• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dharmesta dan Handoko (2002), pelanggan atau. pemakai jasa adalah individu-individu yang melakukan pembelian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dharmesta dan Handoko (2002), pelanggan atau. pemakai jasa adalah individu-individu yang melakukan pembelian"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Pasien

2.1.1. Pasien sebagai pemakai jasa

Menurut Dharmesta dan Handoko (2002), pelanggan atau pemakai jasa adalah individu-individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Sedangkan Pamitra (2001) menyatakan bahwa pelanggan adalah individu pembuat keputusan yang menyebabkan seseorang harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk atau jasa. Lupiyoadi (2001) yang mendefinisikan pelanggan sebagai seorang individu yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa. Demikian juga dengan Umar (2003) yang mengemukakan bahwa pelanggan adalah individu atau kumpulan individu yang dipengaruhi oleh aspek-aspek eksternal dan internal yang mengarah untuk memilih mengkonsumsi barang atau jasa yang diinginkan tersebut sebagai pelanggan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelanggan adalah individu atau kelompok individu yang melakukan pembelian kebutuhan yang bisa membuat puas dengan membandingkan beberapa aspek

(2)

seperti harga, standar kualitas barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya.

Dalam hal ini pasien dikategorikan sebagai pelanggan atau lebih tepatnya klien rumah sakit, sebab pasien menggunakan jasa pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya memperoleh pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai penyedia jasa layanan kesehatan tentunya akan memberikan layanan semaksimal mungkin dengan berusaha memenuhi kebutuhan pasien, memberikan rasa puas kepada pasien atas produk layanan rumah sakit.

2.1.2. Pengertian Kepuasan Pasien

Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama,

(3)

kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.

Kotler (1998) mendefiniskan kepuasan sebagai tingkat perasaan puas seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Tjiptono, 2001).

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi.

Pada dasarnya pemakai jasa berhak menilai suatu lembaga penyedia jasa dalam mengeluarkan output jasa dalam memenuhi harapan pemakai jasa, atau sebaliknya membuat para pemakai jasa menjadi kesal. Harapan pemakai jasa yang terpenuhi akan membawa pada kondisi emosional pemakai jasa ke arah kepuasan, dan sebaliknya bila harapan pemakai jasa tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak puas sehingga bisa melakukan voice action (kritikan atau keluhan).

(4)

Sunarto (2003) menyatakan bahwa untuk memahami dan mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan menggunakan model diskonfirmasi ekspektasi. Teori diskonfirmasi ekspektasi mendefinisikan kepuasan dan ketidakpuasan sebagai evaluasi yang dilakukan pelanggan sebagai pengalaman yang setidaknya sama baiknya dengan apa yang diharapkan. Senada dengan itu, Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa diskonfirmasi ekspektas, merupakan dampak dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pemakaian jasa dengan sesungguhnya yang diperoleh pelanggan dari produk atau layanan jasa tersebut. Harapan pelanggan saat menggunakan layanan jasa sebenarnya mempertimbangkan produk tersebut berfungsi sesuai dengan penampilannya (product performance). Produk akan berfungsi sebagai berikut:

1. Produk/layanan jasa dapat berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, disebut diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Bila hal ini terjadi maka pemakai jasa akan merasa puas.

2. Produk/layanan jasa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, disebut konfirmasi sederhana (simple confirmationi). Produk/layanan tersebut tidak memberi rasa puas dan produk tersebut tidak mengecewakan sehingga pengguna jasa akan memiliki perasaan netral

(5)

3. Produk/layanan jasa dapat berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, disebut diskonfirmasi negatif (negative disconfirmationa). Bila hal ini terjadi maka akan menyebabkan kekecewaan, sehingga pengguna jasa merasa tidak puas.

