• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Stres. 1. Pengertian Stres. Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Stres. 1. Pengertian Stres. Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres dapat mengganggu cara seseorang dalam mencerap realitas, menyelesaikan masalah, berpikir secara umum, hubungan seseorang dan rasa memiliki (Potter & Perry, 2005).

2. Sumber stresor

Sumber stresor menurut Hidayat (2008) merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

3. Penyebab stres

(2)

kehilangan atau kekurangan air, oksigen, makanan, cacat, nyeri, dll. 2) Faktor psikologis: kehilangan orang yang dicintai, perpisahan. 3) Faktor sosial: perubahan tempat tingal, masalah ekonomi, dikucilkan. 4) Faktor mikrobiologi: kuman penyakit.

4. Tanda & gejala stres

Gejala-gejala ini bisa menjadi tanda-tanda awal dari bakal timbulnya masalah kesehatan, atau bahkan dari kondisi yang memerlukan perhatian medis. Gejala-gejala stres menurut Hardjana (1994) dibagi dalam a) Gejala Fisikal: sakit kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur: insomnia (susah tidur), tidur terlantur, bangun terlalu awal, sakit punggung, terutama di bagian bawah, mencret-mencret dan radang usus besar, sulit buang air besar, sembelit, gatal-gatal pada kulit, urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, keringat berlebih, selera makan berubah, lelah atau kehilangan daya energi. b) Gejala emosional: gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah menangis, mood/suasana hati berubah-ubah cepat, mudah panas/ emosi dan marah, gugup, rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman, terlalu peka dan mudah tersingung, marah-marah, gampang menyerang orang dan bermusuhan, emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental (burn out). c) Gejala intelektual: susah berkonsentrasi atau memusatkan pikiran, sulit membuat keputusan, mudah terlupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan, pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja rendah, dalam kerja

(3)

bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat. d) Gejala interpersonal: kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri, mendiamkan orang lain.

5. Tahapan stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang sering sekali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Amberg (1979 dalam Hawari, 2001) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:

5.1. Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut, yaitu: Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting), penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun tanpa disadari cadangan energi habis (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula, merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

(4)

5.2. Stres tahapan II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Analog dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (dicharge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut, yaitu: Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar, merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas merasa capai menjelang sore hari, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar), otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang, tidak bisa santai

5.3. Stres tahapan III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu: Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare), ketegangan otot-otot semakin terasa, perasaan

(5)

ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

5.4. Stres tahapan IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul sebagai berikut: untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit, aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit, yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate), ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan, seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan, daya konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul

(6)

perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

5.5. Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut, yaitu: Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder), timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

5.6. Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut, yaitu: Debaran jantung teramat keras, susah bernafas (sesak dan megap-megap), sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran, ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan, pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang

(7)

disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

6. Tingkatan stres

Tingkatan stres menurut Acdiat (2000), stres dapat dibedakan yaitu: 6.1. Stres ringan

Dalam tingkatan yang masih ringan belum berpengaruh kepada fisik dan mental hanya saja sudah mulai agak sedikit tegang dan was-was. 6.2. Stres sedang (medium)

Pada tingkat medium ini individu mulai kesulitan tidur, sering menyendiri dan tegang.

6.3. Stres berat (kronis)

Pada keadaan stres berat ini individu sudah mulai ada gangguan fisik dan mental. Dan yang paling berat akan terjadi stroke dan memerlukan bantuan penanganan dokter saraf

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres

Rasmun (2004) menyatakan setiap individu akan mendapat efek stres yang beda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

7.1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

Jika stresor dipersepsikan mengancam akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka tingkat stres yang dirasakan kan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu

(8)

tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.

7.2. Intensitas terhadap stimulus

Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu mengadaptasikannya.

7.3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama

Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan.

7.4. Lamanya pemaparan stresor

Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu dalam mengatasi stres.

7.5. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama.

