljabar dan geometri memiliki hubungan sejarah yang kuat. Menurut Schoenfeld penggunaan simbol dalam bentuk variabel, konstanta, label, parameter dan sebagainya berlimpah dalam aljabar dan geometri. Siswa bekerja dengan menggunakan variabel dalam aljabar untuk membuat pernyataan umum, karakteristik dari prosedur umum, dan menyelidiki generalisasi masalah matematika. Ide variabel juga digunakan dalam geometri sebagai simbol yang melibatkan titik pelabelan, sisi, sudut dan angka.6

Beberapa penelitian berikut membahas dan menjelaskan tentang pengertian dan contoh koneksi matematika. Koneksi antara alajabar dengan geometri menurut Hodgos (1995) dicontohkan pada proses mencari solusi atau himpunan penyelesaian dari masalah linier. Garis y = x-1 direpretansikan dalam Gambar 2.1 berikut:

4 Ibid 5 Ibid, 16

6 Elly Susanti, Proses koneksi produktif dala penyelesaian asalah

(24)

Gambar 2.1 Grafik y = x-1

Penulisan persamaan garis sebagai y = x-1 merupakan representasi dalam mode tulisan. Selanjutnya persamaan garis y = x-1 direpresantikan kedalam grafik dan gambar. Jadi koneksi matematika yang terjadi adalah mengubah mode aljabar menjadi mode geometri. Titik-titik potong pada bidang datar gambar 2.1 merupakan solusi dari persamaan garis y = x-1

Jadi koneksi matematika merupakan keterkaitan antar konsep matematika yang dimulai dari informasi awal, diperoleh konsep-konsep yang relevan kemudian diubah mode representasinya untuk mendapatkan konsep II, III dan seterusnya sampai diperoleh konsep baru berupa rekontruksi pengetahuan atau pengetahuan baru. Koneksi matematika dapat disajikan dalam Gambar 2.2 berikut:7

Gambar 2.2

Skema koneksi matematika

7 Ibid, hal 20

-1

1

X

Y

KONSEP I KONSEP II

KONSEP KONSEP

KONSEP III MASALAH

(25)

2. Pengertian Kemampuan koneksi matematika

Kemampuan koneksi matematika adalah

kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, mengaitkan ide-ide matematika dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, koneksi matematika tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dan dengan kehidupan. Menurut kusuma kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang meliputi koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari.8

Kemampuan koneksi matematika merupakan hal yang penting namun siswa yang menguasai konsep matematika tidak dengan sendirinya pintar dalam mengoneksikan matematika. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa siswa sering mampu mendaftar konsep-konsep matematika yang terkait dengan masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsep tersebut digunakan dalam aplikasi itu. 9

Kemampuan koneksi matematika diperlukan oleh siswa dalam mempelajari beberapa topik matematika yang memang saling terkait satu sama lain. Menurut Ruspiani, jika suatu topik diberikan secara tersendiri maka pembelajaran akan kehilangan momen yang sangat berharga dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa dalam belajar matematika seacara umum. Tanpa kemampuan koneksi matematika, siswa akan mengalami

8Arif Widarti, “Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Menyelesaikan Masalah

Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa” (jurnal STKIP jombang, 2012) hal 2

9“ugi a , “koneksi matematika dalam pembelajaran matematika di sekolah

(26)

kesulitan mempelajari matematika.10 Dengan demikian kemampuan koneksi matematika perlu dilatihkan kepada siswa sekolah. Apabila siswa mampu mengkaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika, dengan konteks selain matematika, dan dengan pengalaman hidup sehari-hari.

3. Tujuan koneksi matematika

Menurut NCTM, terdapat tiga tujuan koneksi matematika di sekolah, yaitu : pertama memperluas wawasan pengetahuan siswa. Dengan koneksi matematika, siswa diberikan suatu materi yang dapat menjangkau ke berbagai aspek permaslahan baik di dalam maupun luar sekolah, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa tidak bertumpu pada materi yang materi yang sedang dipelajari saja. Kedua, memandang matematika sebagai suatu kesuluruhan yang padu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri. Ketiga, menyatakan relevansi dan manfaat baik baik disekolah maupun luar sekolah.11 Melalui koneksi matematika, siswa diajarkan konsep dan ketrampilan dalam memecahkan masalah dari berbagai bidang yang relevan, baik dengan bidang matematika itu sendiri maupun dengan bidang diluar matematika.

