• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sampah

Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Dalam Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.

Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007). Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Suprihatin, 1999). Sementara itu Radyastuti, 1996 (dalam Suprihatin, 1999) menyatakan bahwa Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.

▸ Baca selengkapnya: kekhawatiran terhadap hilangnya nilai ekonomi hidup dapat berupa

(2)

Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin, 1999). Pemerintah bertanggung jawab dalam pengumpulan ulang dan penbuangan sampah dari pemukiman secara memadai. Namun karena terdapat hal lain yang harus diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta kurangnya dana penunjang untuk operasionalisasi pengelolaan persampahan, menjadikan pada beberapa daerah kegiatan pengelolaan sampah ini tidak seperti yang diharapkan.

Hal ini makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang memproduksi barang harus mengelola sampah dari barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana sampah rumah tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang ke sebuah tempat pembuangan atau kontainer yang disediakan oleh pemerintah. Dari sini sampah diangkut oleh truk ke landfill yang umumnya kurang terkontrol, dimana para pemulung mencari barang-barang yang dapat didaur ulang.

Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan. Dampak operasional TPA terhadap lingkungan akan memicu terjadinya konflik sosial antar komponen masyarakat.Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.

(3)

Sidik et al (1985) mengemukaan bahwa dua proses pembuangan akhir, yakni:

open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary landfill (pembuangan secara

sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup, sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup. Dalam Draf Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) disebut bahwa proses

sanitary landfill (pembuangan secara sehat) adalah pembuangan sampah yang

didesain, dibangun, dioperasikan dan dipelihara dengan cara menggunakan pengendalian teknis terhadap potensi dampak lingkungan yang timbul dari pengembangan dan operasional fasilitas pengelolaan sampah (JICA 2005).

Metode sanitary landfill ini merupakan salah satu metoda pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah.

(4)

2.2. Jenis, Sumber dan Pengelolaan Sampah Perkotaan Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang diatur adalah:

1. Sampah rumah tangga

Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek perumahan.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga

Yaitu sampah rumah tangga yang bersala bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah tangga melainkan berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya.

3. Sampah spesifik

Yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang karena sifat,konsentrasi dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus, meliputi, sampah yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti batere bekas, bekas toner, dan sebagainya), sampah yang mengandung limbah B3 (sampah medis), sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode (sampah hasil kerja bakti).

(5)

Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah meliputi, kegiatan–kegiatan berikut:

1. Pengurangan sampah, yaitu kegiatan untuk mengatasi timbulnya sampah sejak dari produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah dari sumbernya dan/atau di tempat pengolahan, dan daur ulang sampah di sumbernya dan atau di tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, kegiatan yang termasuk dalam pengurangan sampah ini adalah:

a. Menetapkan sasaran pengurangan sampah

b. Mengembangkan Teknologi bersih dan label produk

c. Menggunakan bahan produksi yang dapat di daur ulang atau diguna ulang d. Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang

e. Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang

2. Penanganan sampah, yaitu rangkaian kegiatan penaganan sampah yang mencakup pemilahan (pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan sifatnya), pengumpulan (memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu), pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS atua tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk, komposisi, karateristik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media lingkungan.

(6)

Dalam perencanaan pengelolaan sampah, Undang-Undang Pengelolaan Sampah mengharapkan pemerintah kota/kabupaten dapat membentuk semacam forum pengelolaan sampah skala kota/kabupaten atau provinsi. Forum ini beranggotakan masyarakat secara umum, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi lingkungan/persampahan, pakar, badan usaha dan lainnya.

Hal-hal yang dapat difasilitasi forum adalah: memberikan usul, pertimbangan dan saran terhadap kinerja pengelolaaan sampah, membantu merumuskan kebijakan pengelolaan sampah, memberikan saran dan dapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Sampai saat ini, belum ada kebijakan nasional mengenal persampahan itu sendiri masih bersifat sosialisasi. Melihat di perkotaan penanganan pengelolaan sampah sudah sangat mendesak, diharapkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dapat diimplementasikan.