Kepuasan dapat diartikan pula sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu menjadi memadai. Kotler (dikutip oleh Nitya, 2009) mengatakan bahwa harapan pemakai jasa sendiri dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabat serta janji dan informasi. Pemakai jasa yang puas akan setia lebih lama, dan memberi komentar yang baik tentang penyedia jasa. Lebih lanjut Kotler mengungkapkan bahwa kepuasan bisa saja dipengaruhi oleh aspek-aspek seperti (1) aspek kognitif, atau kepuasan terhadap jumlah dan kualitas informasi yang diperoleh, (2) aspek afektif, atau perasaan pasien bahwa tenaga kesehatan tersebut mendengarkan, memahami, dan tertarik atau tidak terhadap masalahnya, dan (3) aspek perilaku, yaitu penilaian pasien terhadap profesionalisme petugas kesehatan (Smet, 1999).

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen (dalam hal ini pasien) menjadi satu hal yang sangat penting. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman

(6)

buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan. Penelitian ini menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo, 1999).

2.1.3. Kualitas Layanan sebagai Pembentuk Kepuasan

Roger (2002) mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan penggunaan barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pengguna jasa. Menurut Crosby dalam Nasution (2004) kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan, bila suatu produk/jasa memiliki kualitas apabila dengan standar kulaitas yang telah ditentukan dengan meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.

(7)

Sedangkan definsi pelayanan adalah; setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat pemilikan sesuatu (Kotler, 2002). Sugiarto (2002) mendefinisikan pelayanan sebagi upaya maksimal yang diberikan oleh petugas pelayanan dari sebuah perusahaan industri untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai kepuasan. Cravens (2003) mengungkapkan bahwa pengertian pelayanan adalah upaya dalam memenuhi permohonan untuk men-spesifikasikan produk-produk seperti data kinerja, permohonan untuk rincian, pemrosesan pesanan pembelian, penyelidikan status pesanan dan layanan garansi.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa pengertian kualitas pelayanan adalah segala bentuk penyelenggaraan pelayanan secara maksimal yang diberikan penyedia jasa dengan segala keunggulan dalam rangka memenuhi kebutuhan klien demi memenuhi harapan klien.

2.1.4. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien

Pemantauan dan pengukuruan kepuasan pemakai jasa menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap lembaga penyedia jasa/layanan. Langkah tersebut penting, karena dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan

(8)

implementasi strategi organisasi dalam meningkatkan kepuasan pasien.

Metode yang sangat umum digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan adalah Performance Importance Matrix. Metode ini digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan dengan cara memberi responden pertanyaan-pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. Responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi yang berkaitan dengan penawaran dari organisasi dan diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. Selain itu, responden diminta juga untuk memberi urutan elemen atau atribut pelayanan berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik kinerja organisasi pada masing-masing elemen.

Berikut ini, model-model Performance Importance Matrix yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pemakai jasa: 1. Analisa Tradisional (Traditional Approach). Melalui pendekatan

ini, pemakai jasa diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa atau layanan yang mereka nikmati (umumnya menggunakan skala Likert atau Rating Scale), dengan interval dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variabel dan dibandingkan dengan nilai secara keseluruhan.

(9)

2. Analisa Deskriptif (Descriptive Approach). Seringkali penilaian kepuasan pemakai jasa tidak hanya berhenti sampai diketahui puas atau tidak puas, namun lebih lanjut digambarkan melalui statistik deskriptif, melalui penghitungan rata-rata, distribusi dan simpangan baku.

3. Analisa Penyajian Matriks (Importance and Performance Matrix-IPM). Konsep ini mengukur tingkat kepentingan pelanggan atau pasien (costumer-expectation) dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi.

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di rumah sakit adalah kepuasan klien. Dengan demikian, secara khusus meneliti tingkat kepuasan pasien persalinan normal kala I di ruang maternitas RSK Tayu terhadap pelayanan kesehatan perawat dan bidan dalam menerapkan manajemen nyeri khususnya dengan teknik relaksasi. Dengan metode-metode Performance Importance Matrix penelitian ini hendak menyelidiki lebih jauh tentang kepuasan sebagai penilaian pasca perawatan, bahwa layanan yang diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan pasien, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pemakaian ulang jasa layanan/produk yang sama.