7.6. Tingkat perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan akan berbeda.

B. Dampak Stres Pada Narapidana Wanita

Lembaga pemasyarakatan secara alami adalah tempat yang stressfull atau menekan. Terminology stres mengacu pada keadaan internal (individu)

(9)

yang disebabkan karena adanya sesuatu yang secara fisik berpengaruh pada tubuh (penyakit, perubahan temperatur, dan sebagainya) atau oleh lingkungan dan situasi sosial yang dinilai mengancam atau membahayakan. Stresor tertentu mengakibatkan keadaan stres yang mengarahkan pada munculnya respon-respon tertentu baik berupa respon fisik pada tubuh (sakit perut, pusing, jantung berdebar dan sebagainya), atau respon psikologis seperti kecemasan dan depresi (Clifford dkk, 1986).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Rias Tanti (2007) kepada 345 responden dalam penelitiannya Stres pada Penghuni Lapas, diketahui bahwa respon atau reaksi individu terhadap peristiwa yang menekan (stres) dapat berupa berbagai aspek atau level, meliputi aspek fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.

Gangguan sakit (fisik) dapat ditandai oleh adanya masalah fisik yang sesungguhnya, tetapi dapat pula disebabkan dan diperparah oleh adanya faktor-faktor emosional termasuk di dalamnya stres. Seringkali gangguan psikologis akan menyebabkan dan diikuti oleh keluhan-keluhan, secara fisik juga akan makin parah jika disertai oleh adanya gangguan psikologis. Pada level fisiologis, keluhan yang paling menonjol dialami responden adalah keluhan badan pegal-pegal, sakit kepala, dan fatique atau rasa lelah yang amat sangat. Untuk emosi negatif yang prevalensi kejadiannya cukup sering dialami oleh responden yang tertinggi adalah perasaan khawatir, perasaan sedih, perasaan takut tanpa alasan jelas dan mudah marah.

(10)

Gangguan psikologis juga berdampak pada perubahan cara berpikir atau aspek kognitif individu. Depresi dapat diakibatkan oleh keadaan tak berdaya, tetapi dapat pula mengakibatkan seseorang menjadi tak berdaya, kehilangan kepercayaan diri dan putus asa. Pada level kognitif, gejala yang paling menonjol yang dialami oleh responden adalah perasaan bersalah yang berlebihan dan bahkan menyatakan selalu dihantui perasaan bersalah, kemudian perasaan tidak berharga dan dengan persentase terendah adalah perasaan putus asa.

Gangguan psikologis pada level fisik, emosi dan kognitif akan dapat terlihat pada level individu. Pada level perilaku, gangguan psikologis dapat termanivestasi dalam bentuk perilaku sulit tidur atau bahkan tidur berlebihan, tidak bersemangat, keinginan untuk menyendiri, bahakan keinginan untuk melukai sampai keinginan untuk mengakhiri hidup yang dapat mengarahkan seseorang pada tindakan perilaku sulit tidur. Pada aspek ini, perilaku sulit tidur atau terjaga dari tidur di malam hari memiliki persentase tertinggi, kemudian perilaku berikutnya adalah ingin melukai diri sendiri dan 5,5% responden menyatakan sering dan selalu ingin mengakhiri hidupnya (Tanti, 2007).

Gejala stres yang sering dialami oleh narapidana wanita berdasarkan analisis Office for National Statistic dalam memenuhi kebutuhan kesehatan mental wanita di penjara adalah masalah tidur, mimpi buruk, gangguan konsentrasi dan pelupa, sakit kepala, pusing, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, gangguan penglihatan, jantung berdebar-debar, gelisah, kecemasan (panik & fobia), bicara sendiri, menarik diri/anti-sosial, lesu,

(11)

kebingungan, kemarahan yang tidak rasional, depresi dan ketergantungan alkohol (O’Brien et al., 2001 dalam Rickford, 2003)

C. Konsep Koping

1. Pengertian koping

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik. Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu (Rasmun, 2004).

2. Sumber-sumber koping

Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomik, keluarga, jaringan interpersonal, dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Kurangnya sumber personal tersebut menambah stres bagi individu (Stuart. G. W. & Sandra, J.S., 1998).

3. Strategi koping

Strategi koping yang bisa digunakan menurut Lazarus dan Folkman (1984) yaitu:

(12)

3.1. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut: a) Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko, b) Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain, c) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analistis.