Untuk pengelolaan sampah spesifik baik B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan sampah medis yang bersifat infektius mengenai pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Dinas Kebersihan Kota Medan sejauh ini hanya mengelola sampah domestik saja, sementara untuk sampah khusus seperti B3 dan sampah medis dikelola tersendiri oleh perusahaaan/lembaga penghasil sampah tersebut. Sampah B3 dari industri dikelola oleh industri dengan bekerjasama dengan PT. PPLI di Cilengsi, sedangkan

(7)

sampah medis atau sampah rumah sakit dikelola oleh rumah sakit/klinik dengan kerjasama dengan rumah sakit yang telah memiliki incenerator atau mesin penghancur untuk sampah medis atau rumah sakit yang telah mendapat rujukan dalam pengelolaan sampah tersebut.

2.3. Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan Ideal

Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kebijakan politik khususnya mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya didukung penuh oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam teknis perencanaan, penyelenggaraan dan pengembangannya. Hal ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan sekedar permasalahan Pemda atau Dinas Kebersihan Kota Medan saja, namun lebih dari itu merupakan masalah bagi setiap individu, keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah negara bila sistem perencanaan dan pelaksanaannya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.

Aparat terkait sebaiknya tidak ikut secara teknis, ini untuk menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu keterlibatan aparat terkait dikahawatirkan akan membentuk budaya masyarakat yang bersifat tidak peduli. Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai fisilitator dan konduktor dan setiap permasalahan persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sosial selaku produsen sampah. Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.

(8)

Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu sebagai salah satu upaya pengelolaan Sampah Perkotaan adalah konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan mengembangkan suatu sistem pengelolaaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif.

Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam pengelolaan sampah yang berbasis peran serta masyarakat.

Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA)

Peran serta masyarakat pengelolaan sampah Mekanisme keuntungan dalam pengelolaan sampah Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah

Pengelolaan Sampah Kota

ideal

Penerapan teknologi

Sumber: Aboejoewono, ” Pengelolaan Sampah Menuju Sanitasi Lingkungan dan Permasalahannya ” DKI 1999

(9)

Aboejoewono (1999) menyatakan bahwa perlunya kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang ditetapkan di kota-kota di Indonesia meliputi 5 (lima) kegiatan, yaitu:

1. Penerapan teknologi yang tepat guna

2. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah

3. Perlunya mekanisme keuntungan dalam pengelolaan sampah 4. Optimalisasi TPA sampah

5. Sistem kelembagaan pengelolaan sampah yang terintegrasi Penjelasan rinci dari Gambar 2.1. adalah sebagai berikut: 1. Penerapan teknologi

Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan, teknologi penanganan plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang, Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju “Zero Waste” harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah:

1). Teknologi pembakaran (Incenerator)

Dengan cara ini dihasilkan produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya dari penggunaan alat ini adalah:

a. dapat mengurangi volume sampah ± 75%-80% dari sumber sampah tanpa proses pemilahan.

(10)

b. abu atau terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan dan bisa langsung dapat dibawa ke tempat penimbunan pada lahan kosong, rawa ataupun daerah rendah sebagai bahan pengurung (timbunan).

2). Teknologi composting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah.

Teknologi daur ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti: kertas, plastic logam dan kaca/gelas.

2. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan

Partisipasi masyarakat dalam pengelolan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.

3. Mekanisme keuntungan dalam pengelolaan sampah

Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang di mulai pada skala yang lebih luas lagi. Misalnya melalui kegiatan pemilahan

(11)

sampah mulai dari sumbernya yang dapat dilakukan oleh skala rumah tangga atau skala perumahan. Dari sistem ini akan diperoleh keuntungan berupa: biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memotong mata rantai pengangkutan sampah, tidak memerlukan lahan besar untuk TPA, dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan, bersifat lebih ekonomis dan ekologis, dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota.

4. Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA)

Pada dasarnya pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan pertambahan penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan membuat kota dikepung ”lautan sampah” sebagai akibat kerakusan pola ini terhadap lahan dan volume sampah yang terus bertambah. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran.Penanganan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi penghapusan model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan TPA masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga

(12)

menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987).

5. Kelembagaan dalam pengelolaan sampah yang ideal.

Dalam pengelolaan sampah perkotaan yang ideal, sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang di mulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkaan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.

2.4. Aspek Manajemen dalam Pengelolaan Sampah

Menurut Terry (1991) manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen merupakan suatu bentuk kegiatan, atau disebut ”managing”, sedangkan pelaksananya disebut dengan ”manager” atau pengelola. Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalam kata lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.

