• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) diartikan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut dengan culture, yang berasal dari kata bahasa latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Dan dalam Indonesia dibahasakan dengan ”kultur” .

Kebudayaan yang “taken for granted” sangat melekat dalam diri manusia. Begitu pula Indonesia bentang daerahnya dari Sabang sampai Merauke memiliki kebudayaan tak terhitung dan sangat bernilai. Dari ragam bentuk tari, bahasa, suku yang berbeda-beda menjadi keunikan sendiri bagi daya tarik Indonesia dan daerahnya itu sendiri. Kebudayaan menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia, sebagai pedoman dalam tingkah laku. Wajar sebagai masyarakat majemuk Indonesia memiliki banyak budaya di setiap daerahnya.

Kebudayaan yang sudah tertanam lama dan turun temurun dihasilkan oleh nenek moyang itu akhirnya menjadi suatu ciri khas di daerah masing-masing. Contoh saja Reog Ponorogo yang sempat menjadi perbincangan hangat saat ada pengklaiman dari negara Malaysia November 2007 silam. Reog menjadi identitas masyarakat Ponorogo. Sama halnya dengan batik yang setiap daerah di Indonesia memiliki tapi dengan corak yang berbeda-beda untuk menunjukan identitas daerahnya. Batik sendiri merupakan hasil karya kerajinan yang dituangkan dalam

(2)

kain. Yang dalam bahasa Jawa hasil dalam bertanya pada seorang pembatik, batik berasal dari kata "amba" yang berarti menulis dan "nitik" yang berarti titik. Batik merupakan seni melukis yang dituangkan dalam kain dengan menggunakan lilin. Walaupun di modernisasi ini banyak kain batik dari hasil cetak mesin.

Batik oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible

Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. (Diaskes di

www.bloggerbojonegoro.com pada tanggal 20 Oktober pukul 14.00 WIB). Perhatian masyarakat akan batik sangat besar dari dulu sampai sekarang. Kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap ini diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia karena batik Indonesia memiliki motif yang beragam dan memiliki makna filosofi yang mendalam dalam setiap gambarnya. Selain itu penghargaan oleh UNESCO menjadikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia itu juga didasarkan karena pemerintah dan rakyat Indonesia dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun-temurun. Sehingga batik dianggap busana resmi untuk digunakan dalam acara- acara keagamaan, pernikahan dan acara resmi lainnya di setiap daerahnya. Sekarang setiap orang merasa bangga memakai batik, tidak hanya yang tua tetapi juga yang muda. Dalam setiap kain batik memiliki makna tersendiri yang menunjukan nilai budaya atau ciri khas identitas daerah tersebut.

Setiap pola atau motif batik tradisional selalu mengandung nilai luhur, dalam sejarahnya bermula dari Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Di sana

(3)

banyak kerajaan yang sarat akan tata krama. Ragam hias dan motif yang menyusun pola batik selalu mempunyai arti filosofi, mungkin dalam hal sejarah, magis, kesenian, agama dan lain-lain. Ragam motif dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik di Indonesia memiliki ragam motif dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun daerah pesisir yang menjadi pesinggahan kapal, menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh bangsa Cina, yang memperkenalkan corak phoenix. Penjajah dari bangsa Eropa juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan motif batik, sehingga coraknya pun diambil dari budaya dan kebiasaan yang dilakukan seperti adanya bunga tulip. Batik tulis tradisonal mempertahankan coraknya yang masih dipakai dalam upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki lambang dan makna tertentu.

Seperti halnya kabupaten Bojonegoro merupakan bagian dari kabupaten di Jawa Timur yang menyimpan kebudayan yang beragam. Dalam hal batik, di Kabupaten Bojonegoro sebenarnya telah mempunyai batik yang telah dikenal yaitu batik Jumput. Batik Jumput ini berasal dari Desa Prayungan Kecamatan Sumberrejo. Tapi kurang berkembang akibat kurangnya daya tarik masyarakat dan pengenalan pemerintah tentang batik.

Kekayaan alam yang berlimpah dan budaya yang dapat menjadi daya tarik Bojonegoro, menciptakan gagaasan baru. Pemerintah daerah melalui tim penggerak PKK yang di ketuai oleh Ibu Mafudho Suyoto mengadakan lomba mendesain motif batik dengan tujuan peningkatan, pelestarian batik dan sebagai

(4)

penciptaan identitas daerah Bojonegoro itu sendiri. Yang dibantu DEKRANASDA (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Kabupaten Bojonegoro yang diketuai juga oleh Ibu Mufadho Suyoto sebagai mitra kerja pemerintah yang merupakan kelompok pencipta, pecinta dan peminat seni kerajinan dalam masyarakat yang mempunyai persamaan dan kehendak untuk mengembangkan seni produktifitas dan pemasaran kerajinan Kabupaten Bojonegoro. Dari lomba tersebut akhirnya terkumpul sekitar 600 motif batik karya peserta. Kemudian dari 600 hasil motif batik tersebut tim penilai dari IPB memilih 9 motif terpilih. Kemudian tercipta sembilan motif yang unik dan khas Bojonegoro yang di launching pada 29 Desember 2009 pada acara tahunan pemilihan duta wisata Bojonegoro. Batik tersebut diberi nama batik Jonegoroan oleh bupati Bojonegoro. Motif batik yang terpilih adalah Gastro Rinonce (Motif Kilang Minyak dan Gas Bumi), Jagung Miji Emas (Motif Jagung), Mliwis Mukti (Motif Burung Legendaris Jelmaan Angling Dharma, Mliwis Putih), Parang Dahono Munggal (Motif Wisata Api Abadi, Kahyangan Api), Parang Jembul Sekar Rinandar (Motif Hewan Sapi), Pari Sumilak (Motif Padi), Rancak Thengul (Motif Wayang Thengul, khas Bojonegoro), Sata Gondo Wangi (Motif Tembakau), dan Sekar Jati (Motif Daun Jati). Sembilan motif batik Jonegoroan diatas merupakan gambaran dari hasil potensi alam dan budaya yanga ada di daerah Kabupaten Bojonegoro.

