• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan

Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului sejarah manusia, lingkungan bersifat historis secara mendasar, tidak dapat dimengerti secara ilmiah dan bagian dari dunia kehidupan bermakna seperti diri kita sendiri. Segala penyimpangan muncul dari etika jika lingkungan tidak dipahami sebagai dasar tindakan manusia yang sudah dibentuk duluan, malah sebagai suatu dunia yang dihuni oleh manusia (Robin Attfield, 2010:6).

Ancaman tentang kerusakan lingkungan hidup semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Persoalannya bukan hanya bersifat isu lokal atau translokal, namun juga regional, nasional, transnasional dan global. Dampak lingkungannya tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, namun terkait sesuai sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi dan saling mempengaruhi secara subsistem. Jika satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau berakibat pula.

Isu lingkungan hidup pada mulanya adalah masalah alami yaitu peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses alamiah (natural). Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan dapat pulih kemudian secara alami atau disebut homeostasi (Siahaan, 2004:1).

(2)

2

Permasalahan tentang kerusakan lingkungan tidak lagi timbul sebagai isu yang semata bersifat alamiah, karena manusia menjadi faktor penyebab yang signifikan secara variabel bagi peristiwa lingkungan. Fakta bahwa masalah lingkungan lahir dan berkembang, karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensi terutama faktor mobilitas pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala perkembangan aspek kebudayaan, karakter dan pandangan manusia adalah faktor yang lebih penting, kaitannya dengan masalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup saat ini seperti pencemaran, kerusakan sumber daya alam, penyusutan cadangan hutan, musnahnya berbagi spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis penyakit yang berkembang terakhir, diyakini merupakan gejala negatif yang dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri.

Naess berpendapat bahwa krisis lingkungan hidup dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam semesta secara fundamental dan radikal. Manusia membutuhkan sebuah pola atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut kepentingan atau kebutuhan perorangan, namun juga budaya masyarakat secara keseluruhan (Naess, 1993:17).

Permasalahan lingkungan alam yang melibatkan peranserta manusia sebagai “pengguna” alam adalah hal penting. Manusia adalah bagian integral dengan alam. Manusia dengan dunia alam, menurut Barker (1995:28-29), saling mengimplementasikan dan saling mengandung. Permasalahan hubungan manusia dengan alam dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori Ekosentrisme. Teori ini merupakan kelanjutan dari teori Etika Lingkungan Hidup Biosentrisme yang keduanya mendobrak cara pandang Antroposentrisme dan membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.

(3)

3

Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas lingkungan, baik yang hidup maupun yang tidak. Makhluk hidup dan benda-benda abiotis saling terkait satu sama lain. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas lingkungan hidup (Keraf, 2010:93). Salah satu versi teori Ekosentrisme ini adalah teori Etika Lingkungan Hidup yang sekarang ini populer sebagai Deep Ecology. Pada dasarnya Deep Ecology adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia bukan sebagai pusat dari alam, melainkan hanya bagian dari alam. Semua unsur alam dan manusia mempunyai kedudukan yang sama di dalam lingkungan hidup. Nilai-nilai moral bukan hanya berlaku bagi komunitas manusia, namun juga komunitas sekelompok anggota lingkungan hidup (Keraf, 2010:93).

Pusat perhatian Deep Ecology meliputi dua hal yaitu:

a. Tentang manusia dengan kepentingannya. Manusia bukan hanya memenuhi kepentingannya saja, namun juga kepentingan seluruh komunitas lingkungan hidup untuk kepentingan jangka panjang.

b. Deep Ecology diterjemahkan dalam aksi yang nyata dan konkret. Aksi atau gerakan ini berusaha untuk mengubah paradigma secara revolusioner yaitu perubahan cara pandang, nilai dan gaya hidup manusia yang antroposentris (Keraf,2010:93). Aksi gerakan ini diterjemahkan oleh Naess ke dalam platform aksi dan beberapa prinsip sebagai pedoman gerakan Deep Ecology.