Selain NCTM, Sumarno juga menyatakan bahwa tujuan matematika disekolah antara lain adalah : (1) memperluas wawasan pengetahuan siswa; (2)memandang matematika sebagai suatu kesatuan bukan sebai materi yang berdiri sendiri; (3) mengenali relevansi dan manfaat

10 Rosalina Harahap.dkk,perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi dan kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual dengan kooperatif tipe STAD di SMP Al-Washliyah 8 Medan”(jurnal Universitas Negeri Medan, 2012) hal 3

11 Fauzi kams muhammad amin, Peningkatan ke a puan koneksi ate atis siswa dengan pendekatan pembelajaran metakognitif di sekolah menengah

(27)

matematika baik disekolah maupun diluar sekolah.12 Lebih lanjut Sumarno menyatakan koneksi dalam matematika itu meliputi : 13

a. Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur

b. Memahami hubungan antar topik matematika c. Menerapkan matematika dalam bidang lain atau

dalam kehidupan sehari-hari

d. Memahami representasi ekuivalen suatu konsep e. Mencari hubungan satu prosedur dengan

prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen f. Menerapkan hubungan antar topik matematika

dan antara topik matematika dengan topik diluar matematika.

Berdasarkan beberapa tujuan yang telah dikemukakan diatas, koneksi matematika dapat dikelompokkan dalam tiga aspek yaitu : koneksi antra topik matematika, koneksi matematika dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi matematuka dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, koneksi matematika diharapkan wawasan dan pemikiran siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya berfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sikap positif terhdap matematika itu sendiri. Untuk dapat melihat dan mengukur sejauh mana siswa telah mampu melakuakn koneksi matematika, soal yang digunakan sebaiknya mampu mengembangkan kreatifitas siswa dan mampu untuk menemukan keterkaitan antar proses dalam suatu konsep matematika serta antar topik pada matematika, dan mampu menemukan keterkaitan matematika dengan displin ilmu lain.

12 Ibid, 18

(28)

4. Proses Koneksi matematika

Proses koneksi matematika adalah membuat koneksi dalam matematika yang melibatkan proses pemikiran dengan cara membangun ide-ide matematika baru dari pengalaman sebelumnya dan mengaitkan ide-ide antar konsep serta membuat hubungan antara topik matematika.

Haylock menjelaskan bahwa proses koneksi matematika adalah proses berpikir dalam mengkonstruksi pengetahuan dari ide-ide matematika melalui pertumbuhan kesadaran dari hubungan antara pengalaman

konkrit, bahasa, gambar dan simbol

matematika.14Pemahaman dan penguasaan dari materi matematika dibangun melalui hubungan setiap jaringan sampai pada terbentuknya pembuatan koneksi matematika. Modal dasar dalam mengembangkan ide-ide dari proses koneksi matematika, dapat menghubungkan antara pengetahuan baru atau pengalaman baru dengan ide-ide yang muncul.

Ponte menjelaskan bahwa seseorang yang berhasil proses koneksi matematikanya antara lain:15 (1) suka melihat bagaimana ide-ide matematika yang terkait (2) menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru (3) suka melihat bagaimana ide-ide atau konsep matematika yang terhubung ke mata pelajaran lain dan dunia nyata (4) dengan mudah dapat menghubungkan ide-ide baru yang melibatkan ketrampilan (5) suka mengetahui ketika orang lain memikirkan strategi solusi dengan cara yang berbeda.

Marshall menjelaskan bahwa proses koneksi matematika juga dapat digambarkan sebagai komponen dari skema atau kelompok terhubung dari skema dalam jaringan mental. Skema adalah struktur memori yang berkembang dari pengalaman individu dan panduan

14 Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah

(29)

respon individu terhadap lingkungan.16 Hal ini berarti bahwa suatu ciri khas skema dalam pikiran adalah adanya proses koneksi.

