INFORMASI
Untuk Kejayaan Pelayaran Nasional
MERAH PUTIH
PASTI BISA
DITERBITKAN : DPP INSA PENANGGUNGJAWAB : DPH INSA
EDISI : 17/IV2017, APRIL 2017
INSA
Johnson memberikan apresiasi kepada Pemerintah yang merespon dengan cepat usulan INSA terkait dengan masalah persyaratan permodalan yang selama ini telah dikeluhkan usaha pelayaran nasional. “Kami apresiasi kebijakan ini,” katanya. INSA sebelumnya telah melayangkan surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait dengan masukan revisi PM Perhubungan No.45 tahun 2015 tersebut. Esensi dari surat tertanggal 15 Agustus 2016 tersebut adalah agar pengaturan izin usaha angkutan laut harus mengacu kepada UU No.17 tahun 2017 tentang Pelayaran, khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2. Sebab, PM Perhubungan No.45 tahun 2015 pasal 6 yang mensyaratkan untuk memperoleh izin usaha angkutan laut, harus memiliki modal disetor dasar Rp50 miliar dan modal disetor Rp12,5 miliar tidak sesuai dengan UU Pelayaran. „Karena itu, INSA meminta Pemerintah untuk merevisinya,” kata Johnson.
Johnson menambahkan sebanyak 85% izin usaha angkutan laut di Indonesia adalah usaha menengah ke bawah dengan kemampuan modal minimum Rp5 miliar.
Akan tetapi, dengan berlakunya PM Perhubungan No.45 tahun 2015, maka sebagian besar usaha pelayaran di Indonesia tidak mampu memenuhi kecukupan modal minimum maupun modal disetor sehingga memberatkan. Johnson mengingatkan peghapusan ketentuan modal minimal tersebut akan mendorong meningkatkan penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional guna melaksanakan asas cabotage. Dia menambahkan kebijakan asas
cabotage yang diterapkan di Indonesia
dimaksudkan dalam rangka melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara serta memberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan. (*)
JAKARTA—Pemerintah akhirnya
menghapus ketentuan persyaratan modal dasar dan modal di setor yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No.45 tahun 2015 bagi izin usaha transportasi laut, baik angkutan laut, pelabuhan, keagenan maupun bongkat muat.
Penghapusan tersebut diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 24 tahun 2017 tentang Pencabutan Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di bidang Pengusahaan Angkutan Laut, Keagenan Kapal, Pengusahaan Bongkar Muat dan Badan Usaha Pelabuhan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 PM Perhubungan No.24 tahun 2017 tersebut, Pemerintah mencabut pasal 4,5,6,7,9, 11 dan 22 Peraturan Menteri Perhubungan No.45 tahun 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Transportasi.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners‟ Association ( INSA) Johnson W. Sutjipto mengatakan dengan pencabutan tersebut, maka tidak ada lagi ketentuan harus
memiliki modal dasar dan modal diseto dalam mengurus izin angkutan laut.
Perusahaan tetap harus memiliki modal dasar
dan disetor sesuai UU Perusahaan Terbatas.
Pemerintah Cabut Syarat Modal
Izin Usaha Angkutan Laut
2
TERAS INSA
istimewa
Hasilnya, terdapat 11 Main Line Operators (MLO) yang bersepakat menurunkan THC-nya sebesar 17% hingga 22%. “Dengan penurunan THC ini, pemerintah China menyatakan telah menghemat biaya ekspor maupun impor senilai RMB 3,5 miliar atau setara dengan US$ 508 juta per tahun,” ujarnya.
THC yang berlaku di China ditetapkan secara B to B (business to business). Sedangkan di Indonesia, tarif THC ditetapkan oleh pemerintah melalui Menteri Perhubungan. “Sehingga langkah mereview cost component Container Handling Charges (CHC) di terminal utama merupakan langkah yang sangat tepat,” tegasnya..
THC adalah gabungan biaya Container Handling Charges (CHC) yang dipungut pengelola terminal petikemas dan surcharge yang dipungut oleh
perusahaan pelayaran atau agennya di negara bersangkutan.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar
Panjaitan mengatakan pemerintah tengah mengevaluasi tarif Terminal Handling Charges (THC) di beberapa pelabuhan utama di Indonesia untuk memangkas biaya logistik nasional. Johnson mengatakan THC Indonesia lebih murah dari Singapura tapi lebih mahal dari Thailand, Malaysia dan Vietnam. Akan tetapi, Singapura menerapkan sistem potongan (discount) baik volume maupun berdasarkan negara tujuan barang.