(10)

2.2. Persalinan Normal Kala I

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan dianggap normal jika wanita berada pada atau dekat masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat janin dengan presentasi puncak kepala, dan persalinan selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005). Pada persalinan kala I, lamanya persalinan pada ibu primipara 6-18 jam dan ibu multipara 2-10 jam (Yunitasari, 2009).

Kala I persalinan mulai ketika telah tercapainya kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala I persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala I persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks (Prawirohardjo, 2009).

Asuhan persalinan dibutuhkan ibu saat proses persalinan. Asuhan ini bertujuan untuk mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Asuhan sayang ibu antara lain memberi dukungan emosional, mengatur posisi yang nyaman bagi ibu, cukup asuhan cairan dan nutrisi, keleluasaan

(11)

untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil, penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai.

2.3. Nyeri pada Proses Persalinan Normal Kala I 2.3.1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Bare dan Smeltzer, 2001). Menurut Telfer (1997), nyeri merupakan fenomena multifaktorial, yang subjektif, personal, dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, biologis, sosial budaya, dan ekonomi (Cooper dan Fraser, 2009). Nyeri adalah perasaan tertekan, menderita atau kesakitan yang disebabkan oleh stimulasi ujung-ujung saraf tertentu (Myles, 2009). Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan dari kerusakan jaringan potensial atau aktual (Brunner &Suddarth’s,2001).

(12)

2.3.2. Teori Nyeri

Dalam perkembangan teknologi kesehatan, telah disimpulkan beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, antara lain sebagai berikut:

Pertama, transmisi nyeri; impuls nyeri berjalan sepanjang saraf sensorik ke ganglion akar dorsal dari saraf spinal terkait dan masuk ke dalam kornu posterior medula spinalis. Hal ini disebut neuron pertama. Neuron kedua muncul di kornu posterior, melintang di dalam medula spinalis (persimpangan sensorik) dan mengantarkan impuls melalui medula oblongata, pons varolli dan otak tengah ke talamus. Dari sini impuls berjalan sepanjang neuron ketiga menuju korteks sensorik.

Kedua, teori pengendalian Gerbang (gate control theory) ; mekanisme hambatan neurol atau spinal terjadi dalam substansi gelatinosa yang terdapat di kornu dorsal medula spinalis. Impuls saraf yang diterima oleh nosiseptor, reseptor nyeri pada kulit dan jaringan tubuh dipengaruhi oleh mekanisme tersebut. Posisi hambatan menentukan apakah impuls saraf berjalan bebas atau tidak ke medula dan talamus sehingga dapat mentransmisikan impuls atau pesan sensori ke korteks sensorik. Jika hambatan tersebut tertutup, hanya terdapat sedikit konduksi atau bahkan tidak sama sekali. Jika hambatan terbuka, impuls dan pesan dapat

(13)

melewatinya dan ditransmisikan secara bebas (Cooper dan Fraser, 2009).

2.3.3. Penyebab Nyeri Persalinan

Selama persalinan kala I, nyeri terutama dialami karena rangsangan nosiseptor dalam adneksa, uterus, dan ligamen pelvis. Nyeri persalinan kala I adalah akibat dilatasi seviks dan segmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen. Faktor penyebab nyeri persalinan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya pasokan oksigen ke otot rahim (nyeri persalinan menjadi lebih hebat jika interval antara kontraksi singkat, sehingga pasokan oksigen ke otot rahim belum sepenuhnya pulih).

2. Meregangnya leher rahim (effacement dan pelebaran).

3. Tekanan bayi pada saraf di dan dekat leher rahim dan vagina. 4. Ketegangan dan meregangnya jaringan ikat pendukung rahim

dan sendi panggul selama kontraksi dan turunnya bayi. 5. Tekanan pada saluran kemih, kandung kemih, dan anus. 6. Meregangnya otot-otot dasar panggul dan jaringan vagina. 7. Ketakutan dan kecemasan yang dapat menyebabkan

dikeluarkannya hormon stress dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan lain-lain) yang mengakibatkan timbulnya nyeri

(14)

persalinan yang lama dan lebih berat (Keppler, Whalley dan Simkin, 2007).