(13)

Menurut Terry (1991), dalam melakukan pekerjaannya, manajer harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, yang dinamakan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi-fungsi manajemen terdiri dari: 1. Planning

Planning merupakan proses untuk menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai sselama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapaat mencapai tujuan-tujuan tersebut.

2. Organinzing

Organizing merupakan kegiatan mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

3. Staffing

Staffing merupakan kegiatan untuk menentukan keperluan-keperluan sumberdaya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motivating

Motivating merupakan kegiatan mengerahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

(14)

5. Controlling

Controlling merupakan kegiatan mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif apabila perlu.

Di dalam pelaksanaannya, fungsi manajemen dibedakan menjadi: a. Planning

Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Contoh proses perencanaan yang sederhana adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Menurut Stoner, Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tadi.

b. Organizing

Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam

cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. c. Leading

Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu: 1. Mengambil keputusan

2. Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan

3. Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak

(15)

4. Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan

d. Directing/Commanding

Directing atau commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan

usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.

e. Motivating

Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen

berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.

f. Coordinating

Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen

untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.

(16)

g. Controlling

Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu

fungsi manajemen berupa penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.

h. Reporting

Reporting adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian

perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi. i. Staffing

Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia

pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi. j. Forecasting

Forecasting adalah meramalkan, memproyeksikan, atau mengadakan taksiran

terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.

Dinas Kebersihan merupakan suatu unit organisasi yang berada di bawah pemerintah daerah/kota dalam hal ini walikota. dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diembannya sudah barang tentu menggunakan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Winardi dalam Baay (1992:10), manajemen diartikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan berbagai sarana dan prasarana serta sumber

(17)

daya manusia. Manajemen dipraktekkan dalam bisnis, rumah sakit, universitas, badan pemerintah dan tipe aktivitas lain yang terorganisasi.

Menurut Tead dalam Sarwoto (1998:15), manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisai dalam mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Dalam ungkapan ini terlihat, bahwa Tead menekankan kepada proses dan perangkat yang sifatnya umum dalam hal memberikan bimbingan. Namun Stoner dalam Handoko manajemen diungkapkan lebih kepada penekanan prosesnya manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Perencanaan yang berarti bahwa para manajer memikirkan kegiatan-kegiatan mereka sebelum dilaksanakan. Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan pada berbagai metode, rencana atau logika, bukan hanya atas dasar dugaan atau firasat. Pengorganisasian berarti bahwa para manajer mengkoordinasikan sumber-sumber daya manusia dan material organisasi. Kekuatan suatu organisasi terletak pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumberdayanya dalam mencapai tujuan. Semakin terkoordinasi dan semakin terintegrasi kerja organisasi, semakin efektif pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Pengkordinasian merupakan bagian vital pekerjaan manajer. Selanjutnya, pengarahan berarti bahwa para manajer mengarahkan,memimpin dan mempengaruhi para bawahan. Manajer tidak melakukan pekerjaan tersebut dengan sendiri tetapi

(18)

melakukan menyelesaikan pekerjaan dengan melalui orang lain. Mereka tidak hanya memberi perintah tetapi juga menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Pengawasan berarti para manajer berupaya untuk menjamin bahwa organisasi bergerak ke arah tujuannya.

Bila ada beberapa bagian organisasi pada jalur yang salah, maka manajer harus membetulkannya. Menurut Handoko,sebagai pekerja pada orang-orang untuk menentukan, menginterprestasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi: perencanaan, keorganisasian, penyusunan personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan dan pengawasan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah selain pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan, termasuk didalamnya adalah penyediaan peralatan yang digunakan, tehnik pelaksanaan pengelolaan dan administarasi. Hal ini bertujuan untuk keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah (Raharja,1988).

Defenisi manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh Tchobanoglous dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah sampah yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi dan mempertimbangan lingkungan yang juga responsif terhadap kondisi masyarakat yang ada.

Dan sistem manajemen pengolahan di negara maju inilah yang akan diterapan di Indonesia khususnya Kota Medan.