Selama ini, menurut Menko, porsi biaya THC berpengaruh cukup besar terhadap total biaya di pelabuhan yang harus ditanggung oleh pemilik barang. Sebagai gambaran, di Pelabuhan Tanjung Perak, tarif THC mencapai 33% dari semua biaya, sedangkan di
Pelabuhan Makassar mencapai 28%. “Kalau itu bisa dihemat, bisa efisien,” kata Menko. (*)
JAKARTA—Indonesian National
Shipowners‟ Association ( INSA) mengapresiasi langkah Pemerintah untuk mengevaluasi tarif Terminal Handling Charges (THC ) yang berlaku di pelabuhan utama di Indonesia guna menurunkan biaya logistik nasional. Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan evaluasi besaran tarif THC di pelabuhan utama di Indonesia sudah seharusnya dilakukan karena tarifnya masih lebih mahal dibandingkan dengan sejumlah pelabuhan utama di Asean bahkan dunia.
Dia mengharapkan, evaluasi tersebut segera menghasilkan kesimpulan dan mendorong adanya kebijakan baru di bidang tarif THC. “Kami apresiasi karena THC menjadi salah satu penyumbang biaya tinggi logistik di Tanah Air,” katanya.
Johnson menambahkan kebijakan yang sama telah dilakukan oleh pemerintah China melalui National Development & Reform Commission (NDRC) dan Ministry of Transportation China pada awal bulan Maret lalu untuk meningkatkan daya saing angkutan laut di negara tersebut.
Tarif THC di ASEAN (US$) Negara 20 Feet 40 Feet
Singapura 138,24 208,80 Thailand 60,95 92,00 Malaysia 81,20 124,70 Vietnam 81,31 124,87 Indonesia 95,00 145,00 Sumber: INSA
DPP INSA Dukung Pemerintah
Evaluasi Tarif THC di Indonesia
3
TERAS INSA
JAKARTA—Indonesian National Shipowners‟ Association
(INSA) bersama sejumlah asosiasi yang bergerak di bidang transportasi dan logistik turut menyambut kedatangan kapal kontainer raksasa untuk pertama kalinya di pelabuhan Tanjung Priok, Minggu, (23/4). Bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto menyambut kedatangan kapal peti kemas terbesar pertama di Indonesia, CMA-CGM Otello yang sandar di Jakarta International Container Terminal (JICT).
Menhub mengatakan kapal raksasa itu berkapasitas 8.238 TEUs milik perusahan pelayaran asal Prancis, Compagnie Maritime d'Affretement - Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM). Kapal tersebut melayani pengiriman langsung dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Los Angeles (West Coast) yang diberi nama Java South East Asia Express Services (JAX Services).
istimewa
istimewa istimewa
Menurut dia, layanan ini dilaksanakan dengan
sistem weekly call atau sandar setiap minggu secara rutin. “Kedatangan kapal besar merupakan prestasi. "Pelabuhan Tanjung Priok kini sudah mampu menangani kapal
berkapasitas besar," katanya.
Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), Elvyn G. Masassya mengatakan kapal besar dapat bersandar di Indonesia setelah JICT menambah kedalaman air menjadi 14-16 meter. “Kami akan terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan jasa kepelabuhanan di Indonesia,” katanya. Elvyn berharap kedatangan kapal besar milik perusahaan pelayaran CGA-CGM dapat menjadi pemicu hadirnya kapaI-kapal besar lainnya untuk singgah di Pelabuhan Tanjung Priok. "Pelabuhan Tanjung Priok akan dapat berkompetisi dan menjadi salah satu pilihan
pelabuhan transhipment di kawasan Asia," ujarnya.
INSA Turut Sambut Kedatangan
Kapal Raksasa di Tanjung Priok
4
INFORMASI
AKTIF—INSA ikut aktif dalam kegiatan Maritime Sector Facus Group Discussion (FGD) bidang pendidikan
kemaritiman yang diselengarakan di Jakarta pada 13 April 2017.
EXPO—Anggota dan pengurus INSA turut meramaikan acara Sea Asia 2017 di Marina Bay Sand,
Singapura pada 24-27 April 2017.
JAKARTA—Indonesian National Shipowners‟ Association
(INSA) mengharapkan pembahasan perubahan Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga menuai hasil.
Sebab, pembahasan revisi itu sudah dimulai sejak 2010 yang kemudian terhenti dan baru kembali dibahas sekarang. “Kami mengharapkan, pembahasan revisi KM Perhubungan No.70 tahun 1998 tuntas,” kata Pengurus DPP INSA Sigit Triwaskito
Dia menjelaskan diantara perbaikan yang diperlukan adalah pada pasal-pasal yang berkaitan dengan jumlah pengawakan kapal niaga di Indonesia untuk disesuaikan dengan kondisi Indonesia sudah mendesak.
Perubahan tersebut merujuk kepada perubahan STCW 1978 Amandemen tahun 2010 (STCW MANILA) dan
mempertimbangkan kondisi usaha pelayaran niaga nasional saat ini serta ketersediaan pelaut yang berkompeten.