2.3.4. Fisiologi Nyeri Persalinan

Proses persalinan kala I disertai nyeri yang merupakan suatu proses fisiologis. Proses persalinan kala I merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi, dan penipisan serviks (Arifin, 2008). Nyeri yang dirasakan berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke paha (Bobak, 2005). Sebuah studi pada wanita dalam persalinan kala I dengan memakai McGill Pain Questionnare untuk menilai nyeri didapatkan bahwa 60% primipara melukiskan nyeri akibat kontraksi uterus sangat hebat (intolerable, unbearable, extremely severe), 30% nyeri sedang. Pada multipara 45% nyeri hebat, 30% nyeri sedang, 25% nyeri ringan (Acute Pain Services-APS, 2007).

Rasa nyeri pada kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus, hipoksia dari otot-otot yang mengalami kontraksi, peregangan serviks pada waktu membuka, iskemia pada korpus uteri, dan peregangan segmen bawah rahim. Selama kala I kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan iskemia uteri. Impuls nyeri ditransmisikan oleh segmen saraf spinal dan asesoric thoracic bawah simpatis lumbaris. Nervus ini berasal dari uterus dan serviks. Ketidaknyamanan dari perubahan serviks dan

(15)

iskemia uterus adalah nyeri visceral yang berlokasi di bawah abdomen menyebar kearah lumbal belakang dan paha bagian dalam.

Biasanya nyeri dirasakan pada saat kontraksi saja dan hilang pada saat relaksasi. Nyeri bersifat lokal seperti kram, sensasi sobek dan sensasi panas yang disebabkan karena distensi dan laserasi serviks, vagina dan jaringan perineum. Nyeri persalinan menghasilkan respon psikis dan refleks pada perilaku fisik. Nyeri persalinan memberikan gejala yang dapat diidentifikasi seperti pada sistem saraf simpatis yang dapat terjadi mengakibatkan perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, dan warna kulit. Ekspresi sikap juga berubah meliputi peningkatan kecemasan dengan penurunan lapangan persepsi, menangis, mengerang, tangan mengepal dan menggengam serta otot mudah terangsang (Bobak,2005).

Memang ada berbagai teori yang berusaha menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Namun demikian, untuk memahami fisiologi nyeri, ada beberapa komponen fisiologis berikut ini:

1. Transduksi. Adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor saling terkait.

2. Transmisi. Dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla

(16)

spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.

3. Modulasi. Yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. 4. Persepsi. Adalah proses impuls nyeri yang ditransmisikan

hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya.

Teori gate control atau pengendalian nyeri yang dikemukakan oleh Melzack dan Well (1965) mengemukakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik yang mengandung enkefalin yang menghambat tranmisi nyeri (Potter dan Perry, 2005).

2.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rasa Nyeri Persalinan Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang

(17)

perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa nyeri persalinan antara lain adalah:

1. Usia. Usia wanita yang sangat muda dan ibu yang tua mengeluh tingkat nyeri persalinan yang lebih tinggi.

2. Primipara mengalami nyeri yang lebih besar pada awal persalinan, sedangkan multipara mengalami peningkatan tingkat nyeri setelah proses persalinan dengan penurunan cepat pada persalinan kala II.

3. Wanita yang mempunyai pelvis kecil, bayi besar, bayi dengan presentasi abnormal.

4. Wanita yang mempunyai riwayat dismenorea dapat mengalami peningkatan persepsi nyeri, kemungkinan karena produksi kelebihan prostaglandin

5. Kecemasan akan meningkatkan respon individual terhadap rasa sakit, ketidaksiapan menjalani proses melahirkan, dukungan dan pendamping persalinan, takut terhadap hal yang tidak diketahui, pengalaman buruk persalinan yang lalu juga akan menambah kecemasan, sehingga menimbulkan peningkatan rangsang nosiseptif pada tingkat korteks serebral dan peningkatan sekresi katekolamin yang juga meningkatkan

(18)

rangsang nosiseptif pada pelvis karena penurunan aliran darah dan terjadi ketegangan otot.