Lesh menjelaskan bahwa jika siswa mengubah suatu presentasi dari satu ide ke ide yang lain atau mengubah suatu representasi ke representasi yang lain dengan ide yang sama, maka dikatakan siswa tersebut melakukan proses koneksi matematika dari dua representasi. Dalam penelitian Lesh, siswa melakukan proses koneksi matematika ketika siswa tersebut mengubah representasi dari ide gambar menjadi ide tulisan. Siswa mendapatkan informasi tentang grafik fungsi logaritma dan menuliskan rumus umum fungsi logaritma.17 Siswa mengkontruksikan ide aljabar dari konsep grafik dengan mencari dua titik yang dilewati oleh grafik fungsi logaritma lalu disubtitusikan kedalam rumus umum fungsi tersebut.

Nordheimer menjelaskan bahwa proses koneksi matematika merupakan proses berpikir dalam mengenali dan menggunakan hubungan antar ide-ide matematika.18 Untuk memperdalam pemahaman tentang proses koneksi matematika Nordheimer melakukan penelitian terhadap siswa kelas X dengan membuat koneksi pada pohon pythagoras. Hasil penelitian menunjukkan siswa dapat

membuat skema jaringan yang menghubungkan

matematika dengan pohon pythagoras.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka didefinisikan proses koneksi matematika adalah proses berpikir dalam mengorganisasi ide-ide matematika dari

masalah ke masalah selanjutnya mencari

keterkaitan/koneksi antara ide-ide matematika tersebut sampai menemukan rekontruksi pengetahuan atau pengetahuan baru.

16 Ibid, h.25

(30)

5. Indikator Kemampuan koneksi matematika

Koneksi adalah hubungan yang dapat

mempermudah segala kegiatan. Kemampuan koneksi matematika (mathematical connection) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan ide-ide matematika. NCTM menguraikan indikator koneksi matematika, antara lain: 19

a. Saling menghubungkan berbagai representasi dari konsep-konsep atau prosedural (link conceptual and prosedural knowladge).

b. Menyadari hubungan antara topik dalam matematika (recognize relationship among different topics in mathematics)

c. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (use mathematic in their daily lives) d. Memandang matematika sebagai suatu kesatuan

yang utuh.

e. Menggunakan ide-ide matematis untuk memahami ide matematik lain yang lebih jauh (relate various representations of condepts or prosedures to one another)

f. Menyadari representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama.

Lebih lanjut, Ulep menguraikan indikator kemampuan koneksi matematika, sebagai berikut : 20

a. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan grafik, hitungan numerik, aljabar, dan representasi verbal.

b. Menerapkan konsep dan prosedur yang telah diperoleh pada situasi baru.

c. Menyadari hubungan antar topik dalam

matematika.

d. Memperluas ide-ide matematika.

19Arifi usli , “ke a pua ko eksi ate atik , dalam

http://arifinmuslim.wordpress.com/2014/02/21/kemampuan-koneksi-matematik/, diakses pada 29 juli 2015

(31)

Menurut Sumarmo Indikator untuk kemampuan koneksi matematika siswa antara lain: 21

a. Mengenali representasi hubungan yang ekuivalen dari konsep yang sama.

b. Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen

c. Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik matematika

d. Menggunakan dan menilai koneksi matematika dan disiplin ilmu lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menggunakan indikator kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah sebagai berikut:

a. Saling menghubungkan berbagai representasi dari konsep-konsep atau prosedural (link conceptual and prosedural knowladge).

b. Menyadari hubungan antara topik dalam matematika (recognize relationship among different topics in mathematics)

c. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (use mathematic in their daily lives)

d. Menggunakan ide-ide matematika untuk

memahami ide matematika lain yang lebih jauh (relate various representations of condepts or prosedures to one another).

B. Penyelesaian Masalah 1. Masalah

Menurut pernyataan Schoenfeld, masalah selalu relative bagi setiap individu. Ruseffendi menambahkan bahwa suatu persoalan dikatakan sebagai suatu masalah jika: (1) Persoalan itu tidak dikenalnya, maksudnya ialah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk

menyelesaikanya; (2) Siswa harus mampu

menyelesaikanya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan yang dimiliki, terlepas dari apakah ia

(32)

sampai atau tidak pada jawabanya; (3) Sesuatu merupakan permasalahan baginya bila ia ada niat untuk menyelesaikanya.22

Dalam pembelajaran matematika, masalah matematika selalu dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Namun, tidak semua pertanyaan merupakan suatu permasalahan. Cooney, et.al. menyatakan bahwa ... for a question to be a problem, it mustpresent a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.23 Ungkapan Cooney tersebut menunjukkan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi suatu masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Sedangkan menurut Hudojo suatu pertanyaan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.24 Dengan kata lain, siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk dapat menyelesaikan masalah matematika tersebut.