Permasalahan menarik dalam penelitian ini adalah isu soal etika lingkungan hidup dalam sudut pandang pendekatan Ekosentrisme yang sedang dihadapi oleh Pabrik Gula (PG) Madukismo di kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivitas pembuangan limbah PG Madukismo selama ini berpotensi bahaya yang ditimbulkan dari proses pembuatan gula terhadap ancaman lingkungan di sekitar pabrik tersebut. Pabrik gula ini merupakan satu-satunya di wilayah DIY yang

(4)

4

mengemban tugas untuk mensukseskan program pengadaan pangan nasional, khususnya gula pasir.

Aktivitas pabrik itu berdampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitarnya. Dampak positifnya berupa kegiatan ekonomi, lapangan kerja baik langsung dalam pabrik atau di luar pabrik, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran, fasilitas berupa air, listrik dan bantuan untuk proyek RPK3 (Rencana Proyek Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan). Semua kegiatan tersebut sebagai bentuk CSR perusahaan terhadap masyarakat di sekitar lokasi (www.publikasi.umy.ac.id).

Proses produksi PG Madukismo menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan berupa sisa perasan tebu untuk bahan bakar pabrik dan limbah blotong untuk bahan baku pupuk. Sedangkan limbah cair berupa air limbah yang berasal dari proses pencucian dan pemasakan menghasilkan efek asam atau alkali dengan kandungan garam cukup tinggi. Limbah cair ini pun dibuang dan disalurkan ke areal lahan pertanian.

Efek negatif limbah cair ini sering dianggap sebagai polutan berbahaya dan mencemari lingkungan karena bau dan warna hitam kecoklatan. Sebenarnya limbah cair ini mengandung unsur hara yang berguna (N, P, K, Ca, Mg dan sebagainya), yang dapat membantu memelihara kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman baik tebu, padi maupun tanaman lainnya (www.digilib.ui.ac.id).

Pendekatan teori Ekosentrisme sangat efektif dalam mengamati lingkungan secara luas, terutama tentang masalah pencemaran limbah pabrik gula. Aktivitas pembuangan limbah industri pabrik adalah bagian dari kasus pencemaran lingkungan yang bersumber dari perilaku manusia itu sendiri. Berbagai kasus pencemaran dan kerusakan di alam dapat dilihat pada keadaan air laut, hutan, atmosfer, air, tanah, yang bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab,

(5)

5

tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002:7).

Dampak dari kasus pencemaran limbah industri PG Madukismo yang secara normatif ditinjau dari sudut pandang etika moral merupakan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Melaksanakan tanggung jawab sosial, secara normatif merupakan kewajiban moral bagi suatu perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan itu juga meliputi tanggung jawab moral perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Ketika perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, karena keberadaannya telah memberikan dampak positif maupun negatif (Rahmatullah,2011:13).

Semua perusahaan pasti terdapat pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait erat dengan tanggung jawab sosial (CSR). Saat ini, CSR sudah menjadi faktor utama sesuai dengan harapan para stakeholder yang secara terus-menerus menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab tidak hanya terkait masalah keuangan, namun juga terhadap masalah sosial, etika dan lingkungan (http://training-kita.com/stakeholder-and-social-resposibility).

Penelitian terhadap CSR PG Madukismo bagi masyarakat dan lingkungan di sekitar pabrik, ditinjau dari perspektif Ekosentrisme. Platform aksi dan prinsip-prinsip dalam gerakan Ekosentrisme sebagai dasar analisis untuk permasalahan hubungan makhluk hidup, masyarakat dan benda-benda abiotis lainnya dengan pengelolaan limbah industri PG Madukismo. Kemajuan di dalam dunia usaha PG Madukismo saat ini tidak hanya dinilai sebagai sebuah entitas bisnis dengan orientasi hanya untuk mencari laba atau keuntungan sebesar-besarnya saja (profit oriented). Namun juga harus menilai CSR perusahaan terhadap pelestarian lingkungan di

(6)

6

sekitarnya, terutama aktivitas limbah industri yang berdampak langsung terhadap polusi udara, tanah dan air di kawasan pabrik maupun di luar lingkungan pabrik.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana perencanaan kebijakan PG. Madukismo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya?

b. Apa konsep pemikiran Ekosentrisme dalam menghadapi kasus lingkungan hidup khususnya di PG Madukismo?

c. Apa tanggung jawab sosial PG Madukismo terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya ditinjau dari perspektif Ekosentrisme?

3. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran peneliti, terdapat beberapa skripsi yang membahas mengenai permasalahan lingkungan dan aliran etika lingkungan yaitu:

1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Sosial Responsibility) PT Sri Rejeki Isman (Sritex) terhadap lingkungan sekitar dari ekosentrisme oleh Agus Fita Yudyanto, tanggal 9 januari 2012 nomor 06/194028/FI/3284 yang membahas mengenai konsep Ekosentrisme sebagai prinsip dasar tanggung jawab social PT Sritex dalam melaksanakan peraturan dan perundang-undangan di lingkungan masyarakat.

2. Relevansi Konsep Ecosophy dalam Etika Ekosentrisme sebagai Alternatif atas Krisis Ekologi di Indonesia oleh David Oktiyadi, tanggal 22 November 2006 nomor 02/161316/FI/02976 yang membahas mengenai konsep Ecosophy sebagai alternatif atas krisis ekologis di Indonesia adalah mengenai perubahan mendasar dan radikal dalam level ideologi, ekonomi, politik, dan sosial, sekaligus revitalisasi dan reorintasi kearifan lokal yang telah berkembang di daerah-daerah.

(7)

7

3. Eksistensi Manusia dalam Aliran Deep Ecology Movement: Studi Filsafat Manusia oleh Irfan Ardani, tanggal 3 Januari 2007 nomor 02/161222/FI/02964 membahas konsep eksistensi manusia dalam Deep Ecology Movement dipahami sebagai suatu “realisasi diri” (self-realization) manusia sebagai bagian dari alam ke dalam kesatuan alam itu sendiri.

4. Konsep Etika Lingkungan dalam Kearifan Lokal Masyarakat Lereng Gunung Arjuna ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess oleh Ayu Tyas Fitriani, 9 Juli 2008 nomor 04/176320/FI/03194 membahas kearifan lokal masyarakat lereng Gunung Arjuna sangat dipengaruhi oleh Budaya Jawa. Analisis Deep Ecology tentang konsep etika dalam kearifan lokal masyarakat lereng utara Gunung Arjuna.

5. Sampah Plastik sebagai Masalah Lingkungan Hidup ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess oleh Yan Warisma Tri Wulansari, 7 Oktober 2009 nomor 05/189802/FI/03259 membahas Arne Naess dengan konsep Deep Ecology menawarkan untuk melakukan perubahan terhadap gaya hidup manusia yang konsumtif. Pola hidup konsumtif manusia dalam menggunakan plastik menyebabkan semakin meningkatnya tumpukan sampah plastik.

6. Deep Ecologi sebagai Dasar Mengatasi Permasalahan Illegal Logging di Indonesia oleh Nirmala Ekawati, 7 Oktober 2009 nomor 05/189948/FI/03261 membahas aktivitas Illegal Logging yang semakin marak di berbagai daerah di Indonesia. Konsep Deep Ecology mengajarkan manusia untuk selalu menjaga dan menghargai alam dan segala isinya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan.

7. Gaya Hidup Konsumtif dan Kerusakan Lingkungan menurut Etika Ekosentrisme oleh Aditya Bayu Aji, 28 Agustus 2009 nomor 05/186240/FI/03243 membahas ekosentrisme meyakini bahwa Antroposentrisme hanya akan menimbulkan kerugian bagi makhluk dan unsur abiotis lainnya dan anggapan tersebut tampak pada gaya hidup konsumtif.

(8)

8

Beberapa penelitian tersebut di atas memiliki obyek formal dan material yang berbeda. Obyek formal penelitian ini adalah teori Ekosentrisme. Obyek materialnya adalah kebijakan tanggung jawab sosial PG Madukismo baik dalam lingkungan pabrik maupun terhadap pelestarian lingkungan alam sekitar pabrik.

4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan, dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu-ilmu tentang lingkungan. Misalnya ekologi, dalam diskusi masalah lingkungan hidup dan pelestariannya, serta mengembangkan kemampuan merefleksikan secara kritis dan sistematis atas persoalan filsafat mengenai etika, khususnya etika lingkungan.