(19)

2.5. Kota Berwawasan Lingkungan

Kota berwawasan lingkungan adalah satu pendekatan pembangunan kota yang didasarkan atas prinsip-prinsip berwawasan lingkungan/ekologis yang akan menghasilkan satu kota yang mempunyai kualitas lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Kota berwawasan lingkungan/ekologis berarti juga kota yang berkelanjutan, dalam pengertian bahwa masa depan kota diharapkan akan menjadi lebih baik dan lestari. Kota ekologis dengan sendirinya juga merupakan kota yang ramah lingkungan, karena prinsip-prinsip kota ekologis sejalan dengan prinsip konservasi lingkungan.

Kota Ekologis diperlukan untuk menjawab tantangan persoalan lingkungan kota yang semakin memburuk dan hal ini disebabkan karena pendekatan pembangunan kota yang berlaku berorientasi pada aspek ekonomi jangka pendek semata. Kota ekologis sangat krusial bagi Indonesia, karena tingkat urbanisasi dan perkembangan kota yang sangat pesat di Indonesia. Kota berwawasan lingkungan merupakan salah satu jawaban membangun kota yang lebih baik karena secara efisien menggunakan sumber daya kota.

Hal ini dapat dilakukan dengan menekan penggunaan sumberdaya, meminimalkan jumlah limbah, mengurangi panggunaan air, udara, tumbuhan, fauna, pantai ataupun danau dengan komponen buatan jalan, bangunan, jembatan, dan jaringan sarana prasarana kota.

(20)

2.6. Dampak Kota Berwawasan Lingkungan bagi Pengembangan Wilayah di Kota Medan

Kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Kecuali pada kota-kota baru yang memang direncanakan sejak awal. Kota-kota kita tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu yang relatif pendek.Oleh karena itu, bukanlah suatu pemandangan yang aneh bila kota-kota besar di Indonesia khususnya kota Medan menampilkan wajah ganda.

Di suatu sisi terlihat perkembangan pembangunan yang serba mengesankan dalam wujud arsitektur, modern dan pasca modern di sepanjang tepi sungai jalan utama kota, dengan pengembangan wilayah akibat dengan adanya pertambahan dan jumlah pembangunan di kota. Di balik semua keanggunan itu, nampak menjamurnya lingkungan kumuh dengan sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai untuk mendukung keberlangsungan kehidupan manusia yang berbudaya.

Untuk meminimalisasi menjamurnya lingkungan kumuh tersebut perlu pendekatan pembangunan kota yang didasarkan atas prinsip-prinsip berwawasan lingkungan/ekologis yang akan menghasilkan satu kota yang mempunyai kualitas lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Kota berwawasan lingkungan berarti juga kota yang berkelanjutan, dalam pengertian bahwa masa depan kota diharapkan akan menjadi lebih baik dan mengembalikan fungsi lahan sebagai mana mestinya.

(21)

2.7. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Dimana pengembangan wilayah adalah memajukan atau memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada, selanjutnya ia menyatakan bahwa pengembangan merupakan suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Dari pengertian pengembangan di atas terlihat beberapa ide pokok yang sangat penting, yaitu:

1. Bahwa pengembangana merupakan proses yang terus menerus dilaksanakan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat

2. Bahwa pengembangan adalah merupakan suatu usaha yang penting dilaksanakan 3. Bahwa pengembangan dilaksanakan secara berencana kepada pertumbuhan dan

perubahan

4. Bahwa pengembangan mengarah kepada modernitas

5. Bahwa modernitas yang dicapai melalui pengembangan itu mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara termasuk aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta administrasi.

Pengembangan wilayah menurut Sandy (1982) pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan wilayah di suatau region yang disesuaikan dengan

(22)

kemampuan fisik dan sosial region tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sukirno (1991) membedakan wilayah atas 3 bagian:

(a) Wilayah homogen merupakan suatu wilayah di mana kegiatan ekonomi berlaku di berbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama anatara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduk dan adri segi struktural ekonominya. (b) Wilayah nodel merupakan suatu wilayah sebagai ruang ekonomi di kuasai oleh

beberapa pusat kegiatan ekonomi

(c) Wilayah administrasi artinya suatu wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi pemerintah.