22Iga Eriea i Laily, “kripsi: “Kreativitas Siswa SMP dalam Menyelesaikan

MasalahSegiempat dan Segitiga Ditinjau dari Level Fungsi Kognitif Rigorous MathematicalThinking RMT ”, (Surabaya: UNESA, 2014), hal 20.

23 Cooney dalam Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi, diakse dari http://p4tkmatematika.org/downloads/pe..., pada tanggal 12 januari 2016..

(33)

2. PenyelesaianMasalah

Siswono menyatakan bahwa dalam kehidupan nyata banyak masalah yang memerlukan matematika untuk penyelesaianya.25 Menyadari peran penting matematika dalam menyelesaikan masalah sehari-hari, maka siswa perlu memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika.

Anggraeny menjelaskan bahwa penyelesaian masalah adalah cara yang dilakukan siswa dalam menemukan solusi dari masalah yang diberikan.26 Penyelesaian masalah berkaitan dengan pemecahan masalah. Solso mengungkapkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.27 Selain itu, Siswono juga menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban tampak belum jelas.28 Hamzah mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Sedangkan menurut Dahar pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah.29

25Iga Eriea i Laily, “kripsi: “Kreativitas Siswa SMP dalam Menyelesaikan

MasalahSegiempat dan Segitiga Ditinjau dari Level Fungsi Kognitif Rigorous MathematicalThinking RMT ”, (Surabaya: UNESA, 2014), hal 22

26 Ibid, hal 23

27 Robert Solso, dkk. Psikologi Kognitif, (Jakarta: Erlangga, 2007), 434.

28Muhajir Al ubarok, Tesis: “Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru

dalamMemecahkan Masalah Geometri Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent FieldIndependent”, (Surabaya: UNESA, 2014), 23

29Fury “tyo “iskawati, Tesis: “Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan

MasalahMatematika Ditinjau dari Perbedaan Kepribadian Extrovert

(34)

C. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. 30

Gagne dan Briggs menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.31 Pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.32 Dengan demikian, pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada siswa. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya.

Dalam proses pembelajaran, matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu.33 Menurut James dalam kamus

30 Trianto, Model pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Media Group, 2011), hal 17

31 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan & Aplikasinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hal 266

32 Yusufhadi Miarso, Menyamai Benih Teknologo Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal 528

(35)

matematikanya menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.34

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkrontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.35

Soejadi menjelaskan bahwa pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.36 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya meningkatkan peranan siswa dalam mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri sedemikian hingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.

D. Model Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually dan Repetition)

1. Model pembelajaran

Model secara harfiah berarti “bentuk”, dalam pemakaian secara umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan menurut Agus Suprijono, model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan

34 Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Common Teks Book Strategi Pembelajaran Matematika, (Bandung: JICA universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2001), hal 17

35 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: kencana prenademedia group, 2013),hal 187

(36)

seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.37

Pengertian menurut Syaiful Sagala sebagaimana dikutip oleh Indrawati dan Wawan Setiawan, mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.38

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Pengertian model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition)

Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) dan pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK), bedanya hanya pada repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.39

Pembelajaran ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan Auditory, Intellectually, Repetition sehingga dapat meningkatkan penguasaan dan pengetahuan faktual siswa. Dalam pembelajaran ini siswa diberikan kesempatan

37 Nuri Rokhayati, Peningkatan Penguasaan Konsep ate atika elalui odel pembelajaran Guided Discovery-inquiry pada siswa kelas VII SMPN 1 “le an” (skripsi UNY, Yokyakarta, 2010), hal 23

38 Ibid, hal 23

(37)

secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok. Disamping itu tujuan dari pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau ketrampilan yang dipelajari dan memberikan umpan balik.40 Model pembelajaran AIR diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada 3 aspek yang berurutan yaitu Auditory, Intellectually dan Repetition.