Sebagai contoh motif pari sumilak yang berarti ditanami padi dan dibudidayakan secara maksimal sehingga mampu meningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat Bojonegoro. “Pari” bahasa Jawa yang berarti padi, “sumilak” bahasa Jawa yang berarti sudah mulai menguning dan siap di panen, sehingga

(5)

mempunyai makna padi yang sudah siap di panen di seluruh wilayah Bojonegoro. Diharapkan ke depan Bojonegoro menjadi lumbung padi. Motif sata ganda wangi, sejak dahulu tembakau Bojonegoro sudah dikenal seluruh nusantara sehingga menjadi salah satu produk unggulan lainnya. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman ini menghasilkan aroma yang khas/harum yang berbeda dengan daerah lain. “Sata” bahasa Jawa yang berarti tembakau, “ganda” bahasa Jawa yang berarti aroma, “wangi” bahasa Jawa yang berarti harum, sehingga bermakna tembakau Bojonegoro memiliki aroma harum. Diharapkan nama Bojonegoro menjadi harum dan terkenal lewat tembakau sebagai salah satu potensinya. Dalam makna yang terkandung dalam batik bisa menunjukan identitas dalam daerahnya

Penciptaan ini tentunya menciptakan dan mempengaruhi perkembangan batik di Bojonegoro. Setelah ada pengembangan dan pelestarian batik. Disini ada peran pemerintah dalam pengenalannya kepada masyarakat Bojonegoro. Dari berbagai motif baru dan pemaknaan lewat batik itu sendiri pemerintah menginginkan adanya peningkatan hasil kekayaan alam dan budaya Bojonegoro dengan cara peran pemerintah menganjurkan masyarakatnya mengembangkan dan memakai batik. Adanya pemasaran dan pengenalan batik di Bojonegoro merupakan bentuk komunikasi. Perlintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik secara verbal dan non verbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam semua konteks interaksi. (Dr. Alo Liliweri, M.S, 2002: 12).

Dari penjabaran diatas dalam penelitian ini sebenarnya penulis ingin mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam pengenalan motif baru batik Jonegoroan selama 3 tahun

(6)

belakangan ini mulai dilaunchinya batik jonegoroan sebagai salah satu progam untuk menguatkan identitas masyarakat, sehingga berdampak pada sektor kehidupan di masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Selain itu dalam beberapa bulan terakhir peneliti mengamati adanya perkembangan mengenai penciptaan motif baru selain dari kesembilan batik yang telah ditetapkan pada akhir 2009. Tentunya pemerintah mempunyai cara promosi dalam mengenalkan motif khas batik jonegoroan ini kepada masyarakat, khususnya masyarakat Bojonegoro. Melihat seberapa besar daya tarik masyarakat terhadap batik motif baru di Bojonegoro.

Merujuk pada uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dalam skripsi dengan mengangkat sebuah judul “Komunikasi Promosi Pemerintah Daerah Dalam Memperkenalkan Batik Khas Jonegoroan Kepada Masyarakat Kabupaten Bojonegoro ( Studi Pada Disperindag Kabupaten Bojonegoro )”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah “Komunikasi promosi apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam memperkenalkan batik khas Jonegoroan kepada masyarakat kabupaten Bojonegoro?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi promosi yang dilakukan pemerintah dalam memperkanalkan batik khas jonegoroan kepada masyarakat Bojonegoro.

(7)

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Akademis

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis. Khususnya dalam bidang komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau masukan bagi pemerintah kabupaten Bojonegoro berkaitan dengan strategi komunikasi pemerintah daerah dalam mengenalkan batik khas jonegoroan, serta menjalankan strateginya dalam keikutsertan pelestarian batik jonegoroan. Dengan harapan pelestarian batik bisa dilakukan lebih maksimal dilihat dari tingkat ketertarikan masyarakat terhadap batik.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Faktor apakah yang menyebabkan rendahnya

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diangkat oleh penulis adalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh “kampanye kendalikan sampah plastik” pada

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana Persepsi Mahasiswa Universitas Bina Darma terutama

Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan tingkat ekspresi p53 pada berbagai derajat resiko

Maka berdasarkan latar belakang kelebihan dan kekurangan Pasar Tradisional Waru di Kecamatan Waru dapat ditarik sebuah rumusan masalah penelitian, yaitu bagaimana strategi pengembangan

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat sistem Penentuan Kelompok Penerima Zakat di

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam usulan penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Deteksi Dini Penyakit Tidak

9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: “Bagaimana strategi komunikasi publik oleh Hubungan Masyarakat