Untuk melihat keberhasilan pembagian ekonomi suatu negara didasarkan pada empat kriteria, yaitu:

1. Pendayagunaan tenaga kerja 2. Pengurangan tingkat kemiskinan

3. Kebijaksanaan untuk distribusi pendapatan 4. Peningkatan produktivitas tenga kerja

Keempat kriteria ini harus berjalan secara bersama sama sehingga di dalam proses pengembangan tersebut terlihat adanya perubahan struktural masyarakat, keuntungn untuk seluruh masyarakat dengan adanya distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi yang cepat, efisiensi (Todaro, 1998).

Bila dilihat dari aspek ekonomi, pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam waktu panjang.

(23)

Dari pengertian tersebut terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat, antara laian: sebagai proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus, usha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang. Dalam kaitannya dengan penenlitian ini, tersebut dibatasi oleh batas administratif wilayah/skop regional. (Sukirno, 1991).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Studi tentang pengelolan sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi problem sampah di perkotaan oleh Towow, et.al (2003), menyimpulkan bahwa strategi pengelolaan sampah yang mengandalkan pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis, disamping memerlukan biaya operasional, lahan bagi pembuangan akhir yang besar, juga menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi masyarakat kota dan kurangnya kepedulian terhadap lingkungannya.

Untuk itu pendekatan yang paling tepat adalah dengan mengedepankan proses penanganan sampah dengan pengurangan dan pemanfaatan sampah (minimalisasi sampah) yaitu dengan 3 usaha dasar (3R): reduse atau mengurangi (sebisa mungkin mengurangi barang yang digunakan sehari-hari), reuse atau memakai kembali (memperpanjang pemakaian waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah,

recyle atau mendaur ulang (mendaur ulang barang–barang yang sudah tidak terpakai

(24)

Hasil studi Moh. Rafii (2005), yang berjudul implikasi kemauan membayar tarif retribusi sampah terhadap pengembangan sistem pengelolaan sampah di kawasan pemukiman Kec. Medan Sunggal Kota Medan, menyimpulkan bahwa kesediaan membayar retribusi sampah belum dapat menutupi biaya pengelolan sampah. Demikian juga studi yang dilakukan Iwan Nirawan (2008), yang berjudul analisis kebijakan pengelolaan sampah kota Bogor), menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah kota dapat memberikan manfaat terbesar untuk masyarakat atau publik jika dilakukan dengan manajemen pengelolaan sampah yang baik dan meningkatkan penerimaan retribusi sampah.

2.9. Kerangaka Pemikiran

Jika sampah di kelola dengan baik dengan 3 usaha dasar (3R) akan menghasilkan kota yang berwawasan lingkungan, meningkatkan tingkat pendapatan bagi masyarakat yang mengelola dan akan menimbulkan tingkat kesadaran dalam membayar retribusi sampah sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan pemerintah dari retribusi sampah

(25)

Pertambahan Penduduk Migrasi dari desa Sampah PAD(Pendapatan Asli Daerah) Retribusi sampah Pelaksanaan pengelolaan sampah - Anggaran pengelolaan - Jumlah tenaga kebersihan - Jumlah RT

Pengembangan Wilayah Kota Medan yang berwawasan lingkungan

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

2.10. Hipotesis Penelitian

Anggaran pengelolaan sampah, tenaga kerja kebersihan dan jumlah penduduk yang terlayani berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Retribusi Sampah di Kota Medan.

Gambar

Gambar 2.1. Pengelolaan Sampah Kota Ideal

Referensi

Dokumen terkait

Dari sejumlah inovasi program yang saat ini dilakukan oleh Kepemimpinan Tri Rismaharini di Kota Surabaya dan juga Pemerintahan di Kabupaten/Kota lainnya, terdapat

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 5 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran

Dengan ini menyatakan bahwa saya akan mempergunakan dan hibah yang diberikan oleh pemerintahan Kota Tasikmalaya dengan sebenar-benarnya dan bersedia untuk

Hasil pengujian return on equity sebagai variable intervening menunjukkan bahwa return on equity dapat memediasi antara price earning ratio, debt to equity ratio dan

Berdasarkan wawancara penulis dengan pendidik Fikih MAN 2 Mukomuko Ibuk Gusnawati dengan pertanyaan, didalam diskusi kelompok apakah ibuk sudah memberikan bantuan

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu.. sebagai berikut: 1) Guru

Dalam pengoperasian Alat tangkap belat sangat mengahandalkan pasang surut, jenis pasang surut yang terdapat di desa Anak Setatah adalah jenis pasang surut harian