2. Bagi Filsafat, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan mengenai permasalahan lingkungan ditinjau dari pemikiran yang menyeluruh di bidang etika lingkungan atas suatu fenomena, sehingga mampu mengkritisi fenomena yang terjadi. Pengolahan lingkungan tidak mungkin mengabaikan nilai-nilai hidup masyarakatnya.

3. Bagi bangsa Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran kritis mengenai kearifan lingkungan dan kelestarian lingkungan hidup. Bangsa Indonesia perlu menyadari pentingnya peranan manusia dalam menata lingkungan agar keseimbangan dalam ekosistem dapat terjaga dengan baik, dan juga agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya, karena setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan kekayaan yang ada di alam tanpa terkecuali.

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Merumuskan secara deskriptif mengenai perencanaan dan praktek kebijakan PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya.

(9)

9

2. Merumuskan pemahaman prinsip-prinsip Ekosentrisme dalam menghadapi kasus lingkungan PG. Madukismo.

3. Menganalisis secara reflektif tentang tanggung jawab sosial PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan ditinjau dari perspektif Ekosentrisme.

C. Tinjauan Pustaka

PG Madukismo dalam pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) telah membuat rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan kelestarian lingkungan. PG Madukismo dalam Laporan PROPER tahun 2011 tentang Pelaksanaan PROPER Periode 2010-2011 memperoleh penilaian peringkat kinerja perusahaan dengan kategori warna biru Biru yaitu diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan.

Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PG Madukismo dalam setiap 6 bulan sekali melakukan Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL berupa limbah udara, tanah, dan air yang akan dilaporkan ke Departemen Pertanian Pusat (Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL Juli-Desember 2012:3). Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL tersebut merupakan konsekuensi dari aktivitas industri PG Madukismo yang harus mematuhi salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap stakeholder.

Draft 3 ISO 26000 dalam buku karya Rahmatullah dan Trianita Kurniati (2011:6), tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab bidang hukum. Stakeholders bukan hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu

(10)

10

masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah, investor, elit politik dan lain sebagainya.

Aktivitas proses poduksi PG Madukismo berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan masyarakat di sekitarnya. Keberadaannya memberi efek ganda yang berupa kegiatan ekonomi, lapangan kerja baik langsung dalam pabrik maupun di luar pabrik, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran, serta fasilitasnya yang berupa air, listrik, bantuan untuk proyek RPK3 (Rencana Proyek Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan). Semua kegiatan tersebut merupakan bentuk CSR terhadap lingkungan masyarakat di sekitar lokasi PG Madukismo (http://training-kita.com/stakeholder-and-social-responsibility/).

Proses produksi PG Madukismo secara ekosistemik menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat yang dihasilkan yaitu berupa sisa perasan tebu untuk bahan bakar pabrik dan limbah blotong untuk bahan baku pupuk. Sedangkan limbah cair berupa air limbah yang berasal dari proses pencucian dan pemasakan yang menghasilkan efek asam atau alkali dengan kandungan garam yang cukup tinggi. Limbah cair ini dibuang dan disalurkan ke areal lahan pertanian.

Limbah cair PG Madukismo seringkali dianggap sebagai polutan yang berbahaya dan mencemari lingkungan, karena bau dan warna hitam kecoklatan. Sebenarnya limbah cair ini mengandung unsur-unsur hara yang berguna (N, P, K, Ca, dan Mg) yang dapat membantu memelihara kesuburan tanah dan meningkatkan hasil produksi tanaman tebu, padi maupun tanaman lainnya (https://sustainablemovement.wordpress.com/tag/limbah/).

Dampak lingkungan akibat aktivitas proses produksi berupa limbah industri terhadap pencemaran lingkungan di sekitar pabrik, pihak manajemen PG Madukismo secara spesifik merencanakan kebijakan CSR yang berwawasan lingkungan bagi masyarakat di sekitarnya.

(11)

11

Program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi perusahaan tersebut.

Secara umum program CSR PG Madukismo meliputi hubungan dengan pekerja, misalnya tidak menggunakan pekerja di bawah umur, memperhatikan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya, mendukung serikat pekerja dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakadilan pada pekerja dapat meningkatkan hubungan hubungan antara pekerja dan perusahaan, meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (http://training-kita.com/stakeholder-and-social-resposibility, diakses pada tanggal 17 juli 2014).