a. Auditory

Belajar bermodal Auditory mengutamakan berbicara atau mendengarkan. Belajar Auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa yunani kuno karena filasafat mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicarakanlah tanpa henti.41 Menurut Erman Suherman belajar bermodel Auditory bermakna bahwa belajar haruslah melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang mengakses segala jenis bunyi dan kata., baik yang diciptakan maupun diingat.

b. Intellectually

Menurut Dave Meier Intellectually menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Aspek Intellectually dalam belajar akan terlatih jika guru mengajak siswa terlibat aktif dalam aktivitas seperti : memecahkan masalah, menganalisis masalah, mengerjakan perencanaan strategis, mencari dan

40Dedi Rohe di.dkk, “Penerapan Model Pembelajaran Auditory, Intellectualy,

Repetition (AIR) Dalam Upaya Meningktkan Kemampuan Aplikasi Siswa Pada

Mata Pelajaran TIK” (jurnal UPI volume 4 no 1 Bandung, 2011) hal 5

(38)

menyaring informasi, serta menerapkan gagasan baru pada pekerjaan.42

c. Repetition

Menurut Erman Suherman repetition merupakan pengulangan dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis. Dengan pemberian tugas diharapkan siswa lebih terlatih dalam menggunakan pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan soal dan mengingat apa yang telah diterima.43

3. Langkah-langkah model pembelajaran AIR : a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok,

masing-masing kelompok 4-5 anggota b. Siswa mendengarkan dan meperhatikan

penjelasan dari guru

c. Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipresentasikan didepan kelas (Auditory) d. Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat

soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi.

e. Masing-masing kelompok memikirkan cara menyelesaikan soal yang diberikan agar

melatih kemampuan mereka untuk

menyelesaikan masalah. (Intellectually) f. Setelah selesai diskusi, siswa mendapat

pengulangan materi dengan cara

mendapatkan tugas atau kuis untuk setiap individu. (repetition)44

42 Ibid hal 99

43 Aris Shoimin,68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013(Jogjakarta:Ar-Ruz, 2014), hal 29

(39)

Dibawah ini beberapa contoh bagaimana membuat aktivitas sesuai dengan cara belajar/gaya belajar siswa.

Tabel 2.1

Contoh aktivitas siswa sesuai dengan gaya belajar Gaya Belajar Aktivitas

Auditory Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan sarana Auditory dalam belajar:

 Ajaklah pembelajar

membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer

 Ceritakanlah kisah-kisah yang mengandung materi

pembelajaran yang

terkandung didalam buku pembelajaran yang dibaca mereka.

 Mintalah pembelajar

berpasang-pasangan

membincangkan secara

terperinci apa yang baru saja

mereka pelajari dan

bagaimana akan

menerapkannya.

 Mintalah pembelajar

mempraktikan suatu

ketrampilan atau

memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat dan terperinci apa

yang sedang mereka

kerjakan.

 Mintalah pembelajaran

berkelompok dan bicara

nonstop saat sedang

(40)

masalah atau membuat rencana jangka panjang. 45

Intellectual Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika pembelajaran diarahkan dalam aktivitas seperti :

 Memecahkan masalah

 Menganalisis pengalaman

 Mengerjakan perencanaan strategis

 Memilih gagasan kreatif

 Mencari dan menyaring informasi

 Merumuskan pertanyaan

 Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan

 Menciptakan makna pribadi

 Meramalkan implikasi suatu gagasan.46

4. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran AIR a. Kelebihan

1) Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya

2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan secara komperhensif

3) Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan cara mereka sendiri

4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan

45 Dave Meier, the Accelerated learning handbook: panduan kreatif dan efektif merancang program pendidikan dan pelatihan (Rahmani Astuti trans, bandung: kaifa, 2002), hal 96

(41)

5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk

menemukan sesuatu dalam menjawab

permasalahan.

b. Kelemahan

1) Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut. 2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespons permasalahan yang diberikan. 3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa

ragu atau mencemaskan jawaban mereka.47

E. Sistem persamaan dan pertidaksamaan linier dua variabel a. Sistem Persamaan linier dua variabel

Bentuk umum persamaan linier dua variabel adalah ax + by + c = 0 atau ax + by + c = k, dengan ≠ , ≠ , � � , suatu variabel. Himpunan penyelesaian persamaan linier dua variabel ini berupa garis lurus. Beberapa cara untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel, dapat digunakan metode subtitusi, eliminasi, gabungan subtitusi dan eliminasi.