INSA telah melakukan kajian dan pembahasan terhadap peraturan tersebut dan telah menyampaikan kepada Menteri Perhubungan melalui surat tertanggal 16 Agustus 2016. “Kesimpulan kami, revisi peraturan tersebut perlu segera dilanjutkan,” katanya. (*)
5
GALERY
Dok.dppinsa Dok.dppinsa Dok.dppinsa dppinsaPEMBAHASAN: Pengurus DPP INSA turut memberikan
masukan dalam pembahasan perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No.70 tahun tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal.
FOTO BERSAMA: Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi
memberikan keterangan pers terkait dengan kedatangan kapal peti kemas terbesar pertama di Indonesia, CMA-CGM Otello di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
DENGARKAN: Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto
bersama tamu undangan menghadiri acara penyambutan kapal CMA-CGM Otello, kapal terbesar pertama yang hadir di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
PENYAMBUTAN: Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto
bersama pengurus asosiasi terkait mengabadikan acara penyambutan kedatangan kapal peti kemas terbesar pertama di Indonesia, CMA-CGM Otello.
PAPARAN: Pengurus INSA mendengarkan paparan PT
Penta Cipta Reka Utama (PENTACRU) tentang Flow Meter Kral System.
FOTO BERSAMA: Foto bersama seusai mendengarkan
paparan PT Penta Cipta Reka Utama (PENTACRU) tentang Flow Meter Kral System.
JAKARTA - Badan Pengusahaan
Batam segera mengevaluasi Peraturan BP Batam No.17 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Layanan pada Kantor Pelabuhan Laut Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Demikian salah satu butir kesimpulan Rapat Tim Teknis Dewan Kawasan PBPB Batam di kantor Menteri
Koordinator bidang Perekonomian yang membahas masalah pelaksanaan Peraturan Kepala BP Batam No.17 tahun 2016 tersebut.
Rapat tersebut melibatkan Menko Perekonomian, Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Sekretaris Kabinet, Polri, Setda Provinsi
Kepulauan Riau, Kadin Kepulauan Riau, BP Batam, INSA, ALFI, ABUPI, PELRA dan ATAK (Asosiasi Tenaga Ahli Kepabeanan).
Evaluasi tersebut dilakukan karena implementasi Peraturan Kepala BP Batam tersebut dinilai sangat memberatkan dunia usaha. Diantara yang dievaluasi adalah menyangkut tarif deposit sebesar 100% yang selama ini dikeluhkan pada pengusaha angkutan laut.
6
INFORMASI
Selain evaluasi Perka No.17 tahun 2016, rapat juga menyimpulkan bahwa jenis dan besaran tarif jasa kepelabuhanan di Batam mengacu kepada PP No.15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif PNBP pada Kementerian Perhubungan sehingga PMK yang menetapkan tarif pada Badan Layanan Umum BP Batam harus mengacu kepada PP tersebut.
Lisa Yulia, President Direktur PT Bias Delta Pratama menilai penerapan Perka BP Batam tidak mengikuti mekanisme yang diatur Kementerian Perhubungan serta tidak mendukung kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan
mengembangkan layanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas kondisi itu, pihaknya telah menulis surat yang isinya meminta agar Menko bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Kawasan PBPB Batam untuk memfasilitas pertemuan dengan asosiasi pelabuhan dan asosiasi terkait lainnya terkait dengan masalah tersebut. “Rapat ini untuk mengekomodasi usulan kami,” katanya.
Selama ini, banyak mengeluhkan mahalnya tarif jasa kepelabuhanan di Batam dibandingkan dengan tarif jasa kepelabuhanan terdekat seperti Singapura dan Johor Malaysia, bahkan lebih dari 500 persen. Sebagai contoh, tarif labuh tambat kapal 10.000 GT di Batam dikenakan US$11.194 untuk tiga hari, sedangkan di Pelabuhan Johor Baru dan Pelabuhan PSA Singapura masing-masing hanya US$648 dan US$604. (*)
istimewa istimewa
BP Batam Evaluasi Perka No.17
tahun 2016 yang Memberatkan
JAKARTA—Kementerian
Perhubungan akhirnya menyerahkan kewenangan statutoria kapal
berbendera Indonesia yang bergerak pada bidang angkutan luar negeri kepada Badan Klas Nasional yakni PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). Penyerahan tersebut ditandai dengan penandatanganya perjanjian kerjasama antara Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan dengan PT. Biro
Klasifikasi Indonesia (Persero) atau PT. BKI tentang Penyerahan Kewenangan Untuk Melaksanakan Survei dan Sertifikasi Statutoria Kapal Berbendera Indonesia, (5/4)
Penandatangan dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan A. Tonny Budiono dan Direktur Utama PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) Rudiyanto.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan A. Tonny Budiono mengatakan tujuan
dilakukannya Perjanjian Kerjasama ini untuk mendelegasikan kewenangan statutoria dari Pemerintah kepada PT BKI (Persero) untuk 14 kapal
berbendera Indonesia yang berlayar ke luar negeri.