6. Faktor sosial dan budaya dimana beberapa budaya mengharapkan stoicisme (sabar dan membiarkannya) sedang budaya yang lainnya mendorong keterbukaan untuk menyatakan perasaan (Walsh, 2007). Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin (Pilliteri, 2003). Menurut Mulyati (2002) menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primipara. Penting bagi perawat maternitas untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang ibu dalam mempresepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan.

2.3.6. Pengukuran Intensitas Nyeri

Karena nyeri bersifat subyektif, maka tidak jarang terjadi perbedaan persepsi tentang rasa nyeri antara satu orang dengan yang lainnya. Bahkan antara pasien dengan perawat. Namun dalam perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan, para ahli mengembangkan beberapa skala nyeri yang dapat dipakai untuk mengukur intensitas nyeri.

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik

(19)

ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Beberapa skala nyeri yang umum digunakana adalah:

1. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) Merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Skala pendiskripsian verbal digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Skala Pendeskripsi Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) (Potter, 2005).

Skala 0 : Tidak nyeri. Skala 1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. Skala 4-6: Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Skala 7-9: Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

(20)

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Skala 10: Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

2. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS)

Skala ini lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan menggunakan skala 1-10. Skala penilaian numerik digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Skala Penilaian Numerik (Numerical Rating Scales, NRS) (Potter, 2005).

3. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS)

Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

(21)

Gambar 2.3. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)

2.3.7. Manajemen Nyeri pada Persalinan

Rasa sakit yang dialami ibu selama proses persalinan sangat bervariasi tingkatannya. Untuk itu perlu dukungan selama persalinan untuk mengurangi rasa nyeri selama proses persalinan. Penny Simpkin (2007) mengatakan bahwa cara untuk mengurangi rasa sakit ini ialah: mengurangi sakit langsung dari sumbernya, memberikan rangsangan alternatif yang kuat, mengurangi reaksi mental negatif, emosional dan fisik ibu terhadap rasa sakit.

Cara farmakologis bisa dilakukan dengan pemberian obat-obatan analgesia yang bisa disuntikan melalui infus intravena yaitu saraf pengantar nyeri selama persalinan. Namun, tindakan farmakologis masih menimbulkan pertentangan karena pemberian obat selama persalinan dapat menembus sawar plasenta, sehingga dapat berefek pada aktifitas rahim. Efek obat yang diberikan kepada ibu terhadap bayi dapat secara langsung maupun tidak langsung (Kinney, 2002).

(22)

Selain dengan metode farmakologis, pendekatan pengurangan rasa nyeri persalinan dapat pula dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologis. Manajemen secara nonfarmakologis menjadi alternatif yang baik karena tidak membahayakan bagi ibu maupun janin. Tidak memperlambat persalinan jika diberikan kontrol nyeri yang kuat dan tidak mempunyai efek alergi maupun efek obat.

Terdapat berbagai teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri persalinan Kala I fase aktif. Henderson dan Jones (2006) mengungkapkan teknik-teknik yang meliputi distraksi, relaksasi, teknik bernapas, terapi musik, hidroterapi, masase, dan pijat. Sementara itu menurut Potter (2005) metode non-farmakologi dapat dilakukan melalui kegiatan tanpa obat antara lain dengan teknik distraksi, biofeedback, hypnosis-diri, mengurangi persepsi nyeri, dan stimulasi kutaneus (masase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin, stimulasi saraf elektrik transkutan). Pengendalian nyeri non-farmakologi menjadi lebih murah, simpel, efektik dan tanpa efek yang merugikan. Disamping itu metode ini juga dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaan dan kekuatannya (Arifin, 2007).