3.2. Emotion Focused Coping

Emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respons emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Strategi yang digunakan dalam emotion focused coping antara lain sebagai berikut: a) Self-control: usaha mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan, b) Distancing: usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon, c) Positive reappraisal: usaha

(13)

mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius, d) Accepting responsbility: usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik, e) Escape/avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obat-obatan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping menurut Lazarus dan Folkman (1984), yaitu:

4.1. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

4.2. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping: problem-solving focused coping 4.3. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

(14)

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. 4.4. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

4.5. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. 5. Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu:

5.1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. 5.2. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan

(15)

otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

D. Koping Narapidana Wanita

Menjalani masa hukuman di lapas menurut Cooke dkk (2008) sering kali merusak bagi napi. Kadang-kadang gangguan psikologis terjadi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan penderitaan bagi napi. Ini mungkin tidak langsung terlihat karena penderitaan tidak muncul sebagai gangguan psikiatris, tetapi meletus dalam bentuk kemarahan, kekerasan, mencederai diri sendiri, atau menarik diri.

Perbuatan yang sering dilakukan napi dalam melukai diri sendiri adalah memotong urat nadi, overdosis obat, meloncat dari atap dan lain-lain. Tindakan percobaan bunuh diri/bunuh diri dilakukan oleh napi karena mereka merasa sangat tertekan, hingga merasa lebih baik mati saja. Ada cara yang dilakukan napi untuk memanipulasi keadaan, sehingga ia dapat mengubah keadaan yang ia rasakan karena merasa sangat putus asa, yaitu dengan cara mengajak petugas berbicara tentang masalah pribadinya. Ada juga bentuk lain dari menyakiti diri sendiri, tetapi tidak membahayakan nyawa seperti menggaruk kulit sampai mengelupas, atau menelan sesuatu. Ini bisa terjadi sebagai jawaban terhadap masalah yang dihadapi. Kadang-kadang napi mencederai dirinya dan tidak memikirkan apa yang terjadi sesudahnya. Kadang-kadang juga aksi menggaruk kulit sampai mengelupas itu memberikan perasaan lega bagi si napi. Mereka mungkin mengalami kekhawatiran dan tekanan yang meningkat, yang ternyata mereka rasakan berkurang berkurang ketika kulit mereka terluka dan terlihat

(16)

darah mengucur. Perilaku menggaruk kulit ini pada umumnya terjadi pada pelanggar muda dan napi wanita.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian ini di Daerah Kelurahan Dawuhan, Kabupaten Situbondo Alasan peneliti mengambil wilayah ini menjadi tempat penelitian adalah karena tempat ini

Penelitian ini menggunakan penelitianyang dilakukan oleh Rustiarini(2013) sebelumnya pada KAP di Bali sebagai dasar dari pembuatan penelitian untuk menerapkan permasalahan

Hasil pada run 5 dengan kondisi operasi waktu ozonasi 40 menit, pH reaksi 4 dan laju alir gas ozon 2 liter / menit menunjukkan bahwa perlakuan ozonasi mampu mendegradasi kadar

Keunggulan pembiayaan dari produk murabahah adalah bahwa nasabah dapat membeli sesuatu barang sesuai dengan keinginan, dan kemampuan ekonominya, di samping itu

Dari fakta di atas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi merupakan faktor yang tidak terpisahkan oleh volume penjualan Adzkia Hijab Syar’i, karena besar kecilnya

HARI TANGGAL ACARA WAKTU TEMPAT KET Senin, 23 Januari 2012 Pembukaan Musda I DPD PAN KLU 10.00 Wita Gedung Serba Guna Gondang.. Selasa 24 Januari 2012 Pembekalan

Setelah dilakukan perbaikan dasar sungai kemudian dilakukan simulasi aliran kembali, penampang masih tidak mampu menampung debit banjir rencana sehingga diperlukan

Berdasarkan analisis regresi faktor abiotik terhadap keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan jenis Collembola pada perkebunan apel didapatkan hasil bahwa faktor abiotik