7
INFORMASI
“Kerjasama ini cukup strategis bagi dunia pelayaran di Indonesia, khususnya dalam rangka
meningkatkan jaminan keselamatan pelayaran nasional, sebagai bagian dukungan terhadap Program Nawacita Nasional Perwujudan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,” katanya.
Ruang lingkup perjanjian tersebut mencakup pendelegasian kewenangan untuk melaksanakan persetujuan, survey dan sertifikasi statutoria kapal berbendera Indonesia, Pungutan Tarif terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pelaksanaan Kewenangan yang telah didelegasikan. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian ini, dan dapat diperpanjang dengan
mempertimbangkan terlebih dahulu hasil dari pengawasan/oversight program oleh Tim Assessor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Direktur Utama PT BKI (Persero) Rudiyanto menjelaskan perseroannya siap mendukung kebijakan pemerintah dengan menjalankan kewenangan statutoria yang dilimpahkan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan tupoksi yang diberikan.
Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan INSA mengapresiasi kebijakan Pemerintah yang melimpahkan penerbitan sertifikat statutoria atas kapal berbendera Indonesia yang berlayar dari dan ke luar negeri di wilayah kepabeanan Indonesia (Internasional Voyage) dan kapal nasional yang beroperasi di luar negeri, kepada badan class.
“Kita berharap klasifikasi international lainnya yang tergabung ke dalam IACS (international Association of
Classification Society) juga dapat segera diberikan authorisasi,” kata Johnson.
Dia menjelaskan di berbagai negara, penerbitan sertifikat statutoria telah dilimpahkan kepada badan klass yang memiliki kantor cabang di berbagai belahan dunia sehingga jika terjadi pemeriksaan PSC dan menemukan
non-compliance terhadap MoU Protocol of Tokyo yang perlu diverifikasi atau
diterbitkan ulang oleh flag state, dapat segera diatasi guna menghindari penahanan (detention) kapal. “Pelimpahan kewenangan statutoria kepada badan klass tersebut akan memperbaiki citra Indonesia di mata dunia internasional dan mendukung program Poros Maritim,” ujar nya. (*)
“Tunda Penerapan Aturan Dana
Jaminan Ganti Rugi Pencemaran”
istimewa
Ditjen Perla Serahkan Kewenangan
Statutoria kepada PT BKI (Persero)
8
INFORMASI
istimewa istimewaINDONESIAN NATIONAL SHIPOWNERS‟ ASSOCIATION
Wisma BSG, Lantai 3A #M04-05 Jl. Abdul Muis No.40
Jakarta Pusat, 10160-Indonesia
P: +62 21 351 4348. F: +62 21 351 4347
Email:
sekretariat@dppinsa.com
. Website: www.dppinsa.com
www.dppinsa.com
KELUARGA BESAR DPP INSA
MENYAMPAIKAN
TURUT BERDUKA CITA
ATAS MENINGGALNYA
Jaka Aryadipa Singgih
CEO PT Bumi Laut Group
JAKARTA– Dunia pelayaran nasional sedang
berkabung. Pengusaha pelayaran besar dan ternama, Jaka Aryadipa Singgih atau yang akrab di sapa Jaka Singgih, menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis, 13 April 2017 di Tan Tock Seng Hospital Singapore, pukul 08.46 waktu setempat.
Jaka Singgih lahir di Medan, Provinsi Sumatera Utara 10 Juli 1958 tersebut beristrikan Sally Singgih dengan dikarunia tiga orang anak. Ia pernah menjadi anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) pada periode 2004--2009. Ia meraih gelar MBIM dari British Institute of MGT, London pada 1987 dan MBA dari Hull of University, UK 1987. Di dunia, usaha ia kenal sebagai CEO Bumi Laut Group, Chairman PT Bumi International Tanker, President Direktur PT Indonesia Fortune Lioyd dan President Direktur PT Dharma Laut Rahardja. Bagi dunia pelayaran nasional Indonesia, nama Jaka Singgih sudah demikian melekat. Membicarakan pelayaran di Indonesia terasa kurang lengkap tanpa menyebut namanya.
Pengalaman berorganisasinya juga tidak sedikit. Ia pernah duduk sebagai Kepala Bidang Pengembangan Usaha DPP INSA, Vice Chairman Asia Shipowners' Forum, Ketua Umum Yayasan Lembaga Maritim Nasional.
Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto menyampaikan duka cita yang mendalam . “Semoga arwah beliau diterima disisi-Nya dan yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan
ketabahan.” (*)