Contoh :

Diketahui harga 2 buku tulis dan 3 bolpoin adalah Rp5.200,00, sedangkan harga 4 buku tulis dan 2 bolpoin adalah Rp6.800,00. Tentukan harga sebuah buku tulis dan harga sebuah bolpoin!

Penyelesaian :

Misalkan harga sebuah buku tulis dan sebuah bolpoin masing-masing adalah x dan y. Karena harga 2 buku

(42)

tulis dan 3 bolpoin adalah Rp5.200,00, sedangkan harga 4 buku tulis dan 2 bolpoin adalah Rp6.800,00. Diperoleh persamaan linier dua variabel sebagai berikut:

+ = … … … . . + = … … … . . Dari persaman (1), diperoleh

2x = 5.200 – 3y ↔ = 5. 00− �… … … … …

Kemudian, persamaan (3) disubtitusikan ke persamaan (2).

+ = .

↔ ( . − ) + = .

↔ . − + = .

↔ . − + = .

↔ = .

↔ =

Nilai = disubtitusikan ke persamaan (3) sehingga diperoleh nilai x.

= . −

↔ = . − = .

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan maka jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini peneliti akan mendiskripsikan kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) ditinjau dari kemampuan matematika siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di MA Darul Ulum Waru Sidoarjo yang bertempat di desa kurek sari waru Sidoarjo

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tangggal 27-28 November 2015 semester gasal tahun pelajaran 2015-2016

C. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas X-A MA Darul Ulum Waru sidoarjo tahun pelajaran 2015-2016 yang diambil 3 siswa untuk subjek mengenai kemampuan koneksi matematis siswa. Pengambilan 3 siswa tersebut ditentukan oleh peneliti bersama guru bidang studi matematika karena guru bidang studi matematika tersebut lebih mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas X-A. Pengambilan 3 siswa tersebut berdasarkan pada kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah). Menurut Arikunto langkah-langkah yang digunakan dalam pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya adalah sebagai berikut:1

1 Suharmisi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 296

(44)

a. Menjumlah skor setiap siswa.

b. Mencari nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi) rata-rata siswa dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

�̅ = ∑��=�� Keterangan :

�̅ = rata-rata skor siswa n = banyaknya siswa

�� = data ke i i

= 1, 2 ,3 ,4 , ... n

Untuk simpangan baku dihitung dengan rumus :

�� = √∑��=�� − ∑��=�� keterangan ∶

SD = standar Deviasi c. Menentukan batas-batas kelompok

1. Kelompok atas

Siswa yang masuk dalam kelompok atas adalah siswa yang memiliki skor lebih dari atau sama dengan skor rata-rata ditambah standar deviasi.

2. Kelompok sedang

Siswa yang masuk dalam kelompok sedang adalah siswa yang mempunyai skor antara skor rata-rata dikurangi standar deviasi dan rata-rata ditambah standar deviasi.

3. Kelompok bawah

Siswa yang masuk dalam kelompok bawah adalah semua siswa yang mempunyai skor kurang dari atau sama dengan skor rata-rata dikurangi standar deviasi. Secara umum penentuan batas-batas kelompok dapat dilihat

(45)

dari tabel yang diadaptasi dari Arikunto berikut ini:2

Tabel 3.1

Kriteria Pengelompokan kemampuan Siswa

Skor (s) Kelompok

s �̅ + �� Atas

�̅ − �� < s < �̅ + �� Tengah

� �̅ + �� Rendah

D. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesikan masalah matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

1. Tes kemampuan koneksi matematika

Tes kemampuan koneksi matematika ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition). Dilakukan pengambilan data dengan cara mengerjakan 1 soal yang telah divalidasikan diajukan kepada tiga subjek terpilih pada tanggal 28 November 2015 pada pukul 09.50 sampai 10.50 WIB di ruang kelas X-A.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data kualitatif tentang kemampuan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition). Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan tes kemampuan koneksi. Sehingga, wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(46)

wawancara berbasis tugas. Wawancara dilaksanakan 1 hari yakni, pada tanggal 28 November 2015 pada pukul 11.00 sampai 12.30 WIB.

E. Insrtumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini, dibuat instrumen penelitian yang diharapkan dapat membantu dalam proses pengumpulan data penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Lembar Tes Kemampuan Koneksi Matematika (TKKM)

Masalah untuk mengukur kemampuan koneksi matematika siswa disusun oleh peneliti sendiri berupa satu masalah uraian. Masalah uraian dirancang dengan tujuan untuk memudahkan peneliti mengetahui kemampuan siswa dalam mengaitkan hubungan antara topik satu dengan yang lain dalam matematika, menghubungkan pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural dan membangun ide-ide matematika baru dari pengalaman sebelumnya dalam menyelesaikan masalah matematika pada pembelajaran matematika dengan model AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition).

Sebelum digunakan untuk penelitian, instrumen penelitian terlebih dahulu divalidasi oleh para ahli untuk mengetahui apakah tes kemampuan koneksi mateamtika tersebut layak digunakan atau tidak. Karena instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.3 Valid berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.4

Setelah divalidasi, dilakukan perbaikan berdasarkan saran dan pendapat validator agar masalah yang akan diberikan layak, valid, dan dapat digunakan untuk mengetahui analisis kemampuan koneksi matematika

3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R & D (Bandung: Alfabeta,2012), 121.

(47)

siswa. Validator dalam penelitian ini terdiri dari 2 orang yaitu: dua orang Dosen Prodi Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya, Adapun nama-nama validator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Daftar Validator Instrumen Penelitian

No Nama Validator Jabatan

1 Febriana Kristanti, M.Pd

Dosen Pendidikan

Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

2 Imam Rofiki, M.Pd Dosen Pendidikan

Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe tes uraian. Tipe uraian ini digunakan karena dapat

lebih menggambarkan kemampuan siswa dalam

menguasai materi pelajaran, serta dapat diketahui kesulitan yang dialami siswa. Adapun rincian indikator kemampuan koneksi matematika akan diukur sebagai berikut:

Tabel 3.3

Derkripsi Indikator Kemampuan koneksi Matematika

KONEKSI BENTUK-BENTUK

OPERASIONAL Koneksi representasi dari

konsep-konsep atau

prosedural (link

conceptual and prosedural knowladge).

Keterkaitan ide-ide dalam

matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain

Koneksi antar topik dalam matematika (recognize relationship among different topics in mathematics)

keterkaitan antar topik yang satu dengan yang lainnya pada pelajaran matematika

(48)

ide-matematika (relate various representations of condepts or prosedures to one another)

ide dalam matematika untuk menyelesaikan masalah

Koneksi matematika

dalam kehidupan sehari-hari (use mathematic in their daily lives)

Mengaplikasikan matematika ke dalam dan diluar matematika

Perolehan data untuk mengukur kemampuan koneksi matematika, maka dilakukan penskoran sebagai berikut :

Tabel 3.4

(49)

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Daftar Validator Instrumen Penelitian
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes kemampuan Koneksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari deskripsi dan wawancara subjek S 2 diatas, subjek dapat menyebutkan apa yang diketahui dari soal sesuai dengan pernyataan S 2.2.2. Selanjutnya subjek memahami

Hasil Analisis Subjek FD Jenis Kesulitan Indikator Mengalami Kesulitan Kesulitan Memahami Masalah Kesulitan memahami hal yang diketahui dalam soal Iya Kesulitan

Berdasarkan hasil wawancara di atas, untuk soal nomor 3 pada petikan pernyataan B 1.29 jawaban subjek B 1 menunjukkan kurang dapat menerjemahkan teks dengan

Berdasarkan analisis SK-KR belum mampu menyelesaikan soal level 1 dalam penilaian matematika khususnya statistika, subjek kurang memahami pengukuran, jumlah, besaran, unit suatu

Hasil Analisis Subjek FD Jenis Kesulitan Indikator Mengalami Kesulitan Kesulitan Memahami Masalah Kesulitan memahami hal yang diketahui dalam soal Iya Kesulitan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dengan kemampuan tinggi untuk soal nomor 1 dapat menyebutkan konsep matematika yang diketahui di dalam soal

d) Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik lain e) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.

Analisis Komunikasi matematika siswa laki-laki Subjek/ Kemampuan Kemampuan Lisan Kemampuan Tulis Soal Nomor 1 Kurang Lancar Lengkap Soal Nomor 2 Kurang lancar Lengkap