Berikut ini, beberapa teknik manajemen nyeri secara non-farmakologi dan penjelasan singkatnya:

(23)

1. Stimulasi dan Massase Kutaneus (pijatan). Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot (Smeltzer & Suzanne, 2001).

2. Kompres Dingin dan Panas. Kompres dingin dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi dingin dan panas bekerja dengan menstiulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera. Kompres dingin dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi (Smeltzer & Suzanne, 2001).

3. Distraksi. Menurut Smeltzer & Suzanne (2001) tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika pasien menerima input sensori yang

(24)

berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja.

4. Teknik Relaksasi. Menurut Kusyati (2006) relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri. Nafas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai tekhnik distraksi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer & Suzanne, 2001). Sedangkan menurut Bobak (2005) wanita dianjurkan untuk

(25)

memperhatikan gejala-gejala yang muncul pada tubuh mereka sendiri dan menggabungkan respon-respon alami yang muncul. Teknik yang dapat digunakan antara lain: vokalisasi atau mendengarkan bunyi-bunyian untuk menurunkan ketegangan, relaksasi dengan bantuan imajined, dan visualisasi untuk mengarahkan wanita berfikir positif (melihat bayi), seta mendengarkan musik santai dengan cahaya yang redup. Ada tiga hal utama yang dibutuhkan dalam tehnik relaksasi, yaitu posisi klien yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan stres. Dengan relaksasi klien dapat merubah persepsi terhadap nyeri.

5. Imajinasi Terbimbing. Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi pasien dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Dengan mata terpejam, individu diintruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap nafas yang diekshalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan. rnenyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman. (Smeltzer & Suzanne, 2001)

(26)

2.4. Kinerja Tenaga Keperawatan dalam Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri membutuhkan pengkajian yang tepat, terus menerus dan berkesinambungan. Pengkajian nyeri itu sendiri memerlukan pengetahuan dasar yang harus dipelajari dengan baik agar lebih tepat dalam pemberian obat, dalam penatalaksanaan nyeri juga dibutuhkan penentuan skala nyeri dengan jalan meminta pada pasien untuk menunjukan daerah yang dirasakan nyeri sampai kepada tingkat yang paling nyeri. Hal ini dilakukan untuk melokalisasi nyeri agar lebih spesifik (Tamsuri, 2006).

Di atas itu semua, ketrampilan dan kinerja yang baik dari para perawat dan bidan sangat diperlukan demi keberhasilan dan ketepatan penatalaksanaan nyeri pada persalinan kala I. Kinerja, secara teoritis didefinsikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun diluar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Abdul Wachid: 2011).

Pada rumah sakit khususnya di ruang maternitas, sumber daya yang paling banyak menyumbang sebagai pendukung kepuasan kepada pasien adalah perawat dan bidan. Perawat dan bidan memberikan pengaruh besar untuk menentukan kualitas

(27)

pelayanan karena frekuensi pertemuannya dengan pasien yang paling sering. Fenomena yang sering terjadi di beberapa rumah sakit, terutama berkaitan dengan pelayanan perawat dan bidan adalah adanya kesenjangan antara kualitas pelayanan ideal dengan pelayanan aktual. Hal ini disebabkan karena tuntutan pasien tinggi atau karena disebabkan rendahnya kemampuan perawat, atau lemahnya pengetahuan dan ketrampilan perawat dan bidan dalam melayani pasien.

Untuk lebih mudahnya, hubungan antara kinerja perawat dengan harapan akan kepuasan pasien bisa dijelaskan melalui bagan berikut ini:

.