Kegiatan CSR ini meliputi bidang sosial kemasyarakatan dan budaya (melalui kegiatan pendidikan, seni budaya, olah raga, kesejahteraan sosial, keagamaan dan kesehatan), bidang pemberdayaan dan pembinaan ekonomi masyarakat (melalui sosial kemitraan usaha kecil menengah serta pertanian terpadu), bidang pelestarian lingkungan hidup (melalui kegiatan sosial pemberdayaan lingkungan hidup dan konservasi).

Prinsip-prinsip CSR diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 pasal 1 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup yang berisi pengertian lingkungan hidup dan ekosistem sebagai berikut: 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan menusia serta makhluk hidup yang lain.

2. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk kesimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

(12)

12

Keterlibatan negara dalam pengaturan CSR terkait dengan hak penguasaan negara seperti yang dikonsepsikan dalam Pasal 33 UUD 45. Peran negara menjadi penting bagi kegiatan ekonomi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. Konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 45 didasarkan pada: a). pertimbangan demokrasi ekonomi, b). untuk menghindari penumpukan ekonomi dan c). untuk menghindari penindasan terhadap rakyat banyak oleh mereka yang secara ekonomi dan politik sangat kuat (Mukti Fajar 2010:105).

Menurut Suryadarma Ali dalam Mukti Fajar (2010:162), CSR merupakan panggilan terhadap perusahaan untuk memperhatikan kondisi sosial masyarakat sekitar dalam lingkup lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian diharapkan muncul tanggung jawab untuk memperdayakan masyarakat. Perusahaan yang tidak bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya, maka perusahaan itu akan menciptakan kesenjangan di lingkungannya. Perusahaan tidak memiliki makna yang berarti, jika kemajuan yang diraihnya tidak melibatkan masyarakat di sekitarnya.

Partomuan Pohan dalam Mukti Fajar (2010: 163), CSR harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. CSR adalah sarana untuk meminimalisir dampak negatif dari proses produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan para stakeholder-nya. Sangat tepat apabila CSR diberlakukan sebagai kewajiban yang bersifat mandatory dan harus dijalankan oleh perusahaan selama masih beroperasi. Pemerintah sebagai agen yang mewakili kepentingan publik memiliki otoritas untuk melakukan regulasi CSR.

Melaksanakan CSR secara normatif adalah kewajiban moral bagi jenis perusahaan apapun. Perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, dikarenakan keberadaannya telah memberikan dampak baik positif maupun negatif (Rahmatullah, 2011:13).

(13)

13

D. Landasan Teori

Etika secara etimologis berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata Latin “mos”, yang dalam bentuk jamaknya “mores”, yang berarti juga adat atau cara hidup.

Etika dimengerti sebagai filsafat moral. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2010:17).

Etika dan moral sama artinya, namun dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem-sistem nilai yang ada.

Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lainnya, karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia harus bertindak.

Etika lingkungan adalah cabang dari etika yang berbicara tentang refleksi hubungan manusia dengan alam atau lingkungan hidupnya. Etika lingkungan membahas norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam (Keraf, 2010:40).

Etika lingkungan adalah sebuah refleksi kritis tentang cara pandang manusia tentang manusia, alam dan hubungan antar manusia dan alam serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Selain itu, etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk (http://www.crayonpedia.org, diakses pada tanggal 23 mei 2014).

(14)

14

Etika lingkungan meliputi istilah teknis sebagai Shallow Ecology dan Deep Ecology. Shallow Ecology atau Ekologi Dangkal adalah pandangan yang menekankan bahwa lingkungan untuk kepentingan manusia (bersifat Antroprosentris). Shallow Ecology atau Antroposentrisme, biasanya dikenal pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik, yang dianut oleh banyak ahli ekologi maupun ahli lingkungan yang membela pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sedangkan Deep Ecology atau Ekologi Dalam adalah pendekatan Ekosentrisme yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama (Borrong, 2010:150).