Gambar 2.4 Hubungan antara Kinerja Perawat dengan Harapan Kepuasan Pasien INPUT Perawat dan Bidan PROSES Manajemen nyeri persalinan normal kala I, secara nonfarmakologis: relaksasi OUTCOME Pelayanan keperawatan yang bermutu dan kepuasan pasien FAKTOR PENGARUH

Kinerja Perawat dan Bidan dalam dimensi-dimensi: Pendampingan, Stimulus,

(28)

r X-Y

Penjelasan gambar: untuk menghasilkan output berupa pelayanan medis bermutu yang memenuhi harapan para pasien dalam rangkaian proses penatalaksanaan/manajemen nyeri normal kala 1 dengan metode nonfarmakologis relaksasi, diperlukan input yang baik pula, berupa: tenaga keperawatan yang berkualitas. Proses tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja (service quality) para perawat yaitu, Pendampingan, Stimulus, Motivasi dan, Empati. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya pelaksanaan manajemen nyeri pada pasien persalinan normal kala-1 berdasarkan tingkat kepuasan pasien, dipengaruhi oleh kinerja yang berkulitas (service quality) dari tenaga keperawatan.

2.5. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan dan kerangka teoritis serta penjelasan pada bab sebelumnya, desain penelitian ini digambarkan melalu kerangka sistematis yang menggambarkan hubungan antar variabel, sebagai berikut:

Variabel X: Kinerja tenaga keperawatan dalam Manajemen nyeri persalinan normal kala-1, secara non-farmakologis: relaksasi Pendampingan Variabel Y: Kepuasan Pasien Stimulus Motivasi Empati

(29)

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Hubungan antar Variabel Penelitian

Gambar di atas dijelaskan sebagai berikut: Variabel X (variabel bebas) yaitu kinerja keperawatan dalam penatalaksanaan nyeri persalinan normal kala-1 secara non-farmakologis: relaksasi, yang dijabarkan ke dalam dimensi-dimesi: Pendampingan, Stimulus, Motivasi dan, Empati, berpengaruh terhadap (r) variabel Y (variabel terikat) yaitu kepuasan klien.

2.6. Hipotesis

Hipotesis kerja penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H0-1 : Tidak terdapat hubungan antara kinerja perawat dan

bidan dalam menerapkan manajemen nyeri dengan teknik relaksasi pada persalinan normal kala 1, terhadap kepuasan pasien di ruang maternitas RSK Tayu.

H1-1 : Terdapat hubungan antara kinerja perawat dan bidan

dalam menerapkan manajemen nyeri dengan teknik relaksasi pada persalinan normal kala 1, terhadap kepuasan pasien di ruang maternitas RSK Tayu.

Gambar

Gambar 2.1. Skala Pendeskripsi Verbal   (Verbal Descriptor Scale, VDS) (Potter, 2005)
Gambar 2.2. Skala Penilaian Numerik   (Numerical Rating Scales, NRS) (Potter, 2005).
Gambar 2.3. Skala Analog Visual  (Visual Analog Scale, VAS)
Gambar 2.4 Hubungan antara Kinerja Perawat   dengan Harapan Kepuasan Pasien INPUT Perawat dan Bidan PROSES Manajemen nyeri persalinan normal kala I, secara nonfarmakologis: relaksasi  OUTCOME Pelayanan  keperawatan  yang bermutu dan kepuasan pasien FAKTOR
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa ternak yang diberi pakan suplemen SPM memiliki konsumsi bahan kering, protein dan energi yang tertinggi yaitu berturut-turut 12551 g; 981 g

Terdapat pengaruh yang signifikan Stres Kerja dan Lingkungan Kerja secara bersama- sama (Simultan)Terhadap Terhadap Semangat Kerja Guru ASN SMK Negeri 1 Sungai Penuh, hal ini

(Priacanthus macracanthus) yang terinfeksi larva stadium tiga Anisakis simplex di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan adalah 74,99%, prevalensi ini termasuk

Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek di antaranya adalah dengan

Pada bulan Mei 2017, kelompok yang memberikan andil/sumbangan terhadap inflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,36 persen selanjutnya kelompok perumahan, air,

23 Teori hukum lex specialis derogat lex generalis juga menjadi acuan hakim dalam mengakui alat-alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, yaitu undang- undang

pembelajaran kooperatif dengan Teknik Dua Tinggal Dua Tamu berpengaruh terhadap pemahan konsep matematis siswa dan pada umumnya siswa telah mampu memahami

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Dengan banyaknya