Kedua pendekatan tersebut mensyaratkan bahwa lingkungan hidup harus dijaga kelestariannya dari bahaya yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah PG Madukismo terhadap lingkungan sekitar pabrik. Lingkungan hidup harus dijaga kelestariannya dari bahaya yang ditimbulkan dari pengolahan limbah pabrik agar keseimbangan ekosistem dapat terjaga dengan baik. Penulis menggunakan pendekatan paradigma etika lingkungan Ekosentrisme untuk menghadapi krisis lingkungan di sekitar pabrik PG Madukismo tersebut.

Etika lingkungan Ekosentrisme adalah etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan makhluk saling memangsa di antara semua spesies. Simbiosis menjadi alasan

(15)

15

mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam seperti binatang maupun tumbuhan.

Etika Lingkungan Ekosentrisme merupakan sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Sebuah kearifan bagi manusia untuk hidup dalam keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dengan seluruh isi alam semesta sebagai sebuah rumah tangga (Keraf 2006:79).

Paham Ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori Deep Ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai Ecosophy, yaitu kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Manusia dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam (Keraf 2010:95).

Deep Ecology menuntut suatu etika baru yang berpusat tidak pada manusia, namun berpusat pada makhluk hidup seluruh dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Etika baru ini tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia:

1. Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. Deep Ecology justru memusatkan perhatian kepada semua spesies, termasuk spesies bukan manusia. Singkatnya, kepada biosphere seluruhnya. Deep Ecology tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang, maka prinsip moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis.

2. Etika lingkungan hidup yang dikembangkan Deep Ecology dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan hidup harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika baru ini menyangkut suatu gerakan yang

(16)

16

jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang instrumental dan ekspansionis sebagaimana ditemukan pada Antroposentrisme dan Biosentrisme.

Etika baru ini menurut suatu pemahaman baru tentang relasi etis dalam alam semesta ini, disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut. Kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan. Deep ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan di antara orang-orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan hidup dan politik. Suatu gerakan yang menuntun dan didasarkan pada perubahan paradigma secara mendasar dan revolusioner yaitu perubahan cara pandang nilai dan perilaku atau gaya hidup (Keraf, 2010:93-94).

Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori Ekosentrisme dan kritik sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers dan Aldo Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Buddhisme dan Barukh Spinoza juga sangat kuat dalam teori gerakan Deep Ecology.

Deep Ecology adalah salah satu teori etika lingkungan hidup dari versi teori Ekosentrisme. Istilah Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia pada 1973. Naess kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam gerakan Deep Ecology hingga sekarang. Deep Ecology menjadi sangat terkenal dan digemari belakangan ini, terutama pengaruh tulisan Arne Naess. Menurut pengakuannya, Deep Ecology sebagai gerakan internasional berawal dari Rachel Carson, yang melalui buku Silent Spring (1962), mengajak semua orang melakukan perubahan dasar di semua bidang untuk menyelamatkan lingkungan hidup (Keraf, 2010:94).

(17)

17

E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian tentang masalah aktual. Peneliti memanfaatkan hasil-hasil penelitian biologi, data-data fisis misalnya tingkat pencemaran udara, hujan asam, kandungan bakterikoli dan lain sebagainya (Kaelan, 2005:292).

Bahan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua sumber yaitu: a. Sumber Primer

1). Sejarah pendirian PG. Madukismo (Buku Dinamika 50 Tahun PT. Madu Baru Yogyakarta dan referensi terkait lainnya).

2). Laporan Pengelolaan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Periode Juli-Desember 2012, disusun oleh Team PLT PT Madubaru, Bantul, 2012.

3).Wawancara dengan Tim Pelaksana Harian Pengelolaan Limbah dan Lingakungan

b. Sumber Sekunder

Data sekunder penelitian ini dari buku, jurnal, laporan penelitian, pustaka digital (internet) yaitu:

1). Etika Lingkungan Hidup karya Sonny A. Keraf Tahun 2010, Gramedia Pustaka: Jakarta.

2). Etika Lingkungan Global karya Robin Attfield Tahun 2010, Kreasi Wacana: Yogyakarta.

3). Etika karya K. Bertens Tahun 2007, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(18)

18

5). Tata Hukum Lingkungan Tahun 2009 karya Koesnadi Hardjasoemantri, Gadjah Mada University Press.

6). Panduan Praktis Pengelolaan CSR (Corporate Social Responsibility) karya Rahmatullah dan Trianita Kurniati Tahun 2011, Samudera Biru.

7). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia karya Mukti Fajar ND Tahun 2009, Pustaka Pelajar.

8). Etika Bumi Baru, 2000, karya Robert P. Borrong, PT BPK Gunung Mulia.

2. Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap.

a. Inventarisasi dan kategorisasi yaitu pengumpulan data kepustakaan sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berhubungan dengan objek material dan objek formal penelitian. Studi pustaka dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran lengkap mengenai sejarah berdirinya pabrik gula madukismo, proses produksi, pemantauan limbah, serta perencanaan kebijakan tanggung jawab sosial PG. Madukismo ditinjau dari ekosentrisme.

b. Klasifikasi data yaitu pengelompokan data primer dan sekunder.

c. Analisis sintesis, yaitu menganalisis data primer dan sekunder, kemudian mengeksekusi dan mengimplementasikan data yang tidak perlu, dan mengisentesiskan sesuai dengan gagasan dalam upaya memperkuat penelitian.

d. Evaluasi kritis, yaitu melakukan pengecekan. Pengecekan dilakukan setelah melalui beberapa tahap analisis sintesis, sehingga menghasilkan pemaparan hasil penelitian yang kritis secara berimbang dan objektif.

(19)

19

Menguraikan hasil pemahaman sistematis mengenai etika Ekosentrisme terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PG Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya.

a. Verstehen

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan berdasarkan karakteristik masing-masing. Penulis berusaha menjelaskan unsur makna yang diperoleh dalam penelitian yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan PG Madukismo menurut perspektif Ekosentrisme terhadap pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya.

b. Interpretasi

Interpretasi digunakan untuk memperoleh gambaran mendalam berdasarkan data yang diperoleh mengenai pencemaran limbah proses pembuatan gula di PG Madukismo dengan pendekatan etika lingkungan Ekosentrisme.

c. Deskriptif

Menguraikan hasil pemahaman sistematis mengenai etika Ekosentrisme terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PG Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya.

d. Hermeneutika

Penulis mencoba untuk menafsirkan secara esensial ha-hal mengenai pandangan etika Ekosentrisme tentang tanggung jawab sosial PG Madukismo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya.

(20)

20

Heuristika itu metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah. Filasat etika konsentrisme tidak dapat menemukan penerapan praktis yang baru, namun selalu mencari visi baru atau pemahaman baru tentang pemecahan masalah tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pelestarian lingkungan dalam perspektif etika Ekosentrisme.

F. Hasil Yang Dicapai

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Deskripsi mengenai pemikiran Ekosentrisme.

2. Deskripsi mengenai perencanaan kebijakan CSR PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan sekitar.

3. Analisis secara reflektif mengenai pandangan etika Ekosentrisme dalam perencanaan kebijakan CSR PG Maduksimo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya.

Referensi

Dokumen terkait

5(3) Akta tersebut, Pengawal sebelum meluluskan pemohonan pemaju tersebut, akan dapat mengetahui mengenai kedudukan pemaju perumahan tersebut sama ada sesuai dan wajar

Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang didapatkan pada Pengabdian Masyarakat yang dilakukan di 10 nagari lokus stunting Pasaman Barat tentang Bilik Pantau

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Ladang, umur 40 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Swasta, tempat tinggal di Gampong Rundeng Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, berdasarkan surat kuasa

Tabel 2, menunjukan bahwa pada saat populasi sel tumor jauh lebih kecil dari populasi sel kekebalan tu- buh maka dosis obat yang dibutuhkan dalam proses kemoterapi lebih

LAMPIRAN 8 SENARAI INDUK BORANG PEMERIKSAAN PEMBINAAN.. Bidang Tajuk

Wawancara dilakukan untuk mengetahui masalah yang timbul atau dialami langsung oleh yang bersangkutan. Dalam kegiatan ini diajukan pertanyaan lisan dalam usaha

Diagnosa 7 Nyeri berhubungan dengan insisi pada kelen"ar tiroid Tu"uan 7 Klien mengalami nyeri yang minimal!